Jakakama

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 68

GAMBARAN POLA MAKAN ANAK STUNTING: LITERATUR REVIEW

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana


Keperawatan Jurusan Keperawatan Pada Fakultas Kedokteran & Ilmu
Kesehatan UIN Alauddin Makassar
Oleh:

SALLY PURWANTI
70300117048

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat segala


nikmat iman, rahmat, dan hidayah-Nya, yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Telaah Literatur : Gambaran
Pola Makan Anak Stunting”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabatnya dan para pengikut
setianya.
Tujuan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi persyaratan penyelesaian
pendidikan pada program strata satu (S1) Jurusan Keperawatan pada Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Tahun Akademik 2021.
Dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis menyadari
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga banyak pihak yang telah ikut
berpartisipasi dalam membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati dan hormat saya sebagai penulis
mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta. Muh.
Darling dan Nur Samsi atas cinta, kasih sayang, do’a, dukungan, bimbingan dan
motivasi, sehingga penulis dapat berada ditahap ini, yakni seminar proposal.
Demikian pula Ucapan terima kasih yang tulus, rasa hormat dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Hamdan Juhannis MA.PhD, selaku Rektor UIN Alauddin Makassar
beserta seluruh staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu di kampus ini.
2. Dr.dr. Syatirah Jalaludin, Sp.,A., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan dan para Wakil Dekan, serta Staf Akademik yang telah
membantu, mengatur, dan mengurus administrasi selama penulis menempuh
pendidikan.
3. Dr. Muhammad Anwar Hafid, S.Kep., Ns., M.Kes selaku ketua jurusan
keperawatan dan Dr. Hasnah S.Kep., Ns., M.Kes selaku sekretaris jurusan
keperawatan beserta Staf dan Dosen pengajar yang tidak bosan-bosannya

i
memberikan ilmu, dan membantu dalam proses administrasi serta
memberikan bantuan dalam proses pengurusan dalam rangka penyusunan
skripsi.
4. Huriati, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Pembimbing I dan Dr. Risnah S.Kep., Ns.,
M.Kes selaku pembimbing II yang ikhlas dan sabar meluangkan waktu kepada
penulis untuk membimbing saya dari awal pengurusan judul, perbaikan
penulisan, arahan referensi yang berguna untuk penulisan skripsi, motivasi
yang membangun sehingga peneliti bisa ketahap ini.
5. Eny Sutria, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Penguji I dan Dr. Aisyah Arsyad, M.Ag
selaku Penguji II yang sabar dan ikhlas meluangkan waktu dan pikiran,
memberikan saran dan tanggapan yang membangun sehingga peneliti dapat
menghasilkan karya yang berkualitas.
6. Serta kepada saudara, sahabat, teman-teman Leukos17 serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu membantu, memotivasi
akan pentingnya pendidikan.
Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala
kesalahan baik lisan maupun tulisan saat saya menempuh pendidikan di
kampus peradaban yang saya cintai dan banggakan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. Mungkin saja dalam penulisan skripsi ini terdapat
kesalahan yang tidak disadari oleh penulis, maka dari itu dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan, saran dan kritikan yang
membangun, guna meningkatkan ilmu penelitian, jangan berharap sempurna
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Sekian dan terimakasih

Samata, 28 Februari 2021


Penulis,

Sally Purwanti
70300117048

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................5
E. Kajian Pustaka...........................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................15


A. Tinjuan Umum Stunting..........................................................15
1. Defenisi Stunting...............................................................15
2. Tanda Stunting...................................................................16
3. Penyebab Stunting.............................................................16
4. Faktor yang Mempengaruhi Stunting................................17
5. Dampak Stunting...............................................................21
6. Penilaian Stunting pada Anak...........................................22
7. Pencegahan Stunting.........................................................23
B. Tinjauan Umum Anak.............................................................24
1. Defenisi Anak Balita.........................................................24
2. Pertumbuhan Anak Balita.................................................27
3. Perkembangan Anak Balita...............................................29
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tumbuh Kembang Anak...................................................30
C. Tinjuan Umum Pola Makan Anak..........................................32
1. Defenisi Pola Makan.........................................................32
2. Pola Pemberian Makan......................................................33
3. Jenis Makanan...................................................................34

iii
4. Prinsip Gizi Seimbang.......................................................36
5. Asupan Zat Gizi Makronutrien..............................................37
6. ASI Ekslusif...........................................................................42
7. MP-ASI..................................................................................45
8. Teori Keperawatan Terkait Penelitian...................................47
BAB III METODE PENELITIAN......................................................51
A. Jenis Penelitian.............................................................................51
B. Teknik Pengumpulan Data...........................................................51
C. Analisa Data.................................................................................52
D. Rekomendasi................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting (Balita Pendek) adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun. (Rahmadhita, 2020)
Anak merupakan investasi dan harapan masa depan bangsa serta
sebagai penerus generasi dimasa mendatang. Sebagai penentu sejarah
bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang, anak
perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Namun stunting menjadi salah satu
permasalahan dalam proses pertumbuhan karena berhubungan dengan
meningkatnya risiko terjadinya kesakitan, kematian, dan perkembangann
otak yang suboptimal. Saat ini, Indonesia mempunyai masalah gizi yang
cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi yang menimpa
masyarakat khusunya anak balita baik laki-laki maupun perempuan.
(Anak, Aek and Tobotan, 2020) Di seluruh belahan dunia, ancaman
permasalahan gizi didunia terdapat 165 juta anak dengan perawakan
pendek, sekitar 45% diantaranya tinggal di negara-negara berkembang dan
negara berkonflik 9 juta dari mereka tinggal diindonesia. (Syaifah, 2020)
Meurut UNICEF (United Nations Children’s Fund) 2020
memperikarakan dampak pendemi COVID-19 terhadap kasus kurang gizi
di indonesia cukup besar, membuat penanganan juga harus memperhatikan
aspek ini. Perwakilan UNICEF Indonesia mengatakan sebelum terjadi
pandemi, ada sekitar 2.000.000 juta anak menderita gizi buruk dan lebih
dari 7.000.000 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting.
Jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut di bawah lima tahun
bisa meningkat 15% secara global pada tahun 2020 jika tidak ada
tindakan. (UNICEF, 2020)

1
Menurut World Health Organization (WHO), Terdapat 22,2% atau
sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Prevalensi balita
pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20%
atau lebih. Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita
pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%),
Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%),
Indonesia termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang
mempunyai masalah gizi yaitu stunting. (WHO. 2018)
Data Riskesdes (Riset Kesehatan Dasar) 2019 tecatat 6,3 juta balita
dari populasi 23 juta balita di indonesia. Angka stunting Indonesia berada
di urutan ke 4 dunia. Menunjukkan prevalensi balita stunting di Indonesia
pada tahun 2019 yakni 27,7 %, Jumlah yang masih jauh dari nilai standard
WHO yang seharusnya dibawah 20%. (Riskesdes, 2019). Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan (2020) mengungkapkan bahwa 151.398 anak
menderita stunting atau kondisi gagal tumbuh pada tahun 2020. Mereka
tersebar pada lima kabupaten yang memiliki angka stunting tertinggi. Dari
24 kabupaten/kota di sulawesi selatan, ada lima daerah dengan angka
stunting tertinggi yakni di kabupaten Bone 43%, Enrekang 39%,
Jeneponto 36 %, Takalar 34 % dan Bantaeng 33%. (Dinkes Prov. Sulsel,
2020)
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan
stunting, yaitu (1) perbaikan terhadap pola makan, masalah stunting
dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan
kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah ''Isi Piringku'' dengan
gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan
buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun
hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. (2) Pola
Asuh, dalam Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola
asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan
Balita. (3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap

2
pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air
bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk
itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta
tidak buang air besar sembarangan. (Hermawan, 2020)
Pola pemberian makan pada anak balita perlu diperhatikan
kandungan gizi serta kebutuhan yang diperlukan karena pola pemberian
makan berperan sangat penting sebagai penunjang pertumbuhan. Pola
pemberian makan yang kurang memperhatikan kebutuhan anak balita
dapat mengalami defisiensi asupan didalam tubuh dapat mengakibatkan
anak balita lebih mudah mengalami penyakit infeksi dengan frekuensi
yang lebih sering yang berakibat menganggu proses pertumbuhan anak
balita bahkan yang menjadi faktor penyebab stunting. Penyakit infeksi
tidak hanya disebabkan karena pola pemberian makan yang salah namun
dapat disebabkan karena kurangnya memperhatikan higiene sanitasi anak
balita. Faktor tersebut dapat dicegah dengan memperhatikan pola
pemberian makan yang sesuai dengan kebutuhan anak balita dan menjaga
higiene sanitasi anak balita maupun makanan yang akan di konsumsi. Hal
tersebut dapat mengurangi risiko terjadinya stunting pada anak balita.
(Maghfiroh and Andriani, 2020)
Faktor yang menyebabkan anak mengalami stunting, yaitu factor
langsung dan factor tidak langsung. Kejadian stunting lebih banyak
dipengaruhi oleh asupan gizi serta penyakit yang sering terjadi karena
lingkungan tidak sehat, walaupun banyak faktor lain yang dapat
menyebabkan kejadian stunting seperti pendidikan ibu yang akan
mempengaruhi dalam pola asuh pemberian makan, dan juga social
ekonomi suatu keluarga yang akan mempengaruhi dalam hal makanan
yang akan diberikan kepada balita. (Abdurrab et al., 2020)
Penelitian dengan metode cross sectionaal dan kuantitatif yang
dilakukan oleh Basri Aramico, Toto Sudargo dan Joko Susilo mengenai
hubungan pola makan dengan status gizi menunjukkan hubungan yang
signifikan. Hasil ini menunjukkan anak dengan pola makan kurang

3
berisiko 3 kali lebih tinggi menjadi stunting. Penelitian di Brazil juga
didapatkan bahwa anak yang memiliki pola makan kurang atau yang
mengkonsumsi protein dibawah angka kecukupan gizi berisiko 1,5 kali
terkena stunting. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak yang
mengkonsumsi lemak dibawah rata-rata konsumsi perhari berisiko 2 kali
terkena stunting. (Brier, 2020)
Selain itu, di dalam Penelitian Waladow, yang menggunakan
metode cross sectional, mengatakan bahwa ada hubungan antara pola
makan dengan status gizi pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Tompaso, pola makan yang tidak baik berisiko untuk terjadi
status gizi kurang. Pola pemberian makan merupakan perilaku seseorang
yang dapat mempengaruhi status gizi. Peran ibu dalam merawat sehari-
hari mempunyai kontribusi yang besar dalam pertumbuhan anak karena
dengan pola asuh yang baik anak akan terawat dengan baik dan gizi
terepenuhi. (Jahja, 2019)
Berdasarkan penelitian Aramico yang menggunakan metode
deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, ini menunjukkan
bahwa pola pemberian makan yang diberikan oleh ibu atau keluarga pada
balita stunting sebagian besar masih belum sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Seperti juga penelitian
yang pernah dilakukan di Aceh, yang menunjukkan bahwa pola makan
kurang tepat yang diberikan oleh keluarga 6,01 kali lebih tinggi untuk
berisiko terjadi stunting pada anak. (Lina anggraeni dan Adnyani, 2019)
Berdasarkan uraian di atas, belum ada yang melakukan penelitian
untuk melihat gambaran pola makan anak stunting dengan metode
literature review sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
dalam memberikan suatu gambaran pola pemberian makan dengan status
gizi dan telah banyak dilakukan penelitian untuk melihat hubungan pola
makan dengan ststus gizi terhadap kejadian stunting, namun peneliti ingin
melakukan literature riview tentang gambaran pola makan anak stunting
untuk memberikan input kepada perawat khususnya perawat anak dalam

4
pemberian asuhan keperawatan secara profesional dan memberikan
edukasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan orang tua anak yang
menderita stunting.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang, penulis merumuskan
masalah penelitian yaitu: “Bagaimana Gambaran Pola Makan Anak
Stunting?”
C. Tujuan Penelitian
Study ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pola Makan Anak
Stunting.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
ataupun sebagai bahan pembelajaran dalam bidang kesehatan
khususnya di jurusan keperawatan tentang gambaran pola makan anak
stunting.
2. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang gambaran
pola makan anak stunting.
3. Bagi masyarakat
Untuk menambah pengetahuan ibu mengenai gambaran pola makan
anak stunting.
E. Kajian Pustaka
Tabel 1. Kajian Pustaka

NO. Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil Perbedaan


Penelitian dengan Riset

Pola Untuk Penelitian Pada balita stunting Perbedaan


1. (Lina
pemberian mengetahui pola deskriptif pola pemberian dengan
anggraeni
makanan pemberian kuantitatif makan yang penelitian ini
dan

5
pada balita makanan yang dengan dilakukan oleh yaitu hanya
Adnyani,
stunting di diberikan oleh pendekatan keluarga berfokus ke
2019)
sawan, ibu atau crosssectio sebagian besar gambaran
kabupaten keluarga kepada nal penyusunan pola makan
buleleng balita di Sawan, menunya tidak anak stunting
Kabupaten bervariasi (64,6%),
Buleleng pengolahan makan
dilakukan
dengan tidak benar
(66,7%), penyajian
makanan tidak
menarik (62,5%),
waktu pemberian
makanan dilakukan
secara tidak teratur
(60,4%), pada saat
makan sebagian
besar balita tidak
didampingi dan
diawasi (77,1%) dan
balita diberikan
makanan selingan
sebelum makan
(64,6%).
Hubungan Untuk
2. (Jahja, Penelitian Penelitian Perbedaan
pola mengetahui
2019) deskriptif didapatkan bahwa dengan
pemberian hubungan pola
korelasi sebagian besar penelitian ini
makan pemberian
mengguna responden dengan yaitu hanya
dengan makan dengan
kan pola pemberian berfokus ke
kejadian kejadian
pendekatan makan pada balita gambaran
stunting stunting pada

6
pada balita balita usia 2-5
cross usia 2-5 tahun pola makan
usia 2-5 tahun di wilayah
sectional. termasuk dalam anak stunting
Tahun di kerja Puskesmas
kategori baik
wilayah Minggir
(82,9%) dan
kerja Kabupaten
responden dengan
puskesmas Sleman.
pola pemberian
Minggir
makan cukup
kabupaten
sebanyak (17,1%),
sleman
sedangkan kejadian
stunting pada balita
usia 2-5 tahun yaitu
sebanyak (21,4%)
balita pendek dan
(1,4%) balita sangat
pendek. Hasil uji
statistik ditunjukkan
dengan nilai
significancy (p =
0,010<0,05) dan
correlation
coefficient (0,306).

Gambaran Untuk Penelitian Hasil penelitian Perbedaan


3. (Maghfiro
pola menganalisis ini yakni menunjukkan dengan
h and
pemberian gambaran pola observasio terdapat gambaran penelitian ini
Andriani,
makan, pemberian nal pola pemberian yaitu hanya
2020)
penyakit makan dan makan dengan berfokus ke
dengan
Infeksi, dan penyakit infeksi kejadian stunting gambaran
rancangan
kejadian dengan kejadian di Desa Mojorejo pola makan
cross
stunting stunting di Desa Bendosari anak stunting
pada anak Kabupaten

7
balita Mojorejo. Sukoharjo. Adanya
sectional.
Di desa gambaran penyakit
mojorejo infeksi dengan
kecamatan kejadian stunting di
bendosari Desa Mojorejo
Kabupaten Bendosari
sukoharjo Kabupaten
Sukoharjo.
(Pola et Gambaran Tujuan Penelitian Hasil penelitian Perbedaan
4.
al., 2020) pola asuh penelitian ini menunjukan bahwa dengan
dan pola adalah untuk mengguna pola asuh yang penelitian ini
makan anak mengetahui kan diterapkan orang tua yaitu hanya
usia 2-5 gambaran pola metode kepada anak adalah berfokus ke
tahun di asuh dan pola stratified tidak otoriter, tidak gambaran
kelurahan makan anak usia random demokrasi dan pola makan
taipa 2-5 tahun di sampling. permisif. Bahan anak stunting
kecamatan Kelurahan Taipa makanan sumber
palu utara Kecamatan Palu karbohidrat yang
Utara. sering dikonsumsi
adalah beras,
sumber protein
hewani adalah ikan
katombo, telur
ayam, sayur yang
sering dikonsumsi
adalah sayur kelor.
Tidak ada buah
yang sering
dikonsumsi oleh
anak.

8
(Kabupate Pengaruh Untuk Penelitian Hasil penelitian Perbedaan
5.
n and pola asuh mengetahui observasio didapatkan pola dengan
Tahun, nutrisi dan pengaruh pola nal analitik asuh nutrisi baik penelitian ini
2020) perawatan asuh nutrisi dan dengan 55,3% dan 60,5% yaitu hanya
kesehatan perawatan pendekatan pemantauan berfokus ke
Terhadap kesehatan cross kesehatan yang baik gambaran
kejadian terhadap sectional . yang dilakukan oleh pola makan
stunting kejadian orang tua . Terdapat anak stunting
usia 2 – 5 stunting pada hubungan yang
tahun di balita usia 2-5 bermakna pola asuh
desa tahun di nutrisi terhadap
Sindang Wilayah Desa kejadian stunting
kabupaten Sindang pada anak
indramayu Kabupaten usia 2-5 tahun (nilai
Indramayu p=0,024) dan
hubungan yang
bermakna
pemantauan
kesehatan terhadap
kejadian stunting
pada anak usia 2-5
tahun (nilai
p=0,022).

(Zahara, Gambaran Untuk Penelitian Hasil penelitian ini Perbedaan


6.
Gizi and pola menentukan observasio memperlihatkan dengan
Kemenkes pemberian frekuensi makan nal dengan bahwa pola penelitian ini
, 2020) makan pada di antara anak- penelitian pemberian makan yaitu hanya
anak anak dengan cross pada anak-anak berfokus ke
Paud yang dikampit di sectional stunting ini gambaran
stunting di sekip village, menghasilkan data pola makan

9
desa sekip distrik pakistan, bahwa anak-anak anak stunting
Kecamatan untuk menilai miskin ini
lubuk jenis makanan mengalami pola
pakam yang makan yang tidak
dikonsumsi oleh teratur, yang dapat
anak-anak mengakibatkan
disektor di sekip pengeraman
village, distrik
lubuk pakam

(Margawat Pengetahua Tujuan Desain Ibu dengan anak Perbedaan


7.
i and n ibu, pola penelitian ini penelitian yang menderita dengan
Astuti, makan dan adalah adalah stunting tidak terlalu penelitian ini
2018) status gizi menganalisis observasio mengkhawatirkan yaitu hanya
pada anak pengetahuan nal dengan tentang kondisi berfokus ke
stunting ibu, dan pendekatan anak. Stunting gambaran
usia 1-5 hubungan pola belah dianggap bukan pola makan
tahun di makan dengan lintang permasalahan serius anak stunting
Kelurahan status gizi pada (cross yang perlu ditangani
Bangetayu, anak stunting sectional) dengan baik. Tidak
Kecamatan usia 1-5 tahun di dengan ada hubungan
Genuk, Kelurahan metode tingkat kecukupan
Semarang Bangetayu, kuantitatif energi, protein, zat
Kecamatan dan besi, dan seng
Genuk, kualitatif. dengan status gizi
Semarang. pada balita stunting
usia 12-60 bulan di
Kecamatan Genuk.

(Prakhasit Hubungan Untuk Penelitian Hasil penelitian Perbedaan


8.
a, 2018) pola mengetahui ini menunjukkan dengan
pemberian hubungan pola mengguna terdapat hubungan penelitian ini

10
makan pemberian kan yang signifikan yaitu hanya
dengan makan dengan penelitian anatara pola berfokus ke
kejadian kejadian korelasiona pemberian makan gambaran
stunting stunting pada l dengan dengan kejadian pola makan
pada balita balita usia 12-59 pendekatan stunting pada balita anak stunting
usia 12-59 bulan di wilayah cross usia 12-59 bulan
bulan di kerja puskesmas sectional (p+=0,002;
wilayah tambak wedi. r=0,326).
kerja
puskesmas
tambak
wedi
surabaya

(Masyarak Pola asuh Untuk Desain Hasil penelitian Perbedaan


9.
at and dan pola mengetahui Pola penelitian menunjukkan bahwa dengan
Sriwijaya, makan Asuh dan Pola kualitatif, ibu balita stunting penelitian ini
2020) balita Makan Balita dengan kurang memahami yaitu hanya
stunting Stunting di wawancara cara pengolahan berfokus ke
Di wilayah Wilayah Pesisir mendalam, makanan. Balita gambaran
pesisir Pantai Teluk observasi stunting kurang pola makan
pantai teluk Betung Timur. serta telaah mengonsumsi ikan, anak stunting
betung dokumen. jenis makanan yang
timur tidak sesuai dengan
isi piringku,
frekuensi pemberian
makan balita
stunting masih
kurang tepat,
kondisi lingkungan
kurang memadai

11
dimana tempat
pembuangan
sampah dan tempat
pembuangan limbah
akhir yang tidak
tertutup, kondisi
jamban yang kurang
sehat, perilaku
pemeliharaan
kesehatan balita
stunting dan ibu
balita stunting masih
kurang, tidak ada
prioritas makan, dan
memiliki
pendapatan yang
kurang.

(Dranesia, Pressure to untuk Desain Hasil: Prevalensi Perbedaan


10.
Wanda eat is the mengetahui penelitian stunting di wilayah dengan
and most faktor-faktor cross- Kerinci adalah penelitian ini
Hayati, determinant penentu sectional 46,9%. yaitu hanya
2019) factor kejadian Analisis bivariat berfokus ke
ofstunting stunting di menunjukkan gambaran
in children wilayah Kerinci. adanya hubungan pola makan
under 5 antara anak stunting
years of age kejadian stunting
in dan jenis kelamin (
Kerinciregi p = 0,019), riwayat
on, pemberian ASI
Indonesia eksklusif ( p =

12
0,038), pantangan
makan ( p =
0,038), tekanan
makan ( p = 0,009),
dan keinginan untuk
minum
( p = 0,049). Hasil
analisis regresi
logistik multivariat
menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
kejadian stunting
pada balita adalah
jenis kelamin,
riwayat
pemberian ASI
eksklusif, status
ekonomi,
pembatasan makan,
dan tekanan makan.
Konon, faktor yang
paling berhubungan
dengan kejadian
stunting adalah
tekanan makan.

(Ismawati Nutrition untuk Penelitian Rata-rata asupan Perbedaan


11.
et al., intake and menganalisis ini energi, protein, dengan
2020) causative asupan gizi mengguna kalsium, dan fosfor penelitian ini

13
factor of dan faktor kan pada responden yaitu hanya
stuntingamo penyebab analitik adalah 77,23% berfokus ke
ng children stunting pada observasio AKG protein gambaran
aged under- balita di Kota nal 69,82% AKG, pola makan
5 years in Lamongan. dengan kalsium 79,74% anak stunting
Lamongan studi AKG, dan fosfor
city potong 68,75% AKG
lintang masing-masing.
mengguna Dari 40 anak
kan stunting menderita
kuesioner penyakit menular
untuk selama kurun
mengetahu waktu 3 bulan
i asupan (67,5%). Pendidikan
gizi dan orang tua (ibu dan
faktor ayah)
penyebab berpendidikan
stunting rendah (70% dan
72,5%), dan 65%
ibu responden
tidak memiliki
pekerjaan.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjuan Umum Stunting
1. Defenisi Stunting
Stunting adalah kondisi pada anak yang mengalami kegagalan
pertumbuhan (tubuh dan otak) akibatnya kekurangan gizi dalam waktu
yang lama dan berkepanjangan. Sehingga, tubuh anak lebih pendek
dari tubuh anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam
berfikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama terjadi sejak janin masih
dalam kandungan ibu sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama
Kelahiran). Penyebabnya dikarenakan rendahnya asupan gizi seperti
vitamin, mineral dan sumber protein hewani. (Putri and Dewina, 2020)
Stunting didefinisikan sebagai memiliki tinggi badan yang rendah
untuk usia dibandingkan dengan populasi. Stunting dikaitkan dengan
peningkatan kerentanan terhadap infeksi, gangguan perkembangan
otak dan IQ rendah pada anak-anak dan dapat meningkatkan risiko
obesitas dan sindrom metabolik selama masa dewasa. (Sharif et al.,
2020)
Sebagaimana ungkapan nabi ibrahim AS yang di sebutkan Allah
dalam Al-qur’an Q.S. Asy-Syu’raa/26:80

Terjemahnya:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”
(Kementrian Agama, RI).

15
Berdasarkan tafsir Al-Misbah, ( ‫ ) َوٳ َِذا َم ِرضْ ت‬wa idza maridhtu/dan
apabila aku sakit berbeda dengan redaksi lainnya. Perbedaan pertama
adalah penggunaan kata idza/apabila dan mengandung makna besarnya
kemungkinan atau bahkan kepastian terjadinya apa yang dibicarakan,
dalam hal ini sakit. Ini mengisyaratkan bahwa sakit berat atau ringan,
fisik atau mental merupakan salah satu keniscayaan hidup manusia.
Perbedaan kedua adalah redaksinya yang menyatakan “Apabila aku
sakit” bukan “Apabila Allah menjadikan aku sakit”. Namun demikian,
dalam hal penyembuhan seperti juga dalam pemberian hidayah,
makan, dan minum secara tegas beliau menyatakan bahwa yang
melakukannya adalah Dia, Tuhan semseta alam itu. Jadi berdasarkan
ayat tersebut menjelaskan bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan
manusia dari sakitnya. Baik melalui perantara pengobatan yang di
jalani berdasarkan izin Allah-lah yang menyembuhkan rasa sakit.
2. Tanda Stunting
Stunting adalah tinggi badan yang kurang   menurut umur (-2SD),
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
Kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai
usia anak.  stunting merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka
panjang.
Untuk gizi kurang pada anak.  stunting dapat didiagnosis melalui
indeks antropometrik  tinggi badan menurut umur yang mencerminkan
pertumbuhan  linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang,  akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan.  stunting merupakan pertumbuhan  linier 
yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola
makan yang buruk dan penyakit.  stunting yang terjadi pada masa anak
merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan 
kognitif dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi tubuh
yang tidak seimbang. (wahida yuliana, 2019)

16
3. Penyebab Stunting
Stunting  disebabkan oleh faktor multidimensi, diantaranya praktik
pengasuhan gizi yang kurang baik, Termasuk kurangnya pengetahuan
ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
serta setelah ibu melahirkan. 
Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi
pervalensi Stunting perlu dilakukan pada 1.000 Hari pertama
kehidupan (HPK) dari anak balita.  peluang intervensi yang terkait
praktik-praktik pemberian makanan anak dan pemenuhan gizi Ibu.
Beberapa fakta dan informasi  yang ada  menunjukkan bahwa
hanya 22,8% dari anak usia 0-6 bulan yang menyusu eksklusif  dan 
hanya 36,6% anak usia  7-23 bulan yang menerima  makanan
pendamping ASI (MPASI)  yang sesuai  praktik-praktik yang
direkomendasikan tentang pengaturan waktu,  frekuensi,  dan kualitas.
MPASI diberikan atau mulai diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan.  selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan
baru pada bayi, MPASI  juga dapat mencukupi kebutuhan  gizi  bayi 
yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI serta membentuk  daya tahan
tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan
dan minuman.
Oleh karena itu,  masyarakat dan petugas Kesehatan perlu
memahami pentingnya ASI eksklusif  dan praktik-praktik  pemberian
makan bayi dan anak yang tepat serta memberikan dukungan  kepada 
para ibu. (Rita Ramayulis, 2018)
4. Faktor yang Mempengaruhi Stunting
Menurut (Wahida Yuliana, 2019) beberapa faktor yang terkait dengan
kejadian stunting berhubungan dengan berbagai macam faktor yaitu :
a. Pendidikan Orang tua
Pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan teknis.  
dalam arti luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau
pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan

17
pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak,  atau kemampuan
fisik individu.  dalam arti teknis,  pendidikan adalah proses dimana
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, 
perguruan tinggi atau lembaga lainnya)  dengan sengaja
mentransformasikan warisan budayanya,  yaitu pengetahuan,  nilai-
nilai keterampilan-keterampilan, dan generasi-generasi. Pendidikan
menurut undang-undang Nomor 20 Tahun 2003  adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
aktif
mengembangkan  potensi dirinya untuk memiliki  kekuatan
spiritual keagamaan,  serta keterampilan  yang diperlukan dirinya, 
masyarakat,  bangsa,  dan negara.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung
secara teratur,  bertingkat dan mengikuti  syarat-syarat tertentu
secara ketat.  pendidikan ini berlangsung di sekolah,  Pendidikan
Dasar,  pendidikan menengah,  dan pendidikan tinggi.  pendidikan
informal adalah pendidikan yang didapatkan seseorang dari
pengalaman sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar
sepanjang hayat.  pendidikan ini dapat berlangsung dalam
keluarga,  dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, 
masyarakat, dan organisasi.  pendidikan non-formal adalah
pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi
tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.  tingkat pendidikan
merupakan suatu proses yang sengaja dilakukan untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuannya melalui
pendidikan formal yang berjenjang.
Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan
melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan
kuantitas.  pendidikan orang tua terutama ayah memiliki hubungan
timbal balik dengan pekerjaan.  pendidikan ayah merupakan 
faktor yang mempengaruhi harta rumah tangga dan komoditi pasar

18
yang dikonsumsi karena dapat mempengaruhi sikap dan
Kecenderungan dalam memilih bahan bahan konsumsi. 
sedangkan pendidikan Ibu mempengaruhi status gizi anak, 
dimana semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin baik
pula status gizi anak.  tingkat pendidikan juga berkaitan dengan
pengetahuan gizi yang dimiliki,  dimana semakin tinggi
pendidikan  ibu  maka semakin baik pula pemahaman dalam 
memilih bahan makanan.
b. Pekerjaan orang tua 
Pekerjaan orang tua mempunyai andil yang besar dalam
masalah gizi, Pekerjaan orang tua berkaitan erat dengan
penghasilan keluarga yang mempengaruhi daya beli keluarga. 
keluarga dengan pendapatan yang terbatas,  besar kemungkinan
kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya secara kualitas
dan kuantitas. Peningkatan pendapatan keluarga dapat
berpengaruh pada susunan makanan. Pengeluaran yang lebih
banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi
pangan seseorang. Pendapatan keluarga yang memadai akan
menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun
sekunder.
c. Tinggi badan orangtua
Tinggi badan adalah jarak dari puncak kepala hingga
telapak kaki, parameter ini merupakan yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal dan tidak sensitif untuk mendeteksi
permasalahn gizi pada waktu yang singkat. Pengukuran tinggi
badan sebagai parameter tinggi badan mempunyai banyak
kegunaan, yaitu dalam penilaian status gizi, penentuan kebutuhan
energi basal, penghitungan dosis dan prediksi dari fungsi fisiologis
seperti volume paru, kekuatan otot dan kecepatan filtrasi
glomerulus. Tinggi badan dapat ukur dari alas kaki ke titik tertnggi

19
pada posisi tegak. Tinggi badan merupakan ukuran posisi tubuh
berdiri (vertical) dengan kaki menempel pada lantai, posisi kepala
dan leher tegak, pandangan rata-rata, dada dibusungkan, perut
datar dan tarik nafas beberapa saat. Tinggi badab diukur dalam
posisi berdiri sikap sempurna tanpa alas kaki. Untuk mengukur
tinggi badan seseorang pada posisi berdiri secara anatomis, dapat
diukur dari kepala bagian atas sampai telapak kaki bagian bawah.

d. Status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis. Status
gizi merupakan gambaran terhadap ketiga indikator, yakni berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TI/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) terjadi akibat
faktor langsung dan tidak langsung, maka berdasarkan hasil riset
tersebut menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan hasi bahwa berat badan dan
tinggi badan orang tua dengan status gizi, dimana hasil penelitian
ini menjadi gambaran mengenai situasi gizi balita berdasarkan
berat dan tinggi badan orang tua. Tinggi badan pada ibu bukan
merupakan faktor sisiko terhadap kejadian stunting. Tinggi badan
merupakan salah satu bentuk dari ekspresi genetik dan merupakan
faktor yang diturunkan kepada anak serta berkaitan dengan
kejadian stunting.
Status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan yang
diaibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan gizi disatu pihak
dan pengeluaran energi dipihak lain yang terlihat melalui indikator
berat badan dan tinggi badan. Gambaran gizi adalah keadaan
kesehatan seseorang sebagai gambaran konsumsi zat makanan

20
yang dimasukkan ke dalam tubuh. Penelitian status gizi pada
dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang
dengan cara mengumpulkan data penting baik yang bersifat
objektif maupun subjektif, untuk dibandingkan dengan buku yang
telah tersedia. Komponen penilaian status gizi diperoleh melalui
asupan makanan, pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan klinis,
dan riwayat mengenai kesehatan, antropometrik, serta data
psikososial. Pengukuran staus gizi berdasarkan kriteria
antopometri merupakan cara yang dianggap paling sering
digunakan karena mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain cara
yang paling mudah dan praktis dilaukan serta dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa status
gizi adalah suatu keadaan seseorang sebagai akibat dari
mengkonsumsi dan proses terhadap makanan dalam tubuh dan
kesesuaian gizi yang dikonsumsi dengan gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh. Keadaan kesehatan anak sebagai gambaran konsumsi
zat makanan yang masuk kedalam tubuh dan penggunaannya,
sebagai hasil ini dapat diketahui dari tinggi badan dan berat badan
anak, yang merupakan indikator terbaik bagi penentuan status gizi.
Anak dengan orang tua yang pendek, baik salah satu maupun
keduanya, lebih beresiko untuk tumbuh pendek dibanding anak
dengan orang tua yang tinggi badannya normal.
Orang tua yang pendek karena gen dalam kromoson yang
membawa sifat pendek kemungkinan besar akan menurunkan sifat
pendek tersebut kepada anaknya. Tetapi bila sifat pendek orang
tua disebabkan karena masalah nutrisi maupun patologis, maka
sifat pendek tersebut tidak akan diturunkan kepada anaknya.
Penelitian di jawa barat pada tahun 2002 menyimpilkan bahwa
setiap kenaikan 1 cm tinggi badan ibu, maka panjang badan bayi
bertambah 0,196 cm (p value 0,04).

21
5. Dampak Stunting
Dampak yang ditimbulkan dari stunting (Wahida Yuliana, 2019), dapat
dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang
1) Dampak Jangka Pendek
a) Peningkatan kejadian kesakitan dankematian
b) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak
tidak optimal, dan
c) Peningkatan biaya kesehatan
d) Terganggunya perkembangan otak
e) Kecerdasaran berkurang
f) Gangguan pertumbuhan fisik
g) Gangguan metabolisme dalam tubuh
2) Dampak Jangka Panjang
a) Postur tubuh ysng tidsk optimsl saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya)
b) Meningkatkan risiko obesitas dan penyakit lainnya
c) Menurunnya kesehatan reproduksi
d) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah
e) Produktifitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
f) Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar
g) Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit
h) Risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, obesitas,
penyait janting dan pembuluh darah, kanker, stroke dan
disabilitas pada usia tua.
6. Penilaian Stunting pada Anak
Indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) menggambarkan pertumbuhan panjang atau
tinggi badan anak berdasasarkan umurnya. Indeks ini dapat
mengidentifikasi anak-anak yang pendek (severely stunted). Yang
disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-

22
anak yang tergolomg tinggi menurut umurnya juga dapat diidentifikasi.
Anak-anak dengan tinggi badan diatas normal (tinggi sekali) biasanya
disebabkan oleh gangguan endokrin. Namun, hal ini jarang terjadi di
indonesia. Terdapat perbedaan istilah dalam pengukuran balita yaitu
PB dan TB, Yaitu:
a. Panjang badan (PB) digunakan untuk mengukur anak usia 0
sampai 24 bulan dan anak dalam posisi telentang. Bila anak
usia 0 sampai 24 bulan diukur dengan berdiri, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan menambah 0,7 cm.
b. Tinggi badan (TB) digunakan untuk mengukur anak usia diatas
24 bulan dan anak diukur dalam posisi berdiri. Bila anak usia
lebih dari 24 bulan diukur dengan telentang, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan 0,7 cm. (Wahida Yuliana,
2019)
Tabel 2. Kategori dan Ambang Status Gizi Anak
Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U

Indeks Kategori Status Ambang Batas (Z-Score)

Gizi

Sangat Pendek < - 3 SD


Panjang badan
menurut umur Pendek -3 SD sampai dengan < -
(PB/U) atau tinggi 2SD
badan menurut umur
(TB/U) anak 0-60 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
bulan
Tinggi ¿ 2 SD

Sumber:PMK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar


Antropometri Anak
7. Pencegahan Stunting
Stunting bisa dicegah dengan 10 cara berikut (Lia Agustin, 2020)
1) Ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah, minimal 90 tablet
selama kehamilan

23
2) Pemberian makanan tambahan ibu hamil
3) Pemenuhan gizi
4) Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
5) IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
6) Berikan ASI Ekslusif pada bayi hingga usia 6 bulan
7) Berikan makanan pendamping ASI untuk bayi diatas 6 bulan
sampai 2 tahun
8) Berikan imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
9) Pantau pertumbuhan balita di posyandu terdekat
10) Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat
B. Tinjuan Umum Anak
1. Defenisi Anak Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu
tahun sampai dibawah lima tahun. Kelompok anak menurut usia dibagi
dalam tiga golongan yaitu usia1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun.
Usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun disebut sebagai usia pra-sekolah,
sedangkan usia 7-9 tahun sebagai usia sekolah. Balita adalah anak
yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita adalah masa
anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam
tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini
merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan
pertumbuhan intelektual. (Kesehatan et al., 2019)
Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah/2:233

24
Terjemahnya:
“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Berdasarkan tafsir Departemen Agama, Setiap ibu (meskipun ia
janda) berkewajiban menyusui anaknya sampai anak itu mencapai usia
dua tahun. Tidak mengapa kalau masa susuan itu kurang dari masa
tersebut apabila kedua ibu-bapak memandang ada maslahatnya.
Demikian pula setiap bapak berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan
para ibu baik sandang maupun pangan sesuai dengan kebutuhannya.
Ibu laksana wadah bagi anak sedang bapak sebagai pemilik wadah itu.
Maka sudah sewajarnya bapak berkewajiban memberi nafkah kepada
orang yang di bawah tanggung jawabnya dan memelihara serta
merawat miliknya.

25
Allah mewajibkan kepada ibu menyusui bayinya, karena air susu
ibu mempunyai pengaruh yang besar kepada anaknya. Dari hasil
penelitian para ahli medis menunjukkan bahwa air susu ibu terdiri dari
saripati yang benar-benar murni. Air susu ibu juga merupakan
makanan yang paling baik untuk bayi, dan tidak disangsikan lagi oleh
para ahli gizi. Di samping ibu dengan fitrah kejadiannya memiliki rasa
kasih sayang yang mendalam sehingga penyusuan langsung dari ibu,
berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental anak.
Dengan demikian kurang tepat tindakan sementara para ibu yang tidak
mau menyusui anaknya hanya karena kepentingan pribadinya,
umpamanya, untuk memelihara kecantikan. Padahal ini bertentangan
dengan fitrahnya sendiri dan secara tidak langsung ia kehilangan
kesempatan untuk membina dasar hubungan keibuan dengan anaknya
sendiri dalam bidang emosi.
Demikianlah pembagian kewajiban kedua orang tua terhadap
bayinya yang diatur oleh Allah swt. Sementara itu diberi pula
keringanan terhadap kewajiban, umpama kesehatan ibu terganggu atau
seorang dokter mengatakan tidak baik bila disusukan oleh ibu karena
suatu hal, maka tidak mengapa kalau anak mendapat susuan atau
makanan dari orang lain.
Demikian juga apabila bapak tidak mempunyai kesanggupan
melaksanakan kewajibannya karena miskin maka ia boleh
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kesanggupannya.
Keringanan itu membuktikan bahwa anak tidak boleh dijadikan sebab
adanya kemudaratan, baik terhadap bapak maupun terhadap ibu.
Dengan pengertian, kewajiban tersebut tidak mesti berlaku secara
mutlak sehingga mengakibatkan kemudaratan bagi keduanya. Salah
satu pihak tidak boleh memudaratkan pihak lain dengan menjadikan
anak sebagai kambing hitamnya. Umpamanya karena ibu mengetahui
bahwa bapak berkewajiban memberi nafkah maka ia melakukan
pemerasan dengan tidak menyusui atau merawat si bayi tanpa sejumlah

26
biaya tertentu. Atau bapak sangat kikir dalam memberikan nafkah
sehingga ibu menderita karenanya.
Selanjutnya andaikata salah seorang dari ibu atau bapak tidak
memiliki kesanggupan untuk melaksanakan kewajiban atau meninggal
dunia, maka kewajiban-kewajiban itu berpindah kepada ahli warisnya.
Lamanya masa penyusuan dua tahun, namun demikian apabila
berdasarkan musyawarah antara bapak dan ibu untuk kemaslahatan
anak, mereka sepakat untuk menghentikannya sebelum sampai masa
dua tahun atau meneruskannya lewat dari dua tahun maka hal ini boleh
saja dilakukan.
Demikian juga jika mereka mengambil perempuan lain untuk
menyusukan anaknya, maka hal ini tidak mengapa dengan syarat,
kepada perempuan yang menyusukan itu diberikan imbalan jasa yang
sesuai, sehingga terjamin kemaslahatan baik bagi anak maupun
perempuan yang menyusui itu.
Ulama fikih berbeda pendapat tentang siapa yang berhak untuk
menyusukan dan memelihara anak tersebut, jika terjadi perceraian
antara suami-istri. Apakah pemeliharaan menjadi kewajiban ibu atau
kewajiban bapak? Imam Malik berpendapat bahwa ibulah yang
berkewajiban menyusukan anak tersebut, walaupun ia tidak memiliki
air susu; kalau ia masih memiliki harta maka anak itu disusukan pada
orang lain dengan mempergunakan harta ibunya. Imam Syafi'i dalam
hal ini berpendapat bahwa kewajiban tersebut adalah kewajiban bapak.
2. Pertumbuhan Anak Balita
Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
dalam arti sebagian atau keseluruhan (Kesehatan et al., 2019).
Penilaian pertumbuhan balita menurut (Kesehatan et al., 2019):
a. Pertumbuhan tinggi dan berat badan
Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan adalah 0,25
kg/ bulan. Lalu menjadi sekitar 2 kg/ tahun sampai berusia 10

27
tahun. Rata-rata pertambahan tinggi badannya kurang lebih 7,6
cm setahun pada anak berusia antara satu hingga tujuh tahun,
kemudian meningkat kurang lebih 5,1 cm setahun hingga pada
usia remaja. Pertumbuhan anak hendaknya dipantau secara
teratur. Menurunnya pertumbuhan diikuti oleh menurunnya nafsu
makan sehingga anak sering memilih-milih makanan.
Tabel 3. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Umur Laki-Laki (cm) Perempuan (cm)

1-3 tahun 91 91

4-6 tahun 112 112

7-9 tahun 130 130

10-12 tahun 142 145

13-15 tahun 158 155

16-18 tahun 165 158

19-29 tahun 168 159

30-49 tahun 168 159

50-64 tahun 168 159

65-80 tahun 168 159

>80 tahun 168 159

Sumber: Daftar AKG 2013


Tabel 4. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Umur Laki-Laki (cm) Perempuan (cm)

1-3 tahun 13 13

4-6 tahun 19 19

28
7-9 tahun 27 27

10-12 tahun 34 36

13-15 tahun 46 46

16-18 tahun 56 50

19-29 tahun 60 54

30-49 tahun 62 55

50-64 tahun 62 55

65-80 tahun 60 54

>80 tahun 58 53

Sumber: Daftar AKG 2013


b. Pertumbuhan gigi
Pembentukan struktur gigi yang sehat dan sempurna dipengaruhi
oleh gizi yang cukup protein, kalsium, fosfat dan vitamin
( terutama vitamin C dan vitamin D). Pada usia 16-18 bulan gigi
taring mulai muncul. Gigi susu mulai tanggal pada enam tahun
dan berakhir pada usia 10-12 tahun.
c. Ukuran kepala (lingkar kepala)
Ukuran kepala bertambah 10 cm pada tahun pertama hidupnya.
d. Pertumbuhan otot
Pertumbuhan otot pada anak sangat cepat. Pada bayi, lingkar
lengan atas bertambah ±10 cm ketika lahir, menjadi sekitar 16
cm pada umur 12 bulan, tetapi bertambah 1 cm pada empat tahun
berikutnya.
e. Pertumbuhan tulang
Selama beberapa bulan kelahiran hanya ubun-ubun depan yang
masih terbuka, tetapi biasanya tertutup pada umur 18 bulan.
3. Perkembangan Anak Balita

29
. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan fungsi organ,
terutama kematangan sistem saraf pusat. Bersifat kualitatif dinilai dari
perubahan potensi yang menjadi kemampuan. Ditandai dengan
kesiapan fisik untuk melakukan tindakan dan kegiatan belajar.
(Kesehatan et al., 2019)
Tabel 5. Perkembangan Anak Balita

Usia Perkembangan Fisik dan Mental

12-18 bulan Berjalan sendiri tanpa jatuh, berjalan dan


mengeksplorasi sekeliling rumah, menyusun 2-3
kotak, memungut benda kecil seperti kacang dengan
ibu jari dan telunjuk, minum sendiri dari gelas tanpa
tumpah, dapat mengatakan 5-10 kata,
mengungkapkan keinginan secara sederhana,
memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing.
18-24 bulan Naik turun tangga, berjalan mundur sedikitnya lima
langkah, menyusun enam kotak, menunjuk bagian
tubuh dan menyebut namanya, mencoret-coret
dengan alat tulis, menyusun dua kata, belajar makan
sendiri, meniru melakukan pekerjaan rumah tangga
misalnya membantu menyiapkan meja makan,
menggambar garis di kertas atau pasir, mulai belajar
mengontrol
buang air besar dan buang air kecil.
2-3 tahun Belajar meloncat, memanjat, melompat dengansatu
kaki tanpa berpegangan sedikitnya dua hitungan,
mampu menyusun kalimat, menggunakan kata saya,
bertanya, mengerti kata yang ditujukan untuknya,
menggambar lingkaran, meniru membuat garis lurus,

30
bermain bersama anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain di luar keluarganya.
3-4 tahun Berjalan sendiri mengunjungi tangga, mulai berjalan,
belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri,
menggambar garis silang, mengenal 2-3 warna,
menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya,
banyak bertanya, mendengarkan cerita.
4-5 tahun Melompat dan menari, menggambar segitiga dan
segiempat, pandai bicara, dapat menghitung jari-
jarinya, dapat menyebut hari dalam satu minggu,
memprotes bila dilarang, mengenal empat
warna,membedakan bentuk besar dan kecil.
Sumber: (Adriani dan Bambang, 2016)
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Menurut (Kesehatan et al., 2019), Pertumbuhan terjadi secara
bersamaan dengan perkembangan dan selalu menunjukkan adanya
perubahan dari waktu ke waktu baik fisik maupun psikologis. Pola
pertumbuhan dan perkembangan ada umumnya merupakan hasil
interaksi banyak faktor, yaitu :
a. Umur
Kecepatan tumbuh yang paling besar pada masa kehamilan, masa
bayi dan masa remaja. Dimana periode pertumbuhan paling cepat
pada masa anak-anak berada pada tingkat kerentanan paling tinggi
terutama pada 2 tahun pertama kehidupan anak. Semakin
bertambah usia akan semakin meningkat kebutuhan zat tenaga
yang dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan semakin
beragamnya kegiatan fisik.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi
seseorang. Anak laki-laki membutuhkan zat tenaga dan protein
lebih besar daripada anak perempuan. Pada awal pertumbuhan

31
terjadi perbedaan laju pertumbuhan antar gender. Pada enam
tahun, anak laki-laki lebih tinggi dan lebih berat daripada
perempuan. Namun pada usia sembilan tahun, anak perempuan
memiliki tinggi badan yang sama dengan anak laki-laki,
sedangkan berat badannya sedikit lebih besar.
c. Genetik
Faktor genetik berasal dari gen turunan kedua orang tua, sehingga
tidak dapat diubah ataupun diperbaiki, mencakup usia pubertas
dan waktu berhentinya pertumbuhan tulang.
d. Psikologis
Hubungan anak dengan orang disekitarnyasangat menentukan
psikologi anak, jika anak merasa tertekan maka anak akan
mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Anak belajar mengidentifikasi
e. Sosial-ekonomi
Status sosial-ekonomi yang memengaruhi proses pertumbuhan
adalah pendapatan, pendidikan, dan pengetahuan orangtua.
Pendapatan mempengaruhi seseorang untuk membeli makanan
tertentu yang akan berpengaruh pada status gizi anak
f. Lingkungan
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi tumbuh kembang,
lingkungan yang baik akan mencapai potensi tumbuh kembang
optima.
C. Tinjuan Umum Pola Makan Anak
1. Defenisi Pola Makan
Pola makan adalah kebiasaan makan yang terbentuk dari perilaku
makan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama (Adriani,
dkk 2016). Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini dipengaruhi
oleh umur dan komposisi tubuh, pola aktivitas dan kecepatan tumbuh.
Pola makan mendukung pertumbuhan normal tinggi badan. (Zahara, no
date)

32
Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah/2:168

ۡ‫ت ٱل َّش ۡي ٰطَ ۚ ِن ِإنَّهۥُ لَ ُكم‬ ْ ‫ض َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ا َواَل تَتَّبِع‬


ِ ‫ُوا ُخطُ ٰ َو‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل‬
ِ ‫وا ِم َّما فِي ٱَأۡل ۡر‬
ٌ ِ‫ ّو ُّمب‬ٞ ‫َع ُد‬
‫ين‬
Terjemahnya:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Berdasarkan tafsir Kementrian Agama, Wahai manusia! Makanlah
dari makanan yang halal, yaitu yang tidak haram, baik zatnya maupun
cara memperolehnya. Dan selain halal, makanan juga harus yang baik,
yaitu yang sehat, aman, dan tidak berlebihan. Makanan dimaksud
adalah yang terdapat di bumi yang diciptakan Allah untuk seluruh
umat manusia, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan
yang selalu merayu manusia agar memenuhi kebutuhan jasmaninya
walaupun dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah.
Waspadailah usaha setan yang selalu berusaha menjerumuskan
manusia dengan segala tipu dayanya. Allah mengingatkan bahwa
sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu, wahai manusia. Sebagai
musuh manusia, sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu agar
berbuat jahat, yaitu perbuatan yang mengotori jiwa dan berakibat
buruk terhadap kehidupan meskipun tanpa sanksi hukum duniawi,
seperti menyakiti sesama, menebar permusuhan, merusak persatuan
dengan cara mengadu domba dan menyebar kebohongan, berhati
dengki, angkuh dan sombong, dan setan juga menyuruh manusia
berbuat keji, yaitu perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntunan
agama dan akal sehat, khususnya yang telah ditetapkan sanksi
duniawinya, seperti zina dan pembunuhan, dan setan juga
membisikkan agar kamu mengatakan apa yang tidak kamu ketahui
tentang Allah dengan mengatakan bahwa Allah punya istri dan punya
anak, padahal Allah Mahasuci dari hal tersebut.
2. Pola Pemberian Makan

33
Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
umuran dan komposisi tubuh, pola aktivitas dan kecepatan tumbuh.
Pola makan mendukung pertumbuhan normal tinggi badan dan berat
badan anak.jadwal pemberian makanan yaitu 3 kali makanan utama
(pagi, siang dan malam) dan 2 kali makanan selingan (diantara 2 kali
makanan utama) (Kesehatan et al., 2019).
Tabel 6. Pola Pemberian Makan Anak Balita

Usia ASI Bentuk Makanan


(Bulan)
Makanan Makanan Makanan
Lumat Lembik Keluarga

12-23

24-59

Sumber : Kementrian Kesehatan, 2010


Keterangan :

Usia 12-23 bulan : diberikan ASI dan makanan keluarga

Usia 24-59 bulan : diberikan makanan keluarga

Tabel 7. Takaran Konsumsi Makanan Anak yang Dianjurkan

Usia Bentuk Makanan Frekuensi Makan


1-3 Tahun Makanan keluarga 3 kali sehari
1 - 1 ½ piring nasi/pengganti
2 - 3 potong lauk hewani
1 - 2 potong lauk nabati
½ mangkuk sayur
2 – 3 potong buah-buahan
1 gelas susu
4-6 Tahun 1 – 3 piring nasi/pengganti 3 kali sehari
2 – 3 potong lauk hewani
1 – 2 potong lauk nabati
1 - 1 ½ mangkuk sayur
2 – 3 potong buah-buahan
1 – 2 gelas susu

34
Sumber : Kementrian Kesehatan, 2010
Anjuran makan untuk anak sesuai anjuran Kementerian Kesehatan
(2010) :
1. Usia 12 – 24 bulan
a. Teruskan pemberian ASI
b. Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan
kemampuan anak
c. Porsi makan sebanyak 1/3 orang dewasa terdiri dari nasi, lauk
pauk, sayur dan buah.
d. Makanan selingan kaya gizi sebanyak 2 kali sehari diantara
waktu makan
e. Makanan harus bervariasi
2. Usia lebih dari 24 bulan
a. Berikan makanan keluarga3 kali sehari sebanyak 1⁄3- 1⁄2 porsi
makan dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
b. Berikan makanan selingan kaya gizi 2 kali sehari diantara waktu
makan
3. Jenis Makanan
Pada dasarnya pemberian makanan kepada balita bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan zat-zat gizi balita. Balita usia 6-12 bulan
membutuhkan zat gizi terutama energi dan protein sejumlah 650 kalori
dan 16 gram protein. Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400
kalori dan 10 gram protein, sehingga kebutuhan yang diperoleh dari
MPASI adalah 250 kalori dan 6 gram protein. Kandungan gizi ASI
adalah sekitar 350 kalori dan 8 gram protein, sehingga kebutuhan yang
diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 kalori dan 12 gram protein.
Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses
pengenalan lebih dulu mengenai jenis makanan yang tidak
menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung kadar protein paling
rendah sepertiserealia (beras merah atau beras putih). Khususnya
sayuran, muali dengan yang rasanya hambarseperti kentang, kacang

35
hijau, labu, zucchini. Kemudian memperkenalkan makanan buah
seperti alpukat, pisang, apel dan pir.
Jenis makanan yang baik adalah terbuat dari bahan makanan yang
segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan,
sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis makanan yang tepat
diberikan sesuai dengan usia anak adalah sebagai berikut :
1) Makanan lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau
disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tampa ampas.
Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia enam
sampai sembilan bulan. Contoh dari makanan lumat itu sendiri
antaralain berupa bubur, susu, bubur sumsum, pisang saring atau
dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2) Makanan lunak
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak drngan bayak air
atau teksturnya lebih kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini
diberikan pada anak usia delapan sampai sembilan sampai 12
bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim,
kentang puri.
3) Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair
dan biasanya disebut makanan keluaraga. Makanan ini mulai
dikenali pada anak saat berusia 12-24 bulan. Contoh makanan
padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan
dan buah-buahan.
4. Prinsip Gizi Seimbang
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada
dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara
zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat
badan secara teratur. (Kesehatan et al., 2019)
Gambar . Pilar Gizi Seimbang

36
Sumber : Kementerian Kesehatan 2014
4 pilar gizi seimbang yaitu :
1) Mengonsumsi makanan beragam
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis
zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga harus mengonsumsi
berbagai jenis pangan, dengan jumlah yang cukup, tidak
berlebihan dan dilakukan secara teratur.
2) Membiasakan perilaku hidup bersih
Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan menghindarkan
seseorang terpapar sumber infeksi. Penyakit infeksi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak.
3) Melakukan aktifitas fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh
termasuk olahraga merupakan salah satu upaya untuk
menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi
terutama sumber energi dalam tubuh.
4) Mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal
Pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian
dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat
mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi
penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah

37
pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator
yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan
pertambahan umur.
5. Asupan Zat Gizi Makronutrien
Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang diperoleh dari bahan
makanan yang dikonsumsi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Zat gizi makro
berupa karbohidrat, lemak, dan protein menghasilkan energi bagi tubuh
melalui proses metabolisme (pembakaran). Sumber energi utama
adalah karbohidrat dan lemak, sedangkan protein terutama digunakan
sebagai zat pembangun. Bila konsumsi karbohidrat dan lemak kurang
untuk memenuhi kebutuhan energi maka digunakan protein.
(Kesehatan et al., 2019)
1. Karbohidrat
a. Definisi Karbohidrat
Karbohidrat merupakan makronutrien sebagai sumber energi
utama bagi manusia. Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-
unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Karbohidrat
yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks

b. Fungsi Karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi
tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Selain
sebagai penghasil energi, karbohidrat juga memiliki fungsi lain,
yaitu :
1) Pemberi rasa manis pada makanan
Karbohidrat memberi rasa manis pada makanan, khususnya
mono dan disakarida. Sejak lahir manusia menyukai rasa
manis. Alat kecapan pada ujung lidah merasakan rasa manis

38
tersebut. Gula tidak mempunyai rasa manis yang sama.
Fruktosa adalah gula paling manis. Bila tingkat kemanisan
sukrosa diberi nilai 1, maka tingkat kemanisan fruktosa
adalah 1,7; glukosa 0,7; maltosa 0,4; dan laktosa 0,2.
2) Membantu pengeluaran feses
Salah satu fungsi karbohidrat adalah membantu proses
pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltic usus,
peristaltik usus diatur oleh serat makanan yang didapat dari
selulosa yang terdapat pada serat makanan. Serat yang tidak
dapat dicerna berfungsi untuk memberikan volume pada isi
usus dan rangsangan mekanis yang terjadi akan
melancarkan gerak peristaltic yang melancarkan aliran
bubur makanan melalui saluran pencernaan serta
memudahkan pembuangan tinja.
3) Sebagai cadangan energi
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
Sebagian karbohidrat dalam tubuh berada dalam sirkulasi
darah berbentuk glukosa siap pakai untuk keprluan energi
yang cepat, sebagian lagi disimpan sebagai glikogen dalam
otot dn hati dan sebagian sisanya akan diubah menjadi
lemak yang kemudian disimpan sebagai cadangan energi di
dalam jaringan adiposa.
c. Sumber Karbohidrat
Sumber karbohidrat terdapat pada beras, roti, kentang, umbi-
umbian, buah gula pasir, labu kuning, makaroni, mie kering,
jagung.
d. Kebutuhan karbohidrat
Kebutuhan Karbohidrat adalah 55-75% dari total konsumsi
energi, diutamakan berasal dari karbohidrat kompleks dan 10%
berasal dari gula sederhana. Karbohidrat komplek ada dalam
gandum, nasi, sereal, oat dan karbohidrat sederhana (gula

39
sederhana) ada dalam fruktosa, glukosa, laktosa, yang
ditemukan dalam buah-buahan, gula serta susu dan produk
olahannya.
Tabel 8. AKG Karbohidrat di Indonesia
Umur Laki-Laki (gr) Perempuan (gr)
0-6 bulan 58 58
7-11 tahun 82 82
1-3 tahun 155 155
4-6 tahun 220 220
7-9 tahun 254 254
10-12 tahun 289 275
13-15 tahun 340 292
16-18 tahun 368 292
19-29 tahun 375 309
30-49 tahun 394 323
50-64 tahun 349 285
65-80 tahun 309 252
>80 tahun 248 232
Sumber: Daftar AKG 2013
2. Protein
a. Definisi Protein
Protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang
utama atau yang didahulukan. Protein terdiri atas rantai-rantai
asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptide.
Protein adalah zat makronutrien yang merpakan bahan
pembentuk dasar struktur sel tubuh. Seperlima bagian tubuh
adalah protein.
b. Fungsi Protein
Protein mempunyai fungsi sebagai pembangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein memiliki fungsi
lain di dalam tubuh adalah Pertumbuhan dan pemeliharaan,

40
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur
keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan
antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sumber energi.
c. Sumber Protein
Sumber-sumber protein banyak terkandung di dalam bahan
makanan hewani dan nabati yang sering dikonsumsi oleh
manusia. Protein hewani tergolong protein berkualitas tinggi,
sedangkan protein nabati tergolong terbatas. Asam amino lisin
kurang pada golongan sereal dan ethionin kurang pada jenis
kacang-kacangan. Contoh bahan makanan sumber pada ikan,
daging, telur, tempe, tahu dan lain sebagainya.
d. Kebutuhan Protein
Protein dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan otot dan
imunitas tubuh. Jumlah protein yang diperlukan oleh tubuh
seseorang tergantung dari banyaknya jaringan aktif, makin
besar dan berat organ tersebut makin banyak jaringan aktif
sehingga makin banyak pula protein yang diperluka untuk
mempertahankan jaringan itu. Kebutuhan protein yang
dianjurkan pada anak balita sebesar 1,5-2 g/ kgBB/ hari. Pada
umur 3-5 tahun konsumsi protein menjadi 1,57g/ kgBB/ hari.
Tabel 9. AKG Protein di Indonesia
Umur Laki-Laki (gr) Perempuan (gr)
0-6 bulan 12 12
7-11 bulan 18 18
1-3 tahun 26 26
4-6 tahun 35 35
7-9 tahun 49 49
10-12 tahun 56 60
13-15 tahun 72 69
16-18 tahun 66 59
19-29 tahun 62 56

41
30-49 tahun 65 57
50-64 tahun 65 57
65-80 tahun 62 56
>80 tahun 60 55
Sumber: Daftar AKG 2013
3. Lemak
a. Definisi Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon
(C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Lemak merupakan sumber
energi padat yang menghasilkan lebih dari dua kali energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat. Selain berasal dari makanan,
kelebihan karbohidrat pada tubuh akan diubah menjadi lemak
dan disimpan di jaringan lemak (adipose).
b. Fungsi Lemak
Fungsi lemak sebagai sumber energi, alat angkut vitamin larut
lemak, sebagai alat penghemat pengunaan protein,membantu
sekresi asam lambung dan pengosongan lambung. sebagai
pelumas, pemilihara suhu tubuh dan pelindung organ tubuh.
c. Sumber Lemak
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan
(minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai,
jagung), mentega, margarin, dan lemak hewani (lemak daging
dan ayam). Sumber lemak lain adalah krim, susu, keju, kuning
telur serta makanan yang dimasak dengan minyak.
d. Kebutuhan Lemak
Jumlah lemak yang pada tubuh seseorang dapat dilihat pada
fisik seseorang, makin besar dan berat organ tersebut makin
banyak jaringan aktif sehingga makin banyak pula lemak yang
diperlukan untuk mempertahankan jaringan itu. Kebutuhan
lemak yang dianjurkan pada balita 15-20%.

42
Tabel 10. AKG Lemak di Indonesia
Umur Laki-Laki (gr) Perempuan (gr)
0-6 bulan 34 34
7-11 bulan 36 36
1-3 tahun 46 44
4-6 tahun 62 62
7-9 tahun 72 72
10-12 tahun 70 67
13-15 tahun 83 71
16-18 tahun 89 71
19-29 tahun 91 75
30-49 tahun 73 60
50-64 tahun 65 53
65-80 tahun 53 43
>80 tahun 42 40
Sumber: Daftar AKG 2013
6. ASI Ekslusif
a. Defenisi ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi.
ASI Ekslusif mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian
anak. ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan tanpa menambahkan dan atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain. (Toto Sudargo,
Tira aristasari, 2018)
b. Manfaat ASI Eksklusif
1. Sebagai nutrisi lengkap
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Meningkatkan kecerdasan mental dan emosional yang stabil
serta spiritual yang matang diikuti perkembangan sosial yang
baik
4. Mudah dicerna dan diserap

43
5. Gigi, langit-langit dan rahang tumbuh secara sempurna
6. Memiliki komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan
Vitamin
7. Perlindungan penyakit infeksi melipiti otitis media akut, daire
dan saluran pernafasan
8. Perlindungan alergi karena dalam ASI mengandung antibodi
9. Memberikan rangsang intelegensi dan saraf
10. Meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal. (Bayi,
2016)
c. Komposisi ASI
1. Kolostrum
Keluar dihari ke-1 sampai ke-3 kelahiran bayi, berwarna
kekuningan, kental. Kolostrum mengandung zat gizi dan
antibody lebih tinggi daripada ASI matur. Kandungan gizi
antara lain protein 8,5%, lemak 2,5%, sedikit karbohidrat 3,5%,
garam dan mineral 0,4%, air 85,1 %.
2. ASI masa transisi
Keluar dari hari ke 4 sampai hari ke 10 kelahiran bayi. Kadar
protein semakin rendah sedangkan kadar lemak, karbohidrat
semakin tinggi, dan volume meningkat.

3. ASI Matur
Keluar dari hari ke-10 sampai seterusnya. Kadar karbohidrat
ASI relatif stabil. Komponen laktosa (karbohidrat) adalah
kandungan utama dalam ASI sebagai sumber energi untuk otak.
(Bayi, 2016)
Tabel 11. ASI Awal dan ASI Akhir
ASI Awal (Foremilk) ASI Akhir (Hindmilk)
Bening dan cair Lebuh keruh
Kegunaan: Kegunaan:

44
Mengatasi rasa haus bayi Sumber makanan, untuk
pertumbuhan, memberikan
rasa kenyang
d. Takaran ASI
Tabel 12. Takaran ASI
Umur Kebutuhan dalam ml Pemberian
1 hari 5-7 ml sekali minum Setiap 2 jam sekali
3 hari 22-27 ml 8-12x/hari
1 mg 46-60 ml sekali minum 8-12x/hari
Atau 400-600/hari
1 bulan 80-150 ml sekali minum 8-12x/hari
1,5-2 jam sekali pada
siang, 3 jam sekali
pada malam hari
6 bulan 720 ml/hari 720 ml/hari di tambah
asi perah
7 bulan 875 ml/hari 93% dari asupan
gizi/hari+MPASI
1 tahun 550 ml/hari 550 ml/hari+MPASI

7. MP-ASI
a. Defenisi MP-ASI
Anak berusia 6 bulan ASI ekslusif hanya mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi sebanyak 60%-70% oleh karena itu
setelah usia 6 bulan anak perlu diberikan makanan pendamping
ASI (MP-ASI). MP ASI adalah makanan yang diberikan
bersamaan dengan pemberian ASI sampai dengan anak berusia dua
tahun. (Toto Sudargo, Tira aristasari, 2018)
b. MP-ASI

45
MP-ASI menurut (Aprianti Devi, 2019) ada beberapa yang harus
diperhatikan yaitu:
1) Age (Umur)
MP-ASI bisa dimulai saat anak berusia 6 bulan.
2) Frequency (Frekuensi MP-ASI)
Tabel 13. Frekuensi MP-ASI
Umur Frekuensi MP-ASI
6 bulan 2-3x hari
6,5-9 bulan 3x menu utama
1-2x snack/cemilan
9-12 bulan 3-4x menu utama
1-2x snack/cemilan
12-24 bulan 3-4x menu utama
1-2x snack/cemilan
3) Amount (Jumlah Takaran/Porsi MP-ASI)
Tabel 14. Jumlah Takaran/Porsi MP-ASI
Umur Takaran MP-ASI
6 bulan 2-3 sdm/x pemberian.
Sendok yang digunakan, sendok makan
dewasa bukan sendok makan bayi
6-9 bulan Dinaikkan secara bertahap dari 2-3
menjadi 125 ml. Jadi saat saat bayi
umur 6 bulan 2 minggu diharapkan
sudah lancar makan sehingga bisa
diberikan takaran 125 ml.
9-12 bulan Jumlah takaran makanan MP-ASI
dinaikkan bertahap menjadi 125 ml
12-24 bulan 175-250 ml
4) Texture (Tekstur makanan MP-ASI)
Tabel 15. Tekstur makanan MP-ASI
Umur Tekstur MP-ASI

46
6 bulan Makanan lumat/halus (bubur saring/
puree). Pastikan tekstur makanan MP-
ASI tidak terlalu cair atau encer,
gunakan sedikit saja air. Jadi tekstur
bubur cair, tapi jika sendok dimiringkan
bubur tidak tumpah
6,5-9 bulan Lumat/halus/kental.
Bubur saring, puree atau makanan yang
dihaluskan
8 bulan Umur bayi sudah bisa dikenalkan
dengan makanan finger food
9-12 bulan Bubur tanpa disaring - makanan cincang
halus – irisan makanan lunak dan nasi
tim
>12 bulan Anak sudah bisa memakan makanan
yang ada di meja makan keluarga
(family food). Tetapi tetap sesuaikan
bumbunya. Misalnya: gula dam garam
tidak terlalu banyak dan belajar makan
pedas.
8. Teori Keperawatan Terkait Penelitian
Teori Lidya Eloise Hall (Risnah, 2021)
A. Biografi
Lidya E. Hall dilahirkan pada tanggal 21 September 1906
di kota Newyork dan wafat pada tanggal 27 Februari 1969.
Lydia E. Hall memadukan tiga aspek dalam teorinya yaitu
Care, Core dan Cure harus dipadukan secara seimbang sehingga
menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk pasien.
Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri
seorang ibu. Core merupakan dasar ilmu sosial yang terdiri dari

47
kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain. Sedangkan Cure merupakan dasar dari imu
patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan
secara total kepada pasien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan.

The Person
Therapeutic use of
self

CORE
The Disease Seeing
The Body Intimate the patient and
bodily care family through
madical care
CARE
CURE

Penjelasan gambar:
1. Lingkaran Kepedulian (Care)
Lingkaran ini memaparkan bahwa perawat yang rofesional
akan menyediakan kebutuhan pasien. Baik secara jasmani
maupun rohani. Perawat menciptakan suasana yang nyaman
bagi diri pasien, sehingga pasien menganggap perawat sebagai
penghibur dan pemberi kenyamanan.
Pada lingkaran kepedulian ini juga perawat berfungsi
sebagai care giver. Care giver adalah orang yang memberi
perhatian dan melayani (merawat) orang sakit meliputi
melayani kebutuhan fisik (aktivitas mulai dari bangun tidur
sampai tidur lagi seperti kebutuhan personal hygiene,
kebutuhan nutrisi dan pola pemberian makannya).
2. Lingkaran Inti (Core)
Dasar pada lingkaran inti adalah ilmu-ilmu sosial yang
melibatkan penggunaan terapi diri, dan kebersamaan dengan
anggota lain dari tim kesehatan. Perawat profesional yang

48
mengembangkan hubungan interpersonal dengan pasien
secara variabel, akan membuat pasien mengungkapkan
perasaan mengenai proses penyakit dan dampak yang
dialaminya. Selain itu, perawat harus memberikan motivasi
yang membawa kesadaran pada pasien.
Pada lingkaran inti ini juga perawat harus menjalin
hubungan saling percaya dengan pasien sehingga pasien
mampu mengungkapkan masalah kesehatannya seperti
kebutuhan personal asupan nutrisi dalam pemberian pola
makan tidak terpenuhi dengan baik sehingga pasien mudah
terserang penyakit.
3. Lingakaran Perawatan (Cure)
Lingkaran ini berdasarkan pada ilmu patologis dan terapi.
Selama perawatan, perawat adalah advokat aktif pasien.
Perawat yang profesional akan memberikan upaya kesehatan
untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit yang
diderita pasien seperti kebutuhan nutrisi dalam pemberian
pola makan harus terpenuhi, personal hygine pasien harus
bersih dari ujung kepala sampai ujung kaki sehingga pasien
merasa aman dan nyaman.
B. Proses Keperawatan
Proses keperawatan yang diperkenalkan meliputi hubungan antarmanusia,
kesehatan, bersosialisasi dengan lingkungan dan keperawatan.
a) Manusia
Seseorang yang berusia 16 tahun atau lebih yang mengalami suatu
penyakit membutuhkan bantuan/proses keperawatan yang lebih.
Seorang individu membutuhkan motivasi dari semua keluarganya agar
sembuh. Kebutuhan manusia sangat banyak salah satunya adalah
kebutuhan nutrisi terhadap pola pemberian makan harus terpenuhi
karena sebagai bahan baku penyokong tumbuh kembang manusia atau

49
sebagai sarana untuk mengganti dan meremajakan sel-sel yang rusak
khususnya yang berbentuk protein dan lemak.
b) Kesehatan
Kesehatan yang optimal dapat dilihat dari perilaku manusia itu sendiri
seperti kebutuhan sehari-hari yaitu kebutuhan nutrisi pola pemberian
makan harus terpenuhi yaitu makan-makanan yang sehat, perbanyak
mengkonsumsi sayuran dan buah, hindari makanan yang tinggi lemak
dan atur porsi makanan setiap hari.
c) Lingkungan
Masyarakat yang dihadapkan dengan hubungan individu, akan
menciptakan kesehatan yang merata dan menyeluruh. Langkah
melestarikan lingkungan dapat dimulai dari cara yang paling mudah,
namun memberikan kontribusi yang besar terhadap lingkungan salah
satunya dengan mengubah pola makan. Dengan mengubah kebiasaan
pola makan dan mengurangi konsumsi produk hewani merupakan
salah satu kontribusi yang tepat kita lakukan untuk melestarikan
lingkungan.
d) Keperawatan
Keperawatan berhubungan dengan kepedulian. Tujuan utamanya
adalah untuk mencapai suatu hubungan antara individu dengan
individu lainnya antara pasien dan perawat. Perawat yang profesional
sangat berperan penting dalam pemberian kebutuhan pola makan pada
anak balita untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya karena
gizi yang baik dan tercukupi dapat memicu pertumbuhan yang baik.
Serta memberikan motivasi pada pasien demi proses penyembuhan.
Aspek ini mencakup pada 5 tahapan dalam proses keperawatan yakni:
1) Pengkajian
2) Diagnosis/diagnosa
3) Perencanaan
4) Implementasi
5) Evaluasi.

50
C. Aplikasi dan Pembatasan Teori
Didalam teori Lidya E. Hall terkait lingkungan, kebutuhan nutrisi
dalam pemberian pola makan yang baik masih kurang di bahas sehingga
tidak ada acuan unuk bisa melangkah lebih jauh membahas terkiat pola
pemberian makan terhadap pasien yang kurang gizi. Namun Dalam proses
perawatan pada pasien harus melibatkan tiga aspek yaitu care, core dan
cure karena saling berkaitan satu sama lain.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif naratif (pola makan
adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan
dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan,
status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit) dengan
metode pendekatan literatur review yang berisi ulasan, rangkuman, dan
pemikiran penulis tentang beberapa sumber pustaka tentang topik yang
dibahas yang disajikan secara deskriptif melalui beberapa literatur yang

51
relevan dengan kasus atau permasalahan dalam tulisan ini yang dilakukan
secara terstruktur dan terencana (Davies & Crombie, 2009).
Penelitian ini menggunakan pendekatan Literature review untuk
mengetahui gambaran pola makan anak stunting.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan desain literatur review dan
berdasarkan pada instrumen penilaian Guideline reviuw dari Joanna
Briggs Institute. Pencarian literature melalui beberapa situs/database yaitu:
PubMed, Science Direct dan Google Scholar dengan pertanyaan penelitian
terstruktur menggunakan metode elektronik PEO (Patient, Expusure an
Interest, Outcome or responses) dengan keyword atau kata kunci : Dietary
habit or child stunting (Pola makan atau anak stunting), Dietary habit and
child stunting (Pola makan dan anak stunting). Adapun PEO dalam artikel
ini sebagai berikut:
Tabel 16. Kata Kunci Pencarian Literature Metode PEO
P Anak Stunting
E Gambaran
O Pola makan

Pertanyaan penelitian dirumuskan melalui strategi PEO adalah


sebagai berikut : Bagaimana gambaran pola makan anak stunting? dalam
memilih literatur peneliti memiliki kriteria inklusi dan ekslusi :
1. Kriteria Inklusi :
a. Artikel tahun 2018-2021
b. Artikel fulltext yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
gambaran pola makan anak stunting
c. Terdapat ISSN atau DOI atau Volume
d. Penelitian yang menggunakan subjek manusia
e. Artikel yang menggunakan desain crosssectional, Cohort, Case
Study
f. Artikel yang berbahasa Inggris atau Indonesia

52
2. Kriteria Ekslusi :
a. Artikel yang double publikasi
b. Artikel yang memiliki nilai kualitas yang dibawah 50%
berdasarkan Guideline review dari Joanna Briggs Institute
C. Analisa Data
Setelah dilakukan pengumpulan data dan informasi, semua data dan
informasi tersebut diseleksi kerelevanan menggunakan instrumen
Guideline review dari Joanna Briggs Institute dengan masalah yang dikaji.
Untuk menyajikan masalah yang akan dibahas maka data terkumpul di
analisa dengan menggunakan tabel sintesis grid.
D. Rekomendasi
Setelah dilakukan proses analisis data, selanjutnya penulis
memberikan alternatif model pemecahan masalah atau gagasan kreatif
sebagai solusi permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini kemudian
disusun menjadi suatu hasil pembahasan dan suatu kesimpulan. Kemudian
diberikan sebuah rekomendasi hasil pemecahan masalah.

53
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrab, J. K. et al. (2020) ‘Pada Anak Stunting Di Tapung’, 4(1).


Anak, P., Aek, S. D. N. and Tobotan, N. (2020) ‘Program studi s1 kesehatan
masyarakat fakultas kesehatan masyarakat universitas sumatera utara
2020’.
Aprianti Devi (2019) MP-ASI & MOM SHARING. Ke-1. Edited by Intarina
Hardiman & Yudho Asmoro. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bayi, N. (2016) ‘Sukses ASI Ekslusif 2016’, pp. 0–38.
Brier, J. (2020) ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関\
連指標に関する共分散構造分析 Title’, 21(1), pp. 1–9.
Dranesia, A., Wanda, D. and Hayati, H. (2019) ‘Pressure to eat is the most
determinant factor of stunting in children under 5 years of age in Kerinci
region , Indonesia ଝ’, Enfermería Clínica, (xx). doi:
10.1016/j.enfcli.2019.04.013.
Gizi, S. et al. (2020) ‘Kajian pustaka gambaran pola asuh dan status gizi anak
umur 0 - 24 bulan’, pp. 493–501.
Hermawan, D. J. (2020) ‘PENTINGNYA POLA ASUH ANAK DALAM
PEBAIKAN GIZI UNTUK MENCEGAH STUNTING SEJAK DINI DI
DESA BRUMBUNGAN LOR KECAMATAN GENDING
KABUPATEN PROBOLINGGO’, 1(1), p. 3.
Ismawati, R. et al. (2020) ‘Nutrition intake and causative factor of stunting among
children aged under-5 years in Lamongan city ଝ’, Enfermería Clínica,
30(August 2018), pp. 71–74. doi: 10.1016/j.enfcli.2019.10.043.
Jahja, A. S. (2019) ‘Hubungan Status Gizi Balita Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia Kejadian Stunting Pada Balita Usia 2-5 Tahun Di Wilayah
Kerja’.
Kabupaten, S. and Tahun, I. (2020) ‘No Title’, 8(1), pp. 31–42.
Kesehatan, K. et al. (2019) Kementerian kesehatan republik indonesia politeknik
kesehatan medan jurusan gizi program studi diploma iii 2019.
Lia Agustin, dian rahmawati (2020) cegah stunting dengan stimulasi psikososial
dan keragaman pangan. malang: ae publishing.
Lina anggraeni dan Adnyani (2019) ‘Pola pemberian makanan pada balita
stunting di Sawan, Kabupaten Buleleng’, Jurnal Kesehatan
Midwinerslion, 4(2), pp. 101–106.
Maghfiroh, D. and Andriani, S. K. (2020) ‘Gambaran Pola Pemberian Makan,
Penyakit Infeksi, dan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Desa
Mojorejo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo’. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/82078.
Margawati, A. and Astuti, A. M. (2018) ‘Pengetahuan ibu, pola makan dan status
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu,
Kecamatan Genuk, Semarang’, Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian
Journal of Nutrition), 6(2), pp. 82–89. doi: 10.14710/jgi.6.2.82-89.
Masyarakat, F. K. and Sriwijaya, U. (2020) ‘DI WILAYAH PESISIR PANTAI
TELUK BETUNG TIMUR’.
‘No Title’ (2020).
Pola, G. et al. (2020) ‘Svasta Harena : Jurnal Ilmu Gizi KELURAHAN TAIPA
KECAMATAN PALU UTARA DESCRIPTION OF PARENTAL AND
CHILDREN ’ S FOOD PATTERNS AT AGE 2-5 YEARS IN TAIPA
SUB-DISTRICT , NORTH PALU DISTRICT Elvyrah Faisal , Dwi Erma
Kusumawati , Aan Happy Desriani Poltekkes Kemenkes Palu Keyword :
Parenting , Food Patterns Svasta Harena : Jurnal Ilmu Gizi’, 1(1).
Prakhasita, R. C. (2018) ‘Ir-perpustakaan universitas airlangga’.
Putri, N. Y. and Dewina, M. (2020) ‘PENGARUH POLA ASUH NUTRISI DAN
PERAWATAN KESEHATAN TERHADAP KEJADIAN STUNTING
USIA 2 – 5 TAHUN DI DESA SINDANG KABUPATEN INDRAMAYU
TAHUN 2019’, 8(1), p. 12.
Rahmadhita, K. (2020) ‘Permasalahan Stunting dan Pencegahannya’, Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), pp. 225–229. doi:
10.35816/jiskh.v11i1.253.
Risnah, M. I. (2021) Falsafah dan teori keperawatan dalam integrasi keilmuan.
Ke-1. Edited by Musdalifah. Samata, kabupaten gowa: Alauddin
univercity press.
Rita Ramayulis, sri iwaningsih (2018) stop stunting dengan konseling gizi.
jakarta timur: penebar swadaya grup.
Sharif, Y. et al. (2020) ‘Association of vitamin D, retinol and zinc deficiencies
with stunting in toddlers: findings from a national study in Iran’, Public
Health, 181, pp. 1–7. doi: 10.1016/j.puhe.2019.10.029.
Toto Sudargo, Tira aristasari, A. ’Afifah (2018) 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Edited by M. Hakim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahida Yuliana, bawon nul hakim (2019) darurat stunting dengan melibatkan
keluarga. sulawesi selatan: yayasan ahmar cendekia indonesia.
Yuliarsih, L. (2021) ‘GAMBARAN STATUS GIZI DAN POLA MAKAN
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ASTANAJAPURA
KABUPATEN CIREBON TAHUN 2019’, 1(2), pp. 130–140.
Zahara, R. (no date) ‘GAMBARAN POLA PEMBERIAN MAKAN PADA
ANAK PAUD YANG STUNTING DI DESA SEKIP KECAMATAN
LUBUK PAKAM’, p. 10.
Zahara, R., Gizi, J. and Kemenkes, P. (2020) ‘PAUD YANG STUNTING DI
DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM’, 9(1).
Zurrahmi, Z. R. (2020) ‘GAMBARAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTRI
DI SMAN 1 BANGKINANG KOTA TAHUN 2019’, 4(23), pp. 68–75.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran I

Ceklist Telaah Kritis JBI Untuk Studi Sectional Cross Deskriptive Study

Petunjuk pengisian berikan tanda centang (√) pada kolom jawaban yang tersedia

Peninjau : Tanggal :

Penulis : Tahun :

Catat Nomor :

No Pertanyaan Ya Tidak Tidak jelas Tidak dapat


dijeaskan
1 Apakah kriteria yang dimasukkan dalam sample jelas
didefenisikan?
2 Apakah subjek penelitian (sample) dan populasi
dijelaskan?
3 Apakah metode yang digunkan digambarkan dengan
jelas?
4 Apakah kriteria objektif yang digunakan sesuai dengan
standar pengukuran?
5 Apakah faktor perancu didefenisikan?
6 Apakah strategi untuk menghadapi faktor perancu
dijelaskan?
7 Apakah hasil diukur dengan cara yang valid dan dapat
diandalkan?
8 Apakah analisis statistik yang digunakan sesuai?
Penilaian keseluruhan : Termasuk Mengecualikan Cari info lebih lanjut
Komentar termasuk alasan pengecualian
Lampiran II
Ceklist Telaah Kritis JBI Studi Untuk Cohort

Petunjuk pengisian berikan tanda centang (√) pada kolom jawaban yang tersedia

Peninjau : Tanggal :

Penulis : Tahun :

Catat Nomor :

No Pertanyaan Ya Tidak Tidak jelas Tidak dapat


dijeaskan
1 Apakah kedua kelompok serupa dan direkrut dari
populasi yang sama?
2 Apakah eksposur diukur dengan cara yang sama dan
dijelaskan secara rinci?
3 Apakah paparan diukur dengan cara yang valid ?
4 Apakah faktor perancu diidentifikasi?
5 Apakah strategi untuk menghadapi faktor perancu
dijelaskan?
6 Apakah rekrutmen peserta dideskripsikan dengan jelas
sesuai dengan sample atau variable atau kriteria inklusi ?
7 Apakah hasil diukur secara valid ?
8 Apakah durasi waktu tindak lanjut dgunakan cukup lama
dan tepat?
9 Apakah tindak lanjut sudah dilaksanakan dan sesuai, jika
tidak, apakah ada alasan yang dijelaskan ?
10 Apakah strategi untuk mengatasi tindak lanjut yang tidak
lengkap ?
11 Apakah analisis statistik yang digunakan sesuai?
Penilaian keseluruhan : Termasuk Mengecualikan Cari info lebih lanjut
Komentar termasuk alasan pengecualian

Lampiran III
Ceklist Telaah Kritis JBI Untuk Studi Case Study

Petunjuk pengisian berikan tanda centang (√) pada kolom jawaban yang tersedia

Peninjau : Tanggal :

Penulis : Tahun :

Catat Nomor :

No Pertanyaan Ya Tidak Tidak jelas Tidak dapat


dijeaskan
1 Apakah kasus yang dipilih sesuai berdasarkan
karakterisitik yang telah ditentukan ?
2 Apakah peserta memenuhi syarat dalam studi kasus ?
3 Apakah kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi
kasus sesuai ?
4 Apakah metode yang digunakan jelas digambarkan,
apakah validitas dan realibilitasnya jelas ?
5 Apakah studi kasus diukur dengan cara yang sama?
6 Apakah faktor perancu diidentifikasi?
7 Apakah strategi untuk menghadapi faktor perancu
dijelaskan?
8 Apakah hasil dinilai dalam standar valid untuk kasus?
9 Apakah periode percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama atau dalam waktu yang singkat?
10 Apakah analisis statistik yang digunakan sesuai?
Penilaian keseluruhan : Termasuk Mengecualikan Cari info lebih lanjut
Komentar termasuk alasan pengecualian

Anda mungkin juga menyukai