214 - 20220331211811 - Bahan Ajar Terapi Keluarga

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

PRINSIP DASAR TERAPI KELUARGA

I. PENDAHULUAN.

Terapi Keluarga ( Family therapy ), terapi kelompok ( group therapy )

dan okupasi terapi ( occupational therapy ) serta beberapa terapi lainnya

seperti, rekreasional therapy, psychodrama, okupasi terapi, merupakan

bentuk-bentuk psikoterapi yang mempergunakan media terapi yang berbeda

dan merupakan terapi pilihan diluar terapi obat ( farmako terapi ) yang

disarankan untuk dijalankan dalam pelayanan klinis terhadap gangguan jiwa.

Kebanyakan psikoterapi menitik beratkan perhatian pada individu

yaitu proses intrapsikik dan psikopatologi individual yang dianggap berakar

dari pengalaman masa kanak-kanak. Pendekatan individual ini mempunyai

keterbatasan misalnya pada kenakalan remaja, akan kurang efektif bila yang

disorot hanya individu tanpa memperhatikan lingkungannya.

Terapi keluarga cenderung untuk mengetahui masalah individu itu

dalam konteks lingkungan, kususnya keluarga; dan menitik beratkan pada

proses interpersonal hubungan dalam keluarga. Teori terapi keluarga

berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia bukan suatu mahkluk yang

terisolasi. Dia adalah anggota dari kelompok social terkecil yang disebut

keluarga , sehingga terlibat aksi dan reaksi melalui komunikasi dalam

keluarga. Biasa yang terjadi pada individu berkaitan dengan interaksi yang

terjadi sekarang antara individu dan keluarganya dan kadang-kadang antara

individu dan system social lainnya. Dalam prakteknya terapi keluarga akan
1
mengeksplorasi interaksi pasien dengan konteks kehidupannya yang

bermakna yaitu dengan mengamati hubungan pasien dengan keluarganya.

Kedua cara ini baik psikoterapi individual maupun terapi keluarga

adalah saling melengkapi. Keadaan ini bisa kita umpamakan sebagai lalu-

lintas di jalan raya. Lalu lintas akan lancer, bila tidak hanya mobilnya yang

diperbaiki, tetapi juga sarana jalannya. Anggota keluarga yang sehat akan

menghasilkan kelompok keluarga yang sehat pula dan system keluarga yang

berfungsi dengan baik akan membantu perkembangan dan penyesuaian diri

dari anggota keluarganya.

Walaupun terapi keluarga dirancang untuk menolong individu yang

sakit, tetapi membutuhkan latihan dan ketrampilan yang berbeda dengan

psikoterapi individual. Dasar teorinyapun berbeda pula, misalnya Insinyur

jalan raya juga membutuhkan latihan dn ketrampilan yang berbeda dengan

insinyur mesin kendaraan.

Untuk mengerti dengan baik peranan dan kedudukan terapi keluarga

serta dapat menjalankan dalam upaya kuratif dan rehabilitasi, perlu dilandasi

terlebih dahulu dengan beberapa pengetahuan , yaitu tentang :

a. Perkembangan terapi keluarga

b. Konsep dasar terapi keluarga

c. Indikasi dan kontra indikasi terapi keluarga

d. Tujuan terapi keluarga

e. Upaya-upaya penunjang terapi keluarga

2
Tujuan dari konsep dasar terapi keluarga adalah untuk memberikan

Orientasi dasar tentang peran terapi keluarga dalam upaya terapi dan

rehabilitasi pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa / klinik kesehatan jiwa

untuk memberikan landasan dasar yang penting dalam pelaksanaan terapi

keluarga. Dengan uraian yang bersifat dasar ini ditambah dengan latihan

praktis, diharapkan para peminat terapis keluarga yang menjalankan sebagai

klinikus akan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk

melaksanakan terapi keluarga dalam rangka meningkatkan pelayanan terapi

dan rehabilitasi terhadap gangguan jiwa.

II. PERKEMBANGAN TERAPI KELUARGA

Terapi keluarga diawali pada akhir tahun 1940 dan 1950 di sejumlah

Senter pelayanan gangguan jiwa di Amerika yang pada mulanya menangani

Pasien skizofrenia dan keluarganya. Tahun-tahun berikutnya telah meluas

Ke dunia Barat dengan aplikasi pada gangguan psikiatrik lainnya.

Banyak riset dilakukan dalam keluarga dan disimpulkan bahwa pada

keluarga itu ditemukan kekacauan dalam bidang komunikasi antara anggota

keluarga. Terapis keluarga berpendapat bahwa keluargalah yang merupakan

unit yang perlu diterapi. Diharapkan bahwa terapi keluarga tidak saja

memperbaiki kesehatan mental dari keluarga, tetapi juga dari tiap-tiap

anggota keluarga.

Dorongan untuk memahami keluarga sebagai unit pengobatan berasal

dari ahli psikodinamika yang sangat berperan dalam berkembangnya terapi

3
keluarga. Freud beranggapan bahwa masalah pasien neurotic berasal dari

interaksi yang kurang sehat dengan orang tua dimasa kecilnya, oleh karena

itu dia menjauhkan pasien dari keluarganya. Nathan Ackerman dengan

bukunya “ The Psychodynamics of family life “ sangat penting artinya dalam

perkembangan terapi keluarga, Christian midelfort dengan bukunya “ The

family in Psychoterapy “ menekankan pentingnya memandang keluarga

sebagai unit untuk terapi ( pendekatan terhadap keluarga untuk mengobati

pasien gangguan jiwa ), Virginia Satir dengan bukunya “ Conjoint family

therapy “ memberikan penekanan pada komunikasi dalam keluarga. Dia juga

tertarik pada kepribadian dan perkembangan individu dalam suatu keluarga

serta proses psikodinamika yang mendasari perilaku. Salvador Minuchin,

salah seorang psikiater yang berorientasi psikoanalitik menemukan kesulitan

dalam mengatasi masalah kenakalan remaja dan keluarganya. Oleh karena

itu ia mengembangkan teoribaru yang sampai sekarang banyak dipakai dalam

terapi keluarga yaitu teori tentang struktur keluarga, yang memandang

masalah keluarga itu berkaitan dengan struktur keluarga yang kurang

berfungsi. Minuchin juga telah mengembangkan “ One way observation

screen dan videotape “ sehingga proses jalannya terapi dapat dilihat oleh

orang lain dan masalahnya dapat dibahas bersama. Selain dari yang

disebutkan diatas masih banyak lagi pioneer dalam terapi keluarga . Sekarang

ini terapi keluarga sudah dikenal sebagai salah satu metode dari pengobatan

psikiatrik yang dikembangkan hamper di semua Negara dimana sebelumnya

4
orang hanya banyak emeperhatikan terapi individual tanpa memperdulikan

lingkungan.

III. KONSEP DASAR TERAPI KELUARGA

Bila ingin melakukan terapi keluarga, harus menguasai teori yang

mendasari. Teori yang telah dikembangkan dan berjalan baik untuk terapi

individual, akan kurang berguna bila diterapkan dalam kelompok keluarga.

Hal ini tidak berarti bahwa patologi tersebut tidak ada hubungannya dengan

proses biologi dan psikologi yang terjadi pada individu.

Dengan melihat keadaan emosional dan psikologis dari anggota

keluarga secara individual, kita dapat mengerti cara anggota keluarga itu

berhubungan satu sama lain. Disamping itu perlu pula mempelajari taraf

kecerdasan,kepribadian dan mekanisme defensive yang digunakan oleh

setiap anggota keluarga, sehingga kita dapat mengobservasi pola defensive

keluarga tersebut. Akan tetapi bila hanya mempertimbangkan satu persatu

secara terpisah, berarti mengobati keluarga sebagai kelompok individu-

individu. Hal ini tidak banyak mencerminkan keluarga itu sebagai satu

kesatuan . Terapi keluarga membutuhkan pengetahuan tentang fungsi

keluarga sebagai suatu kelompok, berbeda dari sekedar pengertian tentang

anggota-anggota keluarga tersebut.

5
Teori yang perlu dikuasai sebagai dasar terapi keluarga antara lain :

1. Terapi keluarga Psikodinamik ( Psychodynamic family therapy ) Tujuan utama

dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika adalah untuk menolong

anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya

bereaksi dan berinteraksi satu sama lain di dalam keluarga.

Sebagaimana melaksanakan psikoterapi psikoanalitik pada individu,

berlaku pula dalam terap keluarga, disinipun anggota keluarga di dorong

kearah asosiasi bebas dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas

tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasikan pikiran ini. Disini trapis

sedikit mungkin memberikan komentar, bertanya dan tidak secara aktif

melakukan intervensi. Juga menghindari member saran dan tidak

memanipulasi keluarga itu secara aktif.

Dalam melakukan terapi, Satir banyak memperhatikan kebutuhan

emosional dari pasangan suami isteri. Setiap pasangan tentu mempunyai

kebutuhan tersebut dan mengharapkan akan mendapatkannya di dalam

perkawinan. Ketika punya anak , orang tuapun mempunyai kebutuhan dan

diharapkan kebutuhan itu akan terpenuhi sewaktu merawat dan

membesarkan anak. Anak-anak pun mempunyai kebutuhan pula yang perlu

dipahami oleh keduaorang tuanya.

6
SATIR MENYIMPULKAN 4 HAL

a. Setiap perilaku didasri oleh suatu motif yang cukup beralasan seseorang

akan mengerjakan apa yang pernah dia pelajari dan ini merupakan yang

terbaik yang dapat dia lakukan

b. Setiap orang dapat diobati dan penyembuhan berkaitan dengan proses

terapi. Proses bukan merupakan inti, tetapi bahan yang penting dari

keberhasilan terapi.

c. Jiwa dan raga merupakan bagian dari system yang sama. Fisik yang sehat

dan emosi yang sehat itu saling berkaitan . Dalam terapi, pakailah semua

cara pendekatan. Satir mendapatkan 8 cara yaitu : Fisik,

intelektual,emosional, seksual, interaksi, nutrisi, kontekstual dan spiritual.

d. Citra diri dan komunikasi yang efektif saling mempengaruhi satu sama

lain. Memperhatikan hal ini penting artinya dalam metode terapi. Citra

diri seseorang akan mempengaruhi dia dalam memilih pasangan, sifat

hubungan perkawinan, kebutuhan dia sebagai orang tua yang berkaitan

dengan anak-anaknya, reaksi terhadap stress, fleksibilitas dll. Citra diri

dalam psikiatri sebagai gambaran perilaku premorbide, kalau seseorang

perilaku premorbide bagus akan mudah kembali setelah sakit dan

memperoleh pengobatan yang tepat, namun sebaliknya jika perilaku

premorbide kurang baik , juga sulit pemulihannya setelah sembuh.

2. Terapi keluarga Behavioral ( Behavioral family Therapy )

Pada sebagian makhluk hidup terjadi proses belajar, oleh karena itu

perlu pula dipelajari penerapan teori belajar itu pada terapi keluarga.

7
Penerapannya adalah dengan merubah keadaan yang menyokong

perilaku atau keadaan yang menyertai perilaku tersebut. Terapi perilaku

dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarga untuk

menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu. Berdasarkan

analisis ini, terapis membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut

dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.

Tujuan utama biasanya untuk meningkatkan perilaku yang positif yang

diinginkan dan menghilangkan perilaku negative yang tidak diinginkan. Hal ini

dilakukan dengan mengatur keluarga sehingga perilaku yang diinginkan

diperkuat dengan memberi “ reward “. Kadang – kadang untuk

menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dilakukan “ punishment “ .

Dengan demikian akan mengurangi frekuensi dan intensitas dari perilaku itu.

Sejauh ini terapi perilaku dalam keluarga dilakukan pada 2 orang

model ( dyadic ) atau paling banyak 3 orang ( triadic ). Alasan untuk tidak

mengikut sertakan semua keluarga, karena dengan kelompok yang lebih

besar akan membutuhkan kerja yang lebih kompleks. Misalnya , untuk

agresivitas seorang anak pada ibunya, sulit diatasi bila ayahnya menginginkan

perilaku itu atau bila kemarahan ayah pada ibu tidak dapat disalurkan secara

langsung. Dalam hal ini kehadiran ayah justru memperkuat perilaku agresif

anak, karena memberikan contoh atau secara tidak dipahami ayah

merupakan stimulus agresif bagi anak terhadap ibunya.

8
Karena terapi perilaku dalam keluarga paling mudah diterapkan pada

dua orang , maka banyak dipakaiu untuk menyelesaikan masalah perkawinan.

Gerald Patterson melakukan terapi perilaku dalam keluarga untuk mengatasi

masalah perilaku pada anak. Setelah dilakukan analisis perilaku dalam

keluarga secara seksama baru rencanakan terapi. Orang tua juga dilatih untuk

melakukan hal sebagai berikut :

a. Mengobservasi dan mencatat perilaku

b. Menggunakan “ effective punishment “ yaitu dengan

menghilangkan segala sesuatu yang telah menguatkan perilaku

yang tidak diinginkan

c. Menggunakan “effective reinforcers” baik yang bersifat social

maupun non social untuk perilaku pro-sosial

3. Terapi Keluarga dengan Pendekatan Kelompok ( Group Therapy Approaches )

Terapi kelompok dalam keluarga tujuannya adalah untuk menolong anggota

keluarga mendapatkan “ insight “ melalui proses interaksi di dalam

kelompok. Sedangkan peranan terapis disini hanya sebagai fasilitator dan

kadang-kadang menginterpretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok

keluarga. Berbeda dengan terapi kelompok yang dilakukan pada umumnya

anggota tidak saling mengenal sebelumnya, maka terapi kelompok agak sukar

terlibat proses interkasi dan merupakan bagian yang penting dalan terapi

keluarga sering kali hanya memainkan scenario yang sudah dia perankan

dalam keluarga, kecuali bila terapis secara tegas bertindak untuk merubah

keadaan ini yang sebenarnya kurang sesuai diterapkan didalam keluarga.

9
Orang yang ada pada keluarga ini melakukan konfrontasi seperti seperti pada

terapi kelompok biasa dan ini merupakan karakteristik dari terapi kelompok

orang namun kurang lazim dalam terapi keluarga.

4. Terapi Keluarga dengan Pendekatan Komunikasi (FAMILY THERAPY)

Proses komunikasi yang terjadi dalam keluarga telah menjadi perhatian para

terapis keluarga. Paul Wotzlawich dan kawan-kawan mendefinisikan 3 aspek

penting dalam komunikasi:

a. “Syntax” adalah kebiasaan yang dipakai dalam merangkai kata-kata menjadi

kalimat untuk menyampaikan suatu maksud, meliputi gramatika dalam

bahasa.

b. Semantik berkaitan dengan arti dari kata-kata yaitu prinsip-prinsip yang

menguasai hubungan antara kata atau kalimat dengan artinya, kejelasan dari

bahasa dan penggunaan pada situasi tertentu. Kadang-kadang dalam praktek

arti dari kata-kata itu berbeda dengan arti yang seharusnya ada dalam kamus.

Pada beberapa keluarga, terdapat bahasa dan sistim komunikasi khusus yang

sangat menolong terapis untuk mengerti keluarga tersebut.

c. Pragmatik adalah penyelidikan dari efek perilaku dalam komunikasi. Hal ini

banyak berkaitan dengan perilaku non verbal yang mempengaruhi isi

komunikasi. Bahasa non verbal (sebagaimana juga isi komunikasi) dapat

menunjukkan misalnya sesuaatu yang dikatakan dengan guyon, ancaman

atau pernyataan maaf dan lain-lain.

Foley (1924) membagi komunikasi menjadi 3 kelompok :

10
a. Komunikasi dan kognisi

Terapis dari kelompok ini menaruh perhatian untuk menolong

anggota keluarga dengan menjelaskan arti dari komunikasi yang terjadi

diantara mereka. Terapis menyuruh anggota keluarga meneliti apa yang

dimaksud oleh anggota keluarga lain pada saat menyatakan sesuatu. Pada

banyak keluarga, pesan sering diterima tidak sesuai dengan yang disampaikan

oleh pembicara.

Terapis juga memperhatikan fluktuasi dari proses komunikasi, yang

terjadi pada keluarga. Tujuannya adalah memperjelas kesalah pengertian

yang terjai pada keluarga. Mereka juga memperhatikan analogik atau bahasa

non verbal, karena kadang-kadang akan bertentangan dengan isi dari

komunikasi verbal atau paling sedikit mempunyai arti yang berbeda. Yang

termasuk dalam komunikasi analogik adalah sikap, gerak tubuh, anggota

badan, ekspresi wajah, nada suara, tempo, irama dari kata itu sendiri,

menarik nafas panjang, mengusap, mencium, mencumbu, memeluk, dan

kontak lainnya. Cara orang berpakaian, berdandan, dan berpenampilan diri

pada umumnya juga membawa pesan analogik. Kesemua hal diatas sangat

penting artinya dalam terapi keluarga.

b. Komunikasi dan Kekuatan

Haley menyatakan bahwa bila seseorang mengkomunikasikan kepada

yang lain, berarti dia sedang membuat siasat untuk menentukan hubungan

(hirarki). Misalnya, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan

dia mempunyai hak atau tugas untuk membatasi perilaku anak tersebut.

11
Mereka juga menentukan peranan anak pada aktivitas bersama di keluarga

seperti dalam membersihkan rumah tangga dan lain-lain. Selanjutnya bila

anak sudah berkembang menjadi remaja, dia sudah mempunyai hak yang

lebih besar (meskipun masih terbatas) dalam membuat keputusan di dalam

rumah tangga.

Cara ini sering pula ditemukan pada proses structural dimana tujuan

proses terapi adalah untuk merubah sifat atau posisi dari batasan diantara

subsistim yang berbeda didalam keluarga. Dalam praktek terapi keluarga,

sering ditemukan anak-anak yang tidak peduli terhadap otoritas orang

tuanya, atau bahkan dia berani menyuruh orang tuanya.

Juga sering ditemukan fenomena “parental child” yang mengasuh

anak yang lebih kecil sebagaimana yang dikerjakan oleh orang tuanya atau

bahkan ia mengawasi orang tuanya. Situasi ini menunjukkan bahwa

pembagian kekuasaan didalam keluarga tersebut tidak sepatutnya, sehingga

satu atau lebih dari anggota keluarga menderita stress atau berada pada

posisi sulit dan menunjukkan gejala-gejala.

c. Komunikasi dan Perasaan

Virginia Satir adalah orang yang banyak memberi penekanan pada

komunikasi dari perasaan. Dia menyatakan bahwa semua pasangan

perkawinan mempunyai kebutuhan emosional satu sama lain yang

diharapkan akan dia temukan didalam perkawinan, namun mereka tidak

sepenuhnya menyadari hal ini. Setelah anak-anak lahir, mereka pun memiliki

kebutuhan pula. Bila kita menemukan kebutuhan emosional dari setiap

12
orang, maka komunikasi dari perasaan ini menjadi sangat penting artinya.

Tujuan dari terapi adalah untuk memperbaiki bila terdapat ketidak puasan.

5. Terapi Keluarga dengan Pendekatan Struktural (STRUCTURAL FAMILY THERAPY)

Pendekatan Struktural untuk penilaian dan pengobatan pada keluarga,

pertama kali dikembangkan oleh Salvador Htinuchin pada tahun 1970. Sebelum

merencanakan terapi ini, perlu menilai ke 6 aspek dari fungsi keluarga:

a. Struktur keluarga yang terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diantara

anggota keluarga

b. Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah

c. “The family’s resonance”. Pada para anggota dapat saling terikat (enmeshed)

atau saling renggang (disengaged)

d. Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistim yang terdiri dari

keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota-

anggota keluarga. Supra sistim bias merupakan sumber support atau sumber

stress dari lingkungan.

e. Tingkatan perkembangan keluarga

f. Cara keluarga memperlakukan gejala-gejala yang terdapat pada anggota

keluarga yang sakit

Sistim keluarga terdiri dari beberapa subsistim yaitu subsistim suami istri,

subsistim orang tua, subsistim anak-anak / saudara, subsistim kakek / nenek dan

lain-lain. Dalam sistim keluarga yang baik, maka batasan ke 3 atau ke 4 subsistim

harus jelas, tidak boleh kabur atau terlalu kaku sampai saling melepaskan diri

13
atau saling acuh tak acuh. Arti dari batasan subsistim keluarga yang jelas adalah

bahwa antara ke 4 subsistim keluarga ini terdapat perasan otonemi, tidak saling

tergantung sehingga keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor masih bias

berkembang, namun perasaan loyalitas dan komunikasi antara subsistim

keluarga harus tetap dipertahankan sehingga fungsi perlindungan keluarga tetap

ada. Batasan subsistim menjadi kabur bila orang tua terlalu mencampuri urusan

anak atau anak terlalu terlibat dengan urusan orang tua. Anggota keluarga

kurang ada otonomi, mereka saling bergantung dan tingkah laku stress seorang

anggota keluarga segera mempengaruhi anggota keluarga yang lain.

Hal sebaliknya juga terjadi dalam keluarga, bila batasan ke 4 subsistim ini

terlalu kaku sehingga antara anggota keluarga tidak ada komunikasi, saling tidak

acuh, saling tidak memperhatikan kebutuhan masing-masing, tidak ada perasaan

loyalitas. Stress dari salah satu anggota keluarga tidak dirasakan oleh anggota

keluarga yang lain, sehingga fungsi perlindungan keluarga sangat berkurang

sampai tidak ada.

Terapis memulai terapi dengan cara bergabung dengan keluarga dan

berpartisipasi dalam transaksi, sehingga terapis dapat mengobservasi aspek

tertentu dari fungsi keluarga dan struktur keluarga tersebut. Kemudian

tentukanlah seberapa jauh gejala-gejala dari pasien atas masalah dari keluarga

berkaitan dengan fungsi keluarga (struktur keluarga). Bila hal ini berkaitan, maka

intervensi untuk merubah struktur ini memang merupakan indikasi.

Teknik terapi struktural paling banyak dipakai di dalam terapi keluarga, yang

terdiri dari berbagai cara untuk merubah batasan subsistim dan sistim keluarga

14
dan merubah koalisi dan persekutuan didalam keluarga. Terapi struktural

biasanya menangani hal ini secara langsung sehingga membutuhkan

keterampilan dan penilaian klinis yang baik. Terapis struktural yang berhasil

adalah mereka yang mempunyai kepribadian yang kuat (berkuasa), tapi empatik

sehingga dia mampu untuk membujuk, meyakinkan bahkan memanipulasi

keluarga sehingga keluarga tersebut merasa butuh untuk merubah strukturnya.

4. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI TERAPI KELUARGA

Walrond – Skinner (1978) menyatakan indikasi sebagai berikut:

a. Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistim keluarga. Misalnya anak

bungsu dari 4 bersaudara yang mengalami kesulitan belajar dan pergaulan di sekolah.

Ia sangat dimanja oleh ibu sehingga dia juga sangat pemalu. Ayahnya tidak setuju cara

perlakuan dari ibunya, tetapi ayah tidak mau terlibat dalam mendidik anak. Hal ini

sudah jelas bahwa masalah anak tersebut berkaitan dengan disfungsi dari struktur

keluarga.

b. Gejala-gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan

anggota keluarganya daripada merupakan masalah secara individual. Hasilnya

kesulitan perkawinan, masalah hubungan orang tua – anak, dan masalah diantara

saudara.

c. Kesulitan berpisah, banyak terapis menganggap bahwa keadaan ini paling baik diatasi

dengan terapi keluarga. Misalnya anak bungsu yang dimanja yang mengalami

kesulitan dalam perkembangannya, anak remaja putri yang mencoba berpisah dari

keluarga. Terapi keluarga akan sangat berguna apabila anggota-anggota keluarga

15
ingin dekat satu sama lain, sedangkan proses perpisahan terjadi terlalu cepat atau bila

pasangan perkawinan tidak pernah dekat. Pada saat anak-anak sudah besar, maka

proses perpisahan tidak dapat dihindari karena anak-anak akan keluar rumah dengan

berbagai alasan.

d. Terapi keluarga yang berorientasi psikoanalitika, menyatakan bahwa keluarga akan

berguna pada keluarga-keluarga dengan fungsi yang disadari oleh paranoid-skizoid,

hubungan yang “part object” kurangnya “ego boundaries”, dan terlalu banyak

memakai denial, splitting and projecting.

e. Pada “severely disorganized family” dan keadaan sosioekonomi yang sangat buruk.

KONTRA INDIKASI KELUARGA

Walrond – Skinner mengatakan bahwa kontraindikasi yang disebutkan dibawah ini

lebih disebabkan oleh defensif dari terapis daripada efektivitas terapi. Yang menjadi

kontraindikasi seorang terapis, mungkin merupakan indikasi bagi yang lain.

Keadaan yang yang relatif merupakan kontraindikasi adalah :

a. Terdapat hambatan dari terapi keluarga. Bila anggota yang berperan sebagai kunci

dalam keluarga tidak dapat hadir karena alasan geografis atau alasan lain, atau tidak

mempunyai motivasi untuk terlibat dalam pengobatan, terapi keluarga sebaiknya

dihentikan. Terapi keluarga adalah sesuatu yang kompleks dan kadang-kadang

sangat sulit, oleh karena itu diperlukan tenaga yang terlatih, terampil, dan

berpengalaman. Bila tenaga tersebut belum tersedia, lebih baik terapi keluarga itu

ditunda dulu.

b. Perjalanan penyakit berlangsung terlalu lama, sehingga membutuhkan banyak waktu

dan dana untuk terapi keluarga. Kontraindikasi lain adalah terdapatnya

16
kecenderungan perpecahan keluarga dan sudah terlambat untuk diperbaiki

meskipun keluarga dalam proses perpecahan kadang-kadang masih diperlukan

terapi keluarga yaitu untuk menolong agar berpisah secara baik-baik dan terapis

mungkin mampu menolongnya untuk mencapai tujuan tersebut.

c. Pada keadaan ekuilibrium emosionalyang tak menentu dimana usaha untuk

merubah system hubungan akan mencetuskan dekompensasi yang berat pada satu

atau lebih anggota keluarga. Beberapa keluarga membiarkan diri mereka dalam

keadaan stress. Pada beberapa kasus perubahan dalam situasi keluarga dapat

meningkatkan stress yang dihadapi oleh atau lebih individu dan memperburuk

keadaan mereka sampai bias menyebabkan depresi dan bunuh diri. Hal ini

membutuhkan penilaian klinis yang seksama dan resiko tersebut harus

diperhitungkan dalam memutuskan pemberian terapi keluarga.

d. Beberapa terapis mempertimbangkan kontraindikasi terapi keluarga bila terdapat

depresi atau deprivasi emosional yang berat pada satu atau lebih anggota. Dalam hal

ini perlu dikombinasi dengan terapi individual.

e. Bila keluarga dirujuk oleh badan seperti pengadilan, sekolah, dan lain-lain. Pada

kasus tersebut mungkin terdapat keinginan yang tersembunyi misalnya untuk

menghindari hukuman yang lebih berat atau mencegah supaya anaknya tidak

diasingkan di sekolah. Jadi bukan keinginan untuk berubah.

17
5 TUJUAN TERAPI KELUARGA

Tujuan utama dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika adalah untuk

menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya

bereaksi satu sama lain didalam keluarga.

Sebagaimana terapi psikoanalitika pada individu disinipun anggota keluarga

didorong kearah asosiasi bebas dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas

tanpa sensor alarm sadar, dan memverbalisasikan pikiran. Disini terapis sedikit mungkin

memberikan komentar bertanya dan tidak bertanya dan tidak secara aktif melakukan

intervensi juga hindari memberi saran dan tidak memanipulasi keluarga itu secara aktif.

Tujuan terapi dan rehabilitasi, batas kedua hal ini sukar dibedakan terutama dalam

gangguan mental, disamping kesembuhan juga pemulihan fungsi, tidak dapat dicapai

hanya dengan pemberian obat-obatan psikiatri atau pengobatan yang bersifat

organobiotik saja. Tetapi pada taraf kesembuhan tertentu perlu dibarengi atau

diteruskan dengan terapi bersifat sosial. Dalam hal ini terapi berlanjut dengan upaya

yang bersifat rehabilitasi.

Rehabilitasi dalam arti luas ( rehabilitasi terpadu) meliputi rehabilitasi medik,

edukasional, vokasional, dan sosial, dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor

psikologi dan sosial atau psikososial disamping faktor biologinya didalam melakukan

upaya kesehatan.

Pendekatan eklektik holistik akan bermanfaat haya saja pada kesehatan jiwa tetapi

juga pada upaya kesehatan umum, karena bila pendekatan tersebut diterapkan dengan

baik maka akan meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.

18
Dari penjelasan tersebut dapat dimengerti bahwa terapi keluarga (juga terapi,

okupasi terapi) merupakan peranan pendekatan psikologik dan sosiologik atau

pendekatan psikososial dalam terapi ataupun reehabilitasi pasien mental, sebagaimana

juga terlihat dalam skema tersebut.

6. UPAYA-UPAYA PENUNJANG TERAPI KELUARGA

Peningkatan pelayanan kesehatan jiwa memberikan arahan untuk para peminat terapi

keluarga cara-cara yang perlu dilaksanakan pemulihan hubungan keluarga agar mau

menerima kembali keluarganya yang sakit jiwa, setalah memperoleh pelayanan

kesehatan jiwa.

Adapun cara-cara yang perlu dilaksanakan untuk memulihkan hubungan kekeluargaan

tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pemberian informasi yang jelas dan rasional kepada keluarga tentang tanggung

jawab klinik kesehatan jiwa atau RS jiwa dan keluarga dalam proses terapi dan

rehabilitasi.

Setelah pasien diterima sebagai pasien rawat inap, sebaiknya sejak dini keluarga

diberi informasi tentang upaya yang dilanjutkan petugas RS jiwa yang mampu

menggambarkan peran RS jiwa sebagai lembaga pelayanan masyarakat. Pemberian

informasi ini lebih sesuai jika dilakukan bersamaan waktu pengambilan evaluasi

sosial yang biasa dilakukan oleh sosial worker. Dalam pemberian informasi butir

penting yang perlu diketahui keluarga adalah:

1. Tangung jawab keluarga dalam membantu proses terapi dan rehabilitasi.

2. Upaya-upaya yang dilakukan petugas RS jiwa (psikiater/dokter), perawat,

psikolog, sosial worker, terapis lain.

19
3. Sistem pelayanan yang dilakukan di RS jiwa.

4. Jenis-jenis pelayanan yang dilakukan di RS jiwa.

5. Peran keluarga dalam proses terapi gangguan jiwa.

Pemberian informasi bukan sekedar penjelasan administratif tetapi merupakan

pendekatan professional sehingga keluarga pasien memperoleh kesan adanya

pelayanan humanistik dan sosialcare dalam pelayanan di klinik kesehatan gangguan

jiwa / RS jiwa. Pemberian informasi ini lebih bersifat pembinaan keluarga dalam

menanggulangi gangguan jiwa. Oleh karena itu pemberi informasi hebndaknya

dilakukan oleh professional yang sudah memiliki pengalaman bekerja di RS jiwa

(senior) dan mampu memberikan informasi yang objektif kepada keluarga /

masyarakat. Petugas pembinaan keluarga tersebut dapat dijalankan oleh seorang

psikiater, dokter, psikolog, perawat senior, sosial worker senior, dan penempatan

penugasannya dapat dibebankan pada unit rawat jalan, rawat inap, KJM atau

rehabilitasi.

Pemberian informasi sebagai pembinaan keluarga yang selama ini sudah ada

hendaknya lebih dapat diarahkan serta dimantapkan dalam bentuk pelayanan

psikososial yang formal sehingga mampu mengikis stigma yang menempel pada diri

keluarga, hal itu akan sekaligus mempersiapkan keluarga untuk menerima kembali

pasien setelah memperoleh pelayanan di RS jiwa.

b. Pengenalan keadaan dan pelayanan klinik kesehatan jiwa atau RS jiwa kepada pasien

sedini mungkin. Setelah pasien masuk dalam unit rawat inap apabila keadaannya

cukup tenang (sociable) atau setelah memperoleh terapi medik dan mencapai

20
keadaan tersebut, hendaknya segera dikenalkan kedaan dan keadaan pelayanan

yang dapat diperoleh pasien.

c. Pemulihan fungsi mental terutama keterampilan sosial dan penyesuaian diri yang

selalu terganggu pada gangguan jiwa berat.

Perlu kita ketahui bahwa terjadinya serangan gangguan jiwa terutama golongan

psikotik selalu diikuti adanya kemunduran fungsi mental, terutama dalam

keterampilan sosialnya dan penyesuaian dirinya. Keterampilan sosial yang

mengalami kemunduran hubungan dengan perilaku ADL, okupasional, dan sosial

sedangkan perilaku penyesuaian diri berhubungan dengan perilaku perhatian diri,

pengendalian diri, dan partisipasi sosialnya.

Dalam praktik klinis sesudah pasien tenang sebagai hasil terapi yang tepat tidak

selalu diikuti kembalinya fungsi mentalnya, sehingga ketenangan merupakan kondisi

yang vakum (kosong) yang sangat rawan apabila tidak segera memperoleh stimulasi

normative untuk mengembalikan fungsi mentalnya. Stimulasi normative dilakukan

dengan pendekatan psikologis sosial melalui komunikasi verbal yang diprogram

dalam bentuk-bentuk terapi non obat dengan okupasi terapi, psikoterapi, terapi

kelompok, terapi keluarga, terapi tingkahlaku, dan sebagainya yang dapat mengisi

keyakinan psikis dan mengarahkan perilaku pasien dari perilaku patologis ke perilaku

normatif. Untuk melaksanakan program ini sangat diperlukan tenaga-tenaga yang

terlatih dan memiliki minat dalam mengoperasikan berbagai jenis terapi non obat

yang diperlukan tersebut. Seharusnya RS jiwa memiliki tenaga-tenaga professional

untuk menjalankan jenis-jenis terapi tersebut, akan tetapi mengingat kelangkaan

tenaga professional tersebut, maka diharapkan profesi yang ada dapat ditingkatkan

21
keterampilannya dan minatnya untuk mengoperasionalkan jenis-jenis terapi non

obat tanpa menutup kemungkinan tersedianya tenaga-tenaga professional dimasa

mendatang.

Apabila pasien secara teratur dan kontinu memperoleh stimulasi psikis dan sosial

melalui terapi non obat, kondisinya akan cepat pulih, minimal perilaku ADL dapat

dipulihkan sehingga pasien akan menampilkan diri sebagai sosok seorang yang

normal dengan perilaku yang normatif. Keadaan demikian akan mendorong pihak

keluarga untuk tetap dekat dengan keluarganya yang sakit, karena kesan-kesan

perilaku patologis telah dihapus dan diganti dengan penampilan seorang yang secara

fisik memiliki kondisi seperti sebeum sakit. Sedangkan untuk memulihkan kondisi

psikisnya secara bertahap akan terjadi bila pemberian terapi non obat terus

dilaksanakan sebagai penunjang terapi baku (obat).

d. Pemanfaatan kesempatan yang baik untuk melakukan pertemuan antara pasien

dengan keluarga (waktu kunjungan, weekend, dan sebagainya).

Selama pasien dalam perawatan kesempatan untuk bertemu dengan keluarga

hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya agar hubungan keluarga tetap erat.

Kesempatan pertemuan antara pasien dan keluarga pada waktu keluarga berkunjung

ataupun dapat diadakan weekend untuk pasien ataupun cuti percobaan. Pada waktu

keluarga berkunjung hendaknya petugas dapat melakukan pembicaraan bersama

keluarga dan pasien yang mengarah untuk menjaga keeratan hubungan

kekeluargaan. Walaupun pertemuan tersebut belum merupakan bentuk terapi

keluarga namun merupakan media komunikasi yang baik untuk memulihkan dan

mempertahankan hubungan kekeluargaan. Selain kesempatan tersebut perlu pula

22
dirintis adanya kegiatan weekend atau juga cuti percobaan. Weekend bagi seorang

pasien yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh petugas bersama keluarga tentang

hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan keluarga selama pasien berlibur 1 hari

dan berada ditengah keluarganya. Kedua belah pihak diminta agar saling menjaga

diri untuk berkomunikasi dan berperilaku yang baik seperti yang digariskan oleh

terapisnya. Setelah kembali ke RS jiwa pasien diminta untuk memberikan laporan

secara lisan segala sesuat yang dilakukan dirumahnya termasuk kesulitan-

kesulitannya terhadap lingkungan keluarga. Begitu pula laporan dari pihak keluarga

sebaiknya juga diterima dan dibicarakan bersama dengan petugas / terapis. Begitu

juga cuti percobaan hendaknya dapat dimanfaatkan untuk mempererat hubungan

keluarga.

e. Melaksanakan home visit, daycare dan aftercare.

Kegiatan kunjungan rumah (home visit), daycare, dan aftercare umumnya telah

dijalankan di RS jiwa hendak dapat dimanfaatkan untuk memulihkan hubungan

kekeluargaan sehingga pasien tetap dirasakan dekat dan erat dengan keluarganya.

Mengingat bahwa petunjuk teknis dari kegiatan tersebut telah tersedia hendaknya

dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam pelayanan pasien gangguan jiwa.

Referensi:

Ackerman, N., “The psychodynamics of Family Life”

Midelfort, C., “The Family in Psychotherapy”

Minuchin, S., “The Family Therapy”

Satir, V., : Conjoint Family Therapy”

23

Anda mungkin juga menyukai