Kel 6 Hadits Ahkam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK 6

“HADITS AHKAM EKONOMI TENTANG JUAL BELI DAN


MEKANISME PASAR”

Di susun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Hadits Ahkam
Dosen Pengajar: Dr. Fatimah Zahara, S. Ag, M.A

DISUSUN OLEH :

1. Riska Nurajijah Pane (0204212111)

2. Dodek Prajuliara (0204212093)

3. Cut Anisah Putri (0204212145)

KELAS 3 D

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS HUKUM DAN SYARIAH
UIN SUMATERA UTARA
2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................
ii

KATA PENGANTAR........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
2
A. Konsep Jual Beli Dalam Hadits Ahkam.....................................................
2
B. Hadits Ahkam Tentang Jual beli.................................................................
5
C. Mekanisme Pasar Dalam Hadits Ahkam.....................................................
7
D. Hadits Ahkam Tentang Mekanisme Pasar................................................
10

BAB III PENUTUP...........................................................................................


13
A. Kesimpulan.............................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “HADITS AHKAM
EKONOMI TENTANG JUAL BELI DAN MEKANISME PASAR” tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh nilai tugas pada mata kuliah Hadits.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen pengajar selaku dosen mata kuliah hadits ahkam
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun dan akhir kata saya mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga tugas makalah ini bermanfaat dalam
memperkaya ilmu pengetahuan.

Medan, 01 Oktober 2022

iii
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Jual beli atau disebut juga dengan al-bai menurut ulama hanafiah adalah saling
menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu yang disepakati atau tukar menukar
yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Aktivitas jual beli
merupakan gambaran terjadinya hubungan muamalah antara manusia dengan manusia
lainnya yang menjadi rutinitas yang tidak bisa dilepaskan akan ketergantungannya.

Adapun yang menjadi tujuan dalam transaksi jual beli selain untuk memenuhi
kebutuhan hidup diantara kedua belah pihak, pada intinya jual beli merupakan proses
pertukaran yang dilakukan antara penjual dan pembeli dengan tujuan untuk sama-sama
mendapatkan manfaat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian tentang jual beli dalam hadits ahkam


2. Mengetahui hadits hadits ahkam tentang jual beli
3. Bagaimana mekanisme pasar dalam hadits ahkam
4. Mengetahui hadits hadits ahkam tentang tentang mekanisme pasar

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP JUAL BELI DALAM HADITS AHKAM

Jual beli dalam bahasa Arab disebut al-Bai', lafadz al-Bai' menurut Lughah artinya:
memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu yang lain. Menurut syara' jual beli artinya:
membalas suatu harta benda seimbang dengan harta benda yang lain, yang keduanya boleh
dikendalikan dengan ijab qabul menurut cara yang dihalalkan oleh syara'.1

Menurut Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz dalam kitabnya dijelaskan: menurut bahasanya,
jual beli adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara'
ialah menukarkan harta dengan harta pada wajah tertentu.2

Dalam kitab Fiqih Muamalah karangan Dimyaudin Djuwaini diterang kan, secara linguistik,
al-Bai' (jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab
Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta dengan menggunakan cara tertentu.
Di sini harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki manfaat serta ada kecenderungan
manusia untuk menggunakannya dan cara tertentu yang dimaksud adalah sighat atau
ungkapan ijab dan qabul.3

Sedangkan dalam kitab Fiqih Sunnah buah karya Sayyid Sabiq Muhammad at-Tihami
diterangkan, jual beli menurut pengertian bahasa nya adalah saling menukar. Kata al-bai'
(jual) dan asy-syiraa' (beli) biasanya digunakan dalam pengertian yang sama. Dua kata ini
mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengertian syariat,
jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti
yang dibenarkan.4

Dari beberapa pengertian jual beli tersebut, terdapat beberapa kesamaan pengertian jual beli,
antara lain: a) jual beli dilakukan oleh dua orang (dua pihak) yang saling melakukan kegiatan
tukar-menukar; b) tukar-menukar tersebut atas suatu harta (barang), atau sesuatu yang
dihukumi sebagai harta yang seimbang nilainya; c) adanya perpindahan kepemilikan antara
pihak yang melakukan transaksi tukar-menukar harta tersebut; d) dilakukan dengan cara
tertentu/wajah tertentu, yang dibenarkan oleh hukum syara'.

1
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayatul Akhyar fii Halli Ghayatil ikhtisar, Alih Bahasa Syarifudin
Anwar dan Misbah Mustofa, (Surabaya: CV Bina Iman, 1995), him. 534.
2
Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathul Mu'in, Alih Bahasa Aliy As'ad, (Kudus: Menara Kudus, 1979), hlm. 158
3
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 69.
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah XII, Alih Bahasa Kamaludin A. Marzuki, (Bandung: PT. Alma'arif, 1989), hlm. 45.

v
Dalam transaksi jual beli mesti terpenuhi rukun dan syarat jual beli, adapun menurut Imam
Nawawi rukun jual beli meliputi tiga hal, yaitu harus adanya aqid (orang yang melakukan
akad), ma'qud alaihi (barang yang diakadkan), serta shighat yang terdiri atas ijab (penawaran)
dan qabul (penerimaan),5

 Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi jual beli, yang terdiri dari penjual
dan pembeli. Baik itu merupakan pemilik asli, maupun orang lain yang menjadi
wali/wakil dari sang pemilik asli sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk
mentransaksikanya.6

 Ma'qud 'Alaihi (obyek akad). Harus jelas bentuk, kadar dan sifat-sifatnya dan
diketahui dengan jelas oleh penjual dan pembeli. Jadi, jual beli barang yang samar,
yang tidak dilihat oleh penjual dan pembeli atau salah satu dari keduanya, maka
dianggap tidak sah. Imam Syafi'i telah mengatakan, tidak sah jual beli tersebut karena
ada unsur penipuan. Para Imam tiga dan golongan ulama madzhab kita juga
mengatakan hal yang serupa.7

 Shighat (ijab dan qabul). Ijab adalah perkataan dari penjual, seperti "aku jual barang
ini kepadamu dengan harga sekian". Qabul adalah ucapan dari pembeli, seperti "aku
beli barang ini darimu dengan harga sekian". Di mana, keduanya terdapat persesuaian
maksud meskipun berbeda lafaz seperti penjual berkata "aku milikkan barang ini",
lalu pembeli berkata "aku beli" dan sebaliknya. Selain itu tidak terpisah lama antara
ijab dan qabulnya, sebab terpisah lama tersebut membuat boleh keluarnya (batalnya)
qabul tersebut.8

Adapun yang menjadi syarat jual beli, yaitu sebagai berikut. Pertama tentang subjeknya, yaitu
kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli (penjual dan pembeli) disyaratkan:9

 Aqil (Berakal sehat). Maksudnya, harus dalam keadaan tidak gila, dan sehat
rohaninya.

 Dengan kehendaknya sendiri (tanpa paksaan). Maksudnya, bahwa dalam melakukan


perbuatan jual beli salah satu pihak tidak melakukan tekanan atau paksaan atas pihak
lain, sehingga pihak lain tersebut melakukan perbuatan jual beli bukan disebabkan
kemauan sendiri, tapi ada unsur paksaan. Jual beli yang dilakukan bukan atas dasar
kehendak sendiri tidak sah.

 Kedua belah pihak tidak mubadzir. Keadaan tidak mubadzir, maksudnya pihak yang
mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang boros (mubadzir).
Sebab orang yang boros di dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak
cakap bertindak. Maksudnya, dia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan
hukum walaupun kepentingan hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri.

 Balig (Dewasa). Balig atau dewasa menurut hukum Islam adalah apabila laki-laki
telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi laki-laki) dan haid (bagi
5
Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, (CV Bina Iman, 1995), hlm. 535.
6
Dimyaudin Djuwaini, op. cit., hlm. 56.
7
Taqiyuddin Abu Bakar, op. cit., hlm. 537.
8
Ibid., hlm. 535.
9
Suharwadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 130.

vi
perempuan). Namun demikian, bagi anak-anak yang sudah dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, tetapi belum dewasa (belum mencapai umur 15
tahun dan belum ber mimpi atau haid), menurut pendapat sebagian ulama
diperbolehkan melakukan perbuatan jual beli, khususnya barang-barang kecil yang
tidak bernilai tinggi.

Kedua, tentang objeknya. Yang dimaksud objek jual beli adalah benda yang menjadi sebab
terjadinya perjanjian jual beli. Benda tersebut harus memenuhi syarat-syarat:10

 Suci barangnya. Maksudnya, barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang


dikualifikasi sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan.
Jadi tidak semua barang dapat diperjualbelikan.

 Dapat dimanfaatkan. Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat


relatif, sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai objek jual beli
merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi, (beras, buah-
buahan, dan lain lain), dinikmati keindahannya (perabot rumah, bunga, dan lain-lain),
dinikmati suaranya (radio, TV, burung, dan lain-lain) serta dipergunakan untuk
keperluan yang bermanfaat seperti kendaraan, anjing pelacak, dan lain-lain.

 Milik orang yang melakukan akad. Maksudnya, bahwa orang yang melakukan
perjanjian jual beli adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat izin dari
pemilik sah barang. Jual beli barang yang dilakukan oleh orang yang bukan pemilik
atau yang berhak berdasarkan kuasa pemilik tidak sah.

 Mampu menyerahkan. Maksudnya, penjual baik sebagai pemilik maupun sebagai


kuasa dapat menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli dengan
bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada
pembeli.

 Mengetahui. Maksudnya, melihat sendiri keadaan barang baik mengenai hitungan,


takaran, timbangan atau kualitasnya. Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang
dan jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli itu tidak sah. Sebab
bisa jadi perjanjian tersebut mengandung unsur penipuan.

 Barang yang diakadkan di tangan. Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu
barang yang belum di tangan (tidak berada dalam penguasaan penjual) dilarang sebab
bisa jadi barang tersebut rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah
diperjanjikan.

Ketiga, lafadz atau ijab qabul. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan
yang diinginkan. Sedang qabul adalah pernyataanpihak kedua untuk menerimanya. Ijab qabul
itu diadakan dengan maksud untuk menunjukkan adanya suka rela timbal balik terhadap
perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan.11

Sedangkan, suka sama suka dalam jual beli itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali
dengan perkataan, karena perasaan suka itu bergantung hati masing-masing. Ini kebanyakan
10
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm. 37.
11
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: Ull Press, 2000, hlm.
65.

vii
pendapat ulama. Akan tetapi beberapa ulama yang lain berpendapat, bahwa lafal itu tidak
menjadi rukun, hanya menurut adat dan kebiasaan saja. Apabila menurut adat, bahwa hal
yang seperti itu sudah dianggap sebagai jual beli, itu saja sudah cukup, karena tidak ada suatu
dalil yang jelas untuk mewajibkan lafal.

Menurut ulama yang mewajibkan lafal, lafal itu diwajibkan memenuhi beberapa syarat, yaitu
sebagai berikut:12

 Keadaan ijab dan qabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas
menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.

 Makna keduanya hendaklah sama walaupun lafal keduanya berlainan.

 Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya, "kalau saya
pergi, saya jual barang ini sekian".

 Tidak berwaktu. Seperti jual beli untuk waktu sebulan atau setahun dan seterusnya.

Jika salah satu rukun dan syarat jual beli di atas tidak terpenuhi, maka jual beli tersebut
masuk dalam kategori jual beli yang fasid (batal) dan tidak sah berdasarkan syara'.

B.HADITS AHKAM TENTANG JUAL BELI

1. Surat Al-Baqarah Ayat 275

‫س َذلِكَ بَِأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع‬


ِّ ‫طانُ ِمنَ ا ْل َم‬ َّ ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطُهُ ال‬
َ ‫ش ْي‬
ْ‫سلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َمن‬ َ ‫الربَا فَ َمنْ َجا َء ُه َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َهى فَلَهُ َما‬ ِّ ‫ِم ْث ُل ال ِّربَا َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
275 :‫اب النَّا ِر ُه ْم ِفي َها َخالِدُونَ – البقرة‬ ُ ‫ص َح‬ ْ ‫عَا َد فَُأولَِئكَ َأ‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-
Baqarah: 275)” 

Dalil tentang jual beli yang ada di dalam Al-Qur’an ini menjelaskan bahwa Allah SWT sudah
menghalalkan kegiatan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang yang melakukan riba menurut ayat Al-Baqarah:275 ini sudah termasuk calon-calon
penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya. Riba sendiri adalah kegiatan pengambilan
kelebihan saat melakukan transaksi jual beli dengan tata cara tertentu. Misalnya, membeli
12
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 101

viii
sebuah produk dengan sistem mencicil. Riba sendiri terbagi menjadi 4 golongan yaitu, fadl,
nasiah, qardh, dan jahiliyah..

2. Surat An-Nisaa Ayat 29

‫اض ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ِإ َّن‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬
29 :‫هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما – النساء‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” [An-Nisaa : 29]

Makna dari surat di atas adalah sebuah larangan untuk memakan harta sesama dengan jalan
yang tidak di ridhai Allah SWT. Contoh larangan jual beli menurut surat An-Nisa ayat 29 di
atas adalah berbohong kepada pembeli produkmu. Kamu melakukan pembesaran harga pada
suatu produk yang dimana ada keuntungan untuk pribadi di dalamnya tanpa pembeli
mengetahui hal tersebut.

3. Hadis HR. Bazzar dan Al-Hakim

ُ َ‫ب َأ ْطي‬
‫ب ؟ قَا َل َع َم ُل ال َّر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُك ُّل بَ ْي ٍع َم ْب ُر ْو ٍر – رواه االبزار‬ ُّ ‫سلَّ َم َأ‬
ْ ‫ي ا ْل َك‬
ِ ‫س‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫سُِئ َل النَّبِ ُّي‬
‫والحاكم‬

“Nabi SAW pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling
ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan
setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan al-Hakim)

Hadits tentang jual beli di atas menerangkan bahwa pekerjaan yang paling baik untuk
dilakukan manusia adalah usaha yang dirintis sendiri dengan menerapkan sikap jual beli
Islam.

Salah satu prinsip jual beli yang baik dan dihalalkan agama Islam adalah menawar barang
yang tidak sedang ditawar orang lain. Prinsip jual beli ini tertuang dalam hadis HR. Muslim
yang maknanya menghindari munculnya kekecewaan, perkelahian, dan pertentangan antar
sesama.

 Hal ini dikarenakan orang yang menawar suatu barang memiliki keinginan untuk
mempunyai dan membutuhkan barang tersebut. Itulah saat-saat di mana kamu sebagai
pembeli kedua menghargai pembeli sebelumnya untuk menyelesaikan tawar menawar
mereka terlebih dahulu terhadap barang tersebut.

4. Hadits Riwayat Al-Baihaqi

ٍ ‫ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع عَنْ ت ََرا‬


‫ض – رواه البيهقي‬

ix
  “Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka).” (HR. Al-
Baihaqi)

HR. Al-Baihaqi yang maknanya melakukan kegiatan jual beli harus didasarkan suka sama
suka. Maksud suka sama suka di sini adalah bukan saling mencintai tetapi, mengikhlaskan
barang tersebut (penjual) kepada calon pembelinya dengan membayar menggunakan alat
transaksi yang di ridhai kedua belah pihak. Kesepakatan ini bisa diungkapkan melalui kata-
kata yang diketahui sebagai ijab Kabul.

C. MEKANISME PASAR DALAM HADITS AHKAM

Mekanisme pasar adalah suatu proses penentuan tingkat harga berdasarkan dari kekuatan
permintaan dan penawaran. Dalam pengertian lain mekanisme pasar dapat diartikan sebagai
kecenderungan dalam pasar untuk terjadinya perubahan harga menjadi seimbang (jumlah
penawaran sama dengan jumlah permintaan).

Pasar adalah tempat di mana pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual
barang dan jasa atau faktor-faktor produksi. Dalam bahasa sehari-hari, pasar pada umumnya
diartikan sebagai suatu lokasi perdagangan dalam artian geografis. Namun dalam pengertian
Teori Ekonomi Mikro, pasar diartikan lebih luas lagi, yakni bisa diartikan pertemuan antara
pembeli dan penjual di mana antara keduanya tidak saling melihat satu sama lain,
misalimportir sebuah produk yang berada di suatu negara dan eksportir produk lain yang
berada di negara lainnya melakukan transaksi perdagangan melalui telepon ataupun internet.

Dalam pengertian yang lain, pasar (market) adalah sekelompok pem beli dan penjual dari
sebuah produk atau jasa tertentu. Pembeli sebagai sebuah kelompok menentukan permintaan
sebuah produk, sedangkan penjual sebagai kelompok yang lain menentukan penawaran dari
produk tersebut.13

Permintaan dan penawaran adalah kekuatan yang bekerja di pasar, tetapi tidak kasat mata
oleh kita. Namun, kekuatan yang tidak tampak inilah yang menentukan harga dan jumlah
barang di pasar."14

Menurut al-Qurthubi, Perdagangan (at-tijarah) merupakan sebutan untuk kegiatan tukar-


menukar barang di dalamnya mencakup bentuk jual beli yang dibolehkan dan memiliki
tujuan. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 29, dapat dipahami
bahwa perdagangan merupakan salah satu profesi yang telah dihalalkan oleh Allah dengan
syarat semua aktivitas yang dilakukan harus belandaskan kepada suka sama suka, tidak ada
paksaan ataupun tekanan dan bebas dari unsur riba.

Sayyid Sabiq berpendapat, perdagangan atau jual beli adalah pertu karan harta atas dasar
saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Apabila uqud
pertukaran (ikatan dan persetujuan) dalam perdagangan atau jual beli telah berlangsung
dengan terpenuhinya rukun dan syarat maka konsekuensinya penjual akan me mindahkan
kepemilikan barang kepada pembeli.15

13
N. Gregory Mankiw, Euston Quah, dan Peter Wilson, Pengantar Ekonomi Mikro, Terj. (Jakarta: Salemba
Empat, 2008), Cet. 1, hlm. 62.
14
lbid., hlm. 63.
15
Buchari Alma, Ajaran Islam dalam Bisnis, (Bandung: Alfa Beta, 1994).

x
Perdagangan secara umum berarti kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang dilakukan
terus-menerus dengan tujuan pengalihan atas hak barang dan/ atau jasa dengan disertai
imbalan atau kompensasi.16

Taqyuddin An-Nabhani menuliskan bahwa perdagangan itu ada dua macam, perdagangan
yang halal, yang dalam bahasa syara' disebut dengan al-bai (jual beli) dan perdagangan yang
haram yang disebut riba.

Masing-masing baik ba'i ataupun riba adalah termasuk dalam kategori perdagangan. Alquran
dengan jelas menyatakan, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-
Baqarah: 2/275).

Adapun perdagangan yang 'batil' yaitu jika di dalamnya terdapat unsur "maghrib" yang
merupakan singkatan dari maisir, gharar, riba, dan batil itu sendiri. Lebih luas dari itu
perbuatan yang melanggar nash-nash syari, juga dipandang sebagai batil seperti mencuri,
merampok, korupsi, dan sebagainya.

Allah memberikan sebuah solusi aktivitas perdagangan yang harus dilakukan dengan suka
sama suka. Kalimat 'an taradin minkum menunjukkan antara kedua belah pihak sama-sama
rela untuk melakukukan aktifitas perdagangan, semisal jual beli, sewa-menyewa, kerjasama,
dan sebagainya. Dalam fiqih ukuran suka sama suka adalah terlaksananya ijab dan qabul.
Artinya, ijab adalah sebuah pernyataan kesediaan dari pemilik barang atau jasa untuk
melepas atau men-tasharruf-kan miliknya kepada orang lain. Sedangkan qabul adalah
pernyataan kesediaan menerima barang atau jasa dari orang lain. Ketika ijab dan gabul
dinyatakan di dalam satu majelis maka kedua belah pihak dinyatakan sama-sama ridha
(suka).

Muhammad al-Bahiy dalam karyanya yang berjudul Al-Fikr al-Islamy wa al-Mujtama al-
Islami menyatakan, ungkapan "illa an takuna tijaratan`an taradin minkum, menunjukkan
wujud keseimbangan dan kerelaan antara penjual dan pembeli tanpa adanya unsur penindasan
atau paksaan.

Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan dan niaga di dunia pasar
adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan. Dewasa ini banyak
ketidaksempurnaan pasar, yang seharusnya dapat dilenyapkan bila prinsip ini diterima oleh
masyarakat bisnis dari bangsa-bangsa yang berada di dunia. Prinsip perdagangan dan niaga
ini telah ada dalam Alquran dan Sunnah, seperti larangan melakukan sumpah palsu,
memberikan takaran yang tidak benar, dan menciptakan iktikad tidak baik dalam transaksi
bisnis.17

Perdagangan dan perniagaan pada suatu pasar dalam negara Islam secara pokok berbeda
dengan pengertian perdagangan dan perniagaan pasar secara umum. Perdagangan dan
perniagaan dalam Islam dihubungkan dengan nilai-nilai moral, sedangkan perdagangan dan
perniagaan secara umum, tidak demikian. Oleh karena itu, semua transaksi bisnis yang
bertentangan dengan norma-norma moralitas dinyatakan tidak Islami dan negara Islam punya

16
SK Menperindag No. 23/MPP/Kep/1/1998.
17
M. Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm.
288.

xi
hak sepenuhnya untuk mengekang setiap transaksi atau praktik apa saja yang berusaha
menarik keuntungan dari kebutuhan atau penderitaan rakyat miskin.18

Dalam hal norma dan mekanisme perdagangan di Syekh Muhammad Yusuf Al-Qardhawi
berpendapat ada beberapa hal pasar yang dilarang dalam perdagangan pasar Islami, yaitu
sebagai berikut. Islami,

1. Menjual Barang yang Haram

Sabda Rasulullah:

"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan memperdagangkan arak, bangkai,


babi dan patung." (HR. Bukhari dan Muslim).

"Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka la haramkan juga harganya


(memperdagangkannya)." (HR. Ahmad dan Abu Daud).

2. Menjual Barang yang Masih Samar

Terlarang setiap aqad perdagangan ada lubang yang membawa perten tangan, apabila barang
yang dijual itu tidak diketahui atau karena ada unsur penipuan yang dapat menimbulkan
pertentangan antara si penjual dan pembeli atau karena salah satu ada yang menipu. Kalau
kesamaran itu tidak seberapa, dan dasarnya ialah urfiyah, maka tidaklah haram, misalnya
menjual barang-barang yang berada di dalam tanah, seperti wortel, lobak, dan sebagainya;
dan seperti menjual buah-buahan, misalnya mentimun, semangka, dan sebagainya. Dalam
madzhab Maliki, boleh menjual semua yang sangat dibutuhkan yang kiranya kesamarannya
itu tidak banyak dan memberatkan di waktu terjadinya agad.

3. Mempermainkan Harga

Pada prinsipnya nilai harga di pasar akan berjalan secara alamiah berdasarkan tingkat
penawaran dan permintaan. Rasulullah pernah diminta oleh orang banyak supaya
menentukan harga, maka jawab Rasulullah: "Allahlah yang menentukan harga, yang
mencabut, yang meluaskan dan yang memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah
sedang tidak ada seorang pun di antara kamu yang meminta saya supaya berbuat dzalim baik
terhadap darah maupun harta benda". Akan tetapi jika keadaan pasar itu tidak normal,
misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan adanya permainan harga oleh para
pedagang, maka waktu itu kepentingan umum harus didahu lukan daripada kepentingan
perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan penguasa untuk intervensi menetapkan
harga demi memenuhi kepentingan masyarakat dan demi menjaga dari perbuatan kesewenang
wenangan dan demi mengurangi keserakahan mereka itu.

4. Penimbunan Barang

Rasulullah melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras Sabda Rasulullah:
“Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka sungguh Allah
tidak lagi perlu kepadanya." Sabdanya pula: "Tidak akan menimbun kecuali orang berbuat
dosa." (Riwayat Muslim). Rasulullah menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang
yang suka menimbun itu sebagai berikut: "Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka
18
M. Abdul Mannan, op. cit., hlm. 289.

xii
menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa; dan jika mendengar harga naik,
merasa gembira". Sabdanya pula: "Saudagar itu diberi rezeki, sedang yang menimbun
dilaknat."

5. Penipuan

Demi menjaga agar tidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka
dilarang juga oleh Rasulullah apa yang dinamakan najasy (menaikkan harga) yang menurut
penafsiran Ibnu Abbas, yaitu: "Engkau bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang
timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan supaya orang lain
menirunya." Cara ini banyak digunakan pedagang untuk menipu orang lain. Karena itu untuk
menghindari pengelabuan tentang harga, maka Rasulullah melarang mencegat barang
dagangan sebelum sampai ke pasar. (HR. Muslim, Ahmad).

Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah perdagangan pasar
maupun dalam seluruh macam muamalah. Rasulullah bersabda: "Dua orang yang sedang
melakukan jual beli dibolehkan tawar menawar selama belum berpisah; jika mereka itu
berlaku jujur dan menjelaskan(ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam
perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya),
barakah dagangannya itu akan dihapus." (HR. Bukhari). Beliau bersabda pula: "Tidak halal
seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya
itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya."
(HR. Hakim dan Baihaqi).

6. Banyak Sumpah

Dalam hal banyak sumpah maka lebih keras lagi keharamannya, yaitu jika tipuannya itu
diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah melarang keras para saudagar
banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu. Rasulullah bersabda: "Sumpah itu
menguntungkan perdagangan, tetapi dapat menghapuskan barakah." (HR. Bukhari).

Islam memberi perhatian yang besar terhadap kesempurnaan meka nisme pasar. Mekanisme
pasar yang sempurna adalah resultan dari kekuatan yang bersifat masal dan impersonal, yaitu
merupakan feno mena alamiah. Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga
yang adil bagi penjual maupun pembeli, karenanya jika mekanisme pasar terganggu maka
harga yang adil tidak akan tercapai. Demikian pula sebaliknya, harga yang adil akan
mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil maka
para pelaku pasar akan enggan untuk bertransaksi atau terpaksa tetap bertransaksi dengan
menderita kerugian. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan konsep harga yang adil dan
mekanisme pasar yang sempurna, terbebas dari riba, saling menipu, ketidakjelasan (gharar),
penimbunan, rekayasa harga, dan sebagainya.

D. HADITS AHKAM TENTANG MEKANISME PASAR


Anas bin Malik menuturkan bahwa pada masa Rasulullah pernah terjadi harga-harga membumbung
tinggi. Para Sahabat lalu berkata kepada Rasul, "Ya Rasulullah tetapkan harga demi kami." Rasulullah
menjawab:

‫إن هللا هو المسير القابض الباسط الزراقي وإني ألرجو أن ألقى هللا وليس‬

xiii
‫أخذ يطلبني بمظلمة في دم وال مالي‬

"Sesungguhnya Allahlah Zat yang menetapkan harga, yang menahan, y mengulurkan, dan yang
Maha Pemberi rezeki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang
menuntutku atas kezaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah
harta, " 19

Para ulama menyimpulkan dari hadits tersebut bahwa haram bagi penguasa untuk menentukan harga
barang-barang karena hal itu adalah sumber kedzaliman. Masyarakat bebas untuk melakukan
transaksi dan pembatasan terhadap mereka bertentangan dengan kebebasan ini. Peme liharaan
maslahah pembeli tidak lebih utama daripada pemeliharaan maslahah penjual. Apabila keduanya
saling berhadapan, maka kedua belah pihak harus diberi kesempatan untuk melakukan ijtihad tentang
maslahah keduanya.

Dalam hadits lain diceritakan bahwa Abu Hurairah juga menuturkan, pernah ada seorang laki-laki
mendatangi Rasulullah, ia lalu berkata, "Ya Rasulullah, tetapkanlah harga." Rasulullah menjawab,
"aku hanya akan berdoa kepada Allah." Lalu datang orang lain dan berkata, "Ya Rasulullah,
tetapkanlah harga." Beliau menjawab:

‫بل هللا يخفض ويرفع‬


"Akan tetapi, Allahlah yang menurunkan dan menaikkan harga." 20

Dalam hadits di atas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunatullah) yang harus
dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah
kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya
penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan yang
akan dituntut pertang gungjawabannya di hadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa penjual yang
menjual dagangannya dengan harga pasar adalah laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii
sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah.

Hadits Riwayat Muslim dari Abi Qotadah al-Anshori

ِ ِ‫مو َك ْث َرةَ الَ َحل‬


ُ‫ف فِي ا ْلبَ ْي ِع فَِإنَّه‬ َ ‫ ِإيَّا ُك‬: ‫سلَّ َم يَقُو ُل‬
َ ‫ص َّل هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ َ ُ‫ي َأنَّه‬
ُ ‫س ِم َع َر‬ ِّ ‫أبي قَتا َ َدةَاأل ْنصا َ ِر‬
ِ ْ‫عَن‬
‫سلِ ٌم (و‬
ْ ‫ق ) َر َواهُ ُم‬ ُّ ‫ق ثُ َّم َع ْي َح‬
ُ ِّ‫يُنَف‬
“Dari Abi Qotadah al-Anshori bahwa ia mendengar Rasullah bersabda: “Hindari banyak
bersumpah dalam berbisnis (jual beli), karena sesungguhnya yang demikian itu bisa
menghapus (keberkahan, terutama sumpah palsu)”

kegiatan ekonomi di muka bumi semakin menggeliat seiring dengan bertambah banyaknya
para penduduk yang membludak. Pertumbuhan penduduk yang pesat ini tidak dapat dipugkiri
menjadi salah satu penyebab memicunya persaingan ekonomi yang semakin ketat. Berarti
sudah jelas bahwa persaingan ekonomi ini membutuhkan para pelaku ekonom-ekonom yang
tangguh dan juga mempunyai persiapan diri yang baik dalam berekonomi.

19
HR. Abu Dawud, Ibn Majah, dan at-Tirmidzi.
20
HR. Ahmad dan ad-Darimi.

xiv
Kembali kepada pelaku ekonomi itu sendiri, umat Islam yang ingin melakukan kegitan
ekonomi hendaknya memperhatikan syariat-syariat yang berlaku dalam Islam. Umat Islam
harus mempersiapkan diri dari berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di dalam kegiatan di
pasar ekonomi. Hadis diatas sudah menerangkan dengan jelas, bahwa Rasulullah SAW sudah
melarang umat Islam banyak bersumpah dalam berbisnis, karena ketika dalam kegiatan jual
beli, para pedagang memang wajar ketika menawarkan produknya, tapi tidak harus
berlebihan sampai melakukan sumpah kepada pembeli, meskipun barang yang di tawarkan
itu benar-benar bagus, karena yang seperti di sebutkan hadis diatas dapat menghapus
keberkahan yang biasanya kita dapatkan dari Allah SWT. Apalagi ketika para penjual
berbohong tentang produknya dan dia bersumpah, sungguh itu kegiatan yang tidak terpuji
dan pasti akan mendatangkan dosa. Rasululllah SAW sudah meberi contoh yang baik dalam
berekonomi ketika beliau menjadi pedagang. Rasul selalu jujur kepada para pembelinya,
sehingga para pembeli tahu dengan betul bagaimana kegiatan suatu produk tersebut. Rasul
juga bersikap amanat kepada Siti Khodijah terhadap barang-barang yang di bawa beliau
untuk di bawa berdagang.

Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketika kita hendak melakukan kegiatan
ekonomi seperti jual beli, hendaknya kita menjadi sumber daya manusia yang berkualitas
sehingga tidak tergilas oleh ketatnya pelaku ekonomi yang lain, sehingga kita tidak
merugikan pihak lain dan tidak membuat kerusakan di muka bumi, karena Allah
membecinya. Selain itu, kita harus jujur dan amanat ketika sedang melakukan kegiatan jual
beli sesuai dengan yang rasul ajarkan kepada kita semua.

xv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jual beli dalam bahasa Arab disebut al-Bai', lafadz al-Bai' menurut Lughah artinya:
memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu yang lain. Menurut syara' jual beli artinya:
membalas suatu harta benda seimbang dengan harta benda yang lain, yang keduanya boleh
dikendalikan dengan ijab qabul menurut cara yang dihalalkan oleh syara'

Mekanisme pasar adalah suatu proses penentuan tingkat harga berdasarkan dari
kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian lain mekanisme pasar dapat diartikan
sebagai kecenderungan dalam pasar untuk terjadinya perubahan harga menjadi seimbang
(jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketika kita hendak melakukan kegiatan
ekonomi seperti jual beli, hendaknya kita menjadi sumber daya manusia yang berkualitas
sehingga tidak tergilas oleh ketatnya pelaku ekonomi yang lain, sehingga kita tidak
merugikan pihak lain dan tidak membuat kerusakan di muka bumi, karena Allah
membecinya. Selain itu, kita harus jujur dan amanat ketika sedang melakukan kegiatan jual
beli sesuai dengan yang rasul ajarkan kepada kita semua.

B. Saran

Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku pemakalah menyadari dalam


menyusun makalah ini yang membahas hadits ahkam tentang jual beli masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi
penyajian materinya.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Isnaini, dkk. 2015. Hadis-Hadis Ekonomi (Edisi Pertama), Jakarta: Prenadamedia


Group.

Idri, 2015. Ekonomi dalam Prespektif Hadis Nabi (Edisi Pertama), Jakarta: Prenadamedia
Group.

P3E1 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,Ekonomi Islam (Edisi Pertama), Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Permana, Iwan. 2020. Hadits Ahkam Ekonomi. Jakarta: Amzah

Siti, Choerunnisa. 2021. Kumpulan Hadits Tentang Jual Beli Beserta Dasar Hukumnya. diunduh 20
September 2022 https://blog.evermos.com/hadits-tentang-jual-beli/

xvii

Anda mungkin juga menyukai