3590-Article Text-17255-2-10-20220223

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…

Vol. 4 No. 1 February 2022


e-ISSN: 2442-5257

Case Report

Laporan Kasus: Seorang Penderita dengan Kecurigaan Thyrotoxic


Periodic Paralysis
Case Report: A Patient with Suspicious of Thyrotoxic Periodic Paralysis

Ni Made A Yudhawati1, Ni Made D Adnyani1, Ida Bagus A Nugraha2*, Wira Gotera2


1Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Departemen/ KSM Ilmu Penyakit Dalam FK

UNUD -RSUP Sanglah Denpasar


2Divisi Endokrinologi Metabolik, Departemen/ KSM Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD-

RSUP Sanglah Denpasar


Jalan Diponegoro no 1 Denpasar Bali, Dauh Puri Kauh 80111.
*Penulis korespondensi
Email: [email protected]

Received: April 19, 2021


Accepted: Februari 14, 2021

Abstrak
Thyrotoxic Periodic Paralysis (TPP) adalah suatu kelainan elektrolit yang reversibel,
ditandai dengan kelemahan otot yang bersifat akut dan hipokalemia yang dihubungkan dengan
kondisi hipertiroid. Kelainan ini lebih sering terjadi pada populasi Asia terutama pada laki-laki.
Usia terjadinya serangan antara 20 sampai 40 tahun. Sebagian besar penderita tidak menunjukkan
gejala dan tanda hipertiroid yang jelas sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis. Paralisis yang
terjadi tidak bisa kita sampingkan dan berkaitan dengan kelainan tiroid. Tujuan penulisan ini
adalah menyampaikan sebuah kasus TPP, gejala awal yang perlu diwaspadai dan tatalaksana pada
keadaan emergency. Laki-laki berusia 20 tahun. didapatkan kondisi hipertiroid dengan indeks
Wayne 27, kadar Free Thyroxine (FT4) meningkat, Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang
rendah dan penurunan kalium serum. Pasien datang dengan keluhan lemah pada kedua kaki
sehingga tidak bisa berjalan. Pemberian terapi terapi dengan drip KCl 50 meq, propranolol
3x10mg, dan PTU 3x100 mg kondisi memberikan outcome pasien yang membaik selama lebih
kurang 7 hari dan akhirnya dipulangkan dengan kadar kalium serum normal (4,71 mmol/L).
Penegakan diagnosis yang tepat dari anamnesis, pemeriksaan penunjang akan memberikan hasil
yang baik. Pada kasus disimpulkan bahwa pemberian supplementasi kalium di tahap awal sangat
penting untuk memulihkan kondisi paralisis dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Kata kunci: Thyrotoxic periodic paralysis; elektrolit; reversible; hipokalemia

Abstract
Thyrotoxic Periodic Paralysis (TPP) is a reversible electrolyte disorder characterized by
acute muscle weakness and hypokalemia associated with hyperthyroidism. This disorder is more
common in Asian populations, especially in males. The age of the attack is between 20 and 40
years. Most of the patients who suffer from this condition do not show obvious signs and symptoms
of hyperthyroidism, so there is often misdiagnosis. The goal for reporting this case to give aware
about sign dan symptoms of TPP dan emergency management. We chose this case for review on
the background that in such cases, the paralysis that occurs is seldom thought to be associated
with thyroid disease, thus the interesting and unique nature of this case, is worth further
discussion. Laboratory examination results show hyperthyroid conditions with Wayne’s index 23,
Free Thyroxine (FT4) high, low Thyroid Stimulating Hormone (TSH), and potassium serum. The
patient came with a weak condition so he couldn’t walk. Therapeutic therapy with 50 meq KCl

J Med Health.2022;4(1):71-83 71
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

drip, 3x10mg propranolol, and 3x100 mg PTU gave improved patient outcomes. After seven days
admitted potassium serum would be normally with 4.71 mmol/L. In this case, early
supplementation of KCL and correct diagnosis from anamnesis, physical examination, will give
a good result.

Keywords: Thyrotoxic periodic paralysis; electrolyte; reversible; hypokalemia

Pendahuluan
Hipokalemia periodik paralisis ditandai dengan kadar kalium yang rendah pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia
dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya mengonsumsi makanan dengan
kandungan karbohidrat yang tinggi, kurang istirahat setelah melakukan aktivitas fisik, pemberian
obat tertentu dan konsumsi alkohol. Pencetus untuk tiap individu berbeda-beda, dan tidak
didapatkan hubungan antara besarnya penurunan kadar kalium (K) serum dengan beratnya
paralisis (kelemahan) otot skeletal.1,2
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali tetapi dapat juga mengalami serangan
berulang dengan interval waktu serangan yang bervariasi. Hipokalemia periodik paralisis dapat
terjadi secara familial atau didapat. Hipokalemia periodik paralisis yang didapat bisa ditemui pada
keadaan tirotoksikosis, yang disebut Thyrotoxic Hypokalemic Periodic Paralysis (TPP),
sedangkan yang familial disebut Familial Hypokalemic Periodic Paralysis (FHPP). Tujuan
penulisan ini adalah menyampaikan sebuah kasus TPP dan tatalaksana pada keadaan emergency.
Laporan kasus ini memaparkan pentingnya mengenali gejala dan tanda awal kondisi TPP agar
dapat dilakukan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang lebih cepat dan tepat sehingga
komplikasi lebih lanjut serta kekambuhan dapat dicegah. 1,2,3,4

Kasus
Seorang laki-laki berinisial KS, usia 20 tahun, suku Bali, Hindu, pelajar, datang ke RSUP
Sanglah dengan keluhan utama kelemahan pada kedua kaki yang dirasakan sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan pada kedua kaki dirasakan mendadak saat bangun tidur
di pagi hari. Kelemahan dirasakan di bagian pangkal paha sampai ke ujung kaki sehingga pasien
tidak dapat berjalan namun masih dapat menggerakan kakinya. Kelemahan pada kedua kaki ini
tanpa disertai keluhan kesemutan, kejang, nyeri kepala, demam dan tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering mengeluhkan berdebar-debar,
berkeringat banyak, mudah lelah, gugup dan tangannya sering gemetar. Penurunan berat badan
dialami, namun tidak diketahui jelas oleh pasien dan nafsu makannya dikatakan meningkat. Dari

J Med Health.2022;4(1):71-83 72
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

riwayat penyakit dahulu diketahui bahwa pasien memiliki benjolan di leher sejak 4 tahun yang
lalu. Benjolan tersebut tidak dirasakan bertambah besar dan tidak nyeri (Gambar 1). Tidak ada
gangguan menelan ataupun suara serak hanya saja terkadang tidurnya mengorok. Pasien mengira
benjolan tersebut hanya timbunan lemak sehingga tidak datang berobat. Pasien baru
memeriksakan benjolan tersebut 6 hari sebelum masuk rumah sakit di RSUD Wangaya dan 2 hari
setelahnya pasien datang ke poli endokrin penyakit dalam RSUP Sanglah untuk mengecek kadar
hormon tiroidnya dan didiagnosis sebagai hipertiroid, dan diberi obat PTU 3x100 mg dan
propranolol 3x10 mg. Pasien tidak memiliki kelainan jantung, hipertensi maupun riwayat stroke
sebelumnya. Pada riwayat penyakit keluarga tidak ada yang menderita benjolan di leher seperti
pasien. Di lingkungan tempat tinggal pasien dikatakan tidak ada yang menderita sakit gondok.

Gambar 1 Regio Leher Pasien dengan Nodul di Regio Tiroid Kiri dan Kanan
(Gambar Seijin Pasien)

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 110 kali/menit, kuat, reguler, temperatur axilla 37°C,
dan frekuensi pernafasan 20 kali/menit. Pada pemeriksaan mata tidak didapatkan eksoftalmus,
tidak ada anemis maupun ikterik pada kedua mata. Pada pemeriksaan status lokalis di regio leher
kanan dan kiri didapatkan nodul di regio tiroid kiri dan kanan, diameter ±2cm, berbatas tegas,
konsistensi kenyal, ikut bergerak saat menelan dan tidak nyeri pada perabaan (Gambar 1). Pada
pemeriksaan toraks didapatkan pergerakan paru kanan dan kiri simetris, dari perkusi didapatkan
sonor pada kedua lapang paru, suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru tanpa adanya suara
nafas tambahan seperti ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung 1 dan

J Med Health.2022;4(1):71-83 73
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

2 tunggal, regular, dan tidak terdengar murmur. Pada abdomen tidak ditemukan distensi, bising
usus dalam batas normal, hati dan lien tidak teraba membesar. Ekstrimitas hangat, didapatkan
tremor pada kedua jari tangan dan tidak ada edema. Pemeriksaan motorik ekstremitas atas
555/555 dan ekstremitas bawah 333/333, pemeriksaan sensoris dalam batas normal. Pemeriksaan
neurologis, refleks fisiologis ekstremitas bawah menurun: biseps: +2/+2, triceps: +2/+2, patella
+1/+1, achiles +1/+1, dan tidak ditemukan adanya refleks patologis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan Indeks Wayne 27, yang diperoleh dari keluhan berdebar-debar,
mudah lelah, keringat bertambah banyak, sering gugup, lebih suka udara dingin, berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, kelenjar tiroid yang teraba, tremor pada kedua jari tangan dan
nadi >90 kali per menit. Perhitungan skor berdasarkan Indeks Wayne, seperti tercantum dalam
Tabel 1.

Tabel 1 Indeks Wayne 5


Gejala Skor Tanda Jika Ada Jika Tidak
Sesak saat +1 Teraba kelenjar tiroid +3 -3
aktivitas
Berdebar +2 Bising Tiroid (Bruits) +2 -2
Kelelahan +2 Eksoftalmus +2 -
Suka udara panas -5 Kelopak mata tertinggal +1 -
oleh gerakan bola mata
Suka udara +5 Hiperkinetik +4 -2
dingin
Keringat +3 Tremor Jari +1 -
berlebihan
Gugup +2 Tangan Panas +2 -2
Nafsu makan +3 Tangan Basah +1 -1
naik
Nafsu makan turun -3 Fibrilasi Atrial +4 -
Berat badan naik -3 Denyut Nadi
< 80 -3
80-90 0
>90 +3

Berat badan +3
turun

Interpretasi pada Total Skor Toxic Thyroid


Pasien (Bold): 27
Keterangan:
Interpretasi
>19 : toxic
11-19 : equivocal
<11 : euthyroid/not toxic

Hasil pemeriksaan laboratorium pada awal pasien MRS di IGD menunjukkan Hb 13,7
gr/dL, Hct 40,4%, leukosit 6,67 x 10 3/µL, trombosit 182 x 103/µL. Analisis gas darah PH 7,4,

J Med Health.2022;4(1):71-83 74
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

pCO2 36 mmHg, PO2 103 mmHg, BE 0,3 mmol/L, HCO3 - 24,5 mmol/L. FT4 7,77 pmol/L
(0,930-1,700), TSHs <0,005 uIU/ml (0,250-5,00), kalium serum 2,14 mmol/L, natrium 143
mmol/L, kalium urine 24 jam: 15,80 mmol/24jam (25-100 mmol/24jam), BUN 8 mg/dl, serum
kreatinin 0,52 mg/dl. Pada pemeriksaan fine needle aspiration biopsy (FNAB) tiroid didapatkan
hasil follicular neoplasma, hasil elektrokardiografi menunjukkan sinus takikardi. Pada
pemeriksaan foto toraks tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan ultrasonografi tiroid seperti
tergambar pada Gambar 2, pada lobus dekstra terdapat kesan ukuran membesar ringan, dengan
intensitas parenkim homogen, tampak nodul dengan ukuran diameter 5 mm x 6 mm x 2,5 mm
dengan batas tegas tipe regular, mengesankan gambaran tiroiditis, sedangkan gambaran lobus
sinistra menunjukkan ukuran normal, intensitas homogen, serta tidak tampak gambaran nodul.

Gambar 2 Hasil Pemeriksaan Ultrasonography Tiroid

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pasien didiagnosis sebagai
hipertiroid hipokalemia periodik paralisis dan diberikan terapi awal drip KCl 50 meq dalam 500
cc RL, diet tinggi kalium, PTU 3x100 mg dan propranolol 3x10 mg. Pada hari kedua masa
perawatan kondisi pasien mulai membaik dengan hasil pemeriksaan kalium serum 4,71 mmol/L
dan tidak ditemukan lagi kelemahan pada tungkai bawah.

Diskusi
Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi klinis yang disebabkan karena aktivitas hormon
tiroid yang berlebih di dalam jaringan. Istilah hipertiroid mengacu pada bentuk tirotoksikosis
karena peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triidotironin (T3)

J Med Health.2022;4(1):71-83 75
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

oleh kelenjar tiroid.5 Gejala klinis hipertiroid disebabkan karena kelebihan hormon tiroid di
sirkulasi, dimana berat ringannya gejala yang ditimbulkan ditentukan oleh lamanya menderita
penyakit, kadar hormon tiroid dan usia pasien. Beberapa gejala yang ditimbulkan di antaranya
gugup, palpitasi, takikardia, tidak tahan terhadap panas, banyak berkeringat, tremor, penurunan
berat badan, perubahan nafsu makan, kelumpuhan yang mendadak, dyspnea, gangguan
menstruasi, masalah kesuburan, gangguan mental, gangguan tidur (insomnia), perubahan pada
pengelihatan, exoptalmus, kelemahan otot, dan pembesaran kelenjar tiroid. Untuk menegakkan
diagnosis hipertiroid didapat dari anamnesis keluhan pasien, pemeriksaan fisik yang meliputi
tekanan darah, denyut nadi, palpasi dan auskultasi kelenjar tiroid, pemeriksaan neuromuskular,
mata dan jantung serta pemeriksaan penunjang diagnostik. Penegakan diagnosis yang pasti adalah
dengan pemeriksaan hormon tiroid dalam darah, kadar TSH menurun sementara kadar fT3 dan
fT4 meningkat atau normal. TSH biasanya dikerjakan pertama kali untuk mengkonfirmasi pasien
dengan kecurigaan hipertiroidisme. Antibodi antitiroid (TRAb, antiperoksidase, dan antibodi
antithyroglobulin) perlu dievaluasi untuk mendiagnosis kelainan autoimun. Penggunaan Indeks
Wayne dapat membantu dalam penegakan diagnosis hipertiroid, terdiri dari 9 gejala dan 10 tanda
yang memiliki skor masing-masing.5,6
Pada kasus ini pasien didiagnosis hipertiroid berdasarkan Indeks Wayne diperoleh skor
27 Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar TSH yakni <0,005
(0,250-5,00) dan peningkatan kadar FT4 yakni 7,77 (0,930-1,700).
Hipokalemia merupakan salah satu gangguan elektrolit yang sering terjadi. Kadar kalium
2,5-3,0 mmol/l dianggap hipokalemia sedang dan kadar <2,5 mmol/L dianggap sebagai
hipokalemia yang berat. Ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hipokalemia di
antaranya asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna
dan ginjal, serta perpindahan kalium dari ekstraseluler ke intrasel. Redistribusi kalium
ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler dapat terjadi karena obat-obatan (teofilin, chloroquine,
insulin), thyrotoxic periodic paralysis dan familial periodic paralysis. Hipokalemia yang terjadi
pada tirotoksikosis disebabkan karena peningkatan sensitivitas katekolamin dan juga secara
langsung oleh tiroksin yang memengaruhi aktivitas Na/K-ATPase. Akibat yang dapat ditimbulkan
dari hipokalemia di antaranya kelemahan otot, palpitasi, disritmia jantung, poliuria, mual, dan
muntah.1
Pada kasus pasien didiagnosis dengan hipokalemia berat dengan kadar kalium plasma
2,14 mmol/L. Gejala hipokalemia yang didapatkan pada pasien adalah kelemahan otot tungkai
bawah, yang dirasakan di bagian pangkal paha sampai ke ujung kedua kaki.

J Med Health.2022;4(1):71-83 76
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

Periodik paralisis merupakan sekelompok kelainan otot dengan gambaran klinis berupa
kelemahan otot yang bersifat episodik disebabkan oleh berbagai etiologi tanpa disertai adanya
kelainan sensoris ataupun penurunan kesadaran. Periodik paralisis dapat dibagi menjadi periodik
paralisis primer atau familial dan periodik paralisis sekunder. Periodik paralisis primer merupakan
sekelompok kelainan karena mutasi gen yang menyebabkan abnormalitas pada kanal kalsium
(Ca), natrium (Na), kalium (K), dan klorida (Cl-) pada membran sel otot sehingga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies yang bersifat autosomal dominan. Periodik paralisis
sekunder ditemukan pada beberapa kondisi seperti gagal ginjal kronik, tirotoksikosis,
paramyotonia congenital, dan Andersenʼs syndrome. Kadar kalium serum biasanya abnormal
pada saat serangan baik pada periodik paralisis primer maupun sekunder, jika kadarnya di bawah
normal disebut dengan tipe hipokalemik.7
Hipokalemia periodik paralisis terjadi karena adanya redistribusi kalium ekstraseluler ke
dalam cairan intraseluler secara akut tanpa defisit kalium tubuh total. Pada familial hypokalemic
periodic paralisis, kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga resting
potensial akibat adanya mutasi gen CACN1A, SCN4A, dan KCNE3, yakni gen yang mengontrol
gerbang kanal ion natrium, kalsium, dan kalium. Sebagian besar kalium total tubuh berada di
dalam ruang intraseluler yang dipertahankan melalui kerja enzim Na-K ATPase. Kanal ion di
membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar masuknya ion natrium dan kalium serta
menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion akan menyebabkan
influks kalium berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot
rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik yang mengakibatkan kelemahan
sampai paralisis.7,8
Mekanisme patofisiologi bagaimana mutasi gen CACNA1 dan SCN4A dapat
menyebabkan paralisis otot tidak sepenuhnya dipahami. Depolarisasi membran otot yang
berkelanjutan sebagai respons terhadap kondisi hipokalemia didapatkan pada mutasi kanal
kalsium dan sodium. Voltage-gated calcium channel terletak pada T-tubule dari serat otot rangka
memiliki fungsi untuk eksitasi dan kontraksi. Mutasi pada gen p.Arg528His menyebabkan
pergantian asam amino arginine dengan histidin pada segmen S4. Hal ini berakibat menurunkan
densitas dan kecepatan aktivasi kalsium, akhirnya menurunkan excitability. Voltage-gate sodium
channel pada otot rangka memilki fungsi membangkitkan potensial aksi sebagai respons
depolarisasi sehingga akhirnya terjadi kontraksi otot. Mutasi pada gen p.Arg672His menyebabkan
terjadinya inaktivasi kalsium sehingga terjadi gangguan kontraksi otot. Dasar fisiologis
kelemahan flaccid pada periodik paralisis adalah inexitability dari membran otot (sarkolema).
Tidak terdapat mekanisme tunggal yang mengakibatkan kelainan tersebut.7,8

J Med Health.2022;4(1):71-83 77
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

Thyrotoxic periodic paralysis (TPP) adalah suatu kelainan elektrolit yang reversibel yang
ditandai dengan kelemahan otot yang bersifat akut dan hipokalemia yang dihubungkan dengan
kondisi hipertiroid.3 Insiden TPP lebih sering ditemui pada orang Asia. Sekitar 2% pasien dengan
tirotoksikosis di China dan Jepang dilaporkan menderita TPP. Insiden TPP pada populasi di luar
Asia sekitar 0,1-0,2%. Tirotoksikosis lebih sering terjadi pada wanita, namun insiden TPP lebih
sering dijumpai pada laki-laki, dimana perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang
menderita kelainan ini sekitar 20:1. Adanya perbedaan subtipe HLA antigen pada beberapa
populasi seperti HLA-DRw8 pada orang Jepang, HLA-A2, Bw22, Aw19, dan B17 pada orang
Singapura dan China dan juga B5 dan Bw46 pada populasi orang Hongkong menyebabkan
populasi ini lebih rentan menderita TPP. Kejadian TPP yang lebih sering pada laki-laki
disebabkan karena kerja hormon androgen pada aktivitas Na/K-ATPase. Thyrotoxic periodic
paralysis lebih sering terjadi pada musim panas dan musim gugur.3,4
Episode awal TPP biasanya terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun, berbeda dengan
Familial Periodic Paralysis (FPP) yang terjadi pada usia lebih muda yakni kurang dari 20 tahun.9
Secara klinis, serangan TPP tidak dapat dibedakan dari FPP (tabel 2). Gejala prodormal meliputi
nyeri otot, kram, dan kekakuan pada otot. Kelemahan biasanya dimulai pada otot bagian
proksimal dari ekstremitas bawah yang dapat berlanjut menjadi flaccid quadriplegia. Paralisis
biasanya bersifat simetris namun dapat juga asimetris. Otot mata dan otot pernafasan biasanya
tidak ikut dipengaruhi, begitu juga dengan fungsi mental dan sensoris tidak terpengaruh. Serum
kalium akan turun selama serangan tapi tidak selalu di bawah nilai normal. Sebagian besar
serangan terjadi di pagi hari atau malam hari, makanan yang tinggi karbohidrat dan olahraga berat
dapat menjadi faktor pencetus TPP. Penyakit ini tidak terjadi selama berolahraga melainkan pada
saat beristirahat setelah olahraga. Faktor pencetus yang lain di antaranya trauma, paparan dingin,
infeksi, menstruasi, dan stres emosional.3,4,9.10
Gejala klinis hipertiroid seperti penurunan berat badan, tidak tahan terhadap panas,
palpitasi, peningkatan nafsu makan dan banyak berkeringat mungkin tidak terlihat jelas.
Dilaporkan, hampir setengah pasien dengan TPP tidak menunjukkan gejala hipertiroid selama
serangan. Pemulihan serangan terjadi secara spontan dalam beberapa jam sampai 2 hari bahkan
tanpa pemberian suplementasi KCl, namun komplikasi seperti aritmia jantung dan gagal nafas
dapat mengancam jiwa. Kelemahan otot dan kelelahan yang sering dihubungkan dengan
hipertiroid (thyrotoxic myopathy) dapat menjadi diagnosis banding TPP, namun TPP memiliki
gambaran klinis yang khas yakni pasien laki-laki pada usia 20 tahunan. Serangannya ditandai
dengan hipokalemia dan penurunan refleks tendon dalam. Di antara periode serangan, pasien

J Med Health.2022;4(1):71-83 78
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

dengan TPP tidak memiliki gejala neuromuskuler dan tidak ada kelemahan otot yang persisten
ataupun atropi seperti yang terjadi pada thyrotoxic myopathy.3,4

Tabel 2 Perbedaan antara TPP dan FPP4


TPP FPP
1. Umur (tahun) 20-40 tahun <20 tahun
2. Jenis kelamin >> laki-laki Laki-laki, perempuan
3. Heredity Sporadic Autosomal dominan
4. Etnis Asia, Amerika, India/ Hispanik, Kaukasia, Asia
Kaukasia
5. Riwayat keluarga Riwayat tirotoksikosis Riwayat hipokalemia paralisis

6. Gambaran klinis Ada Tidak ada


hipertiroid
Berhubungan dengan SNPs dari Mutasi dari Cav1.1,
7. Predisposisi genetik Cav 1.1 Nav 1.4
Keterangan: TPP (Thyrotoxicosis Periodic Paralysis), FPP (Familial Periodic Paralysis)

Beberapa gambaran klinis yang muncul pada TPP diantaranya: terjadi pada laki-laki
dewasa muda, sporadic, akut onset, berulang dan resolusi atau pemulihannya lengkap, lebih
sering mengenai ekstrimitas, serta diperberat oleh makanan tinggi karbohidrat, diet tinggi garam
dan alkohol, adanya riwayat keluarga dengan hipertiroid, hipokalemia, adanya gangguan klinis
hipertiroid, eksresi kalium dan fosfat yang rendah, serta low-amplitude compound muscle action
potential pada elektromiografi, dan nilai keseimbangan asam-basa masih berada pada nilai
normal.
Pada kasus, pasien seorang laki-laki berusia 20 tahun dan termasuk dalam populasi Asia.
Pasien mengalami gejala klinis berupa kelemahan pada kedua kaki yang dialami secara mendadak
pada pagi hari saat bangun tidur. Kelemahan dirasakan di pangkal paha sampai ke ujung kaki
sehingga pasien tidak dapat berjalan. Kelemahan pada kaki tanpa disertai keluhan kesemutan.
Pada pemaparan kasus memenuhi kriteria hipertiroid hipokalemia periodik paralisis dari berbagai
aspek mulai anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Patogenesis TPP pada kasus ini masih belum jelas. Mekanisme terjadinya kelemahan otot
pada TPP secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3. Hipokalemia diakibatkan oleh
perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel terutama ke dalam sel otot secara cepat dan masif.
Hal ini dipercaya berhubungan dengan peningkatan aktivitas pompa Na/K-ATPase. Ketika
kondisi hipertiroid dapat dikontrol maka aktivitas Na/K-ATPase juga akan kembali ke level
normal.3,4

J Med Health.2022;4(1):71-83 79
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

Gambar 3 Mekanisme Terjadinya Kelemahan Otot pada TPP 4


Keterangan: T4 (Tiroksin), Na/K ATPase (Natrium Kalium Adenosine Tri Posphat-ase), TPP (Thyrotoxicosis Periodic Paralysis).
Gambar menunjukkan sebuah proses dari hulu ke hilir diawali dari dihasilkan T4 yang memicu proses pergerakan kalium
intraseluler sehingga menyebabkan hipokalemia dan menimbulkan gejala klinis

Aktivitas pompa Na/K-ATPase pada sel-sel otot meningkat pada pasien dengan
hipertiroid yang disertai periodik paralisis. Hipertiroidisme mengakibatkan kondisi
hiperadrenergik. Stimulasi β adrenergik pada sel otot secara langsung menginduksi uptake kalium
dengan meningkatkan siklus adenosin monofosfat intrasel dan selanjutnya terjadi aktivasi pompa
Na/K-ATPase. Selain itu, hormon tiroid sendiri secara langsung menstimulasi Na/K-ATPase dan
meningkatkan jumlah dan sensitivitas β-reseptor, yang selanjutnya akan meningkatkan uptake
kalium yang dimediasi oleh peningkatan katekolamin. Kondisi hiperinsulinemia pada pasien TPP
secara tidak langsung menstimulasi pompa Na-K ATPase dan berperan pada patogenesis
hipokalemia. Peningkatan konsentrasi insulin di plasma berhubungan dengan konsumsi
karbohidrat yang tinggi dan stimulasi simpatetik yang mengakibatkan pelepasan insulin dari sel
beta pankreas karena aktivitas hiperadrenergik pada TPP. 3,4,11,12,13
Hormon tiroid dapat meningkatkan aktivitas Na/K-ATPase pada otot skeletal, hati, dan
ginjal sehingga menginduksi kalium masuk ke intraseluler. Di antara beberapa subunit Na/K-
ATPase, subunit α1, α2, β1, β2, dan β4 diekspresikan pada otot skeletal. Thyroid hormone-

J Med Health.2022;4(1):71-83 80
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

responsive element (TREs) terdapat pada regio upstream dari kelima gen tersebut dan hormon
tiroid telah terbukti meningkatkan aktivitas Na/K-ATPase. Aktivitas Na/K-ATPase di otot
skeletal selain distimulasi langsung dari hormon tiroid, dapat juga dipicu oleh katekolamin.
Peningkatan respons β adrenergik pada tirotoksikosis selanjutnya akan meningkatkan aktivitas
Na/K-ATPase dan hal ini dapat menjelaskan mengapa penggunaan nonselective β adrenergic
blockers dapat mencegah paralisis. Pasien dengan TPP juga memiliki respons insulin yang
berlebihan dibandingkan dengan pasien tirotoksikosis tanpa TPP. Insulin juga dapat menstimulasi
aktivitas Na/K-ATPase sehingga meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel. Respons
hiperinsulinemia dapat menjelaskan hubungan antara kejadian TPP dengan diet tinggi karbohidrat
dan konsumsi makanan yang manis. Kegiatan berolahraga akan menyebabkan pelepasan kalium
dari otot skeletal, sementara saat istirahat mengakibatkan kalium masuk ke dalam sel. Hal ini
mengakibatkan serangan paralisis terjadi saat sedang beristirahat setelah berolahraga.2,3,9,11
Dua studi terbaru melaporkan mutasi pada gen yang mengkode Kir2.6 berhubungan
dengan kejadian TPP dan menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya serangan paralisis.
Berdasarkan laporan Ryan et al., prevalensi mutasi Kir 2.6 meningkat menjadi 33% pada ras
Caucasian dan Brazilian. Hormon tiroid dapat meningkatkan regulasi transkripsi Kir 2.6 melalui
thyroid hormone responsive element pada regio promotor dari channel gen.16 Pada laporan yang
lain, Chang et al., menyatakan adanya loss of function mutation pada Kir2.6 Channel pada pasien
TPP.17 Hilangnya fungsi Kir 2.6 bersama dengan meningkatnya aktivitas Na/K-ATPase dapat
mengakibatkan hipokalemia.11,14
Selama periode paralisis dan hipokalemia, diperlukan suplementasi segera dengan
potassium chloride (KCl) untuk mencegah aritmia jantung dan henti nafas. KCl dapat diberikan
secara intravena atau per oral. Dosis KCl yang diperlukan bervariasi antara 40 dan 200 mmol.
Waktu pemulihan dari serangan paralisis lebih cepat saat diberikan infus KCl dibandingkan jika
hanya diberikan infus salin.4 Hati-hati dengan pemberian kalium yang berlebihan karena dapat
mengakibatkan rebound hyperkalemia selama pemulihan paralisis ketika kalium berpindah ke
ruang intravaskuler. Berdasarkan studi retrospektif dilaporkan kejadian rebound hyperkalemia
(kalium >5.0 mEq/L) terjadi pada sekitar 40% pasien dengan TPP, terutama jika diberikan KCl
lebih dari 90 mEq dalam 24 jam.9 Korelasi positif didapatkan antara dosis KCl yang diberikan
dengan derajat rebound hyperkalemia. Sebagian besar pasien yang diberikan dosis 50 Meq atau
kurang, jarang yang mengalami hiperkalemia. 3,15
Pemberian propranolol, nonspecific β adrenergic blocker baik secara oral maupun
intravena dapat menjadi alternatif terapi untuk memulihkan gejala paralisis tanpa menimbulkan
rebound hyperkalemia. Pemberian propranolol secara intravena dapat dengan cepat memulihkan

J Med Health.2022;4(1):71-83 81
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

gejala paralisis pada pasien TPP yang tidak berespons dengan terapi potassium. Propranolol oral
dosis tinggi (3-4 mg/KgBB) dapat dengan cepat menghilangkan gejala paralisis. Propranolol juga
efektif untuk mencegah serangan paralisis yang berulang dan mencegah serangan paralisis yang
disebabkan karena makanan tinggi karbohidrat dengan jalan menghambat aktivitas Na/K-
ATPase.3,4
Terapi definitif pada TPP meliputi mengontrol kondisi hipertiroid, mencegah serangan
berulang dan menghindari faktor pencetus. Terapi definitif pada kondisi hipertiroid meliputi
penggunaan obat anti tiroid, pembedahan thyroidectomy, dan terapi radioiodine. Penggunaan
nonselective β blocker sangat penting pada terapi awal obat anti tiroid atau setelah terapi dengan
radioactive iodine pada saat belum tercapai kondisi yang eutiroid. Propranolol telah lama dikenal
efektif untuk mencegah serangan berulang TPP dengan menekan aktivitas Na/K-ATPase. Pasien
juga harus menghindari faktor pencetus seperti asupan karbohidrat yang tinggi, diet yang banyak
mengandung garam, dan mengonsumsi alkohol. Penggunaan suplemen kalium secara teratur
sebagai profilaksis dari serangan paralisis saat pasien memiliki kadar serum kalium yang normal
dianggap tidak efektif.3,4,9
Pada kasus ini terapi yang diberikan pada pasien adalah koreksi cepat potassium chloride
50 Meq dalam 500cc infus RL habis dalam waktu 30 menit, untuk mengatasi kodisi hipokalemia
dengan pengawasan kadar kalium selama koreksi dengan melakukan pemeriksaan setelah koreksi
dengan diharapkan kenaikan kadar kalium 0,25-0,5 meq/L dalam 1-2 jam pertama.14,15 Terapi lain
yang diberikan adalah PTU 100 mg per oral diberikan setiap 8 jam sebagai terapi hipertiroid dan
propranolol 10 mg per oral setiap 8 jam untuk menghambat perpindahan kalium ke intrasel dan
mencegah terjadinya serangan berulang. Pada hari kedua perawatan kondisi pasien sudah mulai
membaik dimana gejala paralisis sudah tidak ditemukan lagi dan pasien sudah dapat menggerakan
kedua kakinya. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium kadar kalium plasma juga sudah menjadi
normal yakni 4,71 mmol/L. Pemantauan kalium yang awalnya rutin setiap 8 jam kemudian
menjadi setiap 24 jam sampai didapatkan kadar kalium stabil dalam 7 hari perawatan, sehingga
akhirnya pasien dapat dipulangkan.

Simpulan
Telah dilaporkan suatu kasus seorang laki-laki, usia 20 tahun, suku Bali dengan diagnosis
hipertiroid hipokalemia periodik paralisis. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kondisi hipertiroid
dengan Indeks Wayne 27, kadar FT4 meningkat, TSH yang rendah dan penurunan kalium serum.
Pasien datang dengan keluhan lemah pada kedua kaki sehingga tidak bisa berjalan. Setelah pasien

J Med Health.2022;4(1):71-83 82
Journal of Medicine and Health Laporan Kasus: Seorang Penderita…
Vol. 4 No. 1 February 2022
e-ISSN: 2442-5257

Case Report

mendapat perawatan dan terapi dengan koreksi cepat potassium chloride 50 Meq dalam 500cc
infus RL yang habis dalam waktu 30 menit propranolol 10mg per 8 jam intra oral, dan PTU 100
mg per 8 jam per oral, dalam perkembangannya kondisi pasien membaik.
Thyrotoxic periodic paralysis merupakan suatu kondisi kelemahan otot yang bersifat akut
ditandai dengan hipokalemia dan kondisi hipertiroid. Penegakan diagnosis yang tepat dari
anamnesis, pemeriksaan penunjang akan memberikan hasil yang baik. Penanganan yang cepat
dan tepat sangat penting untuk memulihkan kondisi paralisis dan mencegah komplikasi lebih
lanjut serta mencegah terjadinya kekambuhan.

Daftar Pustaka
1. Unwin RJ, Friedrich, CL. David GS. Pathophysiology and management of hypokalemia: a clinical perspective.
Nat Rev Nephrol 2011;7:75-84.
2. Nugraha, IBA. a patient with suspicion familial periodic paralysis hypocalemia. IJMRCR. 2020; 4(12):122-5.
3. Frappaolo A, Vadnais M. Familial hypokalemic periodic paralysis in pregnancy: a case report. J Obstet Gynaecol
Res. 2019; 45(8):1608-12.
4. Fontan FC, Saez OM, Yague MD, Yerovi E, Liano F. An unexpected cause of severe hypokalemia. Case Rep
Nephrol. 2015; 2015:957583.
5. Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I, et al. Hyperthyroidism and other causes of
thyrotoxicosis: management guidelines of the american thyroid association and american association of clinical
endocrinologists. Endocr Pract. 2011;17(3):456-520.
6. Siregar P. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK,
Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam, ed VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. hal
2241-57.
7. Kim H, Hwang H, Cheong HI, Park HW. Hypokalemic periodic paralysis; two different genes responsible for
similar clinical manifestations. Korean J Pediatr. 2011;54(11):473-6. doi:10.3345/kjp.2011.54.11.473.
8. Statland JM, Fontaine B, Hanna MG, Johnson NE, Kissel JT, Sansone VA, et al. Review of the diagnosis and
treatment of periodic paralysis. Muscle Nerve. 2018. 57 (4):522-30.
9. Lin SH, Huang CL. Mechanism of thyrotoxic periodic paralysis. J Am Soc Nephrol. 2012; 23(6):985-8. doi:
10.1681/ASN.2012010046. Epub 2012 Mar 29. PMID: 22460532; PMCID: PMC3358768.
10. Lulsegged A, Christina W, Michela R. Thyrotoxic periodic paralysis: case report and up to date review of
literature. Case Rep in Endocr. 2011;10: 155-9.
11. Catalano C, Caridi G, Postorino MC. Hypokalemia with paralysis: donʼt forget the thyroid. BMJ Case Report.
2011;10:1136-9.
12. Rajesh R, Bhagat T, Tek CY, Vijay PY. Hypokalemic periodic paraysis: a rare presenting manifestation of conn’s
syndrome. J Endocrinol Metab. 2015; 5(1-2):196-8.
13. Winarto ANS, Tooy CK. Paralisis periodik hipokalemik diduga familial yang dipicu vomitus. CDK. 2018; 45(2):
1-5.
14. Nurettin OD, Nazire A, Elif Y, Ali I, Ugur D. Weakness in the emergency medicine department: hypokalemic
periodic paralysis induced by strenous physical activity. Emerg Med Assoc Turkey. 2015;15(2):93-5.
15. Chalissery AJ, Munteanu T, Langan Y, Brett F, Redmond J. Diverse phenotype of hypokalaemic periodic paralysis
within a family. Pract Neurol. 2018;18 (1):60-5.
16. Ryan DP, da Silva MR, Soong TW, Fontaine B, Donaldson MR, Kung AW, et al. Mutations in potassium channel
kir2.6 cause susceptibility to thyrotoxic hypokalemic periodic paralysis. Cell. 2010; 140(1): 88-98.
17. Chang CC, Cheng CJ, Sung CC, Chiueh TS, Lee CH, Chau T, et al. A 10-year analysis of thyrotoxic periodic
paralysis in 135 patients: focus on symptomatology and precipitants. Eur J Endocrinol. 2013; 169(5): 529–36.

J Med Health.2022;4(1):71-83 83

Anda mungkin juga menyukai