Buku Ajar
Buku Ajar
Buku Ajar
Buku Ajar
Penilaian Status Gizi
Kata Pengantar
Buku ini ini disusun untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa di
dalam memahami konsep Penilaian Status Gizi (PSG) serta mempu menganalis
masalah gizi di masyarakat melalui penggunaan PSG. Kurikulum materi yang
dikembangkan atau yang diberikan kepada mahasiswa meliputi konsep metode
penilaian status gizi dalam mengidentifikasi, mengukur, dan menganalisis status
gizi individu, kelompok dan masyarakat; metode dan praktek antropometri,
metode biokimia, metode klinis dan metode diatary assessment; penggunaan
berbagai software dalam menganalisis data serta interprestasinya; serta
identifikasi kelemahan dan keuntungan masing-masing metode yang
dipergunakan. Buku ini dibuat sebagai pedoman mahasiswa dalam mengikuti
semua kegiatan pembelajaran dari mata kuliah ini. Pada akhir kata kami ucapkan
semoga buku ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Penyusun
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan definisi dan manfaat penilaian status gizi
2. Menjelaskan perbedaan sistem penilaian status gizi dan karakteristiknya
3. Menjelaskan metode penilaian status gizi
Gizi (Nutrition)
Gizi adalah proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi.
Keadaan Gizi
Keadaan akibat dari keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh : gondok
endemic merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran
yodium dalam tubuh.
Malnutrisi
Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative maupun
absolute satu atau lebih zat gizi.
Ada empat bentuk malnutrisi :
1. Under nutrition adalah kekurangan konsumsi pangan secara relative atau
absolute untuk periode tertentu.
2. Specific deficiency adalah kekurangan zat gizi tertentu, misalnya
kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.
ANTROPOMETRI
1. Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
2. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh.
KLINIS
1. Pengertian
BIOKIMIA
1. Pengertian
Pemeriksaan status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen
yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine,
tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
BIOFISIK
1. Pengertian
Penentuan status gizi dengan metode biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusunya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dan jaringan.
2. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga, yaitu survey
konsumsi makanan, statistic vital, dan faktor ekologi.
STATISTIK VITAL
1. Pengertian
Pengukuran status gizi dengan metode statistic vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
2. Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
FAKTOR EKOLOGI
1. Pengertian
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
factor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dan lain-lain.
2. Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dianggap sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi.
Referensi
Rosalind, Gibson. 1990. Principles of Nutritional Assessment. Oxford
University Press, New York. 155-260
Metode Antropometri
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan prinsip, penggunaan, manfaat dan kelemahan penilaian status
gizi secara antropometri
2. Melakukan analisis dan evaluasi data antropometri
DASAR TEORI
Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh
para ahli, salah satunya adalah Jelliffe (1996) mengungkapkan bahwa:
“Nutritional anthtropometry is measurement of the variations of the physical
dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and
degree of nutrition”.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum
digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan protein dan energi. Gangguan biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Berbagai
jenis ukuran tubuh dalam antropometri antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan atas dan tebbal lemak
di bawah kulit.
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan
status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks
status gizi, antara lain:
· Baku lingkar lengan atas yang dugunakan sekarang belum mendapat pengujian
yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil
penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup
berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau
berat menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.
· Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan
pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas
antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini
berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan
tinggi badan.
· Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi
kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya
dengan berat badan.
Alat ukur yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat
dari fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.
e. Lingkar Pinggang dan Pinggul
Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih
dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan
hasil yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar
pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki.
f. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis,
yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar
(hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar
lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun
juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai
dengan keadaan gizi.
Dallam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam
menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi
tambahan dalam pengukuran umur.
g. Lingkar Dada
Pengukuran lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun,
karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur
ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.
Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan lingkar dada adalah
kurang dari 1. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan
atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai
indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.
h. Tebal Lemak di Bawah Kulit
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit(skinfold)
dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya padambagian lengan atas
(biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah
garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca),
tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf).
D. PROSEDUR PENGUKURAN
a. Berat Badan
1. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal)
serta tidak mengenakan alas kaki.
2. Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0.
3. Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua
kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Usahakan tetap tenang.
4. Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.
b. Tinggi Badan
1. Subjek tidak mengenakan alas kaki, lalu posisikan subjek tepat di bawah
Microtoice.
2. Kaki rapat, lutut lurus, sedangkan tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding
vertikal.
3. Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding
vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan telapak tangan menghadap paha.
4. Mintalah subjek untuk menarik napas panjang dan berdiri tegak tanpa
mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan bahu
tetap santai.
5. Tarik Microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horisontal.
Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik napas maksimum, dengan mata
pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan
penglihatan.
6. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
c. Tinggi Lutut
1. Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut
o
90 proximal hingga patella. Gunakan mistar siku-siku untuk menentukan sudut yang
dibentuk.
2. Letakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada titik tengah lutut dan tarik hingga
telapak kaki.
3. Baca alat ukur hingga 0,1 cm terdekat.
d. LILA
1. Subjek diminta untuk berdiri tegak.
2. Tanyakan kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan. Jika yang aktif
digunakan adalah lengan kanan, maka yang diukur adalah lengan kiri, begitupun
sebaliknya.
3. Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan yang
tidak aktif digunakan.
4. Untuk menentukan titik mid point lengan ditekuk hingga membentuk sudut 90o,
dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan
menentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu dan siku.
5. Tandailah titik tersebut dengan pulpen.
6. Tangan kemudian tergantung lepas dan siku lurus di samping badan serta
telapak tangan menghadap ke bawah.
7. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel
pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit
dan pita.
8. Catat hasil pengukuran pada skala 0,1 cm terdekat
e. Lingkar Pinggang
1. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur
dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas
pakaian yag digunakan.
2. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.
3. Letakkan alat ukur melingkari pinggang secara horisontal, dimana merupakan
bagian terkecil dari tubuh. Bagi subjek yang gemuk, dimana sukar menentukan
bagian paling kecil, maka daerah yang diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan
iliaca. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat.
4. Lakukan pengukuran di akhir ekspresi yang normal dengan alat ukur tidak
menekan kulit.
5. Bacalah hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
f. Lingkar Panggul
1. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada sisi tubuh dan kaki rapat.
3. Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul
terlihat.
Tinggi
BB TB LPi LPa Sub- LILA
No Nama Triceps Lutut
(cm ) (cm) (cm) (cm) scapular (cm)
(cm)
1. Ayu 44,7 148,1 60,3 86,1 25 15 24,1 46,5
2. Sri 39,3 150,5 59,0 83,9 10 9 20,6 48,0
3. Dewi 46,8 150,6 66,7 90,2 29 15 24,3 47,3
4. Putri 51,2 157,9 63,0 92,0 17 11 24,0 48,2
5. Jurniati 52,6 157,2 68,0 90,0 21 23 26,0 55,0
6. Putra 56,9 161,9 64,5 87,5 6 9 25,1 51,5
a. Ayu (Subjek I)
· IMT = BB (kg)/(TB)2 (m)
= 44,7/(1,481)2
= 44,7/2,19
= 20,4
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 46,5) – (0,17 x 20) + 75,0
= 88,8 – 3,4 + 75,0
= 160,4
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 44,7
(1,6)2
= 44,7
2,57
= 17,4
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Anna = 20,4. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,4 sehingga subjek termasuk dalam kategori
kekurangan berat badan tingkat ringan.
· WHR = Lpi / LPa
= 60,3 / 86,1
= 0,70
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Anna = 0,70. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek I termasuk dalam kategori risiko low.
% BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
= 20,6
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 47,3) – (0,17 x 21) + 75,0
= 90,34 – 3,57 + 75,0
= 161,7
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 46,8 / (1,617)2
= 46,8 / 2,62
= 17,9
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Haryati = 20,6. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek III termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,9 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori
normal.
· WHR = LPi / LPa
= 66,7 / 90,2
= 0,74
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Haryati = 0,74. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek III termasuk dalam kategori risiko moderate.
· % BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (29 + 15)
= 1,0897 – 0,00133 (44)
= 1,0897 – 0,0582
= 1,0315
% BF = [(4,76 / 1,0315) – 4,28] x 100
= [4,64 – 4,28] x 100
= 36 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 36 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka
subjek III termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,3 yang berarti subjek termasuk
dalam kategori normal.
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 48,2) – (0,17 x 20) + 75,0
= 92,06 – 3,4 + 75,0
= 163,7
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 51,2 / (1,637)2
= 51,2 / 2,68
= 19,1
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Husnul = 20,6. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek IV termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 19,1 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori
normal.
· WHR = Lpi / LPa
= 63,0 / 92,0
= 0,68
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Husnul = 0,68. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek IV termasuk dalam kategori risiko low.
· % BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ tricep + subscapula)
= 1.0897 – 0,00133 (17 + 11)
= 1,0897 – 0,00133 (28)
= 1,0897 – 0,0372
= 1,0525
% BF = [(4,76 / 1,0525) – 4,28] x 100
= [4,52 – 4,28] x 100
= 24 %
e. Jurniati (Subjek V)
· IMT = BB (kg)/(TB)2 (m)
= 52,6 / (1,572)2
= 52,6 / 2,47
= 21,3
Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut:
TB (wanita) = (1,91 x TL) – (0,17 x umur) + 75,0
= (1,91 x 55,0) – (0,17 x 20) + 75,0
= 105,5 – 3,4 + 75,0
= 177,1
Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah:
IMT = 55,0 / (1,771)2
= 55,0 / 3,14
= 17,5
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Jurni = 21,3. Jadi berdasarkan
klasifikasi IMT, Subjek termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan
tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,5 sehingga subjek termasuk dalam kategori
kekurangan berat badan tingkat ringan.
· WHR = LPi/LPa
= 68,1/90,0
= 0,76
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Jurni = 0,76. Jadi berdasarkan
klasifikasi WHR, Subjek V termasuk dalam kategori risiko moderate.
· % BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Db = 1,0897 – 0,00133 (Σ triceps + subscapular)
= 1.0897 – 0,00133 (21 + 23)
= 1,0897 – 0,00133 (44)
= 1,0897 – 0,0585
= 1,0312
% BF = [(4,76 / 1,0312) – 4,28] x 100
= [4,62 – 4,28] x 100
= 34 %
Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 34 %. Berdasarkan klasifikasi % BF,
maka subjek V termasuk dalam kategori obesitas.
Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 26,0 yang berarti subjek
termasuk dalam kategori normal.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran IMT, diperoleh hasil yaitu 5 orang responden
termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 20,4; 20,6; 20,6; 21,3; dan 21,7;
serta 1 orang reponden termasuk dalam kategori kurus (kekurangan BB tingkat
ringan) dengan IMT 17,3. Sedangkan hasil pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut
diperoleh hasil 3 responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 17,9;
19,1; dan 20,6; 2 orang responden termasuk dalam kategori BB tingkat ringan (IMT
17,4 dan 17,5) serta 1 orang termasuk dalam kategori BB tingkat berat (IMT 14,8).
Dari pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran IMT berdasarkan
tinggi lutut memiliki hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan pengukuran tinggi
badan secara langsung (menggunakan microtoice).
Berdasarkan pengukuran WHR, diperoleh hasil 4 orang responden termasuk
dalam kategori low (nilai WHR 0,70; 0,68; 0,70; dan 0,73). Sedangkan 2 orang
responden lainnya termasuk dalam kategori Moderate (WHR 0,74 dan 0,76).
Berdasarkan pengukuran % BF, diperoleh hasil yaitu 2 orang responden
tremasuk dalam kategori optimal (19 % dan 11 %), 1 orang responden termasuk
dalam kategori fat (31%), 1 orang responden ternasuk dalam kategori Slighly overfat
(24%), serta 2 orang responden termasuk dalam kategori obesitas (34% dan 36%).
Biokimia
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan beberapa metode biokimia untuk menilai status gizi
2. Menjelaskan potential counfounders
3. Menginterpretasikan hasil pengukuran biokimia
Pemeriksaan Hemoglobin
Cara Mengukur
Terdapat beberapa cara bagi mengukur kandungan hemoglobin
dalam darah, kebanyakannya dilakukan secara automatik oleh mesin yang
direka khusus untuk membuat beberapa ujian terhadap darah. Di dalam
mesin ini, sel darah merah dipecah untuk memisahkan hemoglobin dalam
bentuk larutan. Hemoglobin yang terbebas ini dicampur dengan bahan
kimia yang mengandung cyanide yang mengikat kuat molekul hemoglobin
untuk membentuk cyanmethemoglobin. Dengan
menyinarkan cahaya melalui larutan cyanmethemoglobin dan mengukur
jumlah cahaya yang diserap (khususnya bagi gelombang antara 540
nanometer), jumlah hemoglobin dapat ditentukan.
1. Metode Sahli
a. Dasar
Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara
visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin
berubah menjadi hematin asam. Untuk dapat menentukan kadar
hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran tersebut
dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang gelas
standar.
b. Peralatan dan Pereaksi
alat untuk mengambil darah vena atau darah kapiler
hemometer sahli, yang terdiri atas
o tabung pengencer. panjang 12cm, dinding bergaris mulai
angka 2 (bawah) s/d 22 (atas)
o dua tabung standar warna
o pipet Hb. dengan pipa karet panjang 12,5 cm terdapat
angka 20
o pipet HCl
o botol tempat aquadest dan HCl 0,1N
2. Metode Oksihemoglobin
metode yang paling sederhana dan tercepat dalam fotometri.
Tetapi keterandalan ini tidak dipengaruhi oleh kenaikan bilirubin plasma.
Kerugiannya standar oksihemoglobin tidak stabil.
a. Dasar
Darah dicampur dengan larutan Natrium Karbonat 0,1% atau amonium
hidroksida dan dikocok terjadi oksihemoglobin, intensitas warnanya diukur
secara spektofotometrik.
b. Peralatan dan Pereaksi
Na-Karbonat 0,1% atau NH4OH 0,04%
pipet ukur 5 ml
mikropipet 20 mikroliter
tabung reaksi ukuran 75X10mm
spektofotometer.
c. Cara Kerja
siapkan tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan Na-Karbonat 0,1%
tambahkan EDTA atau Darah kapiler 20 mikro, bilaslah mikropipet
yang digunakan, paling sedikit 3 kali.
f. Pengawasan Mutu
Hemolisat yang dipergunakan atau dibuat sendiri dengan standar
hemosianida, CV optimal = 3% dan CV tidak boleh lebih dari 6%
g. Sumber Kesalahan
terjadinya gumpalan darah
leukositosis berat mempengaruhi pengukuran lebih rendah dari
seharusnya
kerusakan pereaksi
pemipetan yang tidak akurat
fotometer yang kurang baik
Tujuan Pembelajaran
Pada sesi topik kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tujuan atau manfaat penilaian dietetik
2. Menjelaskan metode penilaian konsumsi pada level nasional, rumah
tangga dan individu, termasuk kelemahannya
3. Menjelaskan errors yang potensial terjadi dan cara meminimalkannya
4. Menjelaskan prosedur penilaian dietetik pada level individu menggunakan
metode penimbangan makanan, recall 24 jam dan SQ-FFQ
5. Menganalisis dan mengevaluasi data intake makanan
Nutrition Assesment
Menurut Fahmida dan Dillon, 2007 bahwa prinsip dan penggunaan dari metode
pencatatan makanan (food records) adalah sebagai berikut :
Dalam Fahmida & Dillon, 2007 juga disebutkan bahwa prosedur pada metode
estimasi makanan dan penimbangan makanan adalah sebagai berikut :
Menurut Fahmida dan Dillon, 2007 bahwa metode untuk mengestimasi dan
menimbang makanan untuk campuran bahan makanan (mixed dishes) adalah
sebagai berikut :
Metode ini disebut juga food record atau diary record, yang digunakan untuk
mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk
mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam
ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam
periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan
pengolahan makanan tersebut (Supariasa, 2012).
Untuk pencatatan dalam metode estimasi yang digunakan dapat berupa formulir
khusus atau buku kecil yang berupa lembaran kosong atau telah berisi anjuran
kategori pangan setiap hari. Pada beberapa penerapan, pangan ditimbang atau
diukur dengan prosedur tertentu. Prosedur pencatatan, terutama yang berkaitan
dengan deskripsi lengkap jenis dan kuantitas pangan, harus dijelaskan kepada
subjek atau responden. Umumnya, dengan pencatatan-segera ini diharapkan
kelupaan akan menjadi minimal. Pencatatan ini kemungkinan akan mengubah
perilaku makan. Hal ini tidak diinginkan karena data yang diinginkan adalah
asupan pangan yang lazim pada subjek atau keluarganya.
Berdanier, 2008 menuliskan cara pengisian sederhana untuk food records adalah
sebagai berikut :
Cara pengisian food records ini lebih jelas lagi diuraikan dalam Supariasa, 2012.
Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
Pada metode ini, subjek atau responden diminta untuk menimbang semua
pangan yang dikonsumsi pada periode waktu tertentu. Lebih jelasnya, subjek
atau responden diminta untuk menimbang semua makanan yang dikonsumsi
(misalnya yang dimasukkan ke dalam piring) dan makanan yang sisa. Kuantitas
asupan makanan adalah selisih antara kuantitas yang akan dikonsumsi dengan
kuantitas makanan yang sisa. Deskripsi detail makanan atau minuman yang
harus dimasukkan responden meliputi kuantitas (massa, volume), jenis, metode
pemasakan, penyajian, dan merk (bagi produk olahan).
Untuk pangan yang dikonsumsi diluar rumah, subjek atau responden diminta
untuk mendeksripsikan kuantitas atau jumlah pangan yang dikonsumsinya.
Peneliti atau pewawancara kemudian membeli dan menimbang porsi duplikat
pangan tersebut untuk memperkirakan kuantitas pangan yang dikonsumsi diluar
rumah tersebut (Siagian, 2010). Kemudian untuk makanan yang terdiri dari lebih
dari satu bahan makanan, penimbangan dilakukan terhadap masing-masing
bahan makanan dalam keadaan mentah (sesuai dengan resep bila ada), setelah
jadi, dan bagian yang dimakan (Almatsier et al, 2011).
Seperti halnya metode estimasi, jumlah, jarak, pemilihan hari untuk mencirikan
asupan aktual atau asupan kebiasaan individu dengan metode penimbangan
pangan bersifat bervariasi. Hal ini tergantung pada zat gizi yang menjadi pokok
perhatian, populasi penelitian, tujuan penelitian, dan sebagainya. Dengan
metode inipun, akhir minggu harus secara proporsional disertakan pada periode
survey makanan pada setiap subjek untuk memperhitungkan efek akhir minggu
pada asupan pangan dan zat gizi. Hal ini senada dengan pendapat Almatsier et
al, 2011 bahwa hari libur atau hari besar dan hari minggu harus dimasukkan
didalam survey.
Perlu diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka
perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya
makanan yang dikonsumsi. Sehingga dalam Arisman, 2009 dituliskan bahwa
dalam metode penimbangan lebih tepat apabila dilakukan pengamatan secara
langsung terhadap responden, meskipun membutuhkan waktu lebih lama dan
biaya lebih tinggi. Cara ini cocok diterapkan pada pasien rawat inap di rumah
sakit. Pengamat mencatat takaran makanan yang diresepkan oleh ahli gizi,
jumlah santapan yang diantar oleh petugas gizi, jumlah yang dimakan pasien,
serta banyaknya makanan yang tersisa.
Berdasarkan uraian tentang metode ini maka dapat dikatakan kelebihan dari
metode weighed food records adalah data yang diperoleh lebih akurat dan teliti
sedangkan kekurangan metode ini adalah sebagai berikut :
Kelebihan dan kekurangan dari metode food records menurut Fahmida dan
Dillon, 2007 adalah sebagai berikut :
Kelebihan Kekurangan
1. Tidak mengandalkan ingatan 1. Membutuhkan tingkat kerjasama
2. Menyediakan data yang rinci dari yang tinggi dari subjek
ukuran porsi makanan yang 2. Karena beban yang diberikan
dikonsumsi, khususnya saat kepada responden sangat
menggunakan metode penimbangan tinggi maka didapatkan hasil dari
3. Dapat dikatakan cukup valid rata-rata respon responden sangat
4. Dapat menilai pola makan dan rendah
kebiasaan makan dalam hubungannya 3. Memerlukan waktu relatif lama
dengan lingkungan sosio-demografi 4. Subjek seharusnya bisa membaca
dari responden untuk mendapatkan hasil
5. Dapat meningkatkan interpretasi dari pencatatan yang lengkap, atau
hasil laboratorium, antropometri dan dibutuhkan seorang enumerator
data klinis. yang akan melakukan tugas
6. Pengumpulan data dengan hari yang pencatatan
multiple akan lebih mewakili dari 5. Petugas harus terlatih dalam
kebiasaan intake (asupan makanan) menggunakan alat ukur dan
7. Hasil yang didapatkan lebih akurat formulir pencatatan
karena mempertimbangkan adanya 6. Analisisnya membutuhkan tenaga
sisa dari makanan, terbuang dan yang terlatih dan mahal
7. Laporan subjek terkadang
Berdasarkan kekurangan pada metode food records seperti yang diuraikan dalam
Fahmida & Dillon, 2007 (pada tabel 2), sejalan dengan pendapat Gibson &
Ferguson, 2008 bahwa metode food records dalam pelaksanaannya sangat
membutuhkan banyak waktu, memerlukan biaya yang mahal, dan memberikan
beban yang besar pada responden. Mengatasi begitu banyaknya kekurangan
yang ada pada metode ini, Gibson & Ferguson, 2008 membuat suatu modifikasi
terhadap metode recall 24 jam dengan dilakukannya pelatihan terhadap suatu
kelompok untuk mengestimasi ukuran porsi dengan tepat sebelum recall yang
sebenarnya dilakukan. Menyediakan chart gambar sebelum recall dilakukan yang
digunakan untuk menceklist pada hari disaat makanan tersebut dikonsumsi dan
hal ini juga berguna untuk membandingkan dengan hasil recall untuk
mengurangi factor kelupaan pada responden dan menyediakan mangkuk dan
piring (URT) yang terstandar yang akan digunakan saat recall dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan responden memvisualisasikan jumlah makanan
yang dikonsumsi.
Bias atau kesalahan yang sering terjadi dalam dietary assessment dapat
dibedakan menjadi kesalahan random dan kesalahan sistematis. Kesalahan
random biasanya akan berdampak pada reliabilitas suatu metode dan keadaan ini
dapat dikurangi dengan meningkatkan jumlah pengamatan namun hal inipun
tidak sepenuhnya dapat menghilangkan bias tersebut. Sebaliknya kesalahan
sistematis tidak dapat diminimalkan dengan memperpanjang jumlah
pengamatan. Kesalahan pengukuran yang bersifat random dan sistematis dapat
diminimalkan dengan memadukan prosedur kendali mutu kedalam masing-
masing tahapan dalam metode dietary assessment. Termasuknya didalamnya
pelatihan dan sesi pelatihan ulang untuk pewawancara dan pemprogram,
standarisasi tekhnik wawancara dan kuesioner, uji coba kuesioner dan percobaan
Bias yang berasal dari responden biasanya muncul apabila responden salah
pengertian terhadap apa yang ditanyakan atau diminta oleh pewawancara,
kecendrungan memberikan jawaban yang bersifat socially desirable. Socially
desirable adalah kecendrungan dari responden untuk menghindari kritik dan
kecendrungan untuk mendapatkan pujian. Sumber bias yang lain adalah
responden memberikan data kadang underreporting ataupun overreporting
(Gibson, 2005).
Menurut Thomson & Subar, 2001 dalam penelitiannya bahwa bias yang sering
terjadi pada metode food records adalah terjadinya underreporting pada
responden. Pada penelitian tersebut underreporting terjadi pada responden
dengan nilai BMI yang tinggi (BMI > 24) dan terutama terjadi pada wanita.
Keadaan ini juga ditemukan pada responden usia lanjut. Efek ini mungkin terjadi
karena responden tersebut melakukan diet ketat pada hari-hari tertentu.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kondisi demografis dan psikologis
mempengaruhi underreporting responden seperti pendidikan, pekerjaan,
pengaruh dari keinginan sosial, body image dan pembatasan terhadap
Menurut Siagian, 2010 menuliskan bahwa bias yang sering terjadi terutama
untuk metode penimbangan makanan adalah kuantitas konsumsi pangan yang
diperoleh mungkin bukan kuantitas konsumsi yang lazim (kebiasaan) karena
responden mungkin mengubah jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi
karena ia tahu konsumsi pangannya sedang dinilai atau diamati. Hal lain yang
mungkin terjadi adalah subjek atau responden mengubah pola asupan
kebiasaannya untuk mempermudah penimbangan.
Gangguan memori pada responden yang sering terjadi adalah responden gagal
dalam mengingat makanan yang biasa dikonsumsi dan dapat pula responden
melaporkan makanan yang sebenarnya tidak dikonsumsi pada saat recall tesebut
dilakukan. Untuk mengurangi faktor kelupaan yang terjadi pada responden dapat
Suplemen yang biasanya dikonsumsi oleh responden juga harus dicatat dalam
dietary assessment. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, biasanya nama
merk harus diketahui. Nama merk merupakan hal yang kritis karena antar merk
memiliki variasi yang sangat besar. Kesalahan dalam ketepatan
mengkuantitatifkan dosis suplemen sangat berdampak dalam estimasi dari intake
zat gizinya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan sering terjadinya
underreporting dalam menentukan dosis suplemen. Ditambah lagi faktor kimia
dalam dietary suplement dapat berpengaruh dalam biovailabilitas, sehingga lebih
dianjurkan untuk mencatat komposisi kimia dalam dietary supplement apabila itu
memungkinkan.
Berdasarkan beberapa bias yang sering muncul dalam pengumpulan data dietary
assesment maka Supariasa, 2012 menuliskan bahwa untuk mengurangi bias
tersebut dapat dilakukan dengan cara : menggunakan sampel dalam jumlah
besar, ulangi pengukuran dalam intake konsumsi terhadap subjek atau
responden yang sama dalam beberapa waktu, dan usahakan selalu melakukan
kaliberasi terhadap alat-alat ukur. Pernyataan dalam Supariasa, 2012 ini lebih
dilengkapi lagi dalam Berdanier, 2008 yang menguraikan bahwa ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi bias saat pengumpulan data.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.
DAFTAR PUSTAKA
Berdanier, Carolyn D., J. Dwyer & E.B. Feldman. 2008. Handbook of Nutritional
and Food. Second Edition. CRC Press, New York.
Gibson, Rosalinds S & Elaine L Ferguson. 2008. An Interactive 24-hours Recall for
Assesing the Adequacy of iron and Zink Intakes in Developing Countries. Harves
Plus, Washington.
Supariasa, I Dewa Nyoman., B. Bakri dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi.
EGC, Jakarta.
Metode Dietary Assesment adalah suatu metode yang digunakan untuk mengkaji
tanda awal dari defisiensi zat gizi, termasuk didalamnya adalah asupan yang
tidak adekuat. Karena alasan ini informasi dari dietary assessment juga dapat
memprediksi kemungkinan kekurangan zat gizi yang nantinya dapat dikonfirmasi
lebih lanjut dengan menggunakan metode yang lain seperti penilaian biokimia,
antropometri dan klinis (Fahmida & Dillon, 2007).
Terdapat dua metode yang digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik itu
untuk individual maupun kelompok yaitu metode konsumsi harian kuantitatif dan
kualitatif. Dalam Siagian, 2010 terdapat enam metode yang lazim digunakan
untuk menilai konsumsi pangan individu : (a) metode ingatan 24 jam (24-hours
recall method), (b) metode pengulangan ingatan 24 jam (repeated 24-hours
recall method), (c) metode pencatatan makanan (food record method), (d)
metode penimbangan pangan (weighed food method), (e) metode riwayat
makanan (dietary history), dan (f) metode frekuensi konsumsi pangan (food
frequency method). Selain metode tersebut, masih ada metode yang lain yang
sering digunakan juga adalah metode semi kuantitatif FFQ dan vitamin A semi
questionaire method (VASQ).
Selanjutnya, apabila form sudah fixed, maka form tersebut siap digunakan.
Adapun prosedur penggunaan SQFFQ adalah:
Misalnya :
8. Cek dan teliti kembali untuk memastikan semua item bahan makanan telah
dihitung dan hasil penjumlahan berat (gr) bahan makanan tidak terjadi
kesalahan (Fahmida & Dillon, 2007).
Referensi :