Makalah Fiqh Muamalah Kel 4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

‫( بيع الجزاف‬IMPLEMENTASI JUAL BELI GROSIR DI PASAR) DAN


‫( اإلشهاد علي عقد البيع‬IMPLEMENTASI KESAKSIAN DALAM AKAD JUAL
BELI)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah fiqh muamalah

Dosen Pengampu:

Drs. Nurul Hidayah Rumadi,LC.,M.A.

Disusun oleh :

1. Nur Aina (21.23.1030)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


STAI AN – NADWAH KUALA TUNGKAL
2022/2023

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak
lupa solawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.,
yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah fiqh
muamalah, yang membahas tentang “‫( بيع الجزاف‬Implementasi jual beli grosir di
pasar) dan ‫( اإلشهاد علي عقد البيع‬Implementasi Kesaksian dalam akad jual beli, kapan
dan bagaimana hukumnya)”.

Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi
dan saran yang diberikan akan sangat membantu kami dalam menyusun makalah
selanjutnya.

            Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis khususnya, Aamiin.

Kuala Tungkal 13 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Jual Beli.................................................................................................................6
B. Grosir.....................................................................................................................7
1. Pengertian Grosir................................................................................................7
2. Macam-macam Grosir........................................................................................8
3. Hukum jual beli grosir........................................................................................9
C. Saksi Jual Beli......................................................................................................11
1. Pengertian Saksi...............................................................................................11
2. Pandangan Para Ulama Tentang Saksi dalam Jual-Beli Dan Hukum Saksi......12
BAB IV............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Kesimpulan..........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia secara
menyeluruh. Hubungan antara manusia dengan Allah diatur dalam bidang ibadat
dan hubungan sesama manusia diatur dalam bidang muamalah. Salah satu aspek
kehidupan yang diatur dalam bidang muamlah adalah jual beli. Jual beli
merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat karena dalam setiap
pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa meninggalkan akad ini. Untuk
mendapatkan makanan dan minuman misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya tapi membutuhkan dan berhubungan
dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar akan terbentuk akad jual beli1.

Jual beli sebagai kegiatan vital dalam pemenuhan kebutuhan manusia tidak
lepas dari aturan-aturan hukum tidak terkecuali dalam Islam. Islam adalah agama
yang sempurna, karenanya segala sesuatu sudah di atur dalam pedoman hidup
umat islam yakni Al-Qur‟an dan Hadis. Islam telah menggariskan jalan kearah
kebahagiaan jasmani dengan memerintahkan cara-cara memenuhi keutuhan hidup
dan memanfaatkannya. Islam menganjurkan supaya mencari harta dengan cara
yang baik dan jual beli merupakan salah satu cara untuk mencari harta dan
memenuhi kebutuhan hidup yang tentunya mesti dilakukan. dengan cara yang
baik. Dasar dari aktivitas ekonomi dalam praktek jual beli adalah saling
menguntungkan dan tidak ada yang di rugikan.

Permasalahan tentang saksi dalam jual beli menurut Ibnu Hazm adalah
setiap transaksi yang dilakukan oleh dua orang yang berjual-beli sedikit ataupun
banyak, untuk menghadirkan dua orang saksi lelaki atau satu orang lelaki bersama
dua orang perempuan. Saksi-saksi tersebut harus terdiri dari orang-orang yang
dapat dipandang adil (jujur). Jika dua pihak yang berjual-beli tidak dapat
menemukan saksi yang adil, berarti gugurlah wajib kesaksian. Sementar jika dua
belah pihak yang berjual-beli itu dapat menemukan saksi, tetapi tidak mau

1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.
69.

4
menghadirkannya, maka dua-duanya melanggar ketentuan Allah, tetapi
jualbelinya sah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Jual Beli itu?
2. Apakah Grosir itu?
3. Apakah saksi jual beli itu?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Mengetahui tentang Jual Beli.


2. Mengetahui tentang grosir.
3. Mengetahui tentang etika bisnis dalam islam.
4. Mengetahui tentang saksi jual beli

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jual Beli
Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i
dalam terminologi fiqh terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal
al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i berarti menjual sekaligus
membeli atau jual beli.

Dalam melakukan jual beli terdapat landasan hukum sebagai berikut:

a. Al-Quran

Adapun dalil dari Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Baqarah 2: 275

Artinya:
““..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

b. As-Sunnah

Adapun dalil dari sunnah adalah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW. Beliau bersabda:

Artinya: “Rifa’ah bin Rafi’ menyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah


ditanya tentang pekerjaan yang paling baik. Rasulullah SAW. menjawab
pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tenaga atau
dengan tangan sendiri (memproduksi sesuatu) dan jual beli yang mabrur (bersih
dari tipu daya),” (HR. Al-Bazzar, hadis ini shahih menurut Tirmidzi).

6
Hadis ini memberikan dorongan kepada umat Islam untuk menekuni
berbagai aktfitas ekonomi dengan segala bentuknya dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya di dunia dan membekali kehidupan kelak di akhirat. Jawaban
yang diberikan Rasulullah2.

B. Grosir

1. Pengertian Grosir
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, grosir adalah pedagang yang
menjual barang dalam jumlah besar. Grosir adalah salah satu saluran distribusi
setelah distributor, atau setelah subdistributor. Grosir adalah penjualan barang
secara besar kepada pengecer. Perdagangan besar (grosiran) mencakup semua hal
yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa kepada orang-orang yang
membelinya untuk dijual kembali atau untuk penggunaan bisnis.

2. Jenis Grosir
Berdasarkan jenis barangnya ada dua jenis grosir, yaitu:
a. Grosir barang umum atau the general line wholesaler, yakni grosir
yang mempunyai berbagai jenis barang
b. Grosir barang khusus atau the specility wholesaler, yaitu grosir yang
hanya menjual barang-barang yang khusus saja.

Berdasarkan luas daerah usahanya:


a. Grosir Lokal atau the local wholesaler, yaitu grosir yang kegiatannya hanya
meliputi suatu kota tertentu. Misalnya untuk tingkat Kotamadya atau
Kabupaten.
b. Grosir Wilayah atau Propinsi atau the regional wholesaleryaitu grosir
yang mempunyai luas daerah kegiatan pemasaran dalam seluruh
wilayah satu propinsi tertentu.
c. Grosir Nasional atau the national wholesaler, yaitu grosir yang
mempunyai luas daerah pemasarannya dalam wilayah satu negara

Berdasarkan Lapangan Kegiatannya:

2
Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 45.

7
a. Grosir pengumpul atau the whole collector, yaitu grosir yang bertindak
sebagai pengumpul barang-barang dagangan tertentu untuk
keperluannya sendiri atau untuk pesanan pihak lain. Barang dagangan
yang dikumpulkan oleh grosir semacam ini asanya barang berupa hasil
hasil-hasil kerajinan rakyat, pertanian, dan produk home industry.
b. Grosir penuh atau the service wholesaler, yaitu grosir yang kegiatan
usahanya dengan hanya menjalankan kegiatan pembelian dan
penjualan yang lazim dilakukan oleh suatu grosir.
c. Grosir terbatas atau the limited function wholesaler, yaitu grosir yang
hanya menjalankan sebagian jasa-jasa dari yang seharusnya dilakukan
oleh grosir secara penuh.
d. Grosir Tunai atau cash carry wholesaler, yakni grosir yang
melaksanakan penjualan barang dagangan secara tunai tanpa
mengantar barang yang dibeli oleh pelanggannya.
e. Grosir Truk ( Truck wholesaler/Truck Jobber/ Wagon jobber), yakni
grosir yang menjual barang dagangan secara tunai dengan memberikan
jasa pengiriman barangnya. Grosir Semacam ini biasanya merupakan
grosir yang mengirim barang dagangannya secara Kontinyu (Continue
routine) ke Supermarket, Departemen Store, Restoran, Cafetaria,
Hotel, Rumah Sakit dn lain sebagainya.
f. Grosir Pengiriman ( Drop shipment wholesaler / drop shipper). Grosir
pengiriman adalah Grosir yang melakukan penjualan barang dengan
pengiriman barang yang dilakukan langsung oleh produsen kepada
pembeli. Perana grosir pengirim ini hanya mengatur jual Beli dan
memerintahkan kepada produsen untuk mengirim barangnya kepada
pembeli.
g. Grosir pabrik (manufacture wholesale atau disebut juga penyalur
pabrik (industrialbDistributor) ialah grosir atau penyalur yang menjual
barang dagangan dengan menjadi pemasok keperluan industri (pabrik-
pabrik).

3. Hukum jual beli grosir


Di dalam literatur fiqih, akad jual beli tebasan/borongan ini dikenal
dengan istilah bai’u shabratin atau bai’u jazafin. Dalam kitab Al-Mahally ‘ala

8
Minhâji al-Thâlibîn, Syekh Jalaluddin Al-Mahally menjelaskan hukum dari
jual beli borongan ini sebagai berikut:

Artinya: “Sah jual beli satu sha’ di antara tumpukan barang yang diketahui wujud
tumpukannya oleh dua orang yang berakad sehingga barang dipandang secara
global saja. Misalnya, diketahui bahwa tumpukan itu terdiri dari 10 sha’,
sementara barang yang dijual hanya 1/10-nya (1 sha’), meskipun sebagian dari
barang itu ada yang rusak.” (Syekh Jalaluddin al-Mahally, Al-Mahally ‘ala
Minhâji al-Thâlibîn, Kediri: Pesantren Petuk, tt: 156).

Maksud dari ibarat di atas adalah bahwa sah melakukan jual beli sebagian
dari barang sejenis yang masih berwujud tumpukan, meskipun di antara
tumpukan itu ada barang yang rusak wujudnya.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar jual beli ini menjadi sah, yaitu:

a. Wujud barang yang ditumpuk adalah berupa barang sejenis dan tidak
bercampur dengan barang lain. Misalnya: tumpukan gandum, berarti
seluruh dari isi tumpukan ini terdiri atas gandum.
b. Kedua orang yang berakad harus mengetahui wujud tumpukannya. Untuk
syarat kedua ini sebenarnya bukan syarat baku, karena meskipun ada
barang yang rusak di antara tumpukan itu, asalkan barangnya sejenis,
maka masih sah untuk diperjualbelikan, dengan syarat diketahui kebutuhan
takaran yang dikehendaki oleh pembeli.
c. Kedua orang yang berakad menentukan jumlah takaran yang hendak
dibelinya. Takaran ini bisa berwujud takaran kilogram, liter dan
sejenisnya.

Jika dianalisa dalam tinjauan hukum Islam, maka praktek jual beli baju
secara grosiran tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena sudah ada
kesepakatan diawal akad antara kedua belah pihak. Dengan menentukan

9
segala ketentuan-ketentuan syara’, bahwa akad jual beli itu dapat dilakukan
dalam segala macam pernyataan yang dapat dipahamkan maksudnya oleh
kedua belah pihak yang melakukan akad, baik dalam bentuk perkataan,
perbuatan, isyarat bagi orang bisu maupun dengan bentuk tulisan bagi orang
yang saling berjauhan. Dalam hubungan ini maka segala macam pernyataan
akad dan serah terima, dilahirkan dari jiwa yang saling merelakan untuk
menyerahkan barang masing-masing kepada siapa saja yang melakukan
transaksi.

C. Saksi Jual Beli

1. Pengertian Saksi
Kesaksian dalam istilah Fiqh adalah pemberitahuan secara sungguh
dari seseorang yang dipercaya di depan hakim tentang terjadinya suatu
peristiwa atau tentang tetapnya suatu peristiwa atau tentang tetapnya suatu hak
bagi seseorang atas seseorang. Saksi adalah orang yang memberikan
keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu tentang
suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai
bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.

2. Pandangan Para Ulama Tentang Saksi dalam Jual-Beli dan Hukum Saksi
Dalam Jual Beli
Para ulama memberikan fatwa mengenai jual-beli, sangat
memperhatikan kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Apalagi
dengan masyarakat modern sekarang ini, semua keinginannya dituntut serba
cepat dan tidak ingin ada ikatan-ikatan yang menyulitkan masyarakat itu.
Misalnya saksi dalam jual-beli, para mujtahidin dalam mengaplikasikan
ijtihadnya sangat berbeda-beda tentang kesaksian dalam jual-beli.
Saksi dalam jual-beli, menurut kesepakatan ulama hanya sekedar
anjuran atau bersifat sunnah, dengan tujuan untuk berhati-hati, agar tidak
terjadi sengketa di kemudian hari.
Menurut pendapat Imam Syafi‟I dalam kitabnya al Umm mengatakan
bahwa: merujuk pada Firman Allah SWT. QS. Al-Baqarah ayat 282 yang
berbunyi:

10
Artinya: “Dan adakanlah saksi ketika jual-beli”. (QS. Al-Baqarah: 282)

Mendatangkan saksi dalam jual-beli merupakan petunjuk dan akan


memperoleh keberuntungan dengan adanya kesaksian dan boleh
meninggalkan. Apabila hal itu wajib, maka menjadi maksiat orang yang
meninggalkannya, dengan sebab meninggalkannya. Menurut pendapat Imam
Syafi‟i saksi merupakan petunjuk, bukan wajib, sehingga tidak berdosa orang
yang meninggalkan mengadakan saksi.
Menurut pendapat Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni
mengatakan bahwa: Di dalam jual-beli disunnahkan untuk memakai saksi
berdasarkan firman Allah SWT.( ‫ )م تعيابتا ذاا وده ْشا و‬suatu perkara yang dinilai
kecil adalah sunnah, tujuannya untuk menghindari salah paham. Menjauhkan
dari pertikaian, yang untuk memakai saksi adalah harta atau barang yang
nilainya tinggi. Barang yang tidak ada nilainya seperti sayur mayur, pakaian
maka tidak disunnahkan untuk memakai saksi, karena merepotkan saksinya,
karena tidak sesuai untuk menjelaskan suatu masalah, sampai banding ke
hakim, kecuali barangnya banyak.
Pernah ada sahabat pada zaman Rasul bertransaksi di pasar, Rasul
tidak memerintah sahabat untuk memakai saksi dan juga Rasul tidak
mengekspresikan tindakannya dihadapan sahabat, tetapi Rasul juga tidak
mengingkari ketika para sahabat menyaksikan dalam tiap-tiap jual-belinya.
Pernah suatu ketika Rasul menyuruh Urwah bin Ja‟di untuk membelikan
hewan sembelihan dan Rasul tidak menyuruh Urwah untuk mendatangkan
saksi. Yang namanya jual-beli itu kaitannya erat sekali dengan kebanyakan
orang-orang di pasar tidak terlepas berhubungan dengan manusia. Jika saksi
itu wajib ditiap-tiap barang atau sesuatu yang dijual, maka akan berdampak
beban kepada kita. Sesuai dengan firman Allah SWT.:

11
Artinya: “Allah SWT. Tidak akan menjadikan agama bagi kalian yaitu
hal yang berat”. (QS Al-Hajj: 78)

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu usaha berbinis yang banyak dilakukan oleh masyarakat
adalah jual beli. Jual beli adalah menukar harta dengan harta. Aktivitas
ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Jual beli
ada semenjak diturunkannya nenek moyang umat manusia (Adam dan Hawa)
ke permukaan bumi. Perkembangan jual beli berjalan seiring dengan
perkembangan pertumbuhan dan pengetahuan manusia yang dimiliki. Jual beli
sebagai kegiatan vital dalam pemenuhan kebutuhan manusia tidak lepas dari
aturan-aturan hukum tidak terkecuali dalam Islam. Islam adalah agama yang
sempurna, karenanya segala sesuatu sudah di atur dalam pedoman hidup umat
islam yakni Al-Qur‟an dan Hadis. Islam telah menggariskan jalan kearah
kebahagiaan jasmani dengan memerintahkan cara-cara memenuhi keutuhan
hidup dan memanfaatkannya. Islam menganjurkan supaya mencari harta
dengan cara yang baik dan jual beli merupakan salah satu cara untuk mencari
harta dan memenuhi kebutuhan hidup yang tentunya mesti dilakukan dengan
cara yang baik.

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam
penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Djuwaini, Dimyauddin.2008. Pengantar Fiqh Mu’amalah. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana
Enizar. 2013. Hadis Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Royan, Frans M. 2011. Strategi Mendirikan Perusahaan Distributor Baru. Jakarta:
Gramedia
Kotler , Philip dan Gary Armstrong. 1992. Dasar-Dasar Pemasaran, Alih Bahasa:
Wilhemus W. Bakowatun. Jakarta: Intermedia
Herman, Sulkifli. 2018. Prinsip Dan Etika Pada Manajemen Pemasaran Dalam
Upaya Pengembangan Bisnis Thaybah Mart , Laa Maisyir, Volume 5, Nomor
2
Shihab, Quraisy. 1997. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Arto, Mukti. 1996. Praktek Perkara Perdata (Pada Pengadilan Agama), Cet
I.Yogyakarta: Pustaka PelajarAsy- Syafi‟i, Al-Umm, Juz III, Beirut, Libanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th
Zakaria Ali Yusuf, Badai‟ al-Shonai‟, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th
Sumber: https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/ketentuan-hukum-jual-beli-borongan-
dalam-islam-HyA8e

14

Anda mungkin juga menyukai