Bahan Sosialisasi PermenLHK No 9 Tahun 2021

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 62

SOSIALISASI

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


NOMOR 9 TAHUN 2021
TENTANG
PENGELOLAAN PERHUTANAN SOSIAL

OLEH
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

Jakarta, 28 Juni 2021


Struktur Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021

DASAR HUKUM PERHUTANAN SOSIAL BAB RUANG LINGKUP

1. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja I Ketentuan Umum


(Pasal 29A dan 29B) II Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial

2. PP No. 23 Tahun 2021 tentang III Pengelolaan Perhutanan Sosial


Penyelenggaraan Kehutanan
IV Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
(BAB VI)
V Jangka Benah Kebun Rakyat

VI Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Permen No 9 Tahun 2021 ttg VII Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial


Pengelolaan PS
VIII Pengenaan Sanksi Administratif
terdiri dari:
IX Pembiayaan
12 BAB
X Ketentuan Lain-lain
200 PASAL XI Ketentuan Peralihan
268 Halaman
XII Ketentuan Penutup
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
• DASAR HUKUM

➢ UU No. 11 Tahun 2020 Pasal 29 A dan 29 B


PASAL 29 A
1) Pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 dan Pasal 28 dapat dilakukan kegiatan Perhutanan sosial.
2) Perhutanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada:
a) Perseorangan;
b) Kelompok tani hutan; dan
c) Koperasi

PASAL 29B
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha pemanfaatan hutan dan kegiatan
perhutanan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.

➢ PP No. 23 Tahun 2021 Pasal 247


Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Perhutanan sosial diatur dalam Peraturan
Menteri.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

Jangka waktu
Pengelolaan paling
lama 35 tahun

Perseorangan
Pengelolaan
Perhutanan
Sosial dapat
diberikan
kepada:

Kelompok Tani
Untuk Kemitraan kehutanan
disesuaikan dengan masa
berlakunya perizinan berusaha
Pemanfaatan Hutan dan masa
berlakunya persetujuan
penggunaan kawasan hutan.
Koperasi
4
Pengertian
Pasal 1

1. Perhutanan 14. Persetujuan 18. Persetujuan 25. Wilayah Indikatif


Sosial Pengelolaan PS Kemitraan Kehutanan Hutan Adat

Perhutanan Sosial adalah Persetujuan Pengelolaan Persetujuan Kemitraan


sistem pengelolaan hutan Perhutanan Sosial adalah Kehutanan adalah Wilayah Indikatif Hutan
lestari yang dilaksanakan pemberian akses legal persetujuan kemitraan Adat adalah Wilayah
dalam kawasan hutan negara Pemanfaatan Hutan yang yang diberikan kepada Hutan Adat yang berada
atau Hutan Hak/Hutan Adat dilakukan oleh kelompok pemegang perizinan pada kawasan hutan
yang dilaksanakan oleh Perhutanan Sosial untuk berusaha Pemanfaatan negara yang belum
Masyarakat Setempat atau kegiatan Pengelolaan HD, Hutan atau pemegang memperoleh produk
Masyarakat Hukum Adat Pengelolaan HKm, persetujuan penggunaan hukum dalam bentuk
sebagai pelaku utama untuk Pengelolaan HTR, kawasan hutan dengan peraturan daerah namun
meningkatkan kesejahteraan- kemitraan kehutanan, mitra/Masyarakat untuk wilayahnya telah
nya, keseimbangan lingkungan dan Hutan Adat pada memanfaatkan hutan ditetapkan oleh
dan dinamika sosial budaya kawasan Hutan Lindung, bupati/wali kota.
pada kawasan Hutan
dalam bentuk Hutan Desa, kawasan Hutan Produksi Lindung atau kawasan
Hutan Kemasyarakatan, Hutan atau kawasan Hutan Hutan Produksi.
Tanaman Rakyat, Hutan Adat Konservasi sesuai dengan
dan kemitraan kehutanan. fungsinya.
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 2

a. Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;

b. Kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial;

c. Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut;

d. Jangka Benah Kebun Rakyat;

e. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian;

f. Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan

g. Sanksi Administratif.
Skema Perhutanan Sosial
Pasal 3

Hutan Tanaman Rakyat


hutan tanaman pada HP yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas HP dengan menerapkan sistem silvikultur
dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Hutan Kemasyarakatan
kawasan hutan yang pemanfaatan
HTR Hutan Adat
utamanya ditujukan untuk hutan yang berada di dalam wilayah
memberdayakan masyarakat. HKm HA Masyarakat Hukum Adat.
. .

Kemitraan Kehutanan
Hutan Desa
persetujuan kemitraan yang diberikan kepada
kawasan hutan yang belum dibebani izin, HD Kemitraan pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan
yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan Kehutanan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan
untuk kesejahteraan desa. hutan dengan mitra/Masyarakat untuk
memanfaatkan hutan pada kawasan Hutan
Lindung atau kawasan Hutan Produksi
.
Kemitraan Konservasi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya (Pasal 4).
Fungsi Hutan Skema PS
Hutan Konservasi Kemitraan Konservasi *)

Hutan Lindung HD, HKm, Kemitraan Kehutanan


Arahan areal Pengelolaan Perhutanan Sosial
Hutan Produksi HD, HKm, HTR, Kemitraan Kehutanan ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk PIAPS.
Peta Indikatif Perhutanan Sosial (PIAPS)
Pasal 5

Peta Indikatif Areal Perhutanan


ditetapkan melalui harmonisasi
Sosial (PIAPS)
peta yang dimiliki oleh
adalah peta yang memuat areal
Kementerian Lingkungan Hidup
kawasan hutan yang dicadangkan
dan Kehutanan dengan peta yang
untuk Perhutanan Sosial.
dimiliki oleh Pemerintah Daerah
provinsi, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota, lembaga swadaya
Masyarakat dan sumber lain..
➢ PIAPS meliputi:
ditetapkan oleh Menteri, dan
✓ kawasan hutan yang dicadangkan untuk PS;
direvisi setiap 6 bulan sekali oleh
✓ kawasan hutan yang sudah dibebani Persetujuan
pejabat pimpinan tinggi madya
Pengelolaan Perhutanan Sosial; dan
yang bertanggung jawab di bidang
✓ areal KHDPK untuk kepentingan Perhutanan
planologi kehutanan atas nama
Sosial.
Menteri.
Bentuk Akses Legal Pengelolaan Perhutanan Sosial
Pasal 6

Akses legal Pengelolaan Perhutanan Sosial


01 diberikan oleh Menteri dalam bentuk
persetujuan atau penetapan.

Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial


meliputi:
a. Persetujuan Pengelolaan HD;
02
b. Persetujuan Pengelolaan HKm;
c. Persetujuan Pengelolaan HTR; dan
d. Persetujuan kemitraan kehutanan.

Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk


03
penetapan status Hutan Adat.
Tugas Pokja PPS :
a. sosialisasi program Perhutanan Sosial kepada Masyarakat Setempat dan para pihak
terkait;
b. melakukan pencermatan terhadap PIAPS;
c. membantu fasilitasi permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;
d. membantu melakukan verifikasi teknis permohonan Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial;
POKJA PPS e. membantu fasilitasi penyelesaian konflik sosial dan tenurial Pengelolaan Perhutanan
Sosial;
Pasal 9 f. membantu fasilitasi pemenuhan hak, pelaksanaan kewajiban dan ketaatan terhadap
ketentuan dan larangan bagi pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan
penetapan status Hutan Adat;
❖ Pokja PPS adalah g. membantu fasilitasi penataan areal;
❖ Ditetapkan oleh h. membantu fasilitasi penyusunan perencanaan Pengelolaan Perhutanan Sosial;
kelompok kerja Gubernur
provinsi yang i. membantu fasilitasi pengembangan usaha Perhutanan Sosial; dan/atau
membantu kegiatan j. membantu pelaksanaan pembinaan dan pengendalian.
percepatan akses dan ❖ Masa kerja Pokja PPS
peningkatan kualitas selama 2 tahun dan
Pengelolaan dapat diperpanjang. Anggota Pokja PPS :
Perhutanan Sosial. a. UPT;
❖ Operasional Pokja PPS b. unit pelaksana teknis terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
dibiayai oleh APBN/ APBD c. Pemerintah Daerah provinsi;
dan/atau sumber dana d. organisasi perangkat daerah provinsi bidang kehutanan;
lainnya yang sah dan tidak e. KPH;
mengikat sesuai dengan f. Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
ketentuan peraturan
g. Masyarakat sipil meliputi akademisi, lembaga swadaya Masyarakat dan/atau jurnalis
perundang-undangan.
h. pelaku usaha;
i. kader konservasi; dan/atau
j. relawan lingkungan hidup dan kehutanan.
Persetujuan Pengelolaan Masing-masing Skema
Pasal 10 s/d 83

01 Hutan Desa (HD), Pasal 10 s/d 20

02 Hutan Kemasyarakatan (HKm), Pasal 21 s/d 31


Lingkup Pengaturan :
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Pasal 32 s/d 43
❖ Subyek
03

❖ Obyek 04 Kemitraan Kehutanan (KK), Pasal 44 s/d 61

❖ Tata Cara Permohonan Hutan Adat (HA), Pasal 62 s/d 75


05
❖ Verifikasi Administrasi
❖ Verifikasi Teknis 06
Hutan Hak (HH), Pasal 76 s/d 83

Hutan Rakyat (HR), Pasal 84 s/d 85


07
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
HUTAN DESA
SUBJEK 1. Kepengurusan Lembaga Desa
• Warga desa yg memiliki ketergantungan kawasan hutan.
harus • Perseorangan yang punya kompetensi.
memenuhi • Tokoh atau pelopor lokal yang peduli kelestarian hutan.
Lembaga Desa/ ketentuan
Gabungan
2. Penerima Manfaat
Lembaga Desa
• Warga desa setempat dengan ketentuan: 1 orang/KK
dan belum terdaftar sebagai pemegang persetujuan.

✓ Warga Desa Setempat


Penggarap atau pengelola areal kerja.
✓ Penerima Manfaat Langsung

✓ Warga Luar Desa Setempat


Penerima Manfaat Penggarap atau pengelola areal kerja
dengan melengkapi surat keterangan
garapan dari Kepala Desa setempat.

✓ Penerima Manfaat Tidak Langsung


Masyarakat desa setempat yang bukan penggarap atau bukan
pengelola namun secara tidak langsung mendapatkan manfaat.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
HUTAN DESA
OBJEK Areal berupa Kawasan Hutan Lindung dan/atau Hutan Produksi yang belum
dibebani perizinan berusaha pemanfaatan hutan, persetujuan penggunaan
kawasan hutan atau persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.

Luas Areal paling luas


Ketentuan areal yang dimohon: 5.000 hektar per unit
pengelolaan.
a. berada di dalam PIAPS;
b. berada di dalam wilayah desa atau areal hasil kesepakatan batas pengelolaan
antara desa yang berdampingan dan dipetakan secara partisipatif oleh
Masyarakat; dan/atau
c. berada di dalam satu kesatuan lanskap/bentang alam dalam desa pemohon.

Dalam hal areal di luar PIAPS dapat diberikan persetujuan dengan pertimbangan:
1. Areal sudah dikelola masyarakat setempat; dan/atau
2. Areal punya potensi untuk pemanfaatan kawasan, jasling, HHK, dan HHBK.
3. Apabila berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh perseorangan yang tinggal di dalam/sekitar
kawasan hutan ≥ 5 tahun secara terus menerus diberikan ≤ 5 ha/orang.
HUTAN KEMASYARAKATAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

SUBJEK

1. Perseorangan Tergabung atau harus membentuk


kelompok masyarakat. Berjumlah 15 – 300
orang, selebihnya
Berupa kelompok tani hutan atau membentuk gabungan
2. Kelompok Tani gabungan kelompok tani hutan. kelompok tani hutan.

3. Koperasi Koperasi setempat yang bergerak di bidang pertanian,


holtikultura, peternakan dan/atau kehutanan.

Anggota kelompok masyarakat yang dapat diberikan persetujuan berasal dari:


1. Masyarakat setempat yang punya ketergantungan hidup pada kawasan hutan; 1 orang/KK
dan belum
2. Profesional kehutanan atau perseorangan yang memperoleh pendidikan
terdaftar
kehutanan, atau bidang ilmu lainnya yang berpengalaman di bidang kehutanan sebagai
atau pernah sebagai pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan. pemegang
3. Masyarakat luar desa setempat yang sudah mengelola 5 tahun terakhir berturut- persetujuan
turut dibuktikan dengan surat keterangan Kepala Desa/Lurah setempat.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
HUTAN KEMASYARAKATAN
OBJEK Areal berupa Kawasan Hutan Lindung dan/atau Hutan Produksi yang belum
dibebani perizinan berusaha pemanfaatan hutan, persetujuan penggunaan
kawasan hutan atau persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.

Luas Areal paling luas


Ketentuan areal yang dimohon:
5.000 hektar / unit pengelolaan
a. berada di dalam PIAPS;
15 hektar / KK
b. Sudah dikelola oleh pemohon.

Dalam hal areal di luar PIAPS dapat diberikan persetujuan dengan pertimbangan:
1. Areal sudah dikelola masyarakat setempat.
2. Apabila berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh perseorangan dengan ketentuan
membentuk kelompok yang tinggal di dalam/sekitar kawasan hutan ≥ 5 tahun secara
terus menerus diberikan ≤5 ha/orang.
HUTAN TANAMAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

SUBJEK

Anggota kelompok tani 15-300 orang, selebihnya


1. Kelompok tani hutan
membentuk gabungan kelompok tani.
2. Gabungan kelompok tani
hutan

3. Koperasi tani hutan Koperasi setempat yang bergerak di bidang


pertanian, holtikultura, peternakan dan/atau
4. Profesional kehutanan/ kehutanan.
perseorangan

Kriteria Anggota Pemohon:


1. Masyarakat setempat yang punya ketergantungan hidup pada kawasan hutan;
2. Profesional kehutanan atau perseorangan;
3. 1 orang per keluarga;
4. Belum terdaftar sebagai pemegang persetujuan; dan
5. Masyarakat luar desa yang sudah mengelola 5 tahun terakhir berturut-turut dinyatakan
dengan surat Kepala Desa.
HUTAN TANAMAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

OBJEK

Areal yang dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HTR berupa kawasan Hutan
Produksi yang belum dibebani:
Luas Areal paling luas
a. perizinan berusaha;
5.000 hektar per unit
b. persetujuan penggunaan kawasan hutan; atau pengelolaan.
c. Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial. &
≤ 15 hektar per KK
Ketentuan areal:
a. berada di dalam PIAPS (apabila di luar PIAPS areal harus sudah dikelola oleh
masyarakat);
b. diutamakan hutan produksi yang tidak produktif; dan/atau
c. areal sudah dikelola oleh pemohon.

Dalam hal areal berada di luar PIAPS, dapat diberikan Persetujuan Pengelolaan HTR dengan
ketentuan areal dimaksud sudah dikelola oleh Masyarakat, selanjutnya dimasukan dalam revisi
PIAPS selanjutnya.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN TATA CARA PERMOHONAN HD, HKM, HTR
Kelengkapan Berkas Permohonan:
> 14 hari sejak
1. Perdes Keputusan Kepala Desa (Khusus HD); diterima surat
2. Identitas Pemohon (FC KTP & KK); Pemohon/Subyek
pengembalian, tidak
3. Gambaran umum wilayah; Persetujuan
4. Pakta Integritas; dilengkapi maka
5. Peta Usulan 1:50.000; dan permohonan BATAL
6. Surat pembentukan kelompok/akta pendirian koperasi dengan sendirinya
(untuk HKm & HTR)

Menteri
Mengajukan
menugaskan Dikembalikan untuk
Dirjen PSKL permohonan kpd diperbaiki maksimal 14 hari
Menteri secara manual
Direktur Jenderal PSKL membentuk atau elektronik
Tim:
Tidak Memenuhi
Syarat
Tim Verifikasi Verifikasi Administrasi (3 Hari
Administrasi sejak permohonan diterima)

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi
Tim Verifikasi Verifikasi Teknis (7 hari sejak Syarat
Dirjen PSKL a.n. Menteri
Teknis diterbitkan surat tugas) MENOLAK Persetujuan

Memenuhi Syarat

Dirjen PSKL a.n. Menteri


MENERBITKAN Persetujuan
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

VERIFIKASI ADMINISTRASI :
memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan administrasi permohonan
Persetujuan serta pencermatan terhadap subjek dan objek persetujuan

VERIFIKASI TEKNIS :
Dilakukan melalui telaahan peta dan pemeriksaan lapangan untuk memperoleh fakta, data, dan
informasi:
a. letak dan batas areal yang dimohon;
b. fungsi kawasan areal yang dimohon;
c. keberadaan perizinan berusaha bidang kehutanan dan perizinan lainnya pada areal yang dimohon;
d. keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan tanaman sawit pada areal yang dimohon.
e. status areal yang dimohon pada peta PIAPS, peta tanah objek reforma agraria, peta indikatif penghentian
pemberian izin baru, dan peta ekosistem gambut;
f. kondisi biofisik areal yang dimohon;
g. potensi pemanfaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu, dan jasa lingkungan pada areal
yang dimohon; dan/atau
h. aksesibilitas dan jarak dari permukiman pemohon ke areal yang dimohon.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
KEMITRAAN KEHUTANAN

SUBJEK ✓ Pemegang perizinan berusaha pemanfaatan kawasan hutan


atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan
dengan mitra (kelompok tani hutan atau gapoktan).
Kriteria Mitra:
1. Masyarakat Setempat yang memiliki ketergantungan langsung
terhadap areal kerja/areal kelola pemohon
2. Penduduk yang tinggal di desa sekitar areal perizinan berusaha,
penggunaan kawasan hutan atau kawasan Hutan Konservasi.
3. Masyarakat setempat atau di luar desa setempat yang sudah
mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 tahun
terakhir berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan dari
kepala desa atau lurah setempat;
4. Profesional kehutanan atau perseorangan.
Ketentuan Mitra:
1. Satu orang per keluarga; dan
2. Belum terdaftar sebagai pemegang persetujuan.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
KEMITRAAN KEHUTANAN
Areal Kemitraan kehutanan berupa:
OBJEK
a. Kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan Lindung yang telah dibebani
perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan;
b. kawasan Hutan Produksi dan/atau Hutan Lindung yang telah dibebani
persetujuan penggunaan kawasan hutan; atau
c. Kawasan Hutan Konservasi.
Ketentuan areal:
a. Memiliki potensi menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat; dan/atau
b. Areal konflik atau berpotensi konflik.
c. Apabila areal berupa tanaman sawit yang dilakukan oleh perseorangan dengan
ketentuan membentuk kelompok yang tinggal di dalam/sekitar kawasan hutan
minimal 5 tahun secara terus menerus diberikan maksimal 5 ha/orang.
Ketentuan batasan luas areal:
a. Pada areal kerja paling luas 5 hektar per keluarga;
b. Jika melakukan kemitraan untuk memungut hasil hutan bukan kayu atau jasling,
luas areal akan diberikan sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan para pihak
dan melampirkan peta zonasi.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
TAHAPAN PERMOHONAN KEMITRAAN
KEHUTANAN
Tahapan permohonan KK, meliputi:

PEMBENTUKAN DAN
PENGUATAN
SOSIALISASI PENYUSUNAN NKK
KELEMBAGAAN
KELOMPOK
• Dilakukan oleh: Dirjen, • Dilaksanakan oleh Pengelola • Dilakukan oleh Pemegang
Organisasi perangkat daerah, Hutan, Pemegang Perizinan Perizinan Berusaha
Kepala UPT, Pengelola Hutan, Berusaha Pemanfaatan Hutan, Pemanfaatan Hutan atau
Pemegang Perizinan Berusaha atau Pemegang Persetujuan Pemegang Persetujuan
Pemanfaatan Hutan, dan/atau Penggunaan Kawasan Hutan. Penggunaan Kawasan Hutan
Pemegang Persetujuan dengan Kelompok Masyarakat.
Penggunaan Kawasan. • Difasilitasi oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, atau • NKK memuat: Identitas para
• Dapat dibantu oleh POKJA PPS POKJA PPS. pihak, areal dan peta, rencana
dan obyek, biaya kegiatan, hak
• Materi: Tujuan, Hak, • Kegiatan: Penyusunan AD/ART, dan kewajiban, jangka waktu,
Kewajiban, Pendampingan, Membuat rencana pembagian hasil, dan
Pengawasan, Pelaporan, dan pemanfaatan lahan dan penyelesaian perselisihan.
Pengendalian Pembentukan koperasi.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
KETENTUAN PENGATURAN BAGI HASIL

❑ Pada areal yang telah ada aset/modal dari pemegang perizinan


berusaha/pemegang persetujuan penggunaan Kawasan maka 80%
untuk pemegang perizinan dan 20% untuk masyarakat;

❑ Pada areal yang telah ada aset/modal dari masyarakat, maka 80%
untuk masyarakat dan 20% untuk pemegang perizinan
berusaha/pemegang perizinan penggunaan Kawasan;

❑ Dalam hal di lokasi KK belum ada tanaman, pembagian hasilnya 50%


atau sesuai kesepakatan.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN TATA CARA PERMOHONAN KEMITRAAN KEHUTANAN
Kelengkapan Berkas Permohonan:
> 14 hari sejak
1. NKK; diterima surat
2. Peta areal di ttd para pihak dalam bentuk Pemohon
pengembalian, tidak
cetak dan format .shp; dilengkapi maka
permohonan BATAL
3. Daftar pengurus dan anggota kelompok tani
dengan sendirinya
di ttd Kepala Desa; dan
4. FC KTP dan KK.
Menteri Mengajukan
Dikembalikan untuk
menugaskan permohonan kpd diperbaiki maksimal 14 hari
Dirjen PSKL Menteri secara manual
Direktur Jenderal PSKL membentuk Tim: atau elektronik

Tidak Memenuhi
Verifikasi Administrasi (3 Syarat
Tim Verifikasi
hari kerja sejak
Administrasi
permohonan diterima)
Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi
Tim Verifikasi Verifikasi Teknis (7 hari sejak Syarat Dirjen PSKL a.n. Menteri
Teknis diterbitkan surat tugas) MENOLAK Persetujuan

Memenuhi Syarat

Dirjen PSKL a.n. Menteri


MENERBITKAN Persetujuan
Hutan Adat
Bentuk Produk Hukum Pengakuan MHA
Pasal 63

Pengakuan keberadaan MHA) harus memenuhi ketentuan:


❑ ditetapkan dengan peraturan daerah, jika MHA berada dalam kawasan hutan negara;
❑ ditetapkan dengan peraturan daerah atau keputusan gubernur dan/atau bupati/wali kota sesuai
dengan kewenangannya, jika MHA berada di luar kawasan hutan negara.
➢ Substansi Perda:
✓ peraturan daerah yang memuat substansi pengaturan tata cara pengakuan MHA; atau
✓ peraturan daerah yang memuat substansi penetapan pengukuhan, pengakuan, dan
perlindungan MHA.

➢ Dalam hal peraturan daerah hanya memuat substansi pengaturan,


keberadaan MHA yang wilayahnya berada dalam kawasan hutan negara
ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia oleh bupati/wali kota untuk
melakukan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat dan hasilnya ditetapkan
dengan keputusan pengakuan MHA oleh bupati/wali kota.
Hutan Adat
Wilayah Indikatif Hutan Adat (WILHA)
Pasal 71

Tahapan Proses Penetapan WILHA


Wilayah Indikatif Hutan
➢ Identifikasi MHA dan penetapan wilayah MHA oleh Panitia
Adat (WILHA): yang dibentuk Bupati.
➢ Pengakuan dan Penetapan wilayah MHA oleh Bupati.
Hutan Adat yang berada pada
➢ Pengajuan Permohonan penetapan hutan adat oleh
kawasan hutan negara yang pemangku adat.
belum memperoleh produk ➢ Verifikasi lapangan oleh Tim Terpadu yang dibentuk KLHK.
➢ Penerbitan Keputusan Penetapan WILHA
hukum dalam bentuk
peraturan daerah namun • Keputusan penetapan WILHA menjadi persetujuan
wilayahnya telah ditetapkan prinsip penetapan status Hutan Adat.
oleh bupati/wali kota. • Penetapan WILHA menjadi Hutan Adat definitif
dilakukan setelah diterbitkan peraturan Daerah.
Hutan Adat
Fasilitasi Identifikasi dan Pemetaan Wilayah MHA
Pasal 73

➢ Dalam hal permohonan penetapan Hutan Adat belum dilengkapi dengan peta Wilayah Adat,
Menteri dapat memfasilitasi pelaksanaan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat
➢ Pelaksanaan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat dilaksanakan oleh tim terpadu yang
dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
➢ Hasil kegiatan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat disampaikan kepada bupati/wali kota
sebagai dasar penerbitan keputusan pengukuhan keberadaan MHA dan/atau penetapan
Wilayah Adatnya sebagai dasar penetapan status Hutan Adat.

• Dalam hal belum ada Perda, Menteri menetapkan WILHA setelah bupati/walikota menerbitkan
keputusan pengukuhan keberadaan MHA dan penetapan Wilayah MHA ybs.
• Dalam hal sudah ada Perda (pengaturan) serta keputusan pengukuhan keberadaan MHA dan
penetapan MHA ybs dari bupati/walikota , Menteri menetapkan status hutan adat tanpa
dilakukan verifikasi ulang.
Hutan Adat
Penegasan Status Wilayah Adat terhadap Hutan Negara
Pasal 75 (>>> Pasal 237 PP 21/2021)

(1) Wilayah Adat yang telah ditetapkan dalam Keputusan Penetapan Status Hutan
Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan/atau Pasal 73 ayat (6)
dikeluarkan dari hutan negara.
(2) Wilayah Adat yang telah dikeluarkan dari hutan negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan kriteria berhutan ditetapkan statusnya sebagai Hutan
Adat.
(3) Wilayah Adat yang telah dikeluarkan dari hutan negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digambarkan dalam peta penetapan status Hutan Adat sesuai
dengan kondisi penutupan dan penggunaan lahannya.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
TAHAPAN PENETAPAN STATUS HUTAN ADAT
Kelengkapan Berkas Surat
Permohonan:
a. Identitas MHA; > 180 hari tidak
b. Peta wilayah adat di ttd Ketua MHA; dilengkapi maka
c. Perda/keputusan Gubernur/Bupati Walikota
Pemangku Adat permohonan
tentang pengukuhan MHA; dan DITOLAK
d. Surat penyataan.

Menteri
Mengajukan Dikembalikan dalam 3 hari
menugaskan
Dirjen PSKL permohonan kpd kerja untuk diperbaiki
Menteri secara manual maksimal 180 hari

Direktur Jenderal PSKL membentuk Tim: atau elektronik

Tidak Lengkap dan


Tim Validasi Tidak Benar
Validasi Administrasi
Administrasi
Lengkap Belum Lengkap namun
dan Benar sudah ditetapkan
Hasil Verifikasi Teknis dan
Rekomendasi Dirjen a.n. Menteri
Tim Terpadu Verifikasi Lapangan Maks. 60 hari kerja
menerbitkan
maksimal 14 hari
kerja.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
TAHAPAN PENETAPAN STATUS HUTAN ADAT

Jika Wilayah Indikatif berada di:


Permohonan belum dilengkapi Perda a. dalam areal persetujuan atau
perizinan berusaha, pemegang
MHA namun Wilayah Adat sudah
persetujuan berkoordinasi dengan
ditetapkan bupati/wali kota pemangku adat dengan prinsip
kearifan lokal;
b. luar areal persetujuan atau
Dirjen a.n. Menteri secara parsial perizinan berusaha, tidak dapat
menetapkan Wilayah Indikatif diterbitkan izin baru.
Hutan Adat maksimal 14 hari
kerja.

Tidak Melengkapi Perda/keputusan Melengkapi Perda/keputusan


Gubernur/Bupati Walikota tentang Gubernur/Bupati Walikota
pengukuhan MHA tentang pengukuhan MHA

Persetujuan Prinsip Penetapan


status Hutan Adat
Penetapan Status Hutan
Adat
MHA dapat Menyusun rencana pengembangan
pengelolaan Hutan Adat sesuai fungsinya
Hutan Hak
Perubahan Status Hutan Hak menjadi Hutan Negara
Pasal 76 dan 83

• Hutan hak yang berfungsi konservasi dan lindung dapat diubah statusnya
menjadi hutan negara berdasarkan kesepakatan antara pemilik dan
Pemerintah.
• Dalam hal hutan hak ditetapkan menjadi hutan negara dengan fungsi
konservasi atau fungsi lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah memberikan ganti rugi kepada pemegang hak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Peralihan hak tidak dapat mengubah fungsi hutan tanpa persetujuan Menteri.
• Penetapan status Hutan Adat dan Hutan Hak dilakukan dengan memperhatikan
Rencana Tata Ruang Wilayah.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN TAHAPAN PENETAPAN STATUS HUTAN HAK
Kelengkapan Berkas Permohonan:
a. Bukti hak atas tanah yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Peta lokasi areal yang dimohon; Pemegang Hak
c. Rekomendasi dari Bupati/Wali kota; dan
d. Surat pernyataan dari pemegang hak.

Menteri
Mengajukan
menugaskan Dikembalikan dalam 3 hari
Dirjen PSKL permohonan kpd kerja untuk diperbaiki
Menteri secara manual
Direktur Jenderal PSKL membentuk Tim: atau elektronik

Tim Validasi Validasi Administrasi (3 hari Belum Memenuhi

Administrasi sejak permohonan diterima)

Telah memenuhi

Hasil Verifikasi Teknis dan Dirjen a.n. Menteri


Tim Verifikasi
Rekomendasi
menetapkan status
Verifikasi Teknis
Teknis Maks. 60 hari kerja dan fungsi Hutan Hak
maksimal 14 hari
kerja.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN PENETAPAN STATUS HUTAN HAK

- Hutan Hak fungsi konservasi dan lindung dapat diubah


statusnya menjadi Hutan Negara berdasarkan kesepakatan
pemilik dan Pemerintah.

- Pemerintah memberikan ganti rugi kepada pemegang hak


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Peralihan hak tidak dapat mengubah fungsi hutan tanpa


persetujuan Menteri.

- Penetapan status Hutan Adat dan Hutan Hak dilakukan dengan


memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah
Hutan Rakyat
Pasal 84 dan 85

Pasal 84
(1) Gubernur melakukan identifikasi, inventarisasi Pasal 85
dan registrasi terhadap Hutan Rakyat.
(2) Hasil identifikasi, inventarisasi dan registrasi Dalam rangka menjamin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecukupan tutupan hutan
dituangkan dalam daftar Hutan Rakyat di wilayah provinsi,
provinsi. gubernur menyampaikan
(3) Gubernur melaporkan kepada Menteri daftar
Hutan Rakyat yang sudah diregistrasi pada
laporan luas Hutan Rakyat
masing-masing provinsi. yang telah diregistrasi
(4) Pemilik Hutan Rakyat yang terdaftar dapat kepada Menteri.
memperoleh bantuan berupa sarana produksi
dan/atau Pendampingan.
Pelimpahan Kewenangan Persetujuan Pengelolaan PS
Pasal 86

(1) Dalam keadaan tertentu, Kriteria keadaan tertentu dalam pelimpahan


kewenangan kepada Gubernur:
pemberian Persetujuan
(1) daerah provinsi yang bersangkutan telah memasukkan
Pengelolaan Perhutanan Sosial Perhutanan Sosial ke dalam rencana pembangunan jangka
dapat dilimpahkan oleh menengah daerah;
(2) memiliki peraturan daerah tentang Perhutanan Sosial; dan
Menteri kepada gubernur.
(3) memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah paling
(2) Persetujuan Pengelolaan sedikit 35% dari total anggaran bidang kehutanan untuk
Perhutanan Sosial.
Perhutanan Sosialsebagaimana
(4) Berdasarkan hasil penilaian kriteria sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) hanya pada ayat (3), Menteri menetapkan pelimpahan pemberian
untuk Persetujuan Pengelolaan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial kepada gubernur.
HD dan Persetujuan (5) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Pengelolaan HKm. (6) Menteri melakukan pengendalian terhadap pendelegasian yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN TATA CARA PERMOHONAN PS KEPADA
Kelengkapan Berkas Permohonan:
GUBERNUR
1. Perdes Keputusan Kepala Desa (Khusus HD);
2. Identitas Pemohon (FC KTP & KK);
3. Gambaran umum wilayah; Pemohon
4. Pakta Integritas;
5. Peta Usulan 1:50.000; dan
6. Surat pembentukan kelompok/akta pendirian koperasi
(untuk HKm)

Gubernur dapat Mengajukan


menugaskan Dikembalikan untuk diperbaiki
OPD permohonan kpd maksimal 7 hari kerja sejak
Gubernur permohonan dikembalikan

Organisasi Perangkat Daerah


membentuk Tim:

Tidak Lengkap
Tim Verifikasi Verifikasi Administrasi (2 hari
Administrasi sejak permohonan masuk)

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi
Tim Verifikasi Syarat
Gubernur MENOLAK
Verifikasi Teknis (7 hari kerja)
Teknis Persetujuan

Memenuhi Syarat
Dirjen a.n.
> 5 hari tidak
Menteri
Gubernur MENERBITKAN diterbitkan
MENERBITKAN
Persetujuan dalam 5 hari
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMEGANG
PERSETUJUAN HD, HKM DAN HTR

KEWAJIBAN LARANGAN HAK:


a. melaksanakan pengelolaan hutan a. memindahtangankan Persetujuan; a. mendapat perlindungan dari gangguan
sesuai dengan prinsip pengelolaan perusakan dan pencemaran lingkungan
b. menanam kelapa sawit;
hutan lestari. atau pengambilalihan secara sepihak
c. mengagunkan areal; oleh pihak lain;
b. menjaga arealnya dari perusakan
dan pencemaran lingkungan; d. menebang pohon pada areal dengan b. mengelola dan memanfaatkan areal
fungsi hutan lindung; sesuai dengan Kearifan Lokal;
c. memberi tanda batas areal
kerjanya; e. menggunakan peralatan mekanis pada c. mendapat manfaat dari sumber daya
areal dengan fungsi hutan lindung; genetik yang ada di dalam areal;
d. menyusun RPH, RKU, dan RKT,
serta menyampaikan laporan f. membangun sarana dan prasarana d. mengembangkan ekonomi produktif
pelaksanaannya kepada pemberi yang mengubah bentang alam pada berbasis kehutanan;
Persetujuan Pengelolaan dengan fungsi hutan lindung;
e. mendapat Pendampingan dalam
Perhutanan Sosial; g. menyewakan areal; dan Pengelolaan areal serta penyelesaian
e. melakukan penanaman dan h. menggunakan areal untuk konflik;
pemeliharaan hutan; kepentingan lain. f. mendapat Pendampingan kemitraan
f. melaksanakan penatausahaan hasil dalam pengembangan usahanya;
hutan; g. mendapat Pendampingan penyusunan
g. membayar PNBP dari hasil kegiatan rencana Kelola Perhutanan Sosial, RKU,
Pengelolaan PS; dan dan RKT; dan
h. melaksanakan perlindungan hutan. h. mendapat perlakuan yang adil atas
dasar gender ataupun bentuk lainnya.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG PERSETUJUAN
KEMITRAAN KEHUTANAN

HAK KEWAJIBAN
Pengelola atau Pemegang Perizinan: Pengelola atau Pemegang Perizinan:
a. melaksanakan kegiatan pengelola hutan a. melaksanakan pemberdayaan Masyarakat
atau kegiatan usaha pengelolaan hutan Setempat melalui Persetujuan Kemitraan
sesuai dengan peraturan perundang- Kehutanan;
undangan; dan
b. membayar PNBP dari kegiatan; dan
b. mendapat perlindungan dari perusakan
c. melindungi mitranya dari gangguan
lingkungan hidup dan hutan.
perusakan lingkungan hidup dan
kehutanan.

Mitra: Mitra:
a. mentaati NKK;
a. mendapat keuntungan yang setimpal dari
hasil kegiatan dengan NKK; dan b. menjaga dan melindungi areal bersama
mitranya; dan
b. mendapat bimbingan teknis dari pengelola
hutan atau pemegang perizinan berusaha c. membayar PNBP dari kegiatan kecuali
pemanfaatan hutan atau persetujuan pengelola atau pemegang perizinan berusaha
penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan Hutan bersedia membayar
PNBP.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMANGKU HUTAN ADAT

LARANGAN HAK MHA:


KEWAJIBAN
a. menyewakan areal Hutan a. pemanfaatan kawasan;
a. menjalankan prinsip
Adat; b. pemanfaatan jasa
pengelolaan hutan lestari;
b. mengubah status dan fungsi lingkungan;
b. memanfaatkan Hutan Adat c. pemanfaatan atau
Hutan Adat;
sesuai dengan Kearifan pemungutan hasil hutan
Lokalnya; c. menebang pohon pada areal
kayu;
Hutan Adat dengan fungsi
c. mempertahankan fungsi d. pemanfaatan atau
hutan lindung;
Hutan Adat; pemungutan hasil hutan
d. menggunakan peralatan bukan kayu;
d. memanfaatkan Hutan Adat
mekanis pada areal Hutan
sesuai fungsinya; e. kegiatan pengelolaan
Adat dengan fungsi hutan
e. memulihkan dan hutan berdasarkan hukum
lindung;
meningkatkan fungsi hutan; adat yang berlaku dan
e. membangun sarana dan tidak bertentangan dengan
dan
prasarana yang mengubah ketentuan peraturan
f. melakukan pengamanan dan bentang alam pada areal perundang-undangan; dan
perlindungan terhadap Hutan Hutan Adat dengan fungsi
Adat, berupa perlindungan f. mendapatkan
hutan lindung; dan pemberdayaan dalam
dari kebakaran hutan dan
f. menanam kelapa sawit pada rangka meningkatkan
lahan.
areal Hutan Adat. kesejahteraannya.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
PERUBAHAN PERSETUJUAN PENGELOLAAN PS
Persetujuan Pengelolaan Perubahan
HD, HKm, HTR dan diajukan oleh
kemitraan kehutanan dapat pemegang Direktur Jenderal
dilakukan perubahan dalam persetujuan, menugaskan tim
hal: pemerintah atau untuk melakukan
a. terjadi perubahan PEMDA atau evaluasi dalam
pengurus dan/atau inisiatif Pihak jangka waktu paling
keanggotaan pemegang ketiga yang lama 7 hari kerja.
persetujuan; merasa dirugikan
b. terjadi perubahan atas pemberian
areal kerja; dan/atau persetujuan
pengelolaan
c. terjadi perubahan NKK
perhutanan sosial.
untuk Persetujuan
Kemitraan Kehutanan.
Berdasarkan BA Evaluasi
Direktur Jenderal atas nama
Menteri menerbitkan atau
menolak penetapan perubahan
Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosiial
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
PERPANJANGAN PERSETUJUAN
PENGELOLAAN PS

Pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat melakukan


permohonan perpanjangan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum jangka waktu
Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial berakhir.

Berdasarkan permohonan perpanjangan, Direktur Jenderal atas nama


Menteri menugaskan tim untuk melakukan evaluasi kepatuhan
pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial terhadap
ketentuan kewajiban dan laranga
Pengelolaan Perhutanan Sosial
Pasal 86 s/d 171

Pengelolaan Perhutanan Sosial dilakukan melalui:


a. penataan areal dan penyusunan rencana;
b. pengembangan usaha;
c. penanganan konflik tenurial;
d. Pendampingan; dan
e. Kemitraan Lingkungan
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
1. PENATAAN AREAL DAN PENYUSUNAN
RENCANA

❑ Kegiatan Penataan Areal meliputi: ❑ Penyusunan rencana meliputi:


➢ Penandaan batas; a. Penyusunan RKPS untuk 10 tahun:
➢ Inventarisasi potensi; • Dilakukan oleh KPS bersama dan/atau
didampingi oleh penyuluh dan/atau
➢ Pembuatan ruang areal;
Pendamping.
➢ Pembuatan andil garapan; dan
• Penilaian dilakukan oleh Kepala KPH.
➢ Pemetaan hasil penataan areal.
• Pengesahan dilakukan oleh Kepala UPT atau
pejabat yang ditunjuk.
❑ Penyusunan rencana memuat kegiatan: b. Penyusunan RKT untuk 1 tahun:
Penguatan kelembagaan; Pengelolaan hutan; • Penyusunan dilakukan oleh KPS didampingi
Pengembangan kewirausahaan; dan Monitoring oleh penyuluh dan/atau Pendamping.
dan evaluasi.
• Penilaian dan pengesahan oleh Kepala KPH
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
2. PENGEMBANGAN USAHA

❑ Kegiatan pengembangan usaha Perhutanan Sosial meliputi:


1. Penguatan Kelembagaan: Pembentukan, Klasifikasi, Peningkatan Kelas,
dan Penguatan Kapasitas Kelembagaan KUPS.
2. Pemanfaatan Hutan: Agroforestry, Silvopastura, Silvofishery, dan
Agrosilvopastura sesuai dengan fungsi hutan dan jenis ruangnya.
3. Pengembangan Kewirausahaan: Peningkatan produksi dan nilai tambah
produk, promosi dan pemasaran produk; dan akses permodalan.
4. Kerjasama Pengembangan Usaha: (1) Mitra usaha mengajukan
permohonan kerja sama usaha kepada KPS/KUPS; (2) KPS/KUPS meminta
persetujuan dari kepala UPT; (3) PS/KUPS dan mitra usaha membuat naskah
kerja sama usaha.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

KLASIFIKASI KUPS

1.BLUE 1.Sudah ditetapkan sebagai


KUPS;
2.Potensi usaha
teridentifikasi. 2.SILVER 1.Memenuhi kriteria KUPS biru
atau blue;
2.Memiliki RKPS; dan
3.GOLD 1. Memenuhi kriteria KUPS perak atau
silver;
3.Memiliki unit usaha

2. Memiliki produk atau sarana wisata


alam yang dipasarkan;
3. Memiliki akses modal; dan
4. Memiliki pasar atau wisatawan lokal.

4.PLATINUM 1. Memenuhi kriteria KUPS emas atau


gold;
2. Memiliki akses modal; dan
3. Memiliki pasar atau wisatawan
nasional, regional/internasional.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
3. PENANGANAN KONFLIK TENURIAL

✓ Dalam hal penanganan konflik disepakati untuk


diselesaikan melalui skema Perhutanan Sosial
pemohon dapat melanjutkan dengan proses
permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan
Sosial sesuai dengan skema yang dimohonkan.

✓ Pelaksanaan penanganan konflik dalam kawasan


hutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
4. PENDAMPINGAN

1. Pra Persetujuan Pengelolaan PS, dilakukan melalui kegiatan:


▪ Telaah PIAPS; ▪ Pembentukan kelembagaan;
▪ Inventarisasi dan identifikasi terkait ▪ Penyusunan dan perbaikan berkas permohonan
subjek, objek dan konflik; Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial;
▪ Sosialisasi Perhutanan Sosial; dan/atau
▪ Pengukuran dan pemetaan partisipatif; ▪ Pendampingan kegiatan penyusunan naskah
▪ Pemilihan skema Persetujuan kesepakatan kerja sama.
Pengelolaan Perhutanan Sosial;

2. Pasca Persetujuan Pengelolaan PS, dilakukan melalui kegiatan:


▪ Pendampingan dalam tata kelola kelembagaan;
▪ Pendampingan dalam tata kelola kawasan; dan
▪ Pendampingan dalam tata kelola usaha.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
PELAKSANAAN PENDAMPINGAN

❑ Pedampingan dilaksanakan oleh Pendamping yang terdiri atas:


▪ Penyuluh kehutanan pegawai negeri sipil; ▪ Lembaga swadaya Masyarakat;
▪ Penyuluh kehutanan swadaya masyarakat; ▪ Organisasi Masyarakat;
▪ Bakti rimbawan; ▪ Praktisi;
▪ Penyuluh kementerian/lembaga terkait; ▪ Akademisi; dan/atau
▪ Penyuluh kehutanan swasta; ▪ Tokoh Masyarakat atau tokoh adat.
▪ Badan usaha milik negara;

❑ Kategri Pendamping
1. Pendamping Pemerintah 2. Pendamping Mandiri
Direktur Kementerian/Pemda dan direkrut LSM dan dikoordinasikan oleh KLHK
dikoordinasikan serta ditetapkan oleh kepala serta ditetapkan oleh kepala UPT
UPT; dan
❑ Prinsip Pendamping:
❑ Kriteria Pendamping: 1. Transparan;
1. Kompetensi teknis; 2. Akuntabel
2. Kompetensi manajerial; 3. Tidak diskriminatif;
3. Kompetensi umum. 4. Partisipatif;
5. Keterbukaan.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
PELAKSANAAN PENDAMPINGAN

✓ Pendamping harus menyusun dan menyampaikan laporan progres Pengelolaan


Perhutanan Sosial di wilayah kerjanya secara manual dan elektronik kepada kepala
UPT melalui sistem informasi yang telah ditetapkan.
✓ Pendamping berhak mendapatkan insentif atas kinerja pelaksanaan
Pendampingan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
✓ Insentif berupa areal kelola percontohan atas persetujuan kelompok yang hasilnya
untuk operasional Pendampingan.
✓ Dalam hal Pendamping tidak melaksanakan tugas, kewajiban, melanggar
kode etik Pendamping dan/atau terkena masalah hukum lain Kepala UPT
dapat membatalkan keputusan, setelah mendapat pertimbangan dari dewan etik
pendamping yang ditetapkan Dirjen
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

Kemitraan dilakukan untuk mendorong peningkatan peran aktif para pihak dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, secara khusus dalam
Pengelolaan Perhutanan Sosial dan dilakukan untuk pemberdayaan Masyarakat melalui
penguatan mitra (meliputi aspek pengelolaan kawasan, pengelolaan kelembagaan/penguatan
kelompok dan pengelolaan usaha).

Prinsip Kemitraan Lingkungan: Kegiatan Kemitraan Lingkungan:


a. penguatan kelembagaan dan penyadartahuan sumber
a. kepedulian;
daya manusia Pengelolaan Perhutanan Sosial
b. kesetaraan; b. kaukus politik lingkungan;
c. transparansi; c. jejaring komunitas kehutanan dan lingkungan;
d. tanggung jawab; d. kemitraan dalam penelitian sumber daya hutan dan
lingkungan;
e. saling percaya; dan e. kemitraan dalam pengelolaan pencemaran lingkungan
f. saling menguntungkan dan sampah untuk pengembangan ekonomi
berkelanjutan (circular economy);
f. kemitraan dalam pengembangan imbal jasa
lingkungan; dan/atau
g. kemitraan dalam pemanfaatan corporate social
responsibility
Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut
Pasal 172 s/d 176

(1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilakukan melalui kegiatan


pemanfaatan Ekosistem Gambut.
(2) Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada areal Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial dapat dilakukan pada Ekosistem Gambut dengan:
a. fungsi lindung; dan/atau
b. fungsi budidaya.
Tata cara penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut dan
kriteria baku kerusakan ekosistem gambut dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan terkait ekosistem gambut.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL PADA EKOSISTEM GAMBUT

Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Pada areal Ekosistem Gambut, pemegang


Perhutanan Sosial didasarkan pada: Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
dilarang:
a. Peta fungsi Ekosistem Gambut
nasional, peta hidrotopografi a. Membuka lahan baru/land clearing sampai
kawasan hidrologis Gambut skala ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi
1:50.000 (satu berbanding lima budidaya pada areal Ekosistem Gambut untuk
puluh ribu), peta indikatif tanaman tertentu;
penghentian pemberian izin baru; b. Membuat saluran drainase yang mengakibatkan
dan gambut menjadi kering;
b. Rencana perlindungan dan c. Membakar lahan Gambut dan/atau melakukan
pengelolaan Ekosistem Gambut pembiaran terjadinya pembakaran; dan/atau
d. Melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan
terlampauinya kriteria baku kerusakan
Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk
Ekosistem Gambut.
Perhutanan Sosial dilakukan dengan
kewajiban menjaga fungsi hidrologis e. Pemegang Persetujuan Pengelolaan HD, HKm
Gambut. dan Kemitraan Kehutanan dilarang untuk
memanfaatkan hasil hutan kayu.
Jangka Benah Kebun Rakyat
Pasal 177 s/d 178

Jangka Benah dilakukan dengan menerapkan (1) Pada kawasan Hutan Produksi , jangka benah dilakukan dalam jangka
strategi Jangka Benah meliputi: waktu 1 daur selama 25 tahun sejak masa tanam.
a. menyusun rencana Jangka Benah sebagai (2) Pada kawasan Hutan Lindung atau Hutan Konservasi, jangka benah
bagian rencana kelola Perhutanan Sosial; dilakukan dalam jangka waktu 1 daur selama 15 tahun sejak masa
b. penanaman tanaman melalui teknik tanam.
agroforestri yang disesuaikan dengan (3) Dalam hal tanaman sawit telah mencapai umur 25 tahun pada Hutan
kondisi biofisik dan kondisi sosial; Produksi dan 15 tahun pada Hutan Lindung dan Hutan Konservasi,
tanaman sawit di bongkar dan ditanami pohon.
c. penanaman tanaman kehutanan paling
(4) Jenis tanaman pokok kehutanan untuk Hutan Lindung dan Hutan
sedikit 100 btg/ha paling lambat 1 tahun
Konservasi harus memenuhi ketentuan:
setelah mendapatkan Persetujuan
a. berupa pohon penghasil hasil hutan bukan kayu; dan
Pengelolaan Perhutanan Sosial dengan
menerapkan sistem silvikultur atau teknik b. dapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh ditebang.
budidaya sesuai dengan tapak ekologinya di (5) Penanaman tanaman pokok kehutanan pada Hutan Produksi, Hutan
sela-sela tanaman sawit; dan tidak Lindung, dan Hutan Konservasi dilakukan paling lambat 1 tahun
melakukan peremajaan tanaman kelapa setelah mendapat Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
sawit selama masa Jangka Benah.
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pembinaan dilaksanakan untuk Pengawasan dilaksanakan Pengendalian dalam bentuk


memberikan bantuan fasilitasi untuk memperoleh data dan evaluasi dilaksanakan untuk
terhadap: informasi: menilai:
a. pemenuhan hak, a. pemenuhan hak; a. pemenuhan hak;
pelaksanaan kewajiban dan b. pemenuhan kewajiban; dan b. pemenuhan kewajiban;
ketaatan terhadap ketentuan
c. kepatuhan terhadap c. kepatuhan terhadap larangan;
dan larangan bagi pemegang
larangan dan ketentuan dan
Persetujuan Pengelolaan
dalam Pengelolaan d. kegiatan Pengelolaan
Perhutanan Sosial dan
Perhutanan Sosial. Perhutanan Sosial.
penetapan Hutan Adat;
b. penyelesaian konflik sosial Evaluasi sebagaimana dimaksud
dan tenurial Pengelolaan Pengawasan dilaksanakan pada ayat (1) dilaksanakan paling
Perhutanan Sosial; paling sedikit 1 (satu) kali sedikit 1 (satu) kali dalam 5
dalam 1 (satu) tahun. (lima) tahun.
c. penataan areal dan
pengelolaan kawasan;
d. penyusunan perencanaan Dalam hal pengawasan Evaluasi digunakan sebagai
Pengelolaan Perhutanan ditemukan pelanggaran bahan masukan untuk penetapan
Sosial; dan/atau terhadap kewajiban dan dan penyempurnaan kebijakan
larangan dikenakan sanksi Pengelolaan Perhutanan Sosial.
e. pengembangan usaha
administratif.
Perhutanan Sosial.
Pengenaan Sanksi Administratif
(PP 23/2021 Pasal 288 dan P.9/2021 Pasal 194)

Teguran tertulis

01 Dikenakan kepada pemegang persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial


apabila tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan yang
telah ditetapkan.

Denda administrasi

02 Dikenakan kepada pemegang persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial


apabila tidak melaksanakan penatausahaan hasil hutan berlaku mutatis
muntadis dengan Perizinan Berusaha.

Pembekuan persetujuan Pengelolaan Perhutanan

03 Sosial
Dikenakan kepada pemegang persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
apabila tidak menindaklanjuti teguran tertulis yang ditetapkan

Pencabutan persetujuan Pengelolaan Perhutanan

04 Sosial
Dikenakan kepada pemegang persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
apabila tidak menindaklanjuti teguran tertulis dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun sejak pembekuan persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial (1)
Pasal 192

(1) Dalam rangka percepatan Perhutanan Sosial untuk kesejahteraan dan kelestarian hutan
disusun perencanaan terpadu percepatan persetujuan distribusi akses legal, Pendampingan,
dan pengembangan usaha Perhutanan Sosial.
(2) Perencanaan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Menteri koordinator membentuk kelompok kerja nasional percepatan Perhutanan Sosial untuk
membantu percepatan akses dan peningkatan kualitas Pengelolaan Perhutanan Sosial tingkat
nasional
(4) Pembentukan kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Menteri dapat membentuk tim sekretariat untuk percepatan akses dan peningkatan kualitas
Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

56
Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial (2)
Pasal 193

(1) Menteri mengembangkan wilayah Kegiatan pengembangan usaha dalam pengembangan


terpadu berbasis Perhutanan wilayah terpadu berbasis Perhutanan Sosial meliputi
Sosial/integrated area development meliputi:
a. penguatan kelembagaan;
untuk peningkatan pembangunan
b. Pemanfaatan Hutan;
ekonomi di desa. c. pengembangan kewirausahaan dan/atau
(2) Pengembangan wilayah terpadu agroindustri;
berbasis Perhutanan Sosial d. pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lainnya;
dilakukan secara terintegrasi dan e. pengembangan usaha hasil hutan kayu dan bukan
kolaborasi antara Kementerian kayu dengan pola wana tani atau agroforestry, wana
ternak atau silvopastura, wana mina atau
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
silvofishery, dan wana tani ternak atau
dengan kementerian/lembaga, agrosilvopastura; dan/atau
Pemerintah Daerah, badan usaha milik f. pengembangan usaha diutamakan tanaman pokok
negara, akademisi, swasta, dan kehutanan dan/atau Multi Purposes Trees
Masyarakat. Species/MPTS paling sedikit 60% (enam puluh
persen).
57
Sistem Informasi Pengelolaan Perhutanan Sosial
Pasal 196

(1) Menteri membangun sistem informasi Pengelolaan


Perhutanan Sosial yang terintegrasi secara elektronik.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat data dan informasi yang transparan mengenai
perkembangan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk:
a. menyimpan database Pengelolaan Perhutanan
Sosial;
b. memantau perkembangan Pengelolaan Perhutanan
Sosial;
c. membantu pengambilan keputusan; dan/atau
d. membantu sosialisasi hasil Perhutanan Sosial
kepada publik.
Ketentuan Peralihan
Pasal 198

(1) Semua legalitas akses PS tetap berlaku sampai jangka waktu


hak pengelolaan atau izin berakhir dan disesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini;
(2) Penetapan status Hutan Adat yang sudah terbit sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku;
(3) Permohonan yang sedang berproses dan belum terbit
persetujuan pengelolaan PS disesuaikan dengan Peraturan
Menteri ini.
KETENTUAN PERALIHAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

NO SKEMA PROGRES KETENTUAN

1 HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, KULIN Sudah terbit Dinyatakan tetap berlaku sampai
KONSERVASI, KULIN KK hak/izin berakhir dan disesuaikan
dengan Permen ini

2 Penetapan Status Hutan Adat Sudah terbit Dinyatakan tetap berlaku

3 Permohonan HPHD, IUPHKm, IUPHHK- Sedang dalam Dilanjutkan prosesnya dan


HTR dan penetapan status Hutan Adat proses disesuaikan dengan Permen ini

4 Permohonan KULIN KK Konservasi, KULIN Sedang dalam Dilanjutkan prosesnya dan


KK antara masyarakat dengan pemegang proses disesuaikan dengan peraturan
berizinan berusaha pemanfaatan hutan Menteri ini

5 Permohonan KULIN KK antara masyarakat Sedang dalam Disesuaikan dengan peraturan


dan KPH, serta KULIN KK antara proses Menteri ini
masyarakat dan pengelola KHDTK
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN
SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Menteri yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku:
1. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.3/MENHUT/II/2012 tentang Rencana Kerja
pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Perhutanan Sosial pada
Ekosistem Gambut.
4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai