Teknologi Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Tomat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Review Artikel

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT UTAMA PADA


TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum)

Oleh:

RIZKA INDA MEUTIA


2105201010002

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS STIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2021
1. Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici)

Penyakit layu fusarium merupakan penyakit yang dapat menyebabkan matinya


tanaman dan gagal panen/puso, selain itu penularan penyakit berlangsung cepat terutama
pada lahan yang bertopografi lereng karena penyebab penyakit ditularkan melalui aliran air,
penyakit ini disebabkan oleh jamur dalam genus fusarium selain menyerang tomat juga
menyerang tanaman terong dan cabai. Salah satu kendala penting yaitu serangan patogen
Fusarium oxysporum f.sp lycopersici (Fol) penyebab penyakit layu pada tanaman tomat.
Jamur ini merupakan patogen tular tanah yang mampu bertahan dalam jangka waktu lama
dalam bentuk klamidospora (struktur bertahan) meskipun tidak ada tanaman inang
(Semangun, 2001) dan menyerang pada semua stadia umur (Alfizar et al., 2011). Pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan jamur dapat bertahan hidup dalam bagian
tanaman, baik di lapangan maupun selama masa penyimpanan. Saat kondisi lingkungan
menguntungkan, jamur akan tumbuh dan berkembang pada bagian tanaman dan menular
kebagian tanaman lainnya (Djaenuddin, 2011). Fol dapat menyerang benih tomat di
persemaian dengan intensitas penyakit mencapai 20% (Ambar et al., 2010). Patogen tersebut
mampu bertahan dalam tanah dengan jumlah spora mencapai 1000 konidium per gram tanah
sehingga mengakibatkan kerusakan pada tanaman tomat dan menimbulkan kerugian 20-30%
(Wibowo, 2005).

Mikroorganisme yang memiliki sifat antagonis terhadap patogen merupakan alternatif


sebagai bahan untuk pengendalian, seperti jamur Trichoderma sp. memiliki sifat antagonis
terhadap mikrooganisme patogen telah digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman dan
memberikan hasil positif. Pengendalian penyakit layu fusarium pada tanaman tomat dengan
jamur Trichoderma sp sebanyak 10,0 gram biomas yang diinokulasikan pada 2,5 kg pupuk
organik/kompos, menunjukan hasil efektif dan mampu menurunkan intensitas serangan
penyakit sebesar 15,15 persen (Heriyanto, 2019).

Pengendalian penyakit layu fusarium lainnya yang ramah lingkungan salah satunya
adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati tanaman di antaranya melalui sistem
pertahanan tanaman dengan penggunaan organisme antagonis terhadap patogen atau
menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen (Habazar dan Yaherwandi, 2006).
Mikroorganisme yang banyak dilaporkan berperan sebagai agensia pengendali hayati antara
lain kelompok plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) atau rizobakteria pemacu
pertumbuhan tanaman (Yanti et al., 2013). Pada perakaran tanaman keberadaan rizobakteria
dapat dikelompokkan berdasarkan tempat kolonisasinya, yaitu berada dalam komplek
rizosfer, di permukaan akar (rizoplan), dan berada di dalam jaringan akar (endofit) (Soesanto,
2008).

Bakteri endofit merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman


tanpa menimbulkan gangguan pada tanaman (inang) tersebut (Eliza et al., 2007). Bakteri
endofit bekerja dengan cara memproduksi bahan anti mikroba, kompetisi ruang dan nutrisi,
kompetisi mikro nutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor, serta dapat menyebabkan
tanaman inang menjadi resisten (Bacon & Hinton 2006 dalam Damayanti 2010). Kelompok
bakteri endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati cukup banyak, di antaranya dari
genus Bacillus dan Pseudomonas (Jatnika et al., 2013). Bakteri dari kelompok tersebut
diketahui dapat menghasilkan senyawa antifungal dan dapat menghambat pertumbuhan jamur
patogen S. rolfsii secara in vitro (Abidin et al., 2015). Bacillus subtilis SB3 dan Pseudomonas
fluorescens ES32 mampu menurunkan keparahan penyakit Fusarium oxysporum f.sp cubense
di rumah kaca (Kasutjianingati et al., 2011). Salah satu keuntungan menggunakan
mikroorganisme endofit dibandingkan dengan penggunaan mikroorganisme antagonis
lainnya yaitu mikroorganisme endofit tetap ada selama perkembangan tanaman dan terus
memberikan perlindungan bagi tanaman tersebut (Handini dan Nawangsih, 2014).

2. Pengendalian Penyakit Busuk Buah (Antraknosa)


Penyakit busuk buah Antraknosa dikarenakan adanya serangan dari cendawan
Colletotrichum coccodes ( Wallr.) Hughes. Penyakit tomat jenis ini biasanya menyerang buah,
akar dan batang tanaman tomat. gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah terdapat
bercak kecil namun berair, bercak tersebut berbentuk bulat dan cekung yang semakin melebar,
warnanya coklat, semakin lama berbentuk lingkaran yang berpusat pada satu titik dan
warnyanya semakin menghitam. Terdapat bercak ungu di dekat tangkai pada pangkal buah.
Apabila penyakit tomat ini terjadi pada bagian akar dan batang, maka warna pada jaringan
kortex akan berubah menjadi coklat dan tanaman tomat akan layu.

Pengendalian penyakit busuk buah antraknosa dapat dilakukan dengan cara eradikasi
bagian tanaman yang terserang, dan membuang jauh-jauh tanaman yang terserang., kemudian
dengan melakukan sistem tumpangsari atau rotasi tanaman selama 1-2 tahun, melapisi tanah
dengan plastik mulsa dan memberikan lanjaran supaya buah tomat tidak tersentuh tanah,
menanam bibit tanaman tomat yang memiliki tingkat ketahanan tinggi terhadap serangan
hama dan penyakit (resisten) dan dengan menyemprotkan fungisida yang mengandung bahan
aktif kaptafol.

3. Pengendalian Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans)


Penyakit busuk daun merupakan penyakit utama pertanaman tomat di dataran tinggi
sehingga penyakit ini menjadi salah satu kendala berat bagi petani tomat Indonesia. Penyakit
busuk daun dapat menyebabkan penurunan produksi pada lahan hingga gagal panen apabila
tidak ditangani dengan tepat. Penyakit busuk daun dapat berkembang dengan cepat pada
kondisi yang ideal dan menyebabkan kematian tanaman tomat pada lahan dalam waktu dua
minggu (Cerkauskas, 2005). Penyakit busuk daun disebabkan oleh jamur Phytophthora
infestans dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki
patogenisitas beragam. Pada umumnya, patogen ini berkembang biak secara aseksual dengan
zoospora, tetapi dapat juga secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat heterotalik,
artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora hanya terjadi apabila
terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat P. infestans yang mempunyai mating type
(tipe perkawinan) berbeda (H. Purwanti, 2002). Gejala pada penyakit ini yaitu daun yang
terserang akan timbul bercak berwarna coklat hingga hitam. Awalnya pada sisi daun atau pada
ujung daun hanya tertampak beberapa millimeter saja. Namun akhirnya meluas keseluruh
bagian daun hingga tangkai daun. Penyakit hawar daun ini menyerang pangkal daun,
menimbulkan bercak berwarna hijau hingga coklat dan berair. Bercak dikelilingi oleh massa
spongaria yang berwarna putih dengan lalat belakang hijau kelabu. Pada serangan lebih lanjut,
penyakit ini dapat menyebar ke bagian batang, tangkai dan buah tomat.
Tanaman yang terserang penyakit ini harus segera dicabut dan dibakar, jangan di kubur.
Gunakan varietas unggul dan bebas jamur (Subandi, 2010). Cara lainnya untuk mengatasi
busuk daun ialah dengan menggunakan fungisida kontak berbahan aktif mancozeb yang
disemprotkan 2-4 hari berturut-turut lalu disambung fungisida sistemik berbahan aktif
metalaksil untuk pengobatan dari dalam. Langkah pencegahan terbaik untuk busuk daun pada
tanaman tomat adalah dengan menggunakan fungisida sistemik berbahan aktif metalaksil
setiap 10 hari sekali dan menggunakan fungisida kontak mancozeb setiap 5 hari.
4. Penyakit Bercak Coklat (Alternaria Solani)
Menurut Kemmit, (2002 dalam Kalay et al., 2015) menyimpulkan bahwa perkembangan
Alternaria solani pada suhu (24-29°C) merupakan kondisi lingkungan yang kondusif untuk
proses infeksi. Pada suhu optimum 28-30°C, konidia akan berkecambah sekitar 40 menit dan
akan dapat mempercepat proses infeksi pada tanaman jika kondisi basah dan kondisi kering
saling berganti dalam periode singkat. Konidium Alternaria Solani dapat berkecambah pada
suhu 6-34°C dan pada suhu optimum 28-30°C konidium ini berkecambah dalam waktu 35-45
menit (Semangun, 2000). Jamur Alternaria Solani menginfeksi daun atau batang dengan
langsung menembus kutikula. Pembentukan konidium terjadi pada bercak yang bergaris
tengah ±3 mm dan diperlukan banyak embun atau hujan yang akan berpengaruh penting pada
pembentukan konidium ini. Menurut Rukmana & Saputra (1997) menyimpulkan bahwa
penyakit bercak coklat yang disebabkan oleh Alternaria Solani dapat berkembang dengan
pesat bila suhu tinggi 28-30°C. Gejala penyakit yang disebabkan oleh Alternaria Solani pada
daun tomat yaitu terlihat adanya bercak berwarna coklat sampai kehitaman. Bercak
membentuk lingkaran kosentris dengan jalur halo berwarna kuning. Pada tingkat serangan
berat, bercak membesar berwarna kecoklatan dan kemudian mengering (Kalay et al., 2015).
Pengendalian Alternaria Solani dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu kultur teknis,
penggunaan benih sehat, untuk mencegah terbawanya jamur oleh biji dapat dilakukan
disinfestasi benih. Pengendalian fisik / mekanis, mengeradikasi tanaman terserang dengan
cara dicabut dan dimusnahkan dan pengendalian kimiawi, jika kerusakan tanaman > 25 %,
dapat diaplikasikan fungisida efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai