Proposal Penelitian Hani

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA

DALAM PENCEGAHAN TUBERKULOSIS WILAYAH KERJA

PUSKESMAS DUKUWARU

DISUSUN OLEH

1. HANIF AQILAH AULIA

2. AROFATUN NISYA

3. ATHAYA RAFI FA

UNIVERSITAS BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI


TAHUN PELAJARAN 2021/ 2022

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang tedepan dalam

meningkatkan derajat kesehatan komunitas, masalah kesehatan yang dialami

oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang

lain. Adapun faktor yang mempengaruhi kesehatan keluarga yaitu pengetahuan

dan perilaku (Lola dkk, 2015). Indonesia sebagai negara berkembang terdapat

berbagai masalah besar, salah satunya masalah kesehatan, tercatat masih

tingginya angka penularan penyakit endemik. Salah satunya Tuberkulosis,

Tuberkulosis merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberkulosis. Penularan penyakit ini sangat mudah apabila

kesadaran penderita ingin sembuh sangat kurang, sanitasi lingkungan yang

buruk dan utamanya peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit ini

(Linda, 2011).

Peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis harus

didasari pengetahuan dan perilaku yang sehat, terjadinya penularan penyakit

tuberkulosis karena kurangnya pengetahuan dan perilaku kurang sehat.

Perilaku kurang sehat tersebut ditunjukan dengan rendahnya Pengawasan

Minum Obat (PMO) oleh keluarga kepada penderita, kurangnya kesadaran

memakai masker utamanya pada penderita, keterlambatan Vaksin BCG (pada

orang yang tidak terinfeksi), kurangnya dorongan memotivasi penderita rutin

berobat 6-9 bulan, kurangnya sinar Matahari yang masuk ke dalam rumah

3
sehingga timbul suasana yang lembab (Lola dkk,2015).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2010

sebanyak 8,9 juta penderita TB Paru dengan proposi 80% pada 22 negara

berkembang dengan kematian 3 juta per tahun dan 1 orang dapat terinfeksi TB

Paru setiap detik. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2014 ditemukan

jumlah kasus baru TB Paru sebanyak 176.677 kasus, menurut kelompok umur

kasus TB paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu

sebesar 20,76% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,57% dan kasus TB

Paru pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, proporsi menurut Provinsi

Jawa Timur memiliki presentase 54%. Didapatkan data penjaringan suspek TB

Paru di Kota Madiun tahun 2015 sebesar 2.169 dari perkiraan suspek sebesar

1.870 yang mengalami kenaikan 14% dibandingkan tahun 2014.

Berdasarkan survey di UPT Puskesmas Dukuwaru dari bulan Januari-Mei

2017 terdapat 198 keluarga dengan anggota keluarga yang terindikasi suspek TB

Paru dan 17 positif menderita TB Paru. Tuberkulosis merupakan penyakit tropis

yag disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. Penularan penyakit ini

sangat mudah apabila kesadaran penderita ingin sembuh sangat kurang, utamanya

peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit ini. Penyakit Tuberkulosis

dapat terjadi karena adanya pengetahuan dan perilaku keluargyang kurang sehat.

4
Kurangnya perilaku sehat keluarga tersebut ditunjukan dengan tidak

menggunakan masker (jika kontak dengan pasien), keterlambatan dalam

pemberian vaksin BCG (pada orang yang tidak terinfeksi), etika batuk yang

benar belum diterapkan, pengolahan limbah sputum belum mengetahui tata

caranya dan disiplin dalam mengikuti terapi 6-9 bulan. Terjadinya perilaku

yang kurang sehat dari keluarga karena kurangnya pengetahuan, dalam hal ini

bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TB Paru mengetahui

secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis ini, dan

bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Perilaku keluarga sangat

menentukan keberhasilan pengobatan, amat terlebih pada pencegahannya, jika

keluarga mengerti dengan apa yang akan dilakukan otomatis keluarga bisa dan

mampu melindungi dirinya dan anggota keluarga lainnya. Jika perilaku sehat

maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan Tuberkulosis

(Linda, 2011)

Sehingga solusi yang didapat adalah upaya pencegahan penularan penyakit

Tuberkulosis yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga

dengan pendidikan kesehatan keluarga tentang kronologi penyakit, cara

penularan, pengobatan serta sanitasi lingkungan yang sehat. Sebab, perilaku

yang sehat didasari dengan pengetahuan yang baik dapat meningkatkan

perilaku lebih sehat dibandingkan yang tidak didasari dengan pengetahuan.

Kurangnya pengetahuan pencegahan dan pengobatan dalam lingkup keluarga

berdampak pada perilaku kurang sehat menjadi hal yang perlu diidentifikasi

lebih dalam (Widyanto dkk, 2013).

5
Hal ini menunjukan bahwa TB Paru saat ini masih merupakan masalah

kesehatan di Indonesia dan salah satunya di wilayah kerja Puskesmas

Gantrung, dari latar belakang diatas saya ingin meneliti hubungan pengetahuan

dengan perilaku keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Gantrung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dapat dirumuskan Apakah

ada Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Keluarga dalam Pencegahan

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Dukuhwaru

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan

pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Dukuwaru

Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis.

b. Mengidentifikasi perilaku kerluarga dalam pencegahan Tuberkulosis.

c. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam

pencegahan Tuberkulosis.

6
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keluarga/pasien

Keluarga dapat memahami pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis,

selain itu keluarga dapat berperilaku positif dalam mencegah penularan

penyakit Tuberkulosis sehingga keluarga menjadi kader aktif dalam

pencegahan Tuberkulosis.

2. Bagi Puskesmas Gantrung

Dapat meningkatkan dan mengembangkan wawasan pengetahuan dalam

Tuberkulosis, dan dapat mengurangi insiden penyakit Tuberkulosis.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan gambaran untuk memperoleh hasil yang lebih baik bagi

penelitian berikutnya dan menambah kepustakaan tentang kajian ilmu

keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai proses penelitian serta

tentang keperawatan keluarga dalam komunitas, serta mengetahui kajian

tentang penyakit Tuberkulosis.

5. Bagi Pembaca

Diharapkan pembaca mampu mengerti dan memahami peran keluarga

menjadi salah satu dasar dalam upaya pencegahan penyakit menular

Tuberkulosis.

7
BAB ll

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi (Endang , 2015)

Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal,

pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya, akan tetapi perlu ditekankan, bukan

berarti sesorang yang berkependidikan rendah mutlak berpengetahuan

rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positis dan aspek

negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan perilaku sesorang (Wawan,

2011)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

1. Faktor internal: faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia,

minat, kondisi fisik, pendidikan, pekerjaan dan usia.

2. Faktor eksternal: faktor dari luar diri, misal keluarga, masyarakat,


sarana, lingkungan dan sosial budaya.

3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar misalnya strategi dan

metode dalam pembelajaran (Endang, 2015)

8
2. Domain Pengetahuan

Ada enam tingkatan domain pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsanya yg telah doterima. Oleh sebab itu

“tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,

kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemempuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat

mengintreprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

3. Aplikasi (Apllication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi

ataupun kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan

8
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau objek kedalam

komponen komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada (Wawan dkk, 2011).

3. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai

berikut:

1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a. Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

8
kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain

samapai maslah tersebut dapat dipecahkan.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,

tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenrannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

masa lalu.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut

metodologi penelitian (Wawan, 2011).

4. Kriteria tingkat pengetahuan

Menurut Wawan (2011) pengetahuan dapat diketahui dengan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Baik: hasil presentase 76%-100%.

2. Cukup: hasil presentase 56%-75%.

8
3. Kurang : hasil presentase >56 %.

B. KONSEP PERILAKU

1. Definisi

Perilaku adalah tindakan atau aktivasi dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari

uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Endang, 2015)

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivasi organisme atau mahkluk

hidup yang bersangkutan, dan merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku

manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme dan respons

(Notoatmodjo, 2010)

8
Berdasarkan stimulus-organisme-respon tersebut, maka perilaku manusia

dikelompokkan menjadi 2, yaitu (Endang, 2015):

1. Perilaku tertutup (Convert Behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (Convert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, presepsi, pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau diliaht

oleh orang lain.

2. Ilmu-ilmu Dasar Perilaku

Stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor

eksternal), dan respons merupakan faktor dari diri dalam diri orang yang

bersangkutan (faktor internal). Faktor eskternal atau stimulus adalah faktor

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik dalam bentuk sosial,

budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang

ada faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku

manusia adalah faktor sosial dan budaya, dimana seseoarang tersebut

berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu

merespon stimulus

8
dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti

dan sebagainya.

Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku

antara lain, struktur sosial, pranata-pranata sosial, dan permasalahn-

permasalahan sosial yang lain. Ilmu yang mempelajari masalah-masalah ini

ada sosiologi, faktor budaya sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi

perilaku seseorang antara lain : nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan,

kebiasaan, masyarakat, tradisi dan sebagainya. Ilmu yang mempelajari

masalah-masalah ini adalah antropologi, sedangkan faktor-faktor internal

yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seperti perhatian motivasi,

persepsi, intelegensi, fantasi dan sebagainya dicakup psikologi. Dapat

disimpulakan, bahwa ilmu perilaku dibentuk atau dikembangkan dari 3

cabang ilmu yaitu, psikologi, sosilogi, antropologi, sehingga dalam ilmu

perilaku terdapat konotasi atau pengertian jamak “ilmu-ilmu perilaku” atau

“behavioral sciences” (Notoatmodjo, 2010).

3. Ranah Domain Perilaku

Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas

seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan

eksternal tersebut, perilaku di bagi menjadi 3 domain yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Hasil dari penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

8
atau tingkat

yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi 6 tingkat

pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsanya yg telah doterima. Oleh sebab itu

“tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,

kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemempuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat

mengintreprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Apllication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi

ataupun kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan

8
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau objek kedalam

komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoadmojo, 2010)

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik

dan sebagainya). Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

8
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memerhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valving)

Mengajak orang lain utnuk mnegerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertnggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Endang,

2015).

3. Tindakan atau praktik

Seperti yang telah disebutkan sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu beberapa faktor antara lain adanya fasilitas

atau sarana dan prasarana. Dalam praktik atau tindakan ini dapat

dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

a. Praktik terpimpin (Guided Response)

8
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi

masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.

Misalnya, anak kecil menggosok gigi namun masih selalu diingatkan

oleh ibunya, disebut praktik atau tindakan terpimpin.

b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)

Apabila subjek atau sesorang telah melakukan atau mempraktikan

suatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

Misal, seorang anak menggosok gigi setelah makan tanpa diingatkan

oleh ibunya.

c. Adopsi (Adoption)

A dopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau

mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan yang

berkualitas. Misal menggosok gigi bukan sekedar gosok gigi

melainkan dengan teknik-teknik yang benar (Notoatmodjo, 2010)

4. Bentuk Perilaku

Menurut Wawan dan Dewi (2011) Secara lebih operasional perilaku

dapat diartikan suatu respons organisme seseorang terhadap rangsangan

(stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni:

a. Bentuk pasif

Respon internal yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara

langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau

8
sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif

Apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

5. Definisi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik

yang dapat diamati (Observable) maupun yang tidak dapat di amati

(Unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan . pada garis besarnya perilaku kesehatan dikelompokkan menjadi

2, yakni :

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan

meningkat

Perilaku ini disebut perilaku sehat (Healthy Behavior) yang

mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindar dari

penyakit atau penyebab masalah penyakit atau penyebab masalah

kesehatan.

2. Perilaku orang yang sakit

Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan

kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah

(Notoatmodjo, 2010).

6. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

8
Menurut Endang & Elisabeth (2015) perilaku kesehatan adalah suatu

respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance), perilaku atau

usaha-usaha seseorang untuk memelihata atau menjaga kesehatan agar

tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku

pencarian atau penggunanaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior).

2. Perilaku kesehatan lingkungan adalah apabila seseorang merespons

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya.

7. Determinan Perilaku Kesehatan

Menurut teori Lawerence Green berangkat dari analisis penyebab

masalah kesehatan, green membedakan adanya dua determinan masalah

kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor perilaku), dan non

behavioral factors atau non perilaku, selanjutnya green menganalisis, bahwa

faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama (Notoadmodjo, 2010)

yaitu:

1. Faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mempermudah dan mempresdiposisi terjadinya

perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai- nilai, tradisi san sebagainya.

8
2. Faktor pemungkin

3. Faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau

tindakan, yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan

prasarana.

4. Faktor penguat

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku

8. Perubahan Perilaku kesehatan

Telah menjadi pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan

kesehatan yang menjadi sasaran dari promosi untuk mengubah perilaku.

Perubahan perilaku kesehatan sebagai tujuan dari promosi atau pendidikan

kesehatan, sekurang-kurangnya mempunyai 3 dimensi, yakni:

a. Mengubah perilaku negative (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai

dengan nilai-nilai kesehatan).

b. Mengembangkan perilaku positif (pembentukan atau pengembangan

perilaku sehat).

c. Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai

dengan norma / nilai kesehatan (perilaku sehat).

9. Pengukuran Perilaku

1. Pengukuran sikap berperilaku (Attitude Toward the Behavior)

Uji coba diperlukan untuk mengidentifikasi perilaku terbuka,

normatif dan kontrol perilaku. Responden diberikan deskripsi dari sebuah

perilaku dan diberi pertanyaan ilustrasi. Untuk memperoleh hasil dari

8
perilaku, partisipan dalam studi percobaan diberi waktu beberapa menit

untuk mengutarakan pemikiran mereka dalam menanggapi pertanyaan-

pertanyaan yang ada.

2. Pengukuran keyakinan terhadap perilaku (Behavior Belief)

Kekuatan keyakinan dan evaluasi hasil juga dapat digunakan untuk

memperoleh gabungan keyakinan (belief composite) yang diasumsikan

untuk menentukan sikap terhadap perilaku yang sesuai dengan model

harapan- nilai, seperti yang ditunjukan dalam persamaan dibawah ini:

A á Σ bi ei

Keterangan:

A =sikap

Bi= Behavior belief Ei= evaluation outcome

3. Pengukuran norma subyektif (Subjective Nom)

Pengukuran dari kekuatan keyakinan normatif dan motivasi untuk

memenuhi keinginan orang yang berpengaruh menghasilkan gambaran

mengenai tekanan normatif pada populasi tersebut.

4. Pengukuran kontrol perilaku yang dapat diterima (Perceived Behavioral

Control)

Mengihitung kemampuan dan kekuatan rata-rata dari keyakinan

kendali yang berbeda-beda memberikan gambaran mengenai faktor yang

dilihat sebagai pendukung atau pengahalang kinerja perilaku (Priyoto,

2014)

8
C. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan sebuah kelompok yang mengidentifikasi

diridan terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan

khusus, yang dapat terkait dengan hubungan darah atau hukum atau

dapat juga tidak, namun berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka

menganggap dirinya sebagai keluarga (Friedman, 2010).

Keluarga merupakan suatu sistem, sebagai sistem keluarga

mempunyai anggota, yaitu ayah, ibu, dan anak atau semua induvidu yang

tinggal didalam rumah tangga tersebut (Mubarak, 2011).

1. Struktur Keluarga

Menurut Mubarak (2011), Struktur keluarga terdiri atas

bermacam-macam, diantaranya adalah:

a. Patrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ayah.

b. Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ibu.

c. Matrilokal

8
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami

e. Keluarga kawinan

Hubungam suami istri sebagian dasar bagi pembinaan keluarga dan

beberapa sanak saudara yang menajdi bagian keluarga karena adanya

hubungan dengan suami istri.

D. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2010), terdapat 5 fungsi keluarga yang

saling berhubungan, yaitu:

1. Fungsi afektif

Dasar utama baik untuk pembentukan maupun keberlanjutan unit

keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu fungsi

keluarga yang paling terpenting.

2. Fungsi sosial

Fungsi yang universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk

kelangsungan hidup masyarakat.

3. Fungsi reproduksi

Untuk menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat

yaitu menyediakan anggota baru untuk masyarakat.

8
4. Fungsi ekonomi

Melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup

finansial, ruang, dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses

pengambilan keputusan.

5. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan

makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan dan perlindungan

terhadap bahaya.

E. Peran Keluarga

Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu peran

formal atau terbua dan peran informal atau tertutup. Sementara peran formal

adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran keluarga (ayah,

suami, dll) sedangkan peran informal bersifat implisit, sering kali tidak

tampak pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan

emosional anggota keluarga dan memelihara keseimbangan keluarga

(Friedman, 2010).

f. Kesehatan Keluarga

Kesehatan keluarga merujuk pada sejauh mana keluarga membantu

anggota keluarganya untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya, dan

sejauh mana keluarga memenuhi fungsi keluarga serta mencapai tugas

perkembangan yang sesuai dengan tingkat perkembangan keluarga.

Keluarga yang sehat memberikan kebebasab yang dibutuhkan anggota

keluarga untuk mengeksplorasi dan menemukan jati diri, sementara pada

8
saat yang sama memberikan perlindungan dan keamana yang mereka

butuhkan untuk meraih potensi dirinya ( Friedman, 2010)

g. Peran Perawat Keluarga

Memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarganya, sehingga

keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas kesehatan. Perawatan

kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada

keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat

(Mubarak, 2011).

Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan

keluarga antara lain sebagai berikut:

1. Pendidik (Educator)

Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga agar keluarga dapat melakukan progam

asuhan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah

kesehatan keluarganya.

2. Koordinator
Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar tercapai

pelayan yang komprehensif.

3. Pelaksana perawatan dan pengawasan perawatan langsung


Bertanggung jawab sebagai pelaksana perawatan langsung atau

mendemonstrasikan asuhan yang disaksikan keluarga serta mengawasi

status kesehatan keluarga.

4. Pengawas kesehatan
Melakukan home visit yang teratur untuk mengidentifikasi atau

8
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.

5. Konsultan atau penasihat


Pada situasi ini Perawat dipercaya sebagai narasumber untuk mengatasi

maslaah kesehatan keluarga

6. Kolaborasi
Perawat komunitas harus berkerja sama dengan anggota tim kesehatan

dan instansi kesehatan guna mencapai tahap kesehatan yang optimal

7. Advokas

Berkewajiban melindungi hak keluarga.

8. Fasilitator
Membantu keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

9. Penemu kasus

Mengidentifikasi atau melakukan kajian masalah kesehtan secara

dini, sehingga tidak terjadi ledakan penyakit atau wabah.

10. Modifikasi lingkungan

Dapat memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun

lingkungan masyarakat sehingga tercipta sanitasi dan karakteristik

lingkungan yang sehat ( Mubarak, 2011).

D. Konsep Penyakit Tuberkulosis

1. Definisi

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit

menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Ttuberkulosis yang

8
merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang

sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui

airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai

focus primer dari ghon (Andareto, 2015).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman batang aeorbik dan tahan asam ini,

dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa

mikrobakteri

patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap

manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4mm, ukuran ini lebih

kecil dari pada sel darah merah (Sylvia, 2006).

Tuberkulosis Paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang

parenkim Paru-paru, penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain

seperti, ginjal, tulang dan nodus limfe (Somantri, 2012).

2. Anatomi Fisiologi Pernafasan

A. Sistem pernafasan bagian atas

a. Lubang hidung (Cavum Nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (Os) dan tulang rawan

(Kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati,

sisinya terdiri atas kartilago, dan jaringan ikat (Connective

Tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang

dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (Septum).

8
Rongga hidung mengandung rambut (Fimbria) yang berfungsi

sebagai penyaring (Filter) kasar terhadap benda asing yang

masuk. Pada permukaan (Mukosa) hidung terdapat epitel bersilia

yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir

sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk kedalam

saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam

lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada

cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial 1

(Nervous Olfactorius).

Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur

kelembapan udara (Humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan

penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi

hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa,

lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut pada

vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran

(partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel

kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada

lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika

dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka

enzim lisozim yang menghancurkannya.

b. Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang

kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu

8
sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus

maxilarris. Sinus berfungsi untuk :

1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi.

2) Meringankan berat tulang tengkorak.

3) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

c. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (kurang lebih

13cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan espfagus pada ketinggian tulang

rawan(Kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion

(menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring

dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (Naso-faring), belakang

mulut(Oro-faring), dan belakang faring(Laringo-faring).

Nasofaring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel

bersilia (Pseudo Stratified) dan tonsil (Adenoid), serta merupakan

muara tube eusthacius. Adenoid atau faringeal tonsil berada dilangit-

langit nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan

jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai

nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang

masuk ke hidung dan tenggorokan.

Orofaring berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan

8
makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina

(posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).

Laringo faring merupakan bagian terbawah faring yang

berhubungan dengan esofagus dan pita suara (Vocal Cord) yang

berada dalam trakhea. Laringofaring berfungsi pada saat proses

menelan dan respirasi. Laringofaring terletak dibagian depan pada

laring, sedangkan trakhea berada dibelakang.

d. Laring

Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur

epiteliumlined yang berhubungan dengan faring(di atas) dan trachea

(di bawah). Laring terletak dianterior tulang belakang

(vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada

diposterior laring.

Fungsi utama laring dalah untuk pembentukan suara, sebagai

proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi

proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas :

1) Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama

menelan.

2) Glotis : lubang antara pita suara dan laring.

3) Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat

bagian yang membentuk jakun (Adam’s Apple)

4) Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh dilaring ( terletak

8
dibawah kartilago tiroid)

5) Kartilago artenoid : digunakan pada pergerakan pita suara

bersama dengan kartilago tiroid.

6) Pita suara : sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot

yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

B. Saluran Pernafasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah (Tracheobronchia Ttree) terdiri atas :

1. Saluran udara konduktif

a. Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian

tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua

bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina.

Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki

panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada

cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak (Pseudostratifies

Ciliated Columnar Epithelium) yang mengandung banyak sel

goblet yang mensekresikan lendir (Mucus).

b. Bronkhus dan Bronkiolus

Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan

8
cenderung lebih vertikal dari pada cabang yang kiri. Hal tersebut

menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang

sebelah kanan dari pada cabang bronkhus sebelah kiri.

Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan

berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus

disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang

berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya

kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara,

namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli

dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli

(Kohn Pores) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.

Saluran pernafasan mulai dari trakhea sampai bronkhus

terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan area

yang dinamakan Anatomical Deud Space. Banyaknya udara yang

berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. Awal dari

pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.

2. Saluran Respiratorius Terminal

a. Alveoli

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari

jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta

unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran

sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius

sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit

8
alveoli (zona respirsi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius, duktus

alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari

unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler

pulmoner dan alveoli.

Diperkirakan terdapar 24juta alveoli pada bayi yang baru lahir.

Seiring dengan pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah

dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa pada

usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai

9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler.

b. Paru-paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang

ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada

pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan

paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat

terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi

beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang

disebut bronchopulmonary segments.

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut

mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru- paru,

esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus

terdapat pada mediastinum.

c. Dada,diafragma, dan pleura

Tulang dada (Sternum) berfungsi melindungi paru-paru,

8
jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri

atas 12 pasang tulang iga (Costae). Bagian atas dada pada daerah

leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan

sternocleidomastoid. Otot scaleneus menaikkan tulang iga ke-1 dan

ke-2 selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan

menstabilkan dinding dada, sedangkan otot sternocleidomastoid

mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pectoralis

juga merupakan otot tambahan inspirasi dan berguna untuk

meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot

interkostal. Otot interkostal eksternus menggerakkan tulang iga ke

atas dan kedepan sehingga akan meningkatkan diameter

anterposterior dinding dada.

Diafragma terletak dibawah rongga dada. Diafragma berbentuk

seperti kubah pada saat keadaan relaksasi. Pengaturan sifat

diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal

pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3

akan menyebabkan gangguan ventilasi.

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-

paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang

bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan

pleura viseral yang menutupi setiap Paru-paru (lapisan dalam Paru-

paru). Di antara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput

tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan

8
satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada

dengan Paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam

rongga pleura akan menyebabkan Paru-paru tertekan dan kolaps.

Apabila terserang penyakit , pleura kan mengalami peradangan

(Somantri, 2012).

3. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri atau

kumian ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm denga tebal

0,3- 0,6µm. Sebagian besar kuman berupa lemal/lipid, sehingga kuman

tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari

kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan

daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru.

Daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal atau apeks

Paru (Somantri, 2012). Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di

udara. Infeksi disebabkan oleh pengisapan air liur yang berisi bakteri

Mycobacterium

Tuberkulosis . seseorang yang terkena infeksi dapat menyebarkan

partikel kecil melalui batuk, bersin atau berbicara, berhubungan dekat

dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan untuk transmisi.

Begitu terhisap organisme secara khas di dalam Paru-paru, tetapi dapat

menginfeksi organ tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah

luar. Penyakit TB ditetapkan ketika seseoarang mempunyai gejala dan tanda

Tuberkulosis, rongsten dada biasanya abnormal dalam aspek aspek apikal

8
Paru-paru. Pada pasien HIV, area lain mungkin juga terpengaruh (Mary,

2014).

4. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan

yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak

menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang Alveolus ( biasanya di

bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) Basil

Tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan, Lekosit

Polimorfonuklear tampak pada temapat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi

tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka

leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut, pneumoni seluler ini

dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan

paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak di dalam sel, basil juga menyebar melalui kelenjar limfe

regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu sehigga membentuk sel Tuberkel Epiteloid yang

dikelilingi oleh limfosit , reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaan yang relatif padat seperti

keju, lesi nekrosis ini disebut Nekrosis Kaseosa, daerah yang mengalami

nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel

epiteloid dan fibriblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi

8
menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk

suatu kapsul yang mengelilingi Tuberkel.

Lesi primer Paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan terserangnnya

kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan lesi ghon. Kompleks

ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang

kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi

pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam

bronkus dan menimbulkan kavias, materi tuberkular yang dilepaskan dari

dinding kavitas akan masuk percabangan Trakeobronkial, proses ini apat

terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke

laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun

tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa, bila peradangan

mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh ja ringan parut

yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus, bahan perkejuan dpat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi

mirip dengan lesi berkapsul tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak

menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat

menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah ( Limfohemtogen).

Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam

jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada

berbagai organ lain (Ekstrapulmoner). Penyebaran hemotgen merupakan

suatu fenomena akut biasanya menyebabkan tuberkulosis milier, ini terjadi

8
bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme

masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke

organ-organ tubuh (Mary, 2014).

5. Klasifikasi

Penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 hal yaitu lokasi

atau organ tubuh yang terkena, bakteriologi, tingkat keparaha penyakit dan

riwayat pengobatan TB Paru sebelumnya, adapun penjelasan masing-

masing klasifikasi adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009)

1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena

a. TB Paru adalah Tuberkulosis yang menyerang jaringan (Parenkim)

paru dan tidak termasuk pleura (Selaput Paru) dan kelenjar pada hilus

b. TB Ekstra Paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (Pericardium),

kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin.

2. Berdasarkan bakteriologi

Klasifikasi bakteriologi didasarkan pada hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, yaitu:

a. TB Paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya positif.

2) 1 spesimen dahak hasilnya positif dan foto thoraks dada

menunjang gambaran TB.

3) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimn

8
dahal pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya bta negatif dan tidak

ada perbaikan setelah pemberian Antibiotika non OAT (Obat Anti

TB).

b. TB Paru BTA negatif

Semua kasus yang tidak memenuhi kriteria tb paru bta positif

termasuk pada klasifikasi sebagai berikut:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak hasilnya BTA negativ

2) Foto thorak abnormal menunjukan gambar TB

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian Antibiotika

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

3. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit:

a. pembagian TB Paru BTA negativ dengan foto thoraks positif

berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu didasarkan pada bentuk

berat dan ringan, bentuk berat digambarkan dengan foto thoraks

yang memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas. Misalnya

proses “far advanced” dan atau keadaan umum klien buruk.

b. Sedangkan pembagian TB Ekstra Paru berdasarkan tingkat

keparahannya yaitu:

1) TB Paru ekstra ringan seperti TB kelenjar limfe, pleuritis

eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan

kelenjar adrenal.

2) TB Ekstra Paru berat seperti meningitis, milier, pericarditis,

8
pleuritis eksudativa bilateral, tb tulang belakang, tb usus, tb saluran

kemih dan alat kelamin

4. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Baru, yaitu klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)

b. Kambuh (relaps), yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif melalui asupan atau

kultur.

c. Pengobatan setelah putus berobat (Default), yiatu klien yang telah

berobat dan putus obat 2 bulan ata lebih dengan BTA positif.

d. Gagal (Failure), yaitu klien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan.

e. Pindahan (Transferin), yaitu klien dipindahkan dari upk yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya

f. Lain-lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi kriteria sperti

kasus kronis yang hasil pemeriksaan BTA masih positif meskipun

telah menyelesaikan pengobatan ulang

6. Manifestasi Klinis

Demam biasanya menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang

demam mencapai 40-41 c, serangan demam pertama dapat sembuh namun

kemudian hilang timbul. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan

8
tubuh pasien dengan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang

masuk.

Batuk atau batu darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat

batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lanjut

adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada Tuberkulosis terjadi kavitas, tetapi dapat juga

terjadi pada ulkus dinding bronkus. Sesak nafas ditemukan pada penyakit

yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah sebagian paru-

paru. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura

sehingga menimbulakan pleuritis terjadi gesekan kedua pleura sewaktu

pasien menarik atau melepas nafasnya. Gejala malaise ditemukan berupa

anoreksia tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus (berat badan turun,

sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala tersebut terjadi

hilang timbul dan semakin lama semakin berat (Andareto, 2015).

7. Komplikasi

Menurut Sudoyo (2009) Penyakit Tuberkulosis Paru bila tidak ditangani

dengan benar akan menimbulkan komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan

komplikasi lanjut

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus.

b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas > SOPT (Sindrom

Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat > fibrosis

paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas

8
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

8. Penatalaksanaan

Membagi penatalaksanaan TB Paru menjadi 3 bagian yaitu pencegahan

pengobatan dan penemuan penderita

A. Pencegahan

1. Pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB

Paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan

radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis

foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih

negatif, diberikan bcg vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi

hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksi.

2. Mass chest x-ray yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-

keompok populasi tertentu misalnya :

a. Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan

b. Penghuni rumah tahanan

c. Siswa siswi pesantren

3. Vaksinasi BCG

4. Kemoprofilaksi dengan menggunakan INH 5 mg/kgbb selama 6-12

bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi

bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksi primer atau utama

ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan

kemoprofilaksi sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:

8
a. Bayi dibawah umur lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif

karena resiko timbulnya tb milier dan meningitis TB.

b. Anak dengan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin

positif yang bergaul erat dengan penderita tuber yang menular

c. Individu yang menunjukan konversi hasil tes tuberkulin dari

negatif menjadi positif

d. Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang

e. Penderita diabetes melitus

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

Tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di

tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintahan maupun petugas

LSM (misalnya, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru

Indonesia –PPTI).

6. Etika batuk yang benar :

a. Pertama, jika akan batuk atau bersin tutup mulut dan hidung

dengan menggunakan tissue, saputangan atau lengan baju bagian

dalam.

b. Kedua, buang tissue yang sudah dipakai kedalam tempat sampah.

c. Ketiga, cuci tangan menggunakan air bersih dan gunakan sabun

atau bisa gunakan cairan berbasis alkohol.

d. Keempat, gunakan masker apabila berinteraksi dengan orang

disekitar.

8
7. Membuang ludah atau dahak tidak sembarang tempat, membuang

dahak diwadah atau kaleng tertutup dengan diberi air sebanyak ¼

bagian kemudian ditambah lisol atau bayclin untuk membunuh

kuman, dan membuang dahak di WC/ kloset langsung ke kamar

mandi dan langsung menyiramkan hingga bersih.

B. Pengobatan

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain mengobati, juga

untuk mencegah kematian, kekambuhan, retensi terhadap OAT, serta

memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan

pengobatan TB Paru, berikut adalah beberapa hal yang penting untuk

diketahui

Mekanisme kerja Obat Anti Tuberkulosis (OAT) :

1. Aktivasi bakterisidial, untuk bakteri yang membelah cepat

a. Estraseluler jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R)

dan Streptomisin (S).

b. Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan

Isoniazid (INH)

2. Aktivitas sterilisasi terhadap the persister (Bakteri Semidormant)

c. Ekstreseluler jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan

Isoniazid

d. Intraseluler untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan

isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli digunakan

Pirazinamid (Z)

8
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap tahan asam

a. Ekstraseluler jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E),

Asam Para Amino Salisilik (PAS), dan Sikloserine

b. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid

dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder Pengobatan

Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2- 3 bulan )

dan fase lanjutan (4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri

dari atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang

digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,

Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Muttaqin,

2012).

E. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi: Faktor Pendukung: Faktor Pendorong:

Pengetahuan a. Ketersediaan fasilitas Progam


Sikap kesehatan seperti kesehatan
Keyakinan puskesmas, obat- obatan, Tim medis sebagai
Tradisi peralatan kesehatan referensi masyarakat
Nilai-nilai

Faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :

Pendidikan
Pekerjaan
Usia 8 Faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga
Keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis
Sarana
Lingkungan
budaya
Upaya

Gambar 2.1 Kerangka teori pengetahuan dengan perilaku


keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis
menurut teori Lawrence Green (1980) dalam
(Purwoastuti, 2015) dan (Notoatmodjo, 2010).

8
8
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi : Faktor Pendukung : Faktor Pendorong

Pengetahuan Ketersediaan fasilitas kesehatan Progam


Keyakinan Obat-obatan kesehatan
Kepercayaan Peralatan kesehatan Metode dan strategi
Nilai-nilai Tim kesehatan sebagai
Tradisi referensi masyarakat
Kondisi fisik
Pendidikan
Pekerjaan
Usia

Faktor Predisposisi :
Pengetahuan keluarga tentang
Tuberkulosis Keyakinan
Kepercayaan
Nilai-nilai
Perilaku keluarga dalam Tradisi
pencegahan Tuberkulosis Pendidikan
Pekerjaan
Usia
Gambar 3.1 Kerangka konsep menurut teori Lawrence Green
(1980) tentang pengetahuan dengan perilaku
perilaku keluarga dalam pencegahan
Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Gantrung Kecamatan Kebonsari Tuberkulosis
(Purwoastuti, 2015) dan (Notoatmodjo, 2010).
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan faktor yang mempengaruhi

pengetahuan meliputi kondisi fisik, intelegensia, pendidikan, keluarga,

sarana, lingkungan, upaya belajar. Sedangkan perilaku dipengaruhi

beberapa faktor meliputi faktor predisposisi ( pengetahuan, kepercayaan,

8
nilai-nilai, tradisi, kondisi fisik, pendidikan, pekerjaan, usia). Faktor

pemungkin ( keluarga, lingkungan, sarana, sosial budaya, masyarakat).

Faktor penguat ( strategi, metode, tim kesehatan).

B. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pertanyaan asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan

dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari

permasalahan ( Nursalam, 2015).

H1 : ada hubungan tentang pengetahuan Tuberkulosis dengan perilaku

keluarga dalam pencegahan Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Gantrung Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun

8
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, Obi. 2015. Penyakit Menular di Sekitar Anda. Pustaka Ilmu Semesta.
Jakarta.

Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.


Jakarta.

Digiulio, Mary. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 1. Rapha Publising.


Yogyakarta.
Fibriana, Linda. 2011. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Keluarga Tentang
Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis. Vol 1. No 1. Di
akses pada ( 19 Januari 2017).
Friedman, Marilyn M,. Bowden, Vicky R,. Jones, Elaine G. 2010. Buku Ajar
Keperawatan: Riset, Teori dan Praktik. Edisi 5.EGC. Jakarta.

Irman, Somantri. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta.

Kausar, Lola,. Herawati. Pertiwiwati, Endang. 2015. Tugas Kesehatan Keluarga


pada Anggota Keluarga yang Menderita Tuberkulosis Paru. Jurnal
Kesehatan Keluarga. Vol 3. No 2. Di akses pada (19 Januari 2017).

Martin, Alvishena. 2016. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru


Terhadap pencegahan kontak Serumah di Puskesmas Airtis Kecamatan
Kampar Kabupaten Kampar. Jurnal Kesehatan Keluarga. Vol 3. No 1.
Di akses Pada (19 Januari 2017).

Mubarak, Wahit I,. Nurul C,. Santoso. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas
2.
Salemba Medika. Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta.

Notoatmodjo. 2010. Promo Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Rineka
Cipta. Jakarta.

. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.


Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika.

8
Jakarta.

Price, Sylvia. 2006. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi


6. EGC. Jakarta.

Priyoto. 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Nuha Medika.
Yogyakarta.

Purwoastuti, Endang. 2015. Perilaku dan Soft Skill Kesehatan. Pustaka Baru
Press. Yogyakarta.

Sari, P Ristyo. 2012. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Angka Kejadian
TB Paru BTA Positif di Wiayah Kerja Puskesmas Peterongan
Jombang. Jurnal Kesehatan Keluarga. Di akses pada (06 Agustus
2017)

Sudoyo, Aru w. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Interna Publising.
Jakarta.

Swarjana, I Ketut. 2016. Statistik Kesehatan. Edisi 1. Andi Offset. Yogyakarta.

Wawan, A,. M, Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan,

Sikap dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai