Bab 5
Bab 5
Bab 5
Oleh :
No Nama NIM
1. Rafif Asyam Bahi 210810301014
2. Solihin 210810301133
3. Ahmad Sechan 210810301171
Dengan ini menyatakan bahwa sistem atau pengerjaan tugas yang kelompok kami
lakukan adalah :
1. Hasil karya sendiri
2. Tidak copy paste tugas orang lain
3. Tidak hasil Joki tugas
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, dan kami bersedia
bertanggung jawab serta menerima dan mematuhi segala tindakan dan/atau
keputusan yang diambil oleh dosen pengampu, apabila kami terbukti melakukan
kecurangan di atas.
2. Pengertian GCG
Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Commite, inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya
yang kemudian dikenal sebagai Cadbury report. Di bawah ini diberikan beberapa
definisi :
1) Cadbury Committee of United Kingdom:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
2) Sukrisno Agoes,
Konsep GCG:
3. Prinsip-prinsip GCG
Konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para
pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi. Prinsip-prinsip GCG menurut
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD):
Transparansi (transparency)
Akuntabilitas (accountability)
Responsibilitas (responsibility)
Independensi (independency)
Kesetaraan (fairness)
4. Manfaat GCG
Penerapan GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan
para investor dan institusi terkait di pasar modal. Tujuan penerapan GCG adalah
untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan
organisasi. Indra surya dan Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa tujuan dan
manfaat dari penerapan GCG adalah:
1) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2) Mendapatkan biaya modal yang lebih murah
3) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja
ekonomi perusahaan
4) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku
kepentingan terhadap perusahaan
5) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
2) Komite audit
Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan
Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk
membantu tugas pengawasan yang diperlukan. Salah satunya adalah
Komite Audit.
Menurut Hasnati, tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit
adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain:
a) Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang
memadai (prinsip tanggung jawab).
b) Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan
(prinsip transparansi).
c) Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran
biaya audit eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit
eksternal (prinsip akuntabilitas).
d) Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite
audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit
(prinsip tanggung jawab).
Persero: modal perusahaan terdiri atas saham dan tujuan utama dari
perusahaan ini adalah untuk mencari keuntungan.
Perusahaan Umum (Perum): modalnya berupa setoran modal
pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari
keuntungan tapi juga membawa misi sosial.
Perusahaan Jawatan (Perjan): modalnya disisihkan dari APBN dan
dikelola oleh departemen teknis pemerintah.
Tjager dkk, selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN
ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan
yang baik. Hal ini dapat dilihat antara lain :
Pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi yang tidak
mencerminkan keterkaitan dengan pencapaian target kinerja dan ada
penyalahgunaan fasilitas BUMN untuk manajemen.
Terlalu kuatnya pemegang saham dalam pemberian paket remunerasi
tidak merangsang direksi untuk melakukan usaha terbaiknya bagi
kepentingan BUMN.
Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak
memperhatikan kepentingan pemegang saham.
Penyusunan past service liabilities yang menguntungkan direksi dan
komisaris , tetapi sangat membebani BUMN.
Direksi melakukan strategi diversifikasi untuk meningkatkan ukuran
perusahaan demi prestise dirinya tanpa memperhatikan dampak pada
kinerja perusahaan.
Intervensi (campur tangan) pemegang saham atau pihak luar secara
berlebihan dalam kegiatan operasional BUMN.
Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh
manajemen.