BAB I-V 2 Februari 2021
BAB I-V 2 Februari 2021
BAB I-V 2 Februari 2021
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat seperti cara berinteraksi dan memperoleh informasi dengan cara yang
lebih praktis. Salah satu teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang
pesat saat ini adalah media sosial. Media sosial merupakan sebuah media online
berbagi, serta untuk menciptakan suatu isi atau konten dari media tersebut
(Maludi, 2018). Penggunaan media sosial telah menjadi fenomena global yang
menguasai berbagai kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai orang
tua. Perkembangan media sosial saat ini memberikan dampak positif seperti
membangun hubungan kelompok. Akan tetapi, akses yang meluas melalui media
sosial menyebabkan kecanduan dan memberikan efek negatif jangka panjang pada
kehidupan akademis, keluarga, dan pekerjaan mereka (Wang, Lee, & Hua, 2014).
sosial merupakan suatu aplikasi berbasis internet. Kecanduan internet pertama kali
1
macam perilaku dan kontrol impuls yang luas (Saliceti, 2015). Media sosial
merupakan salah satu teknologi berbasis internet yang paling populer dan diminati
kebahagiaan. Kecanduan terhadap media sosial tidak dapat dihindari lagi, setiap
mencari informasi dan hiburan di media tersebut. Data penelitian dilakukan oleh
tertinggi penggunaan internet adalah untuk sosial media yang mencapai total
persentase 51,5%. Hasil Penelitian Global Web Index (dalam Duarte, 2019)
yang menghabiskan 195 menit per hari untuk bermain media sosial yang
penggunaanya didominasi oleh kelompok muda berusia 16-24 tahun . Hal tersebut
dewasa awal 19-34 tahun dengan total persentase 49,52%. Kecanduan terhadap
internet pada semua kalangan usia terutama bagi generasi muda saat ini
merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hampir setiap hari perangkat mobile
serta internet merupakan hal yang selalu ada dalam genggaman tangan dan sulit
dipisahkan dari kehidupan saat ini. Perwakilan UNICEF Angela (dalam Sahrul,
2018) mengatakan bahwa “Hari ini, hampir tidak mungkin untuk menarik garis
antara online dan offline”. Perkembangan media sosial saat ini bagaikan dua mata
2
pisau yang perlu mendapatkan perhatian. Tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik
dari kecanduan media sosial, kekerasan, penipuan dan pornografi yang semuanya
Wang, Lee, & Hua (2015) mengatakan bahwa individu yang mengalami
maladaptif ini juga bisa disebabkan karena sistem neural dalam otak yang sama
(Turel, He, Xue, Xiao, & Bechara, 2014). Penyebab kecanduan media salah
bagi otak informasi merupakan sesuatu yang diibaratkan sebagai suatu hadiah
(Anna, 2019). Melalui sosial media, seseorang akan memperoleh informasi baru
3
dopamine yang merupakan suatu substansi membuat perasaan bahagia. Hal ini
sejalan dengan penelitian Pinel (2009) yang menyatakan bahwa dopamine terlibat
kepribadian) dan fungsi motorik serta memediasi fungsi intelektual yang lebih
tinggi (higher cognitive functions) termasuk emosi dan perilaku (Yan zhou, hao lei
dkk dalam Young & Abreu, 2017). Pada wilayah ini otak terlibat dalam
keputusan dan perilaku sosial yang benar. Hal yang sama terjadi juga pada
kecanduan internet game online seperti yang diungkapkan oleh Linden (dalam
psychology today, 2011) bahwa dengan bermain game secara berlebihan akan
saat bermain game, termasuk nucleus accumbens (bagian otak yang memproses
4
users adalah individu yang menggunakan internrt lebih dari 40 jam per bulan atau
jam dalam sehari untuk bermedia sosial. Maka dalam sebulan pengguna internet
sehingga dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan pemakainya. Hal ini akan
Berdasarkan survei Global Web Index pada Januari 2015, pengguna internet
mengakses melalui tablet atau PC yaitu 5 jam 6 menit, sedangkan melalui gadget
mencapai 3 jam 52 menit per hari. Pengguna media sosial mengakses akun
mereka melalui berbagai media durasinya mencapai 2 jam 52 menit per hari
tersebut didukung pada hasil wawancara salah satu individu dewasa awal dengan
inisial AD (2019), yang mengaku memiliki sekitar enam akun media sosial yakni
Twitter, Telegram, Path, Instagram, Line, dan Facebook. Dirinya (AD) mengaku
10 menit untuk memindai aktivitas jejaring sosialnya setiap kali login. Artinya
diantaranya untuk benar-benar berinteraksi dengan orang di dunia nyata. Hal yang
5
sama terjadi di Indian Institutes of Technology (ITTS), universitas teknik
terkemuka yang membatasi penggunaan internet dan media sosial di kampus pada
malam hari karena mendapatkan laporan mengenai tindakan bunuh diri terkait
dugaan perilaku antisosial yang dipicu oleh penggunaan internet secara berlebihan
masa dewasa awal untuk menjalin komunikasi secara virtual. Pikiran yang selalu
(Nurmandia, Wigati, & Masluchah, 2013). Hal yang sama dikemukakan oleh
menjadi begitu memakan waktu lama sehingga merusak fungsi normal dalam
ketika online dan tidak mampu mengelola aspek-aspek utama dari kehidupan
6
dengan teman-teman individu, rekan kerja, dan dengan komunitas individu, dan
hilangnya minat pada aktivitas lain (Echeburúa & Amor, 2001). Kecanduan
Menurut Erikson (dalam Papalia 2009) individu dalam rentang usia 18-40
dewasa awal. Perkembangan hubungan yang intim sebagai tugas penting masa
hubungan yang kuat, stabil, dekat, dan penuh perhatian merupakan motivator
penting dari tingkah laku manusia. Unsur penting dari keintiman adalah
sendiri kepada orang lain (Collins & Miller dalam Papalia, 2009). Pada tahap
perkembangan dewasa awal dituntut untuk dapat memiliki keterampilan sosial dan
emosional, karena jika dewasa awal tidak memiliki kemampuan tersebut maka
7
lingkungannya yang kemudian dapat mempengaruhi hubungan interpersonalnya
(Santrock, 2009).
menjelaskan terdapat dampak positif dari kecanduan media sosial yaitu semakin
tinggi kecanduan pada situs media sosial maka akan semakin baik keterampilan
sosial pada dewasa awal. Menurut penelitian tersebut melalui situs-situs jejaring
sosial para pecandu tetap dapat melakukan interaksi sosial meskipun tidak terjadi
kontak fisik, antara lain dalam bentuk chat dan berbalas komentar. Hal tersebut
dapat melatih dewasa awal untuk lebih terampil secara sosial dan peka secara
juga pada dimensi emosionalnya. Valkenburg & Peter (2011) menyatakan Media
bahwa individu yang mengalami kecanduan media sosial menjadikan media sosial
hubungan sosial di dunia nyata. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2016) menjelaskan bahwa individu yang mengalami adiksi
lainnya.
8
Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian-penelitian sebelumnya
yang positif dan negatif. Beberapa penelitian juga telah meneliti bagaimana
kecanduan media sosial dan keterampilan sosial sering kali dikaitkan dengan
tertarik untuk mengkaji lebih dalam sejauh mana dampak kecanduan media sosial
berkaitan dengan keterampilan sosial dan ingin meneliti dengan subjek yang lebih
meluas pada usia dewasa awal tidak hanya pada kalangan mahasiswa.
B. Rumusan Masalah
meskipun dalam posisi jarak jauh. Penggunaan media sosial menguasai berbagai
kalangan termasuk dewasa awal. Perkembangan media sosial saat ini memberikan
meskipun jarak jauh, berbagi ide, konten, dan membangun hubungan kelompok.
Akan tetapi, akses yang meluas melalui media sosial menyebabkan kecanduan dan
masalah yang ingin diuji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara
kecanduan internet media sosial dengan keterampilan sosial pada dewasa awal?”
9
C. Tujuan Penelitian
hubungan antara kecanduan media sosial dengan keterampilan sosial pada dewasa
awal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Bagi dewasa awal hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Media sosial
menciptakan suatu isi atau konten dari media tersebut (Maludi, 2018).
11
untuk dapat saling berkomunikasi serta melakukan berbagai pertukaran
yang parah.
12
Berdasarkan definisi di atas mengenai kecanduan media sosial,
dunia nyata.
internet, yaitu:
13
pekerjaan atau bisnis. Pengguna media sosial akan mengakses lebih
1. Heavy Users (lebih dari 40 jam per bulan) atau sekitar 6 jam per hari
2. Medium Users (lebih dari 10-40 jam per bulan) atau 3-6 jam per hari
3. Light Users (lebih dari 10 jam per bulan) kurang dari 3 jam per hari
memakai durasi waktu internet antara 20-80 jam per minggu dengan
14
langsung dalam mendiagnosis kecanduan media sosial karena
perubahan mood dan mudah merasa cemas karena tidak dapat untuk
media sosialnya.
e. Mengakses internet atau media sosial lebih lama dari rencana awal
15
g. Melakukan kebohongan pada anggota keluarga, terapis, dan orang-
permasalahan-permasalahan tersebut.
16
c. Kurangnya perilaku sopan santun dan malas melakukan
17
C. KETERAMPILAN SOSIAL
orang lain dan tingkah laku sosial yang berkaitan secara konsisten.
lain, yang diarahkan pada tujuan, saling terkait, sesuai dengan situasi,
18
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
a. Emotional Expressivity
19
b. Emotional Sensitivity
c. Emotional Control
d. Social Expressivity
20
individu dalam ekspresi verbal dan kemampuan untuk melibatkan
e. Social Sensitivity
f. Social Control
21
social control yang tinggi secara sosial memiliki sikap bijaksana,
sosial tertentu.
a. Social Presentation
22
Wu, 2008). Social Presentation yang efektif tidak hanya
23
verbal serta kemampuan untuk memulai percakapan dengan
b. Social Scanning
24
untuk membaca atau memahami serta mengamati perubahan
c. Social Flexibility
skill) yaitu:
25
a. Keluarga
b. Pendidikan
26
tanggung jawab, inisiatif, kemauan kuat, kasih sayang, dan kerja
satu dengan individu yang lain (Zuchdi dkk dalam Dewi 2016).
individu yang satu dengan individu yang lain harus bekerja sama.
c. Lingkungan
27
Lunadi (1994) lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan
2015).
28
dalam berhubungan dengan teman sebaya serta memperlihatkan
D. Dewasa Awal
dewasa awal menurut Papalia (2007) masa transisi dari remaja menuju
dewasa yang berada pada rentang usia 20-40 tahun. Pada masa ini
29
Pada tahap penyesuain diri yang dilakukan oleh individu dewasa
(Santrock, 2009). Hal ini disebabkan karena pada masa dewasa awal
bahwa dewasa awal adalah individu yang berada dalam rentang usia
1. Masa Emosional
dihadapi pada suatu saat tertentu atau sejauh mana sukses atau
30
kegagalan yang dialami dalam penyelesaian persoalan. Akan tetapi,
lingkungan sosialnya.
yang lebih luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dari kacamata orang
31
menimbulkan konflik pada kehidupan seseorang yang
peran orang tua. Pada masa ini keterampilan sosial yang paling
32
banyak yang berubah. Pada masa ini jika seseorang mengalami
terkucilkan.
33
tersebut sesuai dengan pendapat Arnett (2004) yang menyatakan
34
individu yang berada pada masa dewasa awal memiliki
atupun sosial yang sama, untuk itu masa emerging adulthood ialah
pada saat ini tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari setiap orang.
Bukan hanya kaum remaja yang merupakan pecandu internet tetapi juga
media sosial yang menghabiskan 195 menit per hari untuk bermain media
tahun. Kehadiran media sosial mengacu pada suatu ruang lingkup yang
35
berbasiskan internet serta layanan mobile secara luas yang memungkinkan
yang signifikan, pekerjaan, tidak jujur dengan orang lain (Beard dan Wolf,
2001).
merasa gelisah, mengakses internet atau media sosial lebih lama dari
36
rencana awal, berani kehilangan segala sesuatu yang berarti, melakukan
ada, melakukan chatting melalui chat room yang tersedia pada media
sosial atau mungkin hanya sekedar melihat-lihat gambar atau video yang
internet atau media sosial lebih lama dari rencana awal. Hal tersebut
tepat sesuai aturan sosial yang berlaku, seperti (dapat memulai atau
37
Aktivitas online yang berlebihan mengakibatkan terabaikannya
media sosial yaitu mengakses internet lebih lama dari rencana awal, serta
38
memfasilitasi interaksi antar pribadi, yang pada gilirannya dapat
media sosial merupakan sarana distraksi yang nyaman, legal, dan aman
kehidupan nyata yang oleh pecandu media sosial. Kecanduan media sosial
sosial yang merupakan salah satu kriteria dalam kecanduan media sosial.
39
terutama pada social flexibility, yaitu kemampuan untuk fleksibel dalam
masalah yang dialaminya hanya melalui media sosial tanpa berpikir kritis
yang kaku atau tidak flexible dalam menghadapi masalah atau situasi yang
dihadapinya.
perilaku sosial dan tingkah laku sosial yang berkaitan secara konsisten.
sosial yang dapat dipelajari yang digunakan untuk mencapai tujuan sosial.
40
memberikan feedback komunikasi terhadap lawan bicaranya dan
bahasa tubuh nonverbal seperti ekspresi perasaan dan emosi tidak dapat
41
kemudian dapat mempengaruhi hubungan interpersonalnya (Santrock,
2009).
dewasa awal tidak memiliki keterampilan sosial yang baik maka ia akan
sosial lebih menyenangkan (Gross, Juvonen, & Gable, 2002). Hal tersebut
42
F. Kerangka Teori
INTENSITAS
PENGGUNAAN
MEDIA SOSIAL
43
E. Hipotesis Penelitian
negatif antara kecanduan media sosial dan keterampilan sosial pada dewasa
44
BAB II
METODE PENELITIAN
B. Identifikasi
C. Definisi Operasional
45
merasa marah, dan gelisah yang dapat dikategorikan sebagai perilaku
kecanduan internet pada golongan Heavy Users (lebih dari 40 jam per
bulan) atau 6 jam per hari. Hasil yang didapatkan dari skala intensitas
subjek. Jika hasil yang didapatkan semakin tinggi skor intensitas waktu
dan perilaku negatif yang diperoleh subjek pada skala ini maka semakin
tinggi pula kecanduan media sosial yang dimiliki oleh subjek. Akan tetapi,
jika semakin rendah skor intensitas waktu dan perilaku negatif yang
46
flexibility. Hasil pada skala tersebut menunjukkan tingkat keterampilan
sosial yang dimiliki oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek pada skala ini, maka semakin tinggi pula kemampuan keterampilan
sosial yang dimiliki oleh subjek, sebaliknya jika apabila skor total yang
keterampilan sosialnya.
D. Subjek Penelitian
2001). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan ialah stratified
yang disebut dengan strata dan sampel random ini menggambarkan dalam
47
E. Metode dan Pengumpulan Data
tersedia. Skala dalam menurut Azwar (2012) adalah suatu alat ukur
dari kecanduan media sosial. Skala ini menggunakan skala likert, yaitu
penelitian dalam skala. Media sosial tidak hanya terbatas pada media
yang berupa tulisan, akan tetapi juga berupa gambar dan suara, maupun
48
skala Likert ini terdiri dari beberapa item pernyataan yang memiliki 4
respon jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Item-item pada skala ini terdiri dari 2
jenis item yaitu favorable untuk menunjukkan sikap positif subyek dan
effect pada respon jawaban subjek, maka skala likert dalam penelitian ini
Sangat Sesuai= SS, Sesuai= S, Tidak Sesuai = TS, Sangat Tidak Sesuai =
STS. Item-item pada skala ini terdiri dari dua jenis item yaitu item
49
favorable yang merupakan pernyataan yang apabila disetujui akan
menunjukkan sikap positif terhadap subjek, dan yang kedua adalah item
2014).
Tabel 2.
Sosial.
Tabel 3.
Sebaran Item Skala Kecanduan Media Sosial (sebelum uji coba)
N Aspek Indikator F Unf Bobo
o a av t
v
1 Penggu Ketidakmam 1, 29, 22, 12, 27, 30,23
41,
naan puan 15, 26, 6 %
8,
Waktu mengontrol
32,
Yang 36,
Berlebi 34
han
50
2 Perilaku Mengabaikan 19, 33, 40, 4, 10, 24, 23,26
Negatif pekerjaan 9,8, 28 2, %
35
Mengabaikan 25, 5, 31, 16, 13, 18, 2
kehidupan 39, 43 11, 7
sosial 14, ,
37, 9
30 1
%
Perubahan 3, 17, 38, 42, 21 23, 7, 18,60
mood seperti, 20 %
Mudah
marah,gelisa
h
Total 28 16 100
%
Tabel 4.
Skala Keterampilan Sosial (sebelum uji coba)
N Dimensi Indikator F Unf %
o a av
v
1 Social Kemampuan 25,20,14
15,
Presentation memulai
7
pembicaraan
51
3 Social Mampu 34, 3 12,8
Flexibility adaptasi
di
lingkung 28,9
an baru 4%
1. Validitas
ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pengukuran yang
diinginkan (Azwar, 1996). Pada penelitian ini validitas alat ukur yang
analisis rasional oleh para ahli atau expert judgement (Azwar, 2012).
skripsi peneliti, skala yang disusun akan diuji validitas isinya melalui
52
analisis isi item alat ukur dengan tujuan untuk menentukan sejauh
dilakukan uji coba, peneliti juga melakukan uji validitas isi dengan
2. Seleksi Item
kelompok yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Hal
ini berkaitan dengan konsistensi antara hal yang diukur dengan tiap
item dengan hal yang diukur dengan skala. Semakin tinggi angka
korelasi positif antara skor item dengan skor skala maka semakin
Apabila korelasi positif atau angka daya beda item rendah maka item
fungsi ukur skala atau angka daya beda yang kurang baik. Analisis
53
item yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS versi 22.0 for
windows.
memiliki daya diskriminasi (rix) ≥ 0,30 (Azwar, 2012). Pada item yang
ini adalah dengan mengkorelasikan skor tiap aitem dengan skor total
versi 22.0 for windows. Jika suatu item yang lolos tidak mencukupi
(Azwar, 2012).
hingga 18 September 2020. Subjek dalam uji coba skala ini adalah
berusia dewasa awal dan merupakan pengguna aktif media sosial aktif.
google form secara online dan dapat diakses melalui tautan berikut
54
sebanyak 130 orang responden. Hasil analisis yang dilakukan dalam
kecanduan media sosial dan sebanyak 7 item yang gugur dari 35 item
3. Reliabilitas
relatif sama, kalau dimensi yang diukur dalam diri subjek memang
error atau kesalahan baku yang terkandung dalam skor tampak adalah
55
statistik yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut adalah SPSS
0,923 dari 37 item, sedangkan jumlah item yang gugur setelah uji coba
Tabel 5.
56
Yang 36,
Berlebih 34
an
2 Perilaku Mengabaik 23,26
Negatif an 19, 33, 40, 4,10, 9, 24,*2 %
pekerjaan 28 , 35
Mengabaik 27,
an 25, 5, 31, *16, 18, 91
kehidupan *13, 39, 43 11,14 %
sosial , 37,
*30
Perubahan 18,60
mood 3, 17, 38, 42, 21 23, 7, %
seperti, *20
Mudah
marah,geli
sah
Total 43 100%
Tanda (*) merupakan tanda item yang gugur setelah uji coba
0,900, sedangkan jumlah item yang gugur setelah uji coba sebanyak 4
item pada favorabel dan unfavorabel. Berikut ini adalah hasil uji coba
keterampilan sosial.
Tabel 6.
Sebaran Item Skala Keterampilan Sosial (setelah uji coba)
N Dimensi Indikator Fa Unf %
57
o v av
1 Social Kemampuan 25, 20, 14 15,
Presentatio memulai 7
n pembicaraan
Mampu 33 6,4 48
menyampaikan ,39
pendapat %
Total 31 10
0%
58
Tanda (*) merupakan tanda item yang gugur setelah uji coba.
59
4. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
Tujuan dari uji asumsi adalah untuk agar kesimpulan data yang
a. Uji Normalitas
dan modus dengan memiliki nilai yang sama, serta memiliki bentuk
b. Uji Linearitas
60
dilakukan dengan Test for Linearity dalam program SPSS versi 22.0
c. Uji hipotesis
jika tidak normal atau linier maka pengujian korelasi data penelitian
61
BAB IV
A. Pelaksanaan Penelitian
pengguna aktif media sosial yang berada dalam tahapan usia dewasa awal
18-40 tahun. Data yang terkumpul pada proses penelitian ini sebanyak 208
subjek dengan jumlah perempuan sebanyak 150 orang dan subjek laki-laki
sebanyak 58 subjek.
kriteria usia dewasa awal dengan rentang usia 18-40 tahun serta
merupakan pengguna aktif media sosial. Berikut ini latar belakang atau
62
Tabel 7.
Kepemilikan Jumlah Akun Media Sosial
Jumlah Jumlah Persentase
Akun Subjek
3 akun 73 35,1 %
5 akun 60 28,8 %
≥ 5 Akun 75 36,1 %
Total 208 100%
media sosial yang dimiliki oleh subjek sebanyak 208 subjek. Tabel
sosial terbanyak yaitu lebih dari 5 akun media sosial (36,1 %). Kemudian
disusul dengan 73 subjek yang memiliki 3 akun media sosial ( 35,1%) dan
Tabel 8.
Durasi Waktu Penggunaan Media Sosial Perhari
Durasi Jumlah Persentase
Waktu(jam Subjek
)
≤ 3 jam 28 13,5%
3-6 jam 98 47,1%
≥ 6 jam 82 39,4%
Total 208 100%
63
Berdasarkan tabel 8 menjelaskan intensitas waktu oleh subjek
selama lebih dari 6 jam sehari sebanyak 82 subjek (39,4%) dan yang
Tabel 9.
Data Demografis Subjek
Jumla
Aspek Kategori Persenta
h
se
18 7 3,4%
19 11 5,3%
20 21 10,1
21 1 %
22 51 0,5%
Usia 23 21 24,5
24 14 %
25 5 6,7%
26 10 2,4%
27 13 4,8%
28 6 6,3%
29 3 1,4%
30 4 2,9%
31 1 1,4%
32 3 1,9%
33 2 0,5%
34 1 1,4%
35 1 1,3%
36 1 0,5%
37 4 0,5%
38 1 0,5%
39 - 1,9%
40 - 0,5%
-
-
64
Laki- 20,3
Jenis Kelamin
laki 58 %
Perempu 1 79,7
an 50 %
penelitian ini sesuai dengan usia dewasa awal yaitu 18-40 tahun, namun
tahun (5,3 %), 21 subjek berusia 20 tahun (10,1 %), 1 subjek berusia 21
tahun (0,5 %), 51 subjek berusia 22 tahun (24,5 %), 21 subjek berusia 23
tahun (10,1 %), 14 subjek berusia 24 tahun (6,7 %), 5 subjek berusia 25
tahun (2,4 %), 10 subjek berusia 26 tahun (4,8 %), 16 subjek berusia 27
tahun (7,7 %), 6 subjek berusia 28 tahun (2,9 %), 3 subjek berusia 29
tahun (1,4 %), 4 subjek berusia 30 tahun (1,9 tahun), 1 subjek berusia
31 tahun (0,5 %), 3 subjek berusia 32 tahun (1,4 %), 2 subjek berusia 33
tahun (0,9 %), 1 subjek berusia 34 tahun (0,5 %), 1 subjek berusia 35
tahun (0,5 %), 1 subjek berusia 36 tahun (0,5 %), 4 subjek berusia 37
rentang usia 18-25 tahun merupakan usia subjek tertinggi dengan jumlah
dengan rentang usia 26-33 tahun sebanyak 45 subjek atau 21,6 %, dan di
posisi terakhir dengan rentang usia 34-40 tahun sebanyak 8 subjek atau
3,8 %. Data tersebut sesuai dengan survei yang pernah dilakukan oleh
65
World Internet Project dalam Arnett, 2013, yang menyatakan bahwa 13
negara di Eropa, Asia dan Amerika menunjukkan bahwa lebih dari 80%
Selain itu, data penelitian ini sesuai oleh data APJII (2017) bahwa
subjek perempuan (72,1 %) dari total 208 orang subjek. Hal ini
skor secara teoritik dan empirik dari variabel kecanduan media sosial dan
manual berdasarkan dari skor yang terendah dan skor tertinggi yang dapat
MT=
148+37
MT Kecandua Media Sosial = =92,5
2
124+31
MT Keterampilan Sosial = =77 , 5
2
66
Data mean teoretis dihitung secara manual. Skala kecanduan media
sosial terdiri dari 37 item dengan skor per item 1 – 4, maka skor maksimal
adalah 148 dan skor minimal adalah 37. Maka mean teoritik data adalah
92,5 dan skala keterampilan sosial terdiri dari 31 item dengan skor per item
1-4, maka skor maksimal adalah 124 dan skor minimal 31. Maka mean
menggunakan program SPSS versi 22 yang didapatkan dari hasil uji One
Sample Test.
Tabel 10.
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Mean
Variabel N Mi Ma SD
Teoriti Empiri
n ks
k k
Kecanduan 2 37 1 92, 79, 15,
Media Sosial 0 4 5 01 790
8 8
Keterampilan
Sosial 2 3 12 77, 87, 13,
0 1 4 5 90 276
8
bahwa mean empirik pada variabel kecanduan media sosial sebesar 79,01
dan mean teoritik sebesar 92,5 dengan standar deviasi sebesar 15,790.
Berdasarkan dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa mean teoritik lebih
67
Pada variabel keterampilan sosial rerata empirik sebesar 87,90 dan
mean teoritik sebesar 77,5 dengan standar deviasi sebesar 13,276. Data
Tabel 11.
Rumus Kategorisasi
Rendah X < (Mean hipotetik – 1 x SD hipotetik)
Sedang (Mean hipotetik – 1xSD hipotetik) ≤ X < (Mean
hipotetik + 1 x SD hipotetik)
Tinggi M + 1SD < X
Tabel 12.
Hasil Kategorisasi Kecanduan Media Sosial
Kategori Hasil Jumlah Persentase
68
Berdasarkan tabel 12 mengenai kategori kecanduan media sosial,
dapat dilihat bahwa dari 208 subjek terdapat 78 subjek (37,5%) yang
Tabel 13.
Hasil Kategorisasi Keterampilan Sosial
Kategori Hasil Jumlah Persentase
Rendah X<62 6 subjek 2,9 %
Sedang 62 ≤ X < 93 130 subjek 62,5 %
Tinggi 93 < X 72 subjek 34,6%
Total 208 100 %
dapat dilihat bahwa dari 208 subjek terdapat 6 subjek (2,9%) yang
69
130 subjek (62,5%) memiliki skor dalam kategori rendah dan terdapat 72
D. Analisi Data
1. Uji Normalitas
karena jumlah sample yang digunakan > 50. Data dapat dikatakan
persebaran normal jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 (p >
0,05), begitu pula jika sebaliknya jika nilai signifikan lebih kecil dari
0,05 (p < 0,05) maka dapat dikatakan bahwa distribusi tidak normal.
Tabel 14.
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnova
Statist Df Sig. Ket
ic
Kecanduan ,033 208 0,200 Norma
Media Sosial l
Keterampilan ,048 208 0,200 Norma
Sosial l
70
yang sama yaitu 0,200 (p > 0,05). Dengan demikian, dapat
2. Uji Linearitas
taraf signifikansi linearity (p) < 0,05 dan sebaliknya data dikatakan
Tabel 15.
Uji Linearitas
71
Sosial
3. Uji Hipotesis
Tabel 16.
Tabel Tingkat Hubungan
Interval Tingkat
Koefisie Hubungan
n
0,000-0,199 Sangat rendah
0,200-0,399 Rendah
72
0,400-0,599 Sedang
0,600-0,799 Kuat
0,800-1,000 Sangat kuat
Tabel 17.
Uji Hipotesis Kecanduan Media Sosial dan Keterampilan
Sosial
Kecanduan
Media Keterampilan
Sosial Sosial
Kecanduan Pearson
Media Correlatio 1 -.436**
Sosial n
Sig. (2-
.000
tailed)
N 208 208
Keterampila Pearson
n Sosial Correlatio -.436** 1
n
Sig. (2-
.000
tailed)
N 208 208
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
73
rendah tingkat keterampilan sosial. Begitu pula sebaliknya semakin
2015).
E. Analisis Tambahan
yang paling tinggi antara kecanduan media sosial dengan ketiga dimensi
keterampilan sosial. Selain itu, analisis tambahan ini juga dapat digunakan
penelitian ini:
Tabel 18.
Hasil uji korelasi Pearson Product Moment Kecanduan Media
Sosial dan Dimensi Keterampilan Sosial.
Social Social Social
Presentati Scanni Flexibil
on ng ity
Pear Kecanduan Correlati
-,450** -,242** -,379**
son Media on
Corr Sosial Coefficie
74
elati nt
on
Sig. (2-
,000 ,000 ,000
tailed)
N 208 208 208
F. Pembahasan
media sosial dan keterampilan sosial pada individu dewasa awal. Subjek
dalam penelitian ini berjumlah 208 subjek dewasa awal dengang rentang
75
usia 18-40 tahun. Selain itu, pada penelitian ini juga dijabarkan korelasi
menggunakan media sosial selama 3-6 jam per hari dan merupakan urutan
tertinggi dalam durasi waktu ini. Kemudian selama lebih dari 6 jam sehari
sebanyak 82 subjek (39,4%) dan yang terakhir kurang dari 3 jam per hari
kecanduan media sosial yang tinggi dengan mengakses media sosial lebih
waktu antara 40-80 jam per minggu (Grienfield dalam Young & Abreu,
2017). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Çiçekoğlu,
76
Durualp, & Durualp (2014) yang mengatakan bahwa penggunaan internet
media sosial. Hal tersebut sejalan yang dikemukakan oleh The Graphic,
golongan Heavy Users (lebih dari 40 jam per bulan) atau 6 jam per hari.
melalui media sosial dan jarang terlibat dalam komunikasi secara langsung
atau tatap muka, maka individu tersebut kurang terlatih untuk memberikan
tersebut dapat lebih terlatih untuk berinteraksi secara face to face yang
dapat melatih keterampilan sosial dan juga lebih dapat untuk menghargai
77
(p<0,05) yang artinya bahwa terdapat hubungan negatif antara kecanduan
media sosial dan keterampilan sosial yang termasuk dalam kategori tingkat
maka waktu untuk berkomunikasi secara tatap muka yang dapat melatih
0,450 dan nilai signifikansi p = 0,000 lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) yang
78
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Caplan (2003) yang
perkembangan dewasa awal yaitu intimacy dan afiliasi agar dapat menjalin
hubungan yang baik tidak hanya dengan pasangan tetapi juga dengan
keluarga, sahabat maupun teman kerja. Hal yang dapat dilakukan untuk
penggunaan media sosial. Selain itu, menurut Young (2017) yaitu dengan
dilakukannya dan tidak dipedulikannya lagi dah hal tentu saja perlu
79
G. Keterbatasan Penelitian
langsung. Hal ini disebabkan karena situasi pandemic corona yang tidak
langsung ketika mengisi kuesioner karena dilakukan secara online, hal ini
sesungguhnya.
80
81
BAB V
A. Kesimpulan
keterampilan sosial pada dewasa awal dengan tingkat korelasi -0,436 dan
nilai signifikansi sebesar 0,000 (0 < 0,01). Hal tersebut dapat memberikan
media sosial dan keterampilan sosial yang dimiliki oleh dewasa awal yaitu
82
B. Saran
Pada era teknologi yang semakin pesat saat ini media sosial
media sosial dan keterampilan sosial yang dimiliki oleh dewasa awal
dari itu, pengguna media sosial dewasa awal diharapkan dapat dengan
sosial. Para dewasa awal pengguna media sosial juga sebaiknya dapat
83
semakin meningkatkan keterampilan sosial dengan lebih banyak
merata seperti rentang usia rentang usia, jika kriteria data kurang
digeneralisasikan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Abadi , T. W., Sukmawan, F., & Utari, D. A. (September 2013). Media Sosial dan
Pengembangan Hubungan Interpersonal Remaja di Sidorejo. Kanal, Vol 2
No 1, Hal 1-106.
Anna, L. (2019, Juli 05). Otak Manusia Haus Informasi. Lifestyle Kompas.
https://lifestyle.kompas.com/read/2019/07/05/072900920/otak-manusia-
memang-haus-informasi-
Arumugam, N., Thayalan, X., Kaur, K., & Muthusamy, C. (2013). It Takes Two to
Tango: Academic Environment and Social Skills. Asian Social Science,
9(4), 123-128. doi:10.5539/ass.v9n4p123
APJII. (2017). Hasil Survey Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet di Indonesia
2017. Diunduh dari https://apjii.or.id/survei2017
APJII. (2019). Laporan Survei Internet APJII 2019 - 2020. Diunduh dari
https://apjii.or.id/survei2019x
85
Castells, Manuel. 2014. “The Impact of the Internet on Society: A Global
Perspective”. https://www.techonologyreview.com/s/530566/the-impact-
of-the-internet-society-a-global-perspective/
Çiçekoğlu, P., Durualp, E., & Durualp, E. (2014). Evaluation ofThe Level of
Internet Addiction Among 6th-8th Grade Adolescents In Term of Various
Variables. European Journal of Research on Education, 22-28.
fromhttp://iassr.org/jurnal
Collin, Rahilly, Richardson & Third. 2011. The benefits of social networking.
Duarte, F. (2019, September 09). Berapa banyak waktu yang dihabiskan rakyat
Indonesia di Media Sosial?. https://www.bbc.com/indonesia/majalah-
49630216
Engelberg, E., & Sjoberg, L. (2004). Internet Use, Social Skills, and Adjustment.
Cyberpsychology & Behavior, 7(1), 41-47.
Hair, E. C., J. J., & Garrett, S. B. (2002). Helping Teens Develop Healthy
Keterampilan sosial and Relationships: What the Research Shows about
Navigating Adolescence. Washington: Knight Foundation.
86
Hurlock, B.E. (1999). Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kim, J., LaRose, R., & Peng, W. (2009). Loneliness as the Cause and the Effect of
Problematic Internet Use: The Relationship between Internet Use and
Psychological Well-Being. Cyberpsychology & Behavior, 12(4), 451-455.
doi:10.1089=cpb.2008.0327
Lee, C.-C., & Wen-Bin Chiou. (2013). Keep Logging In! Experimental Evidence
Showing the Relation of Affiliation Needs to the Idea of Online Social
Networking.
Mami, S., & Hatami-Zad, A. (2014). Investigating the effect of Internet Addiction
on Social Skills and in High School Students' Achievement. International
J. Soc. Sci. & Education, 4((Special Issue)), 56-61. doi:2223-4934 E;
2227-393X Print
Mauludi, S. 2018. “Socrates Café: Bijak, Kritis & inspiratif Seputar Dunia &
Masyarakat Digital. Jakarta: PT. Gramedia.
87
Merrel, K.W. & Gimpel, G.A. Social Skill of Children and Adolescents:
Conceptualization. Assesment, Treatment. New Jersey: Lawrence
Erlbaum; 1998
Michelson, L., Sugai, D. P., Wood, R. P., & Kazdin, A. E. (1983). Keterampilan
sosial Assessment and Training with Children. New York: Springer
Science Business Media, LLC.
Nair, A. R., Ravindranath, S., & Thomas, J. (2013). Can Social Skills Predict
Wellbeing? : An Exploration. European Academic Research, 1(5), 712-
720. Retrieved from www.euacademic.org
Ozdemir, Y., Kuzucu, Y., &Ak, S. (2014). Depression, loneliness and Internet
addiction: How important is low self-control? Computer in Human
Behavior, 34, 284-290.
Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi (ed 7). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
88
Komunikasi Universitas Indonesia.PUSKASKOM. Diunduh dari
http://puskakom.ui.ac.id/publikasi/rilis-pers-hasil-survey-profil-pengguna-
internet-di-indonesia-2014-oleh-apjii-bekerja-sama-dengan pusat-kajian
komunikasi-universitas-indonesia.html
Reed, T. V. 2014. Digitized Lives : Culture, Power, and Social Change in the
Internet Era. New York: Routledge.
Riggio, R.E., & Reichard, R,J. (2008). The Emotional and Social Intelligences of
Effective Leadership: An Emotional and Social Skill Approach. Journal of
Managerial Psychology.
Santrock, J.W. (2009). Life Span Development 12th Ed. Boston: McGraw Hill
Companies
Setiaji, S., Virlia, S., (2016). Hubungan Kecanduan Game Online dan
Keterampilan Sosial pada Pemain Game Dewasa Awal di Jakarta Barat.
Jurnal Psikologi Psibernetika. 9(2), 93-101.
89
ae94547b67aa25/pengaruh-kehadiran-media-sosial-terhadap-perilaku-
remaja-
Sugiyono & Susanto, Agus. (2015). Cara Mudah Belajar SPSS & LISREL Teori
dan Aplikasi untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Widiana, H. S., Retnowati, S., & Hidayat, R. (2004). Kontrol Diri Dan
Kecenderungan Kecanduan Internet. Humanitas: Indonesian
Psychologycal Journal , 01(01), 6-16.
Wu, S. (2008). Social skill in the workplace: what is social skill and how does it
matter. Columbia. University of Missouri.
Yao, M. Z., & Zhong, Z. j. (2014). Loneliness, social contacts and Internet
addiction: A cross-lagged. Computer in Human Behavior, 30, 164-170
Yen, J.-Y., Yen, C.-F., Wu, H.-Y., Huang, C.-J., &Ko, C.-H. (2011). Hostility in
the Real World and Online: The Effect of Internet Addiction, Depression,
and Online Activiry. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking,
14(11), 649-655. doi:10.1089/cyber.2010.0393
90
Young, K. S., & Abreu, C. N. (2011). A Handbook and Guide to Evaluation and
Treatment. New Jersey: John Wiley & Son, Inc.
Young, K. S., & Abreu, C. N. (2017). Kecanduan Internet Panduan Konselin dan
Petunjuk untuk evaluasi dan penanganan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
91