Buku Saku Dasar-Dasar Obstetri

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 118

BUKU SAKU DASAR-DASAR OBSTETRI

UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

PENYUSUN

Dr. Dewi Setiawati, S.Ked

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSSAR

2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan kepada

penulis berupa kesehatan dan kemampuan dalam menyelesaikan buku ini.

Buku ini disusun diperuntukkan bagi mahasiswa kesehatan, Semoga buku ini dapat

bermanfaat

Dewi Setiawati

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vi

BAB I ASUHAN ANTENATAL 1

BAB II SISTEM REPRODUKSI WANITA 23

BAB III KEHAMILAN 29

BAB IV PENYULIT DALAM KEHAMILAN 45

BAB V MASA NIFAS 83

BAB VI PENYULIT PASCA PERSALINAN 99

BAB VII ULTRASONOGRAFI (USG) 119

DAFTAR PUSTAKA 129

BAB I

3
ASUHAN ANTENATAL

Keterampilan seorang bidan sangat penting dalam menetukan kondisi dan diagnosis

terhadap seorang wanita baik itu wanita hamil atau bukan hamil.Setiap pasien yang datang

berkunjung, langkah pertama adalah menentukan apakah wanita tersebut hamil atau tidak.

Kapan kita menduga apakah wanita itu hamil atau tidak.

ASUHAN ANTENATAL (Antenatal Care)

Definisi

Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan

penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan

yang aman dan memuaskan. (pada beberapa kepustakaan disebut sebagai Prenatal Care)

Pelayanan antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional (dokter spesialis

kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama masa

kehamilannya, sesuai dengan standard minimal pelayanan antenatal yang meliputi 5T yaitu

timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, pemberian imunisasi TT, ukur

tinggi fundus uteri dan pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan.

Tujuan

menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan

bayi yang dilahirkan sehat. memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan

merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.

menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.

4
Asuhan antenatal HARUS dimulai sedini mungkin.

Perencanaan Kunjungan:

Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :

- sampai 28 minggu : 4 minggu sekali

- 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali

- di atas 36 minggu : 1 minggu sekali

KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan medik

lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif. Misalnya pada kasus preeklampsia ringan,

diminta melakukan kunjungan setiap minggu.

KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE

Tujuan

1. menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan

2. menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan

3. menentukan status kesehatan ibu dan janin

4. menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor risiko kehamilan

5. menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya

Diagnosis Fisis

Anamnesis

1. Identitas Pasien

Identitas umum, perhatian pada usia ibu, status perkawinan dan tingkat pendidikan.

Range usia reproduksi sehat dan aman antara 20-30 tahun. Pada kehamilan usia

remaja, apalagi kehamilan di luar nikah, kemungkinan ada unsur penolakan psikologis

5
yang tinggi. Tidak jarang pasien meminta aborsi. Usia muda juga faktor kehamilan

risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetri seperti preeklampsia,

ketuban pecah dini, persalinan preterm, abortus.

2. Keluhan utama

Sadar/tidak akan kemungkinan hamil, apakah semata-mata ingin periksa hamil, atau

ada keluhan / masalah lain yang dirasakan.

3. Riwayat kehamilan sekarang / riwayat penyakit sekarang

Ada/tidaknya gejala dan tanda kehamilan.

Jika ada amenorea, kapan hari pertama haid terakhir, siklus haid biasanya berapa hari.

Hal ini penting untuk memperkirakan usia kehamilan menstrual dan memperkirakan

saat persalinan menggunakan Rumus Naegele (h+7 b-3 + x + 1mg) untuk siklus 28 +

x hari.

Ditanyakan apakah sudah pernah periksa kehamilan ini sebelumnya atau belum (jika

sudah, berarti ini bukan kunjungan antenatal pertama, namun tetap penting untuk data

dasar inisial pemeriksaan kita).

Apakah ada keluhan / masalah dari sistem organ lain, baik yang berhubungan dengan

perubahan fisiologis kehamilan maupun tidak.

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh

kehamilan (penyakit jantung, paru, ginjal, hati, diabetes mellitus), riwayat alergi

makanan / obat tertentu dan sebagainya. Ada/tidaknya riwayat operasi umum / lainnya

maupun operasi kandungan (miomektomi, sectio cesarea dan sebagainya).

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan, dan sebagainya.

6
6. Riwayat khusus obstetri ginekologi

Adakah riwayat kehamilan / persalinan / abortus sebelumnya (dinyatakan dengan

kode GxPxAx, gravida / para / abortus), berapa jumlah anak hidup.

Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan / persalinan sebelumnya seperti prematuritas,

cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan sebagainya.

Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka persalinan,

keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir jika masih ingat.

Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan haid lainnya,

riwayat penyakit kandungan lainnya.

Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak.

7. Riwayat sosial / ekonomi

Pekerjaan, kebiasaan, kehidupan sehari-hari.

8. Pemeriksaan Fisis

a. Status generalis / pemeriksaan umum

 Penilaian keadaan umum, kesadaran, komunikasi/kooperasi.

Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan), tinggi/berat badan.

Kemungkinan risiko tinggi pada ibu dengan tinggi < 145 cm dan berat badan> 75

kg.

Batas hipertensi pada kehamilan yaitu 140/90 mmHg (nilai diastolik lebih

bermakna untuk prediksi sirkulasi plasenta).

Kepala ada/tidaknya nyeri kepala (anaemic headache nyeri frontal, hypertensive /

tension headache nyeri suboksipital berdenyut).

Mata konjungtiva pucat / tidak, sklera ikterik / tidak.

7
Mulut / THT ada tanda radang / tidak, lendir, perdarahan gusi, gigi-geligi.

Paru / jantung / abdomen inspeksi palpasi perkusi auskultasi umum.

Ekstremitas diperiksa terhadap edema, pucat, sianosis, varises, simetri (kecurigaan

polio, mungkin terdapat kelainan bentuk panggul).

Jika ada luka terbuka atau fokus infeksi lain harus dimasukkan menjadi masalah

dan direncanakan penatalaksanaannya

b. Status obstetrik / pemeriksaan khusus obstetrik

Abdomen

Inspeksi : membesar/tidak (pada kehamilan muda pembesaran abdomen mungkin

belum nyata).

Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan dengan palpasi

bimanual dalam, dapat diperkirakan ukuran uterus – pada kehamilan lebih besar,

tinggi fundus dapat diukur dengan pita ukuran sentimeter, jarak antara fundus uteri

dengan tepi atas simfisis os pubis).

Persiapan Penderita:

 Buang air kecil sebelum dilakukan pemeriksaan

 Cuci kaki

 Menurunkan bagian celana sampai di batas pubis

 Menyampaikan ke pasien perihal tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan

 Sampaikan bahwa mungkin agak kurang nyaman, tapi tindakan ini perlu untuk

mengetahui kondisi janin

8
Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukan dengan sistematika :

Leopold I :

o Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus uteri.

o Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan.

o Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus ( bokong atau kepala

atau kosong ).

Leopold I

2. Leopold II :

o Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai disamping

kiri dan kanan umbilikus.

o Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi denyut

jantung janin nantinya.

o Tentukan bagian-bagian kecil janin.

9
Leopold II

3.Leopold III :

o Pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati oleh karena dapat menyebabkan

perasaan tak nyaman bagi pasien.

o Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.

o Ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan ditentukan apakah

sudah mengalami engagemen atau belum.

Leopold III

10
4.Leopold IV :

o Pemeriksa merubah posisinya sehingga menghadap ke arah kaki pasien.

o Kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan kanan bagian terendah janin.

o Digunakan untuk menentukan sampai berapa jauh derajat desensus janin.

Leopold IV

Menentukan tinggi fundus uteri untuk memperkirakan usia kehamilan berdasarkan

parameter tertentu ( umbilikus, prosesus xyphoideus dan tepi atas simfisis pubis)

11
Pada kehamilan aterm, perkiraan berat janin dapat menggunakan rumus cara Johnson-

Tossec yaitu : tinggi fundus (cm) – (12/13/14)) x 155 gram.

Auskultasi : dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang ditempelkan di

daerah punggung janin, dihitung frekuensi pada 5 detik pertama, ketiga dan kelima,

kemudian dijumlah dan dikalikan 4 untuk memperoleh frekuensi satu menit.

Sebenarnya pemeriksaan auskultasi yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung

seluruhnya selama satu menit.

Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut per menit.

Takikardi menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap beban / stress pada janin

(fetal stress), sementara bradikardi menunjukkan kegagalan kompensasi beban / stress

pada janin (fetal distress/gawat janin).

Genitalia eksterna

Inspeksi luar : keadaan vulva / uretra, ada tidaknya tanda radang, luka / perdarahan,

discharge, kelainan lainnya. Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa untuk

inspeksi lebih jelas. Inspeksi dalam menggunakan spekulum (in speculo) : Labia

dipisahkan dengan dua jari pemeriksa, alat spekulum Cusco (cocorbebek) dimasukkan

ke vagina dengan bilah vertikal kemudian di dalam liang vagina diputar 90o sehingga

horisontal, lalu dibuka. Deskripsi keadaan porsio serviks (permukaan, warna),

keadaan ostium, ada/tidaknya darah/cairan/ discharge di forniks, dilihat keadaan

dinding dalam vagina, ada/tidak tumor, tanda radang atau kelainan lainnya. Spekulum

ditutup horisontal, diputar vertikal dan dikeluarkan dari vagina.

Genitalia interna

Palpasi : colok vaginal (vaginal touché) dengan dua jari sebelah tangan dan

12
BIMANUAL dengan tangan lain menekan fundus dari luar abdomen. Ditentukan

konsistensi, tebal, arah dan ada/tidaknya pembukaan serviks. Diperiksa ada/tidak

kelainan uterus dan adneksa yang dapat ditemukan. Ditentukan bagian terbawah

Pada pemeriksaan di atas 34-36 minggu dilakukan perhitungan pelvimetri klinik

untuk memperkirakan ada/tidaknya disproporsi fetopelvik/sefalopelvik.

Kontraindikasi relatif colok vaginal adalah :

1. perdarahan per vaginam pada kehamilan trimester ketiga, karena kemungkinan

adanya plasenta previa, dapat menjadi pencetus perdarahan yang lebih berat (hanya

boleh dilakukan di meja operasi, dilakukan dengan cara perabaan fornices dengan

sangat hati-hati)

2. ketuban pecah dini – dapat menjadi predisposisi penjalaran infeksi

(korioamnionitis).

Pemeriksaan dalam (vaginal touché) seringkali tidak dilakukan pada kunjungan

antenatal pertama, kecuali ada indikasi.

Umumnya pemeriksaan dalam yang sungguh bermakna untuk kepentingan obstetrik

(persalinan) adalah pemeriksaan pada usia kehamilan di atas 34-36 minggu, untuk

memperkirakan ukuran, letak, presentasi janin, penilaian serviks uteri dan keadaan

jalan lahir, serta pelvimetri klinik untuk penilaian kemungkinan persalinan normal

pervaginam. Alasan lainnya, pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, elastisitas

jaringan lunak sekitar jalan lahir masih minimal, akan sulit dan sakit untuk eksplorasi.

Pemeriksaan rektal (rektal touché) : dilakukan atas indikasi.

PEMERIKSAAN LANJUTAN

13
1. Jadwal kunjungan

Idealnya seperti di atas (sampai 28 minggu 1 kali setiap bulan, 29-36 minggu setiap 2

minggu sekali dan di atas 36 minggu setiap minggu sekali).

Pada kunjungan pemeriksaan lanjutan, diperiksa :

1. Keluhan ibu, tekanan darah, berat badan, dan tinggi fundus uteri.

2. Terhadap janin diperiksa perkiraan besar / berat janin, presentasi dan letak janin,

denyut jantung janin, aktifitas janin, perkiraan volume cairan amnion dan letak

plasenta (jika memungkinkan dengan USG).

2. Laboratorium

Jika terdapat kelainan, ditatalaksana dan diperiksa ulang terus sampai mencapai

normal. Jika sejak awal laboratorium rutin dalam batas normal, diulang kembali pada

kehamilan 32-34 minggu.

Periksa juga infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Hepatitis /

HIV).

Periksa gula darah pada kunjungan pertama, bila normal, periksa ulang pada

kunjungan minggu ke 26-28, untuk deteksi dini diabetes mellitus gestasional.

3. Lain-lain

Pelvimetri radiologik (akhir trimester 3), jika diperlukan, untuk perhitungan jalan

lahir. Pada trimester 3 akhir, pembentukan dan pematangan organ janin sudah hampir

selesai, sehingga kemungkinan mutasi / karsinogen jauh lebih kecil dibandingkan

pada trimester pertama / kedua. Tetap harus digunakan dosis radiasi sekecil-kecilnya.

Ultrasonografi (USG) tidak berbahaya karena menggunakan gelombang suara.

Frekuensi yang digunakan dari 3.5, 5.0, 6.5 atau 7.5 MHz. Makin tinggi frekuensi,

resolusi yang dihasilkan makin baik tetapi penetrasi tidak dapat dalam, karena itu

harus disesuaikan dengan kebutuhan.

14
NASEHAT UNTUK PERAWATAN UMUM / SEHARI-HARI

1. Aktifitas fisik

Dapat seperti biasa (tingkat aktifitas ringan sampai sedang), istirahat minimal 15

menit tiap 2 jam. Jika duduk/berbaring dianjurkan kaki agak ditinggikan. Jika tingkat

aktifitas berat, dianjurkan untuk dikurangi. Istirahat harus cukup.

Olahraga dapat ringan sampai sedang, dipertahankan jangan sampai denyut nadi

melebihi 140 kali per menit.

Jika ada gangguan / keluhan yang mencurigakan dapat membahayakan (misalnya,

perdarahan per vaginam), aktifitas fisik harus dihentikan.

2. Pekerjaan

Hindari pekerjaan yang membahayakan atau terlalu berat atau berhubungan dengan

radiasi / bahan kimia, terutama pada usia kehamilan muda.

3. Imunisasi

Terutama tetanus toksoid. Imunisasi lain sesuai indikasi.

4. Bepergian dengan pesawat udara

Tidak perlu kuatir bepergian dengan menumpang pesawat udara biasa, karena tidak

membahayakan kehamilan. Tekanan udara di dalam kabin kapal penumpang telah

diatur sesuai atmosfer biasa.

5. Mandi dan cara berpakaian

Mandi cukup seperti biasa.

Pemakaian sabun khusus / antiseptik vagina tidak dianjurkan karena justru dapat

mengganggu flora normal vagina.

Selain itu aplikasi sabun vaginal dengan alat semprot dapat menyebabkan emboli

udara atau emboli cairan yang dapat berbahaya.

15
Berpakaian sebaiknya yang memungkinkan pergerakan, pernapasan dan perspirasi

yang leluasa.

6. Sanggama / coitus

Dapat seperti biasa, kecuali jika terjadi perdarahan atau keluar cairan dari kemaluan,

harus dihentikan (abstinentia).

Jika ada riwayat abortus sebelumnya, coitus ditunda sampai usia kehamilan di atas 16

minggu, di mana diharapkan plasenta sudah terbentuk, dengan implantasi dan fungsi

yang baik. Beberapa kepustakaan menganjurkan agar coitus mulai dihentikan pada 3-

4 minggu terakhir menjelang perkiraan tanggal persalinan. Hindari trauma berlebihan

pada daerah serviks / uterus.

Pada beberapa keadaan seperti kontraksi / tanda-tanda persalinan awal, keluar cairan

pervaginam, keputihan, ketuban pecah, perdarahan pervaginam, abortus iminens atau

abortus habitualis, kehamilan kembar, penyakit menular seksual, sebaiknya coitus

jangan dilakukan.

7. Perawatan mammae dan abdomen

Jika terjadi papila retraksi, dibiasakan papillla ditarik manual dengan pelan. Striae /

hiperpigmentasi dapat terjadi, tidak perlu dikuatirkan berlebihan.

8. Hewan piaraan

Hewan piaraan dapat menjadi carrier infeksi (misalnya, bulu kucing / burung, dapat

mengandung parasit toxoplasma). Dianjurkan menghindari kontak.

9. Merokok / minuman keras / obat-obatan

Harus dihentikan sekurang-kurangnya selama kehamilan dan sampai persalinan, nifas

dan menyusui selesai. Obat-obat depresan adiktif (narkotik dsb.) mendepresi sirkulasi

janin dan menekan perkembangan susunan saraf pusat pada janin.

16
10. Gizi / nutrisi

Makanan sehari-hari dianjurkan yang memenuhi standar kecukupan gizi untuk ibu

hamil

Untuk pencegahan anemia defisiensi, diberi tambahan vitamin dan tablet Fe.

PEMERIKSAAN DALAM (VAGINAL TOUCHER/VT) PADA KASUS OBSTETRI

Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:

1. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.

2. Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk

melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah ada

kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya proses

persalinan pervaginam.

3. Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan

diagnosa letak janin.

4. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan sesuai

dengan yang diharapkan.

5. Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus bagian

kecil janin atau talipusat.

6. Pada saat inpartu, ibu nampak ingin meneran dan digunakan untuk memastikan

apakah fase persalinan sudah masuk pada persalinan kala II.

17
Tehnik

Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan persalinan:

1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna.

2. Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan lahir.

3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri

dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum.)

4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat dimasukkan

kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada

servik.

1. Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase).

2. Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, bila sudah

pecah tentukan :

1. Warna

2. Bau

18
3. Jumlah air ketuban yang mengalir keluar

3. Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi (berdasarkan denominator)

serta derajat penurunan janin berdasarkan stasion.

4. Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil janin lain atau talipusat yang

berada disamping bagian terendah janin (presentasi rangkap – compound

presentation).

5. Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan pelvimetri klinik :

1. Pemeriksaan bentuk sacrum

2. Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak.

3. Menentukan apakah spina ischiadica menonjol atau tidak.

4. Mengukur distansia interspinarum.

5. Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul.

6. Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga adanya

kesempitan panggul (mengukur conjugata diagonalis).

7. Menentukan jarak antara kedua tuber ischiadica.

19
Auskultasi

 Auskultasi detik jantung janin dengan menggunakan fetoskop de Lee.

 Detik jantung janin terdengar paling keras didaerah punggung janin.

 Detik jantung janin dihitung selama 5 detik dilakukan 3 kali berurutan selang 5 detik

sebanyak 3 kali.

 Hasil pemeriksaan detik jantung janin 10 – 12 – 10 berarti frekuensi detik jantung

janin 32 x 4 = 128 kali per menit.

 Frekuensi detik jantung janin normal 120 – 160 kali per menit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan laboratorium rutin (Hb dan urinalisis serta protein urine).

 Pemeriksaan laboratorium khusus.

 Pemeriksaan ultrasonografi.

 Pemantauan janin dengan kardiotokografi.

 Amniosentesis dan Kariotiping.

20
KESIMPULAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN:

Sebagai kesimpulan hasil pemeriksaan kehamilan harus disebutkan 10 hal berikut dibawah

ini :

1. Hamil atau tidak hamil ( berdasarkan tanda pasti kehamilan ).

2. Primigravida atau multigravida.

o G (gravida ) ………P(para) 1 – 2 – 3 – 4.

1. Jumlah partus aterm (> 37 minggu/ berat anak > 2500 g).

2. Jumlah partus preterm (22 – 37 minggu / berat anak < 2500g )

3. Jumlah abortus ( < 20 minggu ).

4. Jumlah anak hidup saat ini.

3. Anak hidup atau mati.

4. Usia kehamilan ( aterm / preterm ……… minggu ).

5. Letak anak :

o Situs : misalnya situs longitudinal.

o Habitus : misalnya fleksi.

o Posisi : misalnya punggung kiri dengan ubun-ubun kecil kiri melintang.

o Presentasi : misalnya presentasi belakang kepala.

6. Kehamilan intra atau ekstrauterin.

7. Hamil tunggal atau kembar.

8. Inpartu atau tidak ( sebutkan tahapan persalinan)

9. Keadaan jalan lahir : tumor jalan lahir, hasil pemeriksaan pelvimetri klinik, cacat

rahim pasca sectio caesar atau miomektomi intramural.

10. Keadaan umum ibu :

o Komplikasi atau penyakit penyakit yang menyertai kehamilan atau persalinan

( misal: pre – eklampsia, anemia , hepatitis dsb nya )

21
o Komplikasi persalinan ( misal : “secondary arrest” , kala II memanjang, gawat

janin )

DIAGNOSA :

1. Diagnosa ibu :

o misalnya :

o G 1 P 0000 inpartu kala I fase aktif

o (Penyulit kehamilan) Pre eklampsia berat dan anemia gravidarum

2. Diagnosa anak :

o Misalnya : janin tunggal, hidup, intrauterin, presentasi belakang kepala.

TERAPI / SIKAP / TINDAKAN / RENCANA TINDAKAN & TINDAK LANJUT :

Misalnya :

 Pasang infuse dan dauer katheter

 Pemberian Mg SO4 dosis bolus dan dosis pemeliharaan

 Observasi keadaan umum ibu (tekanan darah dan pernafasan , gejala subjektif,

kejang, kesadaran, produksi urine

 Observasi kemajuan persalinan ( detik jantung janin, kontraksi uterus, penurunan

janin dan tanda-tanda ruptura uteri iminen - lingkaran Bandl)

 Antisipasi terjadinya perdarahan pasca persalinan ( oleh karena pemberian MgSO4

dan adanya anemia gravidarum )

 Buat partograf

 Evaluasi 4 jam

22
 Bila kemajuan persalinan berlangsung dengan normal, direncanakan untuk melakukan

persalinan pervaginam dengan mempercepat persalinan kala II menggunakan

ekstraksi cunam atau vakum.

Penolong persalinan yang baik bukan hanya sekedar terampil dalam melakukan tindakan,

akan tetapi juga yang mampu untuk mencegah terjadinya penyulit kehamilan dan atau

persalinan dengan melakukan perawatan antenatal secara baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB. Pengantar. Dalam: Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D editor. Buku

panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka sSarwono Prawirohardjo; 2002. h.v-vii.

2. Hendardji RR. Kebijakan pelayanan maternal dan perinatal. Makalah Kongres Nasional Perinasia ke-9; 5-9

September 2006; Makassar, Indonesia.

3. Lucyati A. Peranan pemerintah kabupaten dalam pengembangan pelayanan perinatal regional di Kabupaten

Subang. Makalah Kongres Nasional Perinasia ke-9; 5-9 September 2006; Makassar, Indonesia.

4. Manuaba IBG. Permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Dalam: Konsep obstetri dan ginekologi

sosial Indonesia. Jakarta: EGC; 2001. h. 16-20.

5. Manuaba IBG. Masalah obstetri sosial yang dihadapi Indonesia. Dalam: Konsep obstetri dan ginekologi

sosial Indonesia. Jakarta: EGC; 2001. h. 105-9.

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetrics in broad

perspective. In: Williams obstetrics. 21st ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2001. p.

1-13

23
BAB II

Sistem Reproduksi Wanita

1. Anatomi Genitalia Eksterna

Gambar 1 Genitalia Eksterna

Sumber: Atlas Anatomi Sobotta

a. Mons veneris

Mons veneris adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada wanita

dewasa ditutup oleh rambut kemaluan. Pertumbuhan rambut kemaluan ini

tergantung dari suku bangsa dan juga dari jenis kelamin. Pada wanita umumnya

batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai

di sekitar anus dan paha.

b. Labia mayora

Labia mayora atau bibir besar terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong

mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di

24
mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan

membentuk kommisura posterior.

c. Labia minora

Labia minora atau bibir kecil adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam

bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk di atas klitoris

preputium klitoridis, dan di bawah klitoris frenulum klitoridis. Ke belakang kedua

bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa navikulare.

d. Klitoris

Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis, dan

terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan

klitoris ke osis pubis. Glands klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat

mengembang, penuh dengan urat saraf, hingga amat sensitif.

e. Vulva

Vulva berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan

dibatasi oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil, dan di belakang oleh

perineum.

f. Bulbus vestibule sinistra et dekstra

Terletak di bawah selaput lender vulva, dekat ramus osis pubis. Besarnya 3-4

cm panjang, 1-2 cm lebar, dan 0,51-1 cm tebal. Mengandung banyak pembuluh

darah.

g. Introitus vagina

Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada

seorang virgo selalu dilindungi oleh labia minora; jika bibir kecil ini dibuka, maka

barulah dapat dilihat, ditutupi oleh selaput darah (himen).

25
h. Perineum

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. (Sarwono

2005, 31-33)

2. Anatomi Genitalia Interna

a. Vagina

Setelah melewati introitus vagina, kita temukan liang kemaluan yang

merupakan suatu penghubung antara introitus dan uterus. Arahnya sejajar dengan

arah dari pinggir atas simfisis ke promontorium. Dinding depan dan belakang

vagina berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya 6,5 cm dan 9 cm.

(Sarwono 2005, 34)

b. Serviks

Leher rahim merupakan bagian dari alat reproduksi yang sering ditumbuhi

kanker. Leher rahim terletak di bagian bawah rahim. Tugasnya adalah membantu

jalannya sperma dari vagina menuju rahim. Leher rahim mengeluarkan jenis

lender tertentu dengan tugas yang berbeda-beda. Jenis-jenis lendir itu berada

dalam daerah yang berbeda-beda.

Jenis-jenis lendir yang ada di dalam leher rahim adalah:

1) Lendir daerah L, lendir ini menyebabkan rasa basah serta lengket. Tugasnya

menghancurkan sperma yang bermutu rendah dan membentuk jaringan untuk

mendukung daerah daerah lendir S dan P.

2) Lendir daerah G, Lendir gestagenic yang begitu pekat dan tidak dapat

ditembus. Terbentuk di bagian bawah leher rahim. Lendir ini menghalangi

26
sperma masuk ke dalam leher rahim. Tugasnya melindungi system reproduksi

wanita dari infeksi.

3) Lendir daerah F, Lendir daerah F berasal dari sel-sel yang tersebar di

sepanjang leher rahim dan belum diketahui fungsinya.

4) Bulir-bulir Z, Enzim dalam bulir-bulir Z ini bergabung dengan lendir P dan

mempunyai tugas yaitu menghasilkan sifat zat cair

5) Lendir daerah X, Lendir ini menimbulkan rasa basah dan licin pada vulva.

Tugasnya membentuk benang-benang yang menjadi saluran transportasi bagi

sel sperma.

6) Lendir daerah P, Pada lendir P terdiri beberapa sub jenis lendir yaitu;

a) Lendir P2, dapat muncul pada masa subur dan mempunyai peran

mencairkan lendir.

b) Lendir P6, Kebanyakan terdapat di bagian atas leher rahim, tugasnya

membantu sperma serta menimbulkan rasa basah dan licin pada vulva.

(Sukaca 2009, 16-17)

c. Uterus

Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng kea

rah muka belakang: ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,

lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Uterus terdiri atas

fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. (Sarwono 2005, 36)

d. Tuba Fallopi

Tuba fallopii terdiri atas: 1) pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding

uterus; 2) pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; 3)

pars ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat kosepsi

27
terjadi; 4) infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan

mempunyai fimbria. (Sarwono 2005, 41)

e. Ovarium

Wanita pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri, yang

dengan mesovarium menggantung bagian belakang ligamentum latum, kiri dan

kanan. Ovarium adalah kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan panjang kira-

kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Struktur ovarium terdiri dari: 1) forteks

di sebelah luar yang diliputi oleh epithelium germinativum yang berbentuk kubik,

dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel primordial; dan 2) medulla di

sebelah dalan forteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh

darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos. (Sarwono 2005, 41-42)

Gambar 2 Anatomi Genitalia Interna

Sukaca, Bertiani E. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher Rahim). Cet. 1.

Yogyakarta: Genius Publisher.

28
BAB III

KEHAMILAN

A. Kehamilan

1. Definisi

a. Masa kehamilan yaitu dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil

normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama

haid terakhir. (Saifuddin, 2006)

b. Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari, dan

tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut matur

(cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur.

Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang

terakhir ini akan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang

dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis buruk.

(Winkjosastro, 2007)

2. Proses terjadinya kehamilan

a. Ovum

Ovum adalah sel telur yang matang yang dilepaskan oleh ovarium pada saat

ovulasi. Ovum dikeliling oleh zona pellusida dimana dibagian luar dari zona

pellusida ditemukan sel-sel korona radiata dan didalamnya terdapat ruang

perivitellina, tempat benda-benda kutub. (Winkjosastro, 2007)

b. Sperma

Berkembang di tubulus seminiferus testis. Dengan panjang 17-20 ,

merupakan satu sel manusia yang berukuran terkecil. Spermatozoa terdiri atas tiga

29
bagian yaitu kaput atau kepala dimana bagian ujung lancip dari kepala sperma

terdapat akrosom, suatu vesikel yang mengandung enzim pencernaan. Badan

sperma, atau bagian tengah memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan

energi untuk pergerakan sperma dan ekor yang memperlihatkan gerakan memecut

dan dapat menghasilkan gaya dorongan untuk sperma sehingga sperma dapat

berenang sekitar 30 cm perjam. (Coad & Melvyn, 2006)

c. Fertilisasi dan implantasi

Fertilisasi merupakan proses persenyawaan antara ovum dan sperma. Jutaan

spermatozoa dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar porsio pada waktu koitus.

Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat meneruskan ke kavum uteri dan tuba,

dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampulla tuba dimana

spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi. Hanya satu

spermatozoa yang memiliki kemampuan untuk membuahi. Setelah spermatozoa

masuk dan melintasi zona pellusida dan sampai ke vitellus maka terjadi proses

kapasitasi sperma , sehingga tidak ada sperma lain lagi yang dapat membuahi

ovum tersebut. (Winjosastro, 2007)

Gambar 1. Proses Implantasi

30
Sumber : Ayurai, 2010

Hasil persenyawaan tersebut disebut zigot yang mengandung bahan genetik

dari pria dan wanita, terdiri dari 46 kromosom (23 pasang), yaitu 44 kromosom

autosom (22 pasang) dan 2 kromosom genosom (1 pasang). Zigot yang mempunyai

44 kromosom autosom dan 1 kromosom X dan Y tumbuh menjadi janin laki-laki.

Sebaliknya jika zigot mempunyai 44 kromosom autosom dan 2 kromosom X maka

tumbuh menjadi janin perempuan.

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot

sehingga dalam waktu 3 hari terbentuklah suatu kelompok sel-sel yang sama

besarnya atau stadium morula. Pembelahan terus berlangsung sambil terjadi

pergerakan yang mendorong sillia tuba terhadap hasil konsepsi menuju cavum uteri.

Saat mencapai cavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Selanjutnya

sel-sel blastula membentuk dinding menjadi trofoblast. Trofoblast mempunyai

kemampuan untuk menghancurkan dan mencairkan jaringan endometrium dan

akhirnya terjadi nidasi/implantasi, yang dapat berlokasi di fundus maupun pada

dinding anterior atau dinding posterior. Setelah nidasi, deferensiasi sel-sel blastula

dimulai, hingga terbentuk embrional plate, ruang amnion dan yolk sac.

(Winkjosastro, 2007)

3. Diagnosis kehamilan

Pada wanita hamil terdapat beberapa tanda dan gejala, antara lain sebagai berikut:

a. Tanda dugaan hamil

1) Amenorea, Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir, untuk

menentukan umur kehamilan dan perkiraan akan terjadi yang dihitung dengan

menggunakan rumus Naegel.

31
2) Mual dan muntah. Terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan. Sering terjadi

pada pagi hari, tetapi tidak selalu.

3) Mengidam. Sering terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi menghilang

dengan makin tuanya kehamilan.

4) Mamma tegang dan membesar. Disebabkan oleh pengaruh estrogen dan

progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli di mamma.

5) Sering kencing. Terjadi karena pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung

kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar.

6) Obstipasi. Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh

hormon steroid.

7) Pigmentasi kulit oleh pengaruh hormon kortikosteroid plasenta yang dijumpai

pada muka, areola payudara, leher, dan dinding perut.

8) Epulis. Hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan pertama.

b. Tanda kemungkinan hamil

1) Uterus membesar dan terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan konsistensi

dari uterus.

2) Uterus akan membesar ke salah satu jurusan hingga menonjol jelas kejurusan

pembesaran tersebut, tanda ini dikenal dengan tanda Piscasek

3) Serviks menjadi lembut dari keadaan keras seperti cuping hidung pada wanita

tidak hamil menjadi lembut (softening) seperi bibir pada wanita yang sedang

hamil (tanda hegar)

4) Ismus uteri menjadi lembut (softening) dan lebih padat (compressibiliy) tanda

ini dikenal dengan tanda Goodel

5) Akibat hormon estrogen terjadi hipervaskulrisasi sehingga vagina dan vulva

tampak lebih merah agak kebiruan tanda ini disebut tanda Chadwick

32
6) Tanda Braxton Hicks bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda ini khas

untuk uterus dalam masa hamil

c. Tanda pasti hamil

1) Dapat dicatat dan didengar bunyi jantung janin dengan beberapa cara.

2) Dapat dirasakan gerakan janin dan bollotement

3) Pada pemeriksaan dengan sinar rontgen tampak kerangka janin.

Dengan USG dapat diketahui ukuran kantong janin, panjangnya dan diperkirakan tuanya

kehamilan. (Winkjosastro, 2007)

2. Perubahan Fisiologis Pada Saat Kehamilan

a.Uterus

1).Ukuran : rahim (uterus) membesar di bawah pengaruh estrogen dan progesteron

yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan

hypertrofi dan hyperplasia otot polos rahim, serabut-serabut kolagennya

menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus

dapat mengikuti pertumbuhan rahim. Ukuran pada kehamilan cukup bulan 30

x 25 x 20 cm dengan kapasitas lebih dari 400 cc.

2). Berat : berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram

pada akhir kehamilan (40 minggu). (Wiknjosastro, H. 1999)

3). Bentuk dan konsistensi : pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus

seperti buah alpokat, pada kehamilan 4 bulan berbentuk bulat, dan akhir

kehamilan seperti bujur telur. (Mochtar R, 1998)

4). Posisi rahim dalam kehamilan : pada permulaan kehamilan, dalam letak

anteflexi atau retroflexi. Pada 4 bulan kehamilan, tetap berada dalam rongga

33
pelvis, setelah itu mulai memasuki rongga perut yang dalam pembesarannya

dapat mencapai batas organ hati. (Mochtar R, 1998)

5). Vaskularisasi : arteri uterine dan arteri ovarika bertambah, baik dalam

diameter, panjang dan anak-anak cabangnya. Pembuluh darah balik

(vena)mengembang dan bertambah. (Mochtar R, 1998)

6). Dinding perut (abdominal wall)

Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan robeknya

serabut elastik di bawah kulit, sehingga timbul striae gravidarum. (Mochtar R,

1998)

b. Indung telur (ovarium)

Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung corpus luteum

gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai plasenta terbentuk sempurna pada

umur kehamilan 16 minggu.

Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemampuan vili korelais yang mengeluarkan

hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon luteotropik hipofisis

anterior. (Manuaba I.B.G. 1999)

c. Serviks uteri

Pada kehamilan 6-8 minggu, serviks menjadi sangat lunak. Pada primipara

konsistensi serviks disekitar ostium uteri eksternum menyerupai konsistensi bibir,

dibanding dengan konsistensi seperti tulang rawan pada wanita tidak hamil. Tetapi

keadaan lain dapat menyebabkan perlunakan serviks. Misalnya kontrasepsi

estrogen progesteron, dapat mengakibatkan sedikit perlunakan dan bendungan

pada serviks.

34
Dengan bertambahnya umur kehamilan, kanalis servikalis menjadi lunak dan

kendor (patulous) sehingga dapat dimasuki ujung jari pemeriksa. Pada keadaan

inflamasi tertentu, termasuk karsinoma, serviks tetap kaku waktu hamil dan baru

melunak pada permulaan persalinan. (Wiknjosastro, H. 1999)

d. Vagina dan vulva

Karena pengaruh estrogen terjadi perubahan pada vagina dan vulva. Akibat

hypervaskularisasi, vagina terlihat berwarna merah atau kebiruan. Warna livide

pada vagina dan portio serviks disebut tanda chadwick. (Mochtar R, 1998)

e. Mammae

Payudara mengalami perubahan-perubahan sebagai persiapan untuk memberikan

ASI pada masa laktasi. Payudara akan tampak menjadi lebih besar, areola menjadi

lebih hitam dan payudara lebih menonjol. Perubahan ini disebabkan oleh

pengaruh hormon estrogen, progesteron dan hormon somatomammotropin.

(Manuaba I.B.G. 1999)

Estrogen menimbulkan hipertropi sistem saluran payudara, progesteron

menambah sel-sel asinus sedangkan somatomamotropin mempengaruhi

pertumbuhan sel-sel asinus dan menimbulkan perubahan dalam sel-sel sehingga

perubahan kasein, lactoglobulin dan lactabumin. Dengan demikian mammae

dipersiapkan untuk laktasi. (Wiknjosastro, H. 1999)

35
Gambar 1. Anatomi payudara. (Varney, Krebs, dan Gegor. 2002)

f. Sistem sirkulasi darah

1). Volume darah

Volume darah total dan volume darah naik pesat sejak akhir trimester

pertama. Volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25% dengan

puncaknya pada kehamilan 32 minggu, diikuti curah jantung (cardiac output)

yang meningkat sebanyak + 30%.

2). Protein darah

Protein dalam serum berubah. Jumlah protein, albumin dan

gammaglobulin menurun dalam triwulan pertama dan akan meningkat secara

bertahap pada akhir kehamilan. Beta globulin dan fibrinogen terus meningkat.

(Wiknjosastro, H. 2006)

3). Haemoglobin

Haemoglobin cenderung menurun oleh karena kenaikan relatif volume

plasma darah. Jumlah eritrosit cenderung meningkat untuk kebutuhan transpor

oksigen yang sangat diperlukan selama kehamilan. Leukosit meningkat

sampai 10.000 /ml.

36
4). Nadi dan tekanan darah

Tekanan darah arteri cenderung menurun terutama selama trimester II

dan kemudian akan naik lagi seperti pada keadaan pra hamil. Tekanan vena

dalam batas-batas normal pada ekstremitas atas dan bawah, cenderung naik

setelah akhir trimester pertama. Nadi biasanya naik, nilai rata-ratanya 84 kali

per menit.

5). Jantung

Pompa jantung mulai naik kira-kira 30% kehamilan 3 bulan dan

menurun lagi pada minggu-minggu terakhir kehamilan. (Mochtar R, 1998)

g. Sistem pernapasan

Pada kehamilan juga terjadi perubahan sistem pernapasan untuk dapat

memenuhi kebutuhan oksigen. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena

dorongan rahim yang makin membesar pada umur kehamilan 32 minggu. Sebagai

kompetensi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan oksigen yang meningkat ibu

hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20 sampai 25% dari biasanya. (Manuaba

I.B.G. 1999)

h. Sistem pernapasan (traktus digestivus)

Pada bulan-bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea),

akibat kadar hormon estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot traktus digestivus

menurun, sehingga motilitas (daya gerak) seluruh traktus digestivus juga

berkurang. Makanan lebih lama berada di dalam lambung dan apa yang telah

dicernakan lebih lama berada dalam usus-usus. Gejala muntah (emesis), biasanya

37
terjadi pada pagi hari yang biasa di kenal dengan morning sickness.

(Wiknjosastro, H. 2006)

i. Sistem perkemihan (traktus urinarius)

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus

yang mulai membesar,sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan

makin tuanya kehamilan, bila kepala janin mulai turun kebawah pintu atas

panggul, keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing mulai

tertekan kembali. (Wiknjosastro, H. 2006)

j. Kulit

Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena

pengaruh melanorphore stimulating hormone dari lobus hipofisis anterior dan

pengaruh kelenjar duprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum,

livide atau alba, areola mammae, papilla mammae, linea nigra, pipi (cloasme

gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan menghilang. (Manuaba

I.B.G. 1999)

k. Tulang dan gigi

Persendian panggul akan terasa lebih longgar, karena ligamen-ligamen

melunak (softening), juga terjadi sedikit pelebaran pada ruang persendian. Apabila

pemberian makanan tidak dapat memenuhi kebutuhan kalsium janin, maka

kalsium maternal pada tulang-tulang panjang akan diambil untuk memenuhi

kebutuhan janin. (Mochtar R, 1998)

38
l. Perubahan metabolisme

Kehamilan mempunyai efek pada metabolisme, oleh karena itu wanita hamil

perlu mendapat makanan yang bergizi dan dalam kondisi sehat.

1). Metabolisme basal naik sebesar 15%-20% dari semula, terutama pada

trimester ketiga.

2). Keseimbangan asam basal mengalami penurunan dari 155 mEq perliter

menjadi 145 mEq perliter disebabkan hemodilusi darah dan kebutuhan mineral

yang diperlukan oleh janin.

3). Kebutuhan protein wanita hamil makin meningkat untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan dan juga untuk

persiapan laktasi.

4). Kebutuhan kalori di dapat dari karbohidrat, lemak dan protein.

5). Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil :

a) Kalsium = 1,5 gr/hari, 30 - 40 gram untuk pertumbuhan tulang janin.

b) Fosfor rata-rata 2 gram sehari.

c) Zat besi 800 mg atau 30 - 50 mg sehari.

d) Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak.

6). Berat badan ibu hamil akan bertambah dari 6,5 -16,5 kg selama hamil (1/2 kg

perminggu). Pertumbuhan berat badan ini dapat dirinci sebagai berikut janin

3 – 3,5 kg, placenta 0,5 kg, air ketuban 1 kg, rahim 1 kg, lemak 1,5 kg, protein

2 kg dan sekresi air garam 1,5 kg. (Manuaba I.B.G. 1999.)

3. Diagnosis Kehamilan

a. Tanda-tanda tidak pasti Hamil

1). Amenorea (Tidak Dapat Haid)

39
Untuk menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan akan terjadi yang

dihitung dengan menggunakan rumus Naegele.

2). Mual muntah (nausea and vomiting)

Biasa terjadi pada bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama.

3). Mengidam (ingin makanan khusus)

4). Tidak tahan suatu bau-bauan.

5). Pingsan, sering dijumpai bila berada di tempat ramai.

6). Tidak ada selera makan (anoreksia).

7). Lelah (fatique).

8). Payudara membesar, tegang dan sedikit terasa nyeri disebabkan pengaruh

estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara.

9). Miksi sering, karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang membesar akan

hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan gejala ini

kembali oleh karena kandung kemih tertekan oleh kepala janin.

10). Konstipasi/Obstipasi

Pengaruh dari progesteron dapat menghambat peristaltik usus mengakibatkan

usus kesulitan untuk buang air besar

11). Pigmentasi kulit

Pengaruh hormon kortekosteroid plasenta dijumpai pada muka, areola

payudara, leher dan dinding perut.

12). Epulis : hipertropi dan papil gusi.

13). Pemekaran vena-vena (varices).

b. Tanda-tanda Kemungkinan Hamil

1). Perut membesar.

40
2). Uterus membesar : terjadi perubahan dalam bentuk besar, konsistensi dalam

rahim.

3). Tanda Hegar (Segmen bawah uterus lunak pada perabaan).

4). Tanda Chadwick (Vagina livide, terjadi kira-kira minggu keenam).

5). Tanda Piscaseck (Uterus membesar ke salah satu arah).

6). Braxton Hick (kontraksi-kontraksi kecil bila uterus dirangsang).

7). Teraba ballotement.

8). Reaksi kehamilan positif.

c. Tanda-tanda Pasti Hamil (Positif)

1). Gerakan janin dapat dilihat atau diraba, juga bagian-bagian janin.

2). Denyut jantung janin.

a) Didengar dengan stetoskop-monoral laennec

b) Dicatat dan didengar dengan alat doppler.

c) Dicatat dengan feto-elektro kardiogram.

d) Dilihat pada ultra sonografi.

3). Terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen.

5. Pengawasan Antenatal

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai

kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat diperhitungkan dan

dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinan. (Manuaba I.B.G. 1999)

Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya

terlambat satu bulan.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama hamil

a. Kunjungan I (< 16 minggu) dilakukan untuk :

41
1). Penapisan dan pengobatan anemia.

2). Perencanaan persalinan

3). Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.

b. Kunjungan II (24-28 minggu) dan kunjungan III (32 minggu) dilakukan untuk :

1). Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatan.

2). Preeklamsia, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan.

3). Mengulang perencanaan persalinan.

c. Kunjungan IV (36 minggu) sampai lahir

1). Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III.

2). Mengenali adanya kelainan letak.

3). Memantapkan rencana asuhan.

4). Mengenali tanda-tanda persalinan.

Adapun pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7T”

1). Timbang berat badan.

2). Ukur tekanan darah.

3). Ukur tingi fundus uteri.

4). Pemberian imunisasi tetanus toxoid.

5). Pemberian tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan.

6). Tes terhadap penyakit menular seksual (PMS).

7). Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifuddin A.B, 2002)

42
BAB IV

PENYULIT DALAM KEHAMILAN

Hiperemesis Gravidarum

1.Pengertian Hiperemesis Gravidarum

A. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil

sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena umumnya menjadi buruk, karena terjadi

dehidrasi. ( Mochtar R, 1998)

B. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi pada ibu hamil yang

disebabkan karena meningkatnya hormone estrogen dan HCG dalam serum, Pada

umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala

mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan.Pekerjaan sehari – hari

menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. (Wiknjosastro, H. 2006)

Mual dan muntah yang terjadi pada ibu hamil yang berlebihan disebabkan karena

meningkatnya hormon estrogen dan HCG. Dan ini sering dijumpai pada kehamilan trimester

I setelah haid terakhir selama 10 minggu atau bahkan 28 minggu yang dapat mengganggu

aktivitas, kesehatan ibu dan janin.

C. Etiologi Hiperemesis Gravidarum

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tidak ada bukti

bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan kelainan

biokimia perubahan-perubahan anatomi pada otak, jantung hati dan susunan saraf

43
disebabkan oleh kekurangan vitamin, beberapa faktor predisposisi dan faktor lain

yang telah ditemukan.

Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa

dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan

ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena pada

kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.

1). Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat

hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap anak, juga disebut

sebagai salah satu faktor organik.

2). Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut

sebagai salah satu faktor organik.

3). Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah

tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan,

takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental

yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap

keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. (Wiknjosastro,

H. 1999)

D.Patofisiologi Hyperemesis gravidarum

Ada yang menyatakan perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, karena

keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen tidak jelas,

44
mungkin berasal dari sistem saraf atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Tapi

faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping pengaruh hormonal.

Hyperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis

dipakai untuk keprluan energi sehingga oksidasi lemak tidak sempurna dan terjadilah ketosis.

Kehilangan cairan menyebabkan cairan ekstra seluler dan plasma berkurang sehingga terjadi

hemokosentrasi yang mengurangi perfusi darah kejaringan dan tertimbunnya zat toksis.

Hipokalemia akibat muntah dan eksresi yang berlebihan selanjutnya menambah frekuensi

muntah dan merusak hepar, muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pembuluh darah

kapiler pada oesophagus dan lambung, Sehingga terjadi perdarahan gastrointestinal.

(Wiknjosastro, H. 1999)

E.Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis Gravidarum Tingkat I.

Mual dan muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat

badan turun dan rasa nyeri epigastrium, nadi sekitar 100 kali per menit, tekanan darah turun,

turgor kulit kurang, lidah kering dan mata cekung.

Hiperemesis Gravidarum Tingkat II

Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah, lemah,

apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering, suhu badan naik (dehidarasi), ikterus ringan,

berat badan menurun, mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasei, oliguri dan konstipasi.

Dapat pula terjadi asetonuria dan dari nafas keluar bau aseton.

45
Hiperemesis Gravidarum Tingkat III

Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, suhu badan naik dan tensi turun sekali,

ikterus. Komplikasi dapat berakibat fatal pada susunan syaraf pusat dengan adanya nistagmus,

diplopia, dan perubahan mental. (Mochtar R, 1998)

F.Diagnosis Hyperemesis Gravidarum

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan

muda dan muntah yang terus menerus, hingga mempengaruhi keadaan umum. Namun

demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus

ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.

Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang

dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.

(Wiknjosastro, H. 1999)

G.Prognosis Hyperemesis Gravidarum

Dengan penangan yang baik, prognosis hyperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Namun pada tingkat yang berat dapat mengancam jiwa ibu dan janin.

H.Penanganan Hiperemesis Gravidarum

Pencegahan dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan kepada ibu-ibu

dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut, juga tentang diet ibu hamil, makan

jangan sekaligus banyak, tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba

berdiri waktu bangun pagi, akan terasa oyong, mual dan muntah. Defekasi hendaknya

diusahakan teratur.

Terapi obat, menggunakan sedative, vitamin, anti muntah, antasida dan anti mulas.
Hiperemesis gravidarum Tingkat II dan Tingkat III harus dirawat inap di rumah sakit.

46
Kadang-kadang pada beberapa wanita hanya tidur di rumah sakit saja telah banyak

mengurangi mual muntahnya.

Isolasi, jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang masuk.

Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan khusus telah mengurangi mual dan muntah.

Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan suatu hal yang wajar, normal, dan

fisiologi, jadi tidak perlu takut dan khwatir, cari dan hilangkah faktor psikologis seperti

keadaan sosio ekonomi dan pekerjaan lingkungan.

Penambahan cairan, infuse dekstrosa atau glukosa 5% berikan sebanyak 2-3 liter dalam 24

jam.

Berikan obat-obatan seperti telah dikemukakan diatas.

Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan umum,

dapat dipertimbang-kan suatu abortus buatan. (Mochtar R, 1998)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan Edisi 3. YBP-SP: Jakarta.

2. Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi II, EGC: Jakarta

3. Sastrawinata, S, Disoebrata, M, D, Wirakusumah, F. 2005. Obstetri Patologi, Ilmu kesehatan Reproduksi,

Edisi 2, EGC : Jakarta.

4. Manuaba I.B.G. 1999. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan

Bidan.EGC : Jakarta.

5. Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. YBP-SP : Jakarta.

6. Varney, Krebs, dan Gegor. 2002. Buku saku Bidan, EGC : Jakarta.

7. Saifuddin A.B, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan, Maternal dan Neonatal” : Jakarta.

8. Saifuddin, Bari. 2006. Perdarahan Pada Kehamilan Muda. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. YBSP. Jakarta

9. Coad, Jane dan Melvyn Dunstall. 2007. Pembuahan. Anatomi dan Fisiologi untuk Bidan. EGC. Jakarta

10. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Jakarta

47
PERDARAHAN HAMIL MUDA

A.Abortus

1. Definisi

a. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau

sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu

hidup diluar kandungan. (Saifuddin, 2006)

b. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar

kandungan dan berat janin belum mencapai 500 gram atau kurang dari 20 minggu.

(Winkjosastro, 2007)

c. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar,

tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila

berat badannya telah mencapai > 500 gr atau umur kehamilan >20 minggu.

(Sastrawinata, Martaadisoebrata & Firman, 2004)

d. Abortus didefinisikan sebagai keluarnya janin yang disertai perdarahan dari dalam

uterus, sebelum mencapai keadaan viabilitas dari. Organisasi kesehatan dunia

(WHO) merekomendasikan bahwa janin dikatakan viabel jika masa gestasi

(kehamilan)nya telah mencapai minimal 500 gram. Kebanyakan abortus yang

terjadi secara alamiah atau diinduksi, biasanya terjadi antara minggu ke-6 dan ke-

10 pada masa kehamilan. (Henrik, 2006)

48
e. Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan di mana janin belum

mampu hidup di luar rahim (belum viabel); dengan kriteria usia kehamilan < 20

minggu atau berat janin < 500 gram. (Achadiat, 2004)

2. Etiologi

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah

atau sebaliknya, pada kehamilan yang lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam

keadaan masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai

berikut.

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda.

Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai

berikut.

1) Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan

ialah trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

2) Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di sekitar

tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada

hasil konsepsi terganggu.

3) Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat

mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.

Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.

b. Kelainan pada plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam villi korioales dan menyebabkan oksigenasi

plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian

49
janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi

menahun.

c. Penyakit ibu

Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria

dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium

dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin dan

kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis

umum dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononucleosis infeksiosa,

toksoplasmosis juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang.

d. Kelainan traktus genitalis

Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan

abortus, dalam trisemester ke 2 ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan

oleh kelemahan bawaan serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi,

atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.

e. Antagonis Rhesus

Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus,

sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

(Winkjosastro, 2007)

f. Penyakit Bapak

Umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemia, dekompensasi kordis,

malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, pada, dll) sinar rontgen,

avitaminosis.

50
3. Patogenesis.

Kebanyakan abortus spontan terjadi setelah kematian janin yang kemudian

diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan

nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya

perdarahan pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang

diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan

kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu

keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu di tekankan bahwa pada abortus spontan,

kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh

karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah

terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari.

Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap.

Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 villi korialis belum menanamkan diri

dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara

minggu ke 10-20 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan villi koriales dengan

desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta)

tertinggal kalau terjadi abortus.

Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara :

a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa

desidua.

b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan

desidua.

c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar,

tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan)

51
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Sebagian

besar abortus termasuk dalam tiga tipe pertama, karena itu kuretasi diperlukan

untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

(Sastrawinata, Martaadisoebrata & Firman, 2004)

4. Klasifikasi .

a. Menurut terjadinya:

1) Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun

mekanis.

2) Abortus buatan, abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:

a) Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus artificialis atau

abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya :

penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini

ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit

dalam dan psikiatri atau psikolog.

b) Abortus buatan kriminal (abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran

kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak

berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak

berwenang. Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus di

pertimbangkan bila ditemukan abortus febrilis. Aspek hukum dari tindakan

abortus buatan harus diperhatikan. (Sastrawinata, Martaadisoebrata & Firman,

2004)

b. Menurut gambaran klinisnya:

1) Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan

tanpa adanya dilatasi serviks.

52
Gambar 2. Abortus Imminens

Sumber : Farrer. H, 2002

2) Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil

konsepsi masih dalam uterus. Rasa mules akan menjadi lebih sering dan kuat,

perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan

kuret atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.

Gambar 3. Abortus Insipiens

Sumber : Farrer. H, 2002

53
3) Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada

pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam

kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

Perdarahan pada abortus inkompletus banyak sekali, sehingga menyebabkan

syok karena perdarahan

Gambar 4. Abortus Inkomplit

Sumber : Farrer. H, 2002

4) Abortus kompletus ialah semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada

penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus

sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi

dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan

lengkap.

5) Abortus servikalis ialah keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh

ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul

dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih budar,

dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di

atas ostium uteri eksternum teraba jaringan.

6) Missed abortion ialah kenatian janin berusia sebelum usia 20 minggu, tetapi

janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau

lebih. Biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian

menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.

54
Gambar 5. Missed Abortion

Sumber : Farrer. H, 2002

7) Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-

turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir

sebelum 28 minggu.

8) Abortus infeksiosa ialah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Infeksi

dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya

ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang

dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. (Winkjosastro, 2007)

5. Diagnosis

a. Adanya terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu.

b. Perdarahan pervaginam, dapat pula disertai jaringan.

c. Rasa nyeri atau kram, terutama di daerah supra simfisis.

d. Diagnosis abortus imminens ditegakkan dengan terjadinya perdarahan pada wanita

hamil kurang dari 20 minggu, kadang disertai rasa mulas, uterus membesar

sebagaimana usia kehamilan, serviks di jumpai tidak membuka dan tes kehamilan

hasilnya positif (+).

55
e. Abortus insipiens apabila di jumpai ostium dalam keadaan terbuka, dengan hasil

konsepsi masih terdapat dalam uterus.

f. Abortus inkompletus jika sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun sebagian

masih tertinggal inrta uterus. OUE dijumpai terbuka, kadang–kadang teraba adanya

jaringan atau bahkan kadang menonjol di ostium.

g. Abortus kompletus apabila keseluruhan jaringan hasil konsepsi telah keluar secara

lengkap.

h. Missed abortion biasanya ditandai dengan adanya pengecilan ukuran uterus hamil,

oleh karena itu sering kali diagnosis ditegakkan setelah melalui beberapa kali

pemeriksaan serial. Sering kali missed abortion didahului dengan abortus

imminens yang kemudian menghilang spontan atau setelah diobati.

i. Abortus infeksiosa bila telah terlihat tanda-tanda infeksi, yakni kenaikan suhu

tubuh (>38C), kenaikan angka leukosit (WBC) dan discharge berbau pervaginam.

j. Septic abortion bila ditandai dengan tanda-tanda sepsis, seperti nadi cepat dan

lemah, syok dan penurunan kesadaran.

k. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan

abortus imminens, abortus habitualis serta missed abortion:

1) Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler untuk menentukan apakah janin

masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis.

2) Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion

3) Tes kehamilan.

4) Pemeriksaan-pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

(Achadiat, 2004)

6. Komplikasi

56
Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak

aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spontan.

Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok akibat

perdarahan dan infeksi sepsis.

a. Perforasi Dalam .

Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan

terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum,

ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus

ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi

serviks jangan digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan

dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan

tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis.

Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi

dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah,

kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan

meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi

percobaan dengan segera.

b. Luka pada serviks uteri.

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul

sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium

uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang

memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka

panjang ialah kemungkinan timbulnya inkompeten serviks.

c. Pelekatan pada kavum uteri.

57
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa

hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai

terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding

kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu

tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu

lembut lagi.

d. Perdarahan.

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya

perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah

dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan

vagina.

e. Infeksi.

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya

infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh

peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan

abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat

mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

f. Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri

kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian

besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal

dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik. (Achadiat, 2004)

7. Pencegahan

58
Sebagian abortus dapat dicegah dengan mengobati defisiensi atau gangguan

pada ibu sebelum atau selama hamil (misal, diabetes melitus, hipertensi). Penutupan

serviks yang inkompeten akan mencegah abortus tertentu.

Tekhnik perbaikan inkompetensi serviks yang umum, pemasangan cincin

serviks, menggunakan benang jahitan atau Mersilene yang tidak dapat diserap atau

benang pita atau tali yang sebanding, di bawah mukosa dan fasia periservikas pada

sambungan servikouteri. Teknik ini dapat dikerjakan selama kehamilan untuk

memperbaiki inkompetensi serviks atau dikerjakan di antara dua kehamilan. Dokter

kemudian harus memutuskan apakah akan melepas ikatan tersebut saat persalinan

sehingga memungkinkan pelahiran pervaginam atau melakukan seksio sesarea ketika

mendekati cukup bulan. (Benson & L. Pernol, 2008)

8. Penanganan umum

Setelah didapatkan anamnesis yang maksimal, bila sudah terjadi konsepsi

baru pada ibu dengan riwayat abortus berulang maka support psikologis untuk

pertumbuhan embrio intra uterine yang baik perlu diberikan pada ibu. Kenali

kemungkinan terjadinya anti fosfolipid sindrome atau mencegah terjadinya infeksi

intra uterine.

Pemeriksaan kadar B-HCG secara periodik pada awal kehamilan dapat

membantu pemantauan kelangsungan kehamilan sampai pemeriksaan USG dapat

dikerjakan. Gold standard untuk monitoring kehamilan dini adalah pemeriksaan USG,

dikerjakan setiap dua minggu sampai kehamilan ini tidak mengalami abortus. Pada

keadaan embrio tidak terdapat gerakan jantung janin maka perlu segera dilakukan

evakuasi serta pemeriksaan kariotip jaringan hasil konsepsi tersebut. (Hudaya, 2010)

59
Bagan 2.1 Tatalaksana penanganan abortus

ABORTUS

Abortus imminens: Abortus insipiens: Abortus inkomplit:

 Perdarahan  Perdarahan  Perdarahan


sedikit banyak  Nyeri perut
 Nyeri perut  Nyeri perut  Ada
 Tdk ada  Ada pembukaan pembukaan
pembukaan serviks servik
serviks  Darah cair,
berbau, dan
kotor

Konservatif:

 Tirah baring
Tindakan definitif:
 Obat
- Penenang  Persiapan infus
- Antispasme  Transfusi darah
 Hormonal  Antibioti
 Progesteron  Persiapan kuretasi
- Duphaston  Observasi:kesadaran,
- Parameston perdarahan, infeksi, perforasi
 Periksa lab uterus, degenarasi genas
penunjang  Control ulang 1 minggu lagi

Kehamilan berlanjut

- ANC
- Persalinan aterm
Koplikasi

- Perdarahan
- Infeksi
- Perforasi
- keganasan

Sumber : Manuaba, 2008

60
Daftar Pustaka

Manuaba. 2008. Gawat Darurat Hamil Muda. Obstetri-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri Ginekologi

Sosial untuk Profesi Bidan. EGC. Jakarta

Benson, Ralph C & Martin L. Pernol. 2008. Komplikasi Kehamilan Awal. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

EGC. Jakarta

Hudaya, Inna. Komplikasi Abortus. http://abortus.blogspot.com/komplikasi-abortus.html diakses tanggal 14

September 2011

Achadiat, Crisdiono M. 2004. Abortus (Keguguran). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta

Martaadisoebrata. Sastrawinata & Firman. 2004. Kelainan Lama Kehamilan. Ilmu Kesehatan Reproduksi :

Obstetri Patologi. EGC. Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Jakarta

Farrer Helen. 2002. “ Perawatan Maternitas” Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

61
Mola Hidatidosa

1. Pengertian.

a. Hamil mola hidatidosa adalah Suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil

konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari vili koriales

disertai dengan degenerasi hidropik (Saifuddin, 2002. Hal 156).

b. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau

seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hiropik berupa gelembung yang

menyerupai anggur.(Martaadisoebrata, 2005. Hal 7).

c. Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana

tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan

hidropik (Wiknjosastro, 2005. Hal 342).

2. Etiologi

Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad ke enam, sampai sekarang

masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Tetapi telah lama diinsyafi

bahwa penderita penyakit ini mempunyai faktor resiko tertentu. Telah diketahui

bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, umur di

bawah 20 tahun ada di atas 30 tahun, paritas tinggi, faktor ovum, imunoselektif dari

trofoblas, gizi, infeksi virus, etnik, genetik dan riwayat mola hidatidosa sebelumnya

(Martaadisoebrata, 2005).

62
3. Patogenesis

Menurut bukunya Martaadisoebrata (2005) mengungkapkan beberapa teori tentang

patogenesis dari molahidatidosa, yaitu :

a. Teori Hertig (teori missed abortion), menganggap bahwa pada mola hidatidosa

terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5

(missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin

vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai

akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas

merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.

b. Teori Park (teori neoplasia sel trofoblas), mengatakan bahwa yang primer adalah

jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hyperplasia, displasia, maupun

neoplasia. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, di

mana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan

pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.

c. Teori Sitogenetik (Teori diploid androgenetik), menerangkan bahwa

kehamilan mola hidatidosa terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong)

atau yang intinya tidak berfungsi, hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses

miosis. Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu

yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan

untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll), secara

seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada mola hidatidosa tidak ada bagian

embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa

vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.

63
4. Klasifikasi

Kajii, Vassilokos, Szulman dan lain-lain, dicapai kesepakatan bahwa mola

hidatidosa terdiri dari dua jenis, yaitu :

a. Mola hidatidosa komplet, merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang

seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur

(Sastrawinata, 2004).

Gambar 1. Mola Hidatidosa Komplit

b. Mola hidatidosa partial, seperti mola hidatidosa komplit, tetapi disini masih

ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini (Sastrawinata, 2004).

Umumnya janin mati pada bulan pertama tapi ada juga yang hidup sampai cukup

besar atau bahkan aterm (Wiknjosastro, 2005).

Gambar 2. Mola Hidatidosa Parsial

64
5. Gambaran Klinis

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan

kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat

keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangannya lebih pesat, sehingga

pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus

yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan.

Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa, biasanya terjadi antara

bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Perdarahan hampir

bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai perdarahan berat.

Penyulit lainnya ialah tirotoksikosis, emboli sel trofoblas ke paru-paru, kista

lutein dan preeklamsi (Martaadisoebrata, 2005).

6. Diagnosis

Kehamilan mola hidatidosa dapat diperkirakan bila ditemukan amenore,

perdarahan pervaginam, uterus lebih besar dari tuanya kehamilan, tidak ditemukan

tanda pasti kehamilan, kadar ß-Hcg yang tinggi, preeklamsi-eklamsi yang timbul

sebelum usia gestasi 24 minggu, hiperemesis gravidarum. Penentuan diagnostik

dilakukan dengan USG, yaitu ditemukan gambaran vesicular. Diagnosis pasti

ditentukan oleh pemeriksaan patologi anatomi dan melihat jaringan mola hidatidosa

baik melalui ekspulsi spontan maupun biopsy (Cunningham, 2005).

65
Diagnosis banding

1. Diagnosis banding uterus yang ukurannya lebih besar dari pada umur kehamilan

→ hidramnion, kehamilan multipel,dan uterus hamil disertai adanya mioma uteri.

2. Diagnosis banding perdarahan uterus dan nyeri perut pada trimester I atau

trimester II kehamilan →abortus mengancam & abortus incompletus.

3. Diagnosis banding pemeriksaan sonde →Kehamilan biasa sebelum 20 minggu ,

Kematian janin intra uterine , Solusio plasenta & missed abortion.

4. Diagnosa banding pemeriksaan USG → Missed abortion, Massa dirongga

panggul, Massa plasenta yang besar pada kehamilan ganda, Kematian janin dalam

rahim

7. Komplikasi.

Komplikasi mola hidatidosa meliputi Perdarahan hebat

a. Anemis

b. Syok

c. Infeksi

d. Perforasi uterus

e. Keganasan (PTG

8. Terapi / Pengobatan

Terapi terdiri dari 4 tahap, yaitu :

a. Perbaikan keadaan umum

b. Evakuasi jaringan / pengeluaran jaringan mola hidatidosa

66
Pada umumnya evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dengan kuret

vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya

dilakukan satu kali. Kuret ulangan hanya dilakukan bila ada indikasi.

c. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Terapi profilaksis diberikan pada kasus mola hidatidosa dengan resiko

tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang

menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola hidatidosa dengan hasil

histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan methotrexate atau

actinomycin D.

d. Pemeriksaan tindak lanjut / follow-up

Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow-up berlangsung

selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam tiga bulan

pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk control setiap dua minggu.

Kemudian, dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan. Selanjutnya dalam

enam bulan terakhir tiap dua bulan.

Tindak lanjut dianggap selesai bila satu tahun pasca evakuasi mola

hidatidosa, penderita tidak mempunyai keluhan dan kadar ß-Hcg di bawah 5 IU/L

atau bila penderita sudah hamil lagi dengan normal. Selama tindak lanjut,

dianjurkan untuk tidak hamil dahulu dengan menggunakan kondom atau pil

kontrasepsi (Sastrawinata, 2004).

9. Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan, infeksi, eklamsi, payah

jantung atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa uppor

67
tidak ada lagi, tetapi di uppor berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara

2,2% dan 5,7%. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat

berbeda- beda, berkisar antara 5,56%.

Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun

pasca mola hidatidosa, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Ada wanita

yang pernah menderita mola hidatidosa, kemudian pada kehamilan berikutnya

mendapat mola hidatidosa lagi. Kejadian mola hidatidosa berulang ini agak jarang

(Wiknjosastro, 2005).

Daftar Pustaka

Cunningham, FG. 2005. Obstetri William Vol. 1 Edisi 21. ECG. Jakarta

Martaadisoebrata. 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. EGC.

Jakarta.

Rasjidi, Iman. 2007. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence

Base. ECG. Jakarta.

Saifuddin, AB. 2002. Buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

TBPSP. Jakarta.

Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi, Edisi2.

EGC. Jakarta

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu kebidanan. TBPSP. Jakarta

68
PERDARAHAN ANTEPARTUM
1. Pengertian Perdarahan Antepartum

a. Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan-lahir setelah

kehamilan 22 minggu walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada

kehamilan sebelum 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu

biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari pada sebelum kehamilan 28

minggu,oleh karena itu memerlukan penanganan berbeda

2. Klasifikasi perdarahan antepartum

a. Perdarahan yang berhubungan dengan kehamilan

1) Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi disekitar segmen

bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri

internum

2) Solusio plasenta

Solusio placenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan

implantai normal pada kehamilan lebih dari 28 minggu

3) Perdarahan pada plasenta letak rendah

Perdarahan pada plasenta letak rendah adalah perdarahan yang akan

terjadi bila pembukaan hampir lengkap, sehingga memberi petunjuk untuk

melakukan pemeriksaan dalam dan selanjutnya dapat mengambil tindakan

definitive

4) Pecahnya sinus marginalis

Sinus marginalis yang pecah yaitu ditandai dengan adanya perdarahan

yang sebagian besar baru diketahui setelah persalinan

69
5) Pecahnya vasa previa

Vasa previa adalah menyilangnya pembuluh darah plasenta yang berasal

dari insersio plasenta velementosa pada kanalis servikalis

b. Perdarahan yang tidak berhubungan dengan kehamilan

1) Pecahnya varises vagina

Varises kadang-kadang terjadi varises disekitar vulva yang dapat

menimbulkan perasaan berat atau nyeri. Varises ini kadang-kadang pecah pada

kala pengeluaran karena mengejan atau karena tersinggug oleh bagian depan

anak

2) Perdarahan polip servikalis

Polip berukuran kecil tumbuh dipermukaan mukosa serviks atau pada

saluran endoserviks dan menonjol pada mulut serviks, polip serviks dapat

menimbulkan perdarahan pervaginam, perdarahan kontak, pasca coitus, atau

setelah pencucian merupakan gejala yang sering dijumpai. Diagnosisnya dibuat

dengan menginfeksi serviks. Jika terdapat perdarahan, harus dilakukan

pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan, terutama keganasan serviks dan

endometrium.

3) Perdarahan pada perlukaan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks

seorang multiparah berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.

Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar

kesegmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti

meskipun plasenta seudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontontraksi baik,

perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

70
4) Perdarahan karena keganasan serviks

Keganasan mulut rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim

(serviks). Penyebab utama dari keganasan ini adalah virus humanpapilloma

(HPV) tipe 6,8,31. Virus ini sering terjadi pada wanita yang sering berganti-

ganti pasangan, wanita yang telah berhubungan seks pada usia sangat muda,

perokok, dan wanita yang mengalami keputihan yang tidak kunjung sembuh

serta mengkonsumsi alcohol. Keganasan mulut rahim pada stadium-stadium

awal, penderita tidak memiliki keluhan, sehingga sering terjadi penderita datang

ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut dan sulit dilakukan pengobatan dan

akhirnya terjadi kematian. Pada stadium lanjut biasanya penderita sering

mengalami pendarahan yang tidak normal seperti pendarahan sesudah

melakukan hubungan seks, perdarahan di luar waktu haid, kelainan pada vagina

(keluar cairan kekuningan, berbau), sakit pada pinggul, nyeri pada kaki dan

sebagainya

71
A. Plasenta Previa

1. Pengertian

a. Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah

uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada

keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus (Wiknjosastro, 2006).

b. Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim

sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Yulaikhah,

2008).

c. Plasenta previa adalah lokasi abnormal plasenta di segmen bawah uterus, yang

sebagian atau keseluruhannya menutupi pembukaan jalan lahir. Ketika kehamilan

maju, ibu rentan terhadap perdarahan bisa sangat hebat (Chapman, V, 2006).

d. Plasenta previa ialah suatu kehamilan dimana plaseta berimplantasi abnormal pada

segmen bawah rahim (SBR), menutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum

(OUI), sedangkan kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup di luar

rahim (Usia kehamilan > 20 minggu atau berat janin >500 gram)

(Achadiat, M, 2004).

e. Plasenta previa adalah keadaan dimana implantasi placenta terletak pada atau di

dekat serviks (Prawirohardjo, S, 2002).

Simpulan dari beberapa defenisi di atas, plasenta previa adalah plasenta

yang letaknya abnormal atau berimplantasi abnormal terhadap segmen bawah

rahim yang menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada kedaan

normal plasenta terletak pada korpus uteri.

2. Klasifikasi

a. Plasenta previa totalis, yaitu pada pembukaan pada pembukaan 4-5 cm teraba

plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri.

72
b. Plasenta previa partialis, yaitu jika pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan

ditutupi oleh plasenta.

c. Plasenta previa marginalis, yaitu jika sebagian kecil atau hanya pinggir ostium

yang ditutupi oleh plasenta (Yulaikhah, 2008).

3. Etiologi

Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat

diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada

desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah

selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk

sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti

bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak

seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letak normal sekalipun akan

memperluas permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali

pembukaan jalan - lahir (Wiknjosastro, 2006).

4. Gambaran Klinis

a. Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri.

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun.

Baru waktu ia terbagun, ia merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan

karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh, hal ini disebabkan oleh:

1) Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda

dengan abortus.

2) Perdarahan pada plasena previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan

dinding rahim, keteranganya sebagai berikut:

73
b. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih

cepat tumbuhnya dari rahim sendiri, akibatnya istmus uteri tertarik menjadi

bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim.

c. Pada plasenta previa tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan

dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan

kekuatan tarikan pada istmus uteri. Jadi, dalam kehamilan tidak perlu ada his

untuk menimbulkan perdarahan, tetapi sudah jelas dalam persalinan his

pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat

ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena

terlepasnya plasenta dari dari dasarnya.

Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah

terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu regangan

dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya

kehamilan regangan bertambah lagi dan menimulkan perdarahan baru.

Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruangan intervilosa, tetapi dapat

juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih

besar terbuka.

d. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah

rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.

e. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa

lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa

lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,

robeknya beberapa sentimeter dari tepi plasenta (Sastrawinata S, 2004).

5. Penanganan

74
Setiap ibu dengan perdarahan harus segera di kirim ke rumah sakit yang memilki

fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali

jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal

sebelumnya tidak diperiksa dalam. Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu

sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat

prematuritas, asal jagan dilakukan pemariksaan dalam. Sebaliknya kalau perdarahan

yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan

janin, maka penanganan pasif ini harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif.

Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan dimeja operasi dalam keadaan siap opersi

B. Solusio Plasenta

1. Pengertian

a. Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan, dimana plasenta yang

tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau

terlepas sebelum kala III .

b. Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau keseluruhan plasenta dari uterus

selama kehamilan dan persalinan

c. solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya pada korpus

uteri sebelum janin lahir.

2. Klasifikasi

a. Solusio plasenta ringan : Ruptura sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil

plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu

ataupun janinnya.

b. Solusio plasenta sedang : dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari

seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaanya.

75
c. Solusio plasenta berat : Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya.

Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah

meninggal

3. Etologi

Etiologi penyebab plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas,

walaupun beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yang tua,

multiparitas,penyakit hipertensi menahun, pre-eklamsia, trauma, tali pusat yang

pendek, tekanan pada vena kava inferior, dan defesiensi asam folik

4. Gambaran Klinis

a. Perdarahan yang diserti nyeri, juga di luar his.

b. Anemi dan syok; beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya

darah yang keluar.

c. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan

darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)

d. Palpasi sukar karena rahim keras.

e. Fundus uteri makin lama makin naik.

f. Bunyi jantung biasanya tidak ada.

g. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim

bertambah).

h. Sering ada proteinuri karena disertai preeklamsia

5. Penanganan

a. Setiap ibu dengan perdarahan harus segera dikirim ke rumah sakit yang memilki

fasilitas melakukan transfusi darah.

b. Infus RL / NaCL.

76
c. Tentukan kondisi janin (hidup atau mati), Apabila janin hidup, dilakukan seksio

sesarea, apabila janin mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan pemberian

infuse oksitosin untuk mempercepat persalinan.

d. Amniotomi kalau ada pembukaan.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, M . 2004. Obstetri Ginekologi, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC

Chapman, V.dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Penerbit buku

kedokteran. Jakarta: EGC

Mika. 2010. Deteksi Dini Keganasan Mulut Rahim. http // cafépojok.com/bulletin/19 Oktober

2011

Sulaiman Sastrawinta. 2004. Obstetric Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Penerbit Buku

Kedokteran. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirihardjo

Yulaikhah, Lily. 2008. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Penerbit Buku Kedokteran

Jakarta: EGC.

77
Masa Nifas

1. Pengertian masa nifas

Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah kelahiran placenta, masa

penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan

penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru, lamanya 6 minggu.

2. Tujuan asuhan masa nifas

Adapun tujuan pelaksanaan asuhan masa nifas adalah:

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, maupun psikologik

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati

atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, keluarga

berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi

sehat.

3. Periode masa nifas

Masa nifas terbagi 3 periode yaitu:

a. Puerperium dini yaitu keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai

24 jam setelah (0-24 jam setelah melahirkan)

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat genitalia yang

lamanya 6-8 minggu

c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi

78
dimana waktunya bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. (Mochtar R,

2004)

4. Perubahan masa nifas

Perubahan fisiologi masa nifas yaitu :

a. Uterus

Segera setelah melahirkan ukuran dan konsistensi uterus kira-kira seperti buah

melon kecil dan fundus terletak tepat di bawah umbilikus. Setelah itu TFU

berkurang 1-2cm setiap hari sampai akhir minggu pertama, sampai minggu ke-

6 uterus kembali ke bentuknya ketika tidak hamil

Gambar 1. TFU pada masa nifas

Sumber: (Acuan Nasional Pelayanan Asuhan Maternal dan Neonatal)

b. Rasa sakit

Rasa yang biasa disebut after pains (mules-mules) disebabkan kontraksi uterus,

berlangsung 2-3 hari post partum. Perlu diberi pengertian pada ibu mengenai

hal ini dan bila mengganggu dapat diberi obat anti sakit dan mules.

c. Lochia

79
Lochia adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa

nifas.

Lochia dibedakan dalam beberapa macam :

1) Lochia rubra

a) Hari pertama dan kedua

b) Terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium

2) Lochia sanguilenta

a) Hari ketiga sampai ketujuh

b) Darah bercampur lendir

3) Lochia serosa

a) Hari ketujuh sampai keempat belas

b) Lochia tidak berdarah dan berwarna kuning

4) Lochia alba

Setelah 2 minggu, lochia merupakan cairan putih. Biasanya lochia berbau

agak amis, dimana bau busuk merupakan tanda infeksi.

d. Serviks

Segera setelah persalinan, serviks sangat lunak, kendur dan terkulai. Serviks

mungkin memar dan edema, terutama di anterior jika terdapat tahanan anterior

saat persalinan, serviks tampak mengalami kongesti, menunjukkan banyaknya

vaskularisasi serviks, serviks terbuka hingga mudah dimasukkan dua atau tiga jari.

Serviks kembali kebentuk semula sekitar seminggu

80
e. Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI diproduksi

sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI, Manajemen laktasi adalah upaya-

upaya yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam

pelaksanaannya terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan

dan pada masa menyusui selanjutnya.

Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-

perubahan pada kelenjar mammae yaitu :

1) Proliferasi jaringan pada kelenjar alveoli, dan jaringan lemak bertambah.

2) Keluarnya cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum,

berwarna kuning.

3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena

berdilatasi sehingga tampak jelas

4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.

Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan

merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan

mioepitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi

ASI akan banyak sesudah hari 2-3.

Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi:

a) Refleks prolaktin

Di dalam puting susu terdapat banyak ujung syaraf sensoris. Bila ini

dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke

kelenjar hipofisis anterior sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon

prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI di tingkat

81
alveoli. Oleh karena itu, makin sering rangsangan penyusuan makin

banyak pula produksi ASI.

b) Refleks aliran (let down reflex)

Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar

hipofisis anterior, tetapi juga ke kelenjar hipofisis posterior, yang

mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu

kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,

sehingga ASI dipompa keluar.

5. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas

Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain :

a) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat-saat

kritis masa nifas.

Pada awal masa nifas, ibu mengalami masa-masa sulit. Saat itulah, ibu

sangat membutuhkan teman dekat yang dapat ia andalkan dalam mengatasi

kesulitan yang ia alami. Bagaimana pola hubungan yang terbentuk antara ibu

dan bidan akan sangat ditentukan oleh keterampilan bidan dalam

menempatkan diri sebagai teman dan pendamping bagi ibu. Jika pada tahap ini

hubungan yang terbentuk sudah baik maka tujuan dari asuhan akan lebih

mudah tercapai. Pendidikan dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan

terhadap ibu dan keluarga

b) Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk menjalankan

perannya sebagai pendidik.

Dalam hal ini, tidak hanya ibu yang mendapatkan materi pendidikan

kesehatan, tapi juga seluruh anggota keluarga. Melibatkan keluarga dalam

setiap kegiatan perawatan ibu dan bayi merupakan salah satu teknik yang

82
dapat digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan yang tepat. Selain

itu, setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan selalu

melibatkan keluarga sehingga bidan selalu mengikutsertakan keluarga dalam

pelaksanaan asuhan.

c) Pelaksanaan asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan,

penanganan masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi masa nifas.

Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut

kemam puannya dalam menerapkan teori yang telah didapatnya kepada

pasien. Perkembangan ilmu dan pengetahuan yang paling baru (up to date)

harus selalu diikuti agar bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas

kepada pasien. Penguasaan bidan dalam hal pengambilan keputusan yang

tepatnya mengenai kondisi pasien sangatlah penting, terutama

menyangkutpenentuan kasus rujukan dan deteksi dini pasien agar komplikasi

dapat dicegah.

A. Masa Nifas
1. Pengertian masa nifas
a. Puerperium adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004).
b. Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil yang
berlangsung sekitar 6 minggu pascapartum.(Varney, 2007).
c. Masa nifas di mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6
minggu pascapartum. (Wikjdosastro, 2005).
d. Pascapersalinan atau masa nifas adalah suatu masa di mulai sejak bayi lahir di
ikuti dengan keluarnya plasenta atau ari-ari, dan berakhir sampai rahim pulih
kembali seperti keadaan seperti keadaan sebelum hamil dan melahirkan yang
berlangsung selama 40 hari. (http://www.BKKBN.go.id di
akses tanggal 02-08-2008).
83
84
1. Perubahan fisiologi masa nifas
Perubahan fisiologi yang terjadi sangat jelas, walaupun di anggap normal, di
mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Adapun perubahan fisiologi
masa nifas adalah:
a. Sistem reproduksi
1) Uterus
Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah melahirkan di
sebut involusi uteri. Proses ini di mulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Uterus pada waktu hamil penuh beratnya 11
kali berat sebelum hamil, kemudian berinvolusi kira-kira menjadi 500
gram 1 minggu setelah melahirkan dan pada minggu ke enam beratnya
menjadi 50-60 gram.

Gambar 2.1 : Tinggi Fundus dan involusi uterus.


Sumber : Varney, Kriebs, Gegor 2007 (Buku Ajar
Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Vol.2. Jakarta. EGC)
Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uteri menurut masa involusi

Involusi uteri Tinggi fundus uteri Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambahan kecil 40 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
Sumber : Mochtar. 1998. Sinopsis obstetri. Jakarta. EGC

85
2) Tempat implantasi plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban di keluarkan, kontriksi vaskular dan
trombosis menurun, tempat plasenta ke area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ke tiga
masa parcapartum, kecuali bekas tempat implantasi plasenta. Regenarasi
pada tempat implantasi biasanya tidak sesuai sampai 6 minggu setelah
melahirkan.
3) Serviks
Menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pascapartum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula, muara serviks yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan
menutup secara bertahap.
4) Vagina dan perineum
Estrogen pascapartum yang menurun, berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah
bayi lahir. (Bobak, 2004).
5) Laktasi
Sejak masa kehamilan sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar
mammae untuk menghadapi masa laktasi setelah partus, estrogen dan
progesteron menurun, kemudian di ekskresi hormon oksitosin oleh
hipofise anterior dan hormon prolaktin. Dan adanya pengaruh oksitosin
mengakibatkan moiefitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga
pengeluaran ASI di laksanakan. (Wikjdosastro, 2005)

Gambar 2.1 Gambaran payudara laktasi dari samping.


Sumber : Walker, M. L. Core curriculum for lactasion
consultan practice, sudbury, MA: jones bartlett publiseher, Inc., 2002

86
6) Lokhia
Merupakan sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama masa
puerperium. Jenis-jenis lokhia antara lain :
a.) Lokhia rubra
Berwarna kemerahan karena mengandung darah, merupakan darah
yang pertama keluar setelah persalinan dari uterus dan berlanjut
selama 2-3 hari pertama pascapartum, mengandung darah dan jaringan
serosa.
b.) Lokhia serosa
Berwarna merah muda, kuning atau putih, lokhia ini mengandung
serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit, yang berlangsung pada
hari ke 4 hingga hari ke 7-8.
c.) Lokhia alba
Mulai terjadi sekitar hari ke 10 pascapartum dan hilang sekitar 2-4
minggu berwarna putih, krem serta mengandung leukosit dan sel
desidua.
b. Tanda-tanda vital
1.) Tekanan darah
Segera setelah melahirkan terjadi peningkatan sementara dari tekanan
darah sistolik dan diastolik, yang kemudian kembali secara spontan ke
tekanan darah sebelum hamil selama beberapa hari
2.) Suhu
Suhu meternal kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama
periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam pertama pascapersalinan.
3.) Nadi
Denyut nadi meningkat selama persalinan akhir, kemudian kembali selama
normal setelah beberapa jam pertama pascapartum.
4.) Pernafasan
Fungsi pernafasan kembali pada rentang normal wanita selama jam
pertama pascapersalinan.
c. Sistem urinaria
Segera setelah pascapartum kandung kemih mengalami oedema, kongesti dan
hipotonik sehingga menyebabkan overdistensi. Pelvis renalis dan ureter, yang

87
meregang dan mengalami dilatasi selama kehamilan, akan kembali normal
pada akhir minggu ke 4 pascapartum.
d. Sistem hematologi
Hematologi, hematokrit dan hitung eritrosit sangat berpariasi dalam
puerperium awal sebagai akibat dari fluaktasi volume darah, volume plasma,
dan kadar volume sel darah merah, kadar ini di pengaruhi oleh status hidrasi
wanita saat persalinan. Faktor ini menyebabkan hematokrit kurang efektif
sebagai ukuran kehilangan darah selama sedikitnya 2 hingga 4 hari
pascapartum. Keadaan ini akan kembali normal pada akhir masa puerperium.
e. Sistem kardiovaskuler
Tonus otot polos pada dinding vena mulai membaik, volume darah mulai
berkurang, viskositas darah kembali normal dan curah jantung serta tekanan
darah menurun sampai ke kadar sebelum hamil.
f. Sistem integument (kulit)
Striae abdomen tidak dapat di hilangkan secara sempurna, tetapi dapat berubah
menjadi garis putih-keperakan yang halus setelah periode bebebrapa bulan.
Dinding abdomen lunak setelah kelahiran kerena dinding ini meregang selama
kehamilan.(Varney, 2007).
g. Sistem gastrointerstinal (defekasi)
Buag air besar secara spontan bisa tertunda selam 2 sampai 3 hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa di sebabkan karena tonus otot menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum. Kebiasaan buang besar
yang teratur perlu di capai kembali setelah tonus otot ke keadaan normal.
(Bobak, 2004)
h. Perubahan psikologi
Adaptasi psikologi pada ibu pascapersalinan menurut Reva Rubin melalui
suatu proses yang terjadi dalam 3 tahap antara lain:
1.) Fase taking In
Terjadi pada hari ke 1-2 post partum, perhatian ibu terhadap kebutuhan
dirinya pasif dan tergantung. Ibu tidak menginginkan kontak dengan
bayinya, bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam fase ini, yang di
perlukan adalah informasi tentang bayinya bukan cara merawat bayi
(tahap ketergantungan).

88
2.) Fase taking Hold
Fase ini berlangsung sampai kira-kira hari ke 10. Ibu berusaha mandiri
dan berinisiatif, perhatian terhadap dirinya, misalnya kelancaran miksi dan
defekasi, melakukan aktivitas seperti duduk, jalan, dan balajar tentang
perawatan diri dan bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah
mengatakan tidak mampu melakukan perawatan. Pada saat ini sangat di
butuhkan sistem pendukung bagi ibu primipara karena pada fase ini
seiring dengan terjadinya postpartum blues.
3.) Fase letting Go
Berlangsung hingga minggu ke 5-6 pasca kelahiran, tubuh ibu telah
sembuh, secara fisik ibu mampu menerima tanggung jawab normal dan
tidak lagi menerima peran sakit, kegiatan seksualnya telah di lakukan
kembali

2. Periode masa nifas


a. Puerperium dini
Kepulihan di mana ibu telah di perbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium
Waktu yang di perlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.(Mochtar, 1998).

3. Perawatan masa nifas


a. Kebersihan diri
1.) Mengajarkan pada ibu bagaimana cara membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air, yang di mulai di sekitar daerah vulva terlebih
dahulu dari depan ke belakang, kumudian membersihkan sekitar daerah
anus.
2.) Mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari dan
jika menggunakan kain di cuci dan di keringkan di bawah sinar matahari
atau di setrika.

89
3.) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin.
b. Istrahat
Istrahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan serta tidur
siang atau beristrahat selagi bayi tidur.
c. Gizi
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makanan yang
mengadung banyak protein, lemak, vitamin, mineral, sayur –sayuran dan buah-
buahan, minum air sedikitnya 3 liter setiap hari.
d. Perawatan payudara
Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu,
menggunakan BH yang menyokong payudara.
4. Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan pada masa nifas di perlukan karena periode ini merupakan masa kritis
bagi ibu maupun bayi terutama dalam 24 jam pertama. Adapun asuhan masa nifas
antara lain :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya dan
perawatan bayi sehat
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
5. Pengawasan masa nifas
Pengawasan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir,
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi,
adapun pengawasan masa nifas antara lain :
a. 6 - 8 jam setelah persalinan
Tujuannya :
1.) Mencegah perdarahan masa nifas
2.) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan
3.) Pemberian ASI awal
4.) Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi.
b. 6 hari setelah persalinan
90
Tujuannya :
1.) Memastikan involusi uterus berjalan normal. Uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
2.) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3.) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
4.) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan adanya
tanda-tanda penyulit.
c. 2 minggu setelah persalinan
Tujuannya :
1.) Memastikan involusi uterus berjalan normal. Uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
2.) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3.) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
4.) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan adanya
tanda-tanda penyulit.
d. 6 minggu setelah persalinan
Tujuannya :
1.) Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia atau bayi alami
2.) Memberikan konseling KB secara dini

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

Istilah Perdarahan post partum dalam arti luas mencakup semua perdarahan yang terjadi
setelah kelahiran bayi: sebelum, selama, dan sesudah keluarnya plasenta. Menurut defenisi,
perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500ml setelah bayi lahir. Pada
praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu, sebab
menghentikan perdaran lebih dini akan memberikan prognosis yang lebih baik. Pada
umumnya, bila tedapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
nafas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera
dilakukan. (Oxorn, 2010)

91
Perdarrahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama
setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua
minggu setelah bayi lahir. (winkjosastro, 2008)

Gambaran Klinis

Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus menerus dan keadaan pasien secara beransur-
ansur menjadi jelek. Denyut nadi menjadi cepat dan lemah , tekan darah menurun, pasien
berubah pucat dan dingin, dan nafasnya menjadi sesak, terengah-engah, berkeringatdan
akhirnya coma serta meninggal dunia. Situasi yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan
tekanan darah tiba-tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi darah
dalam jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit. Perdarahan post
partum ada dua. Pertama, anemia yang akibatkan perdarahan tersebut memperlemah keadaan
pasien, menurungkan daya tahannya dan menjadi factor predisposisi terjadi infeksi nifas.
Kedua, jika kehilangan darah ini tidak dihentikan, akibat akhir tentu saja kematian. (Oxorn
2010, 412)

2. Etiologi perdarahan post partum


a. Perdarahan post partum primer
1.) Atonia uteri
Faktor-fakor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
a) Umur : umur yang terlalu muda dan tua
b) Paritas : sering di jumpai pada multipara dan grandemultipara.
c) Partus lama dan partus terlantar
d) Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi.
2.) Retensio plasenta
3.) Plasenta rest
4.) Trauma persalinan seperti ruptur uteri dan hematoma
5.) Gangguan pembekuan darah
b.Perdarahan post partum sekunder
1.) Plasenta rest dan tertinggalnya selaput ketuban
2.) Trauma persalinan seperti bekas SC, pembuluh darah terbuka
3.) Infeksi yang menyebabkan sub involusi bekas implantasi plasenta.

92
3. Faktor predisposisi perdarahan post partum
a. Peningkatan tekanan darah (lebih dari 140/90 mmHg)
b. Polihidramnion atau kehamilan ganda
c. Seksiosesaria sebelumnya
d. Persalinan lama
e. Persalinan presipitatus
f. Gangguan pembekuan darah. (Boyle, 2007).
4. Diagnosa perdarahan post partum
a. Perdarahan terus menerus setelah lahirnya bayi
b. Pucat dan terdapat tanda-tanda syok atau presyok (tensi rendah, nadi cepat, dan lemah,
extremitas dingin), perdarahan terus mengalir ke vagina.
c. Pemeriksaan obstetri :
1.) Bila ada atonia / hipotonía uteri : uterus teraba lembek dan membesar.
2.) Bila kontraksi uterus baik, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir.
Pemeriksaan dalam dapat di lakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan dinilai kontraksi
uterus, perlukaan jalan lahir dan adanya sisa plasenta.

A. Atonia Uteri

Perdarahan post partum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat
myometrium. Kontaksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah
sehingga aliran darah tempat placenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat
gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab
utama perdarahan post partum. Sekalipun pada kasus perdarahan post partum kadang-kadang
sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya faktor
predisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan dokter terhadap
kemungkinan gangguan tersebut.

Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:

 Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurungkan insiden perdarahan pascapersalinan akibat atonia
uteri
 Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600µg) segera setelah bayi lahir

93
Factor predisposisi adalah sebagai berikut

 Regangan rahim berlebih karena kehamilan gemelli, polihidramnion, atau anak


terlalu besar
 Kelelahan karena persalinan lama atau ersalinan kasep
 Kehamilan grande-multipara
 Ibu dengan keaadaan umun yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
 Infeksi intra uterin (korioamnionitis)
 Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada palpasi, didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitugkan dalam
kalkulasi pemberian darah terganti.

Tindakan

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan aktif
kala tiga secara berkala, yaitu:

C. Menyuntikkan oksitosin
 Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
 Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskular pada bagian luar paha
kanan sepertiga atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah
D. Peregangan tali pusat terkendali
 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
atau menggulung tali pusat.
 Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau
kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva

94
 Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso-cranial
E. Mengeluarkan plasenta
 Jika dengan peregangan tali pusat terkendali tali pusat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran
sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak
pada vulva.
 Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasentabelum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ±5-10 cm dari vulva
 Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selam 15
menit suntikkan ulang 10 IU oksitosin IM.
 Periksa kandung kemih, lakukan katerisasi bila penuh
 Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
F. Setelah plasentatampak pada vulva terus melahirkan plasenta dengan hati-hati.
Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan
sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban
G. Masase uterus: segera setelah plasenta lahir,melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus secara sirkulermenggunakan bagian palmar
empat jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
H. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pascapersalinan
 Kelengkapan plasenta dan ketuban
 Kontraksi uterus
 Perlukaan jalan lahir. (JNPK-KR, 2008/ Pelatihan Klinik Pelayanan
Obstetric Emergensi Dasar)

B. REST PLASENTA
1. Pengertian rest plasenta
a.Rest plasenta adalah suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus tertinggal
dalam uterus.( Saifuddin, 2002 ).
2. Tanda dan gejala klinik rest plasenta
a.Perdarahan pasca partus berkepanjangan (perpanjangan perdarahan lokhia).
b.Perdarahan pasca partus sekunder.
c.Pengeluaran lokhia dapat berbau akibat infeksi rest plasenta. (Manuaba, 2001).

95
3. Komplikasi rest plasenta
a. Merupakan sumber infeksi dan perdarahan potensial.
b. Degenerasi koriokarsinoma.
c. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah. (Manuaba, 2008).
4. Penatalaksanaan rest plasenta
a. Pasang infus profilaksis.
b. Berikan antibiotik dan uterotonika.
c. Raba bagian dalam uterus untuk mengetahui adanya bagian plasenta,
kemudian eksplorasi uterus secara manual. Jaringan yang melekat dengan kuat,
mungkin merupakan plasenta akreta, untuk pelepasan plasenta yang melekat
kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang
biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
d. Keluarkan bagian plasenta dengan tangan (manual plasenta), forsep ovum atau
kuret lebar.
e. Bila kadar hb < 8 gr % lakukan transfusi darah, dan jika hb > 8 gr % beri
sulfas ferosus 600 mg / hari selama 10 hari.
Jika sisa plasenta telah lepas dan perdarahan masih berlanjut kaji status pembekuan
darah dengan menggunakan uji pembeku darah sederhana. Kegagalan terbentuknya
bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah
hancur menunjukkan adanya kemungkinan koagulasi.

96
Tabel 2.1 : Penatalaksanaan plasenta rest
Rest plasenta

Komplikasi : Gejala klinik :


– Perdarahan – Perpanjangan
– Infeksi perdarahan lokhia.
– Plasenta polip – Perdarahan
– Degenerasi ganas pascapartus sekunder.
– Korio karsinoma. – Infeksi lokhia barbau.
Tindakan kuretase
Persiapan :
– Evaluasi sistem hemopoitik
– Infus transfusi
– Oksitosin drips
– Pasca dilatasi kuretase di
tambah tampon uterovagina.

Observasi pasca tindakan


– TTV : TD, N, S, P
– Komplikasi : perdarahan
– Tindakan :
 Pemberian uterotonika
 Ligasi arteri hipogastrika interna
 Histerektomi
– Profilaksis :
 Evaluasi keseimbangan elektrolit
 Tranfusi
 Antibiotik adekuat

Sumber : Manuaba gde bagus. 2001.Kapita selekta penatalaksanaan rutin


obstetri ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

DAFTAR PUSTAKA

Varney Helen,2008, Buku saku Bidan. Penerbit Buku KesehatanEGC, Jakarta

Saifuddin A B. 2002. “ Perdarahan setelah lahir” Acuan nasional pelayanankesehatan maternal dan neonatal,
yayasan bina pustaka, Sarwono prawihardjo, edisi 1, Jakarta, hal 127-129,426

Saifuddin A.B, 2004, “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.

Sitti, Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Suradi, R, Tobing, HK. 2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru
Lahir Sehat. Jakarta : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia

97
Bendungan ASI

1. Pengertian

a. Bendungan ASI adalah penyumbatan pada duktus laktiferus akibat hambatan

aliran air susu karena tekanan internal dan ekternal (pembesaran dan pakaian

ketat)

b. Bendungan ASI yaitu suatu keadaan dimana payudara terasa berat, panas dan

keras yang terjadi karena terlambat menyusukan atau perlengketan pada waktu

menyusui yang kurang baik,sehingga dapat menyebabkan kesakitan pada ibu nifas

(Suradi,2002).

2. Tanda dan Gejala

Keluhan pada ibu yang mengalami bendungan ASI adalah:

a. Payudara Bengkak

b. Payudara keras

c. Payudara panas

d.Payudara Terasa nyeri karena adanya pembengkakan yang terlokalisasi.

e. Benjolan pada payudara terlihat jelas dalam perabaan terasa lunak

3. Etiologi

Penyebab terjadinya bendungan ASI adalah:

a. Keterlambatan dalam pemberian ASI dini.

b. Posisi menyusui yang kurang baik sehingga mulut bayi tidak menutupi areola

mammae.

c. Ibu tidak menyusui bayinya secara on-demand.

98
d. pakaian yang terlalu ketat

4. Penatalaksanan Bendungan ASI

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi bendungan ASI adalah:

a. Anjurkan pada ibu untuk menyusui sedini mungkin dan tidak terjadwal.

b. Ajarkan pada ibu cara yang menyusui yang baik apakah dengan cara duduk atau

berbaring.

c. Hindari pakaian yang ketat karena dapat menekan duktus laktiferus.

d. Lakukan massage payudara dan memerah ASI untuk meningkatkan aliran ASI

dengan membersihkan sinus-sinus dan duktus-duktus laktiferus kolostrum

pertama yang lengket. Duktus dan sinus ini digunakan untuk mengurangi

pembengkakan, membantu bayi menyusu, dan mengumpulkan ASI untuk

pemberian susu botol (mis: pada bayi prematur atau ketika ibu tidak ada ditempat).

e. Langkah – langkah untuk massase payudara

Gambar 2 Anatomi Payudara (Utami Rusli,2004)

1) Cuci tangan.

2) Duduk dengan nyaman.

3) Lepaskan pakaian yang mneutup payudara.

99
4) Lindungi pakaian yang lain dengan menutupinya dengan handuk mandi.

5) Lumasi tangan dengan lotion atau baby oil.

6) Visualisasikan payudara searah jarum jam, tempatkan satu tangan, dengan

telapak tangan ke bawah, pada posisi jam 12 tepat di batas atas payudara.

Tempatkan tangan yang lain, dengan telapak ke bawah, diatas tangan yang

pertama.

7) Beri tekanan yang kuat yang sejajar sementara menarik dua tangan secara

terpisah ke arah samping sehingga satu tangan turun ke satu sisi payudara.

8) Pada saat tangan turun ke sisi-sisi payudara, pertahankan ibu jari di bagian

atas payudara sampai jari-jari bertemu lagi dan saling menutup satu sama lain

di bawah payudara, sehingga membentuk mangkuk payudara.

9) Melanjutkan tekanan kuat yang merata, tarik payudara ke atas dan ke depan

sementara jari-jari menekan ke arah areola dan puting, serta ibu jari menekan

ke bawah ke arah areola dan puting.

10) Tanpa menyentuh areola dan puting, selipkan payudara di antara jari dan ibu

jari saat jari-jari mengurut lepas payudara.

11) Ulangi langkah 6 sampai 10 secara berurutan 10-15 kali, lumasi kembali

tangan sesuai kebutuhan.

f. Langkah-langkah memerah Asi:

1) Topang payudara dengan satu tangan.

2) Gunakan ibu jari dan jari telunjuk atau jari tengah yang lain dan tempatkan

menyilang terhadap satu sama lain pada sisi yang berlawanan dari puting

dibatas luar areola (sinus laktiferua terletak di area bawah tepi luar areola).

100
3) Menggunakan gerakan memerah, tekan kebelakang (menjauh dari areola),

kemudian ke dalam (turun kedalam jaringan), kemudian kedepan (ke arah

puting), dan kemudian lepaskan tekanan.

4) Beri tekanan berlahan tapi mantap. Tekanan yang tidak perlu dapat

menyebabkan trauma jaringan, tetapi tekanan harus cukup kuat untuk

mengompresi sinus.

5) Amati untuk melihat butiran kolostrum atau susu pada pada permukaan puting,

yaitu tempat muara duktus berada. Ibu mungkin tidak melihat butiran klostrum

atau susu ketiak pertama kali melakukan pemerahan. Namun setelah

melakukan tekanan berulang-ulang, semua duktus segera mengalir bebas dan

ibu tidak hanya akan melihat kolostrum atau susu, tetapi ia akan melihat aliran

lecil pada setiap gerakan memerah.

6) Perlahan seka atau serap kolostrum atau susu dari permukaan puting dengan

kain bersih.

7) Sesuai metode, gerakkan ibu jari dan jari mengelilingi areola, ulangi langkah 2

sampai 5 untuk masing-masing lokasi.

Ketika pertama kali memerah ASI, lakukan gerakan memerah tidak lebih dua kali

untuk masing-masing payudara agar tidak membuat trauma jaringan, memerah ASI

dapat dilakukan sampai aliran kolostrum atau susu berhenti

g. Penatalaksanaan / Perawatan Payudara

Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara

semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai berikut

1) Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi

2) Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet

101
3) Untuk menonjolkan puting susu

4) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

5) Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

6) Untuk memperbanyak produksi ASI

7) Untuk mengetahui adanya kelainan

Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 –

2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari.

h. Pelaksanaan Perawatan Payudara

a. Persiapan Alat

1. Baby oil secukupnya.

2. Kapas secukupnya

3. Waslap, 2 buah

4. Handuk bersih, 2 buah

5. Bengkok

6. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

7. Pakaian yang bersih dan terbuat dari katun

b. Persiapan Ibu

1. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkan dengan handuk.

2. Baju ibu bagian depan dibuka

102
3. Pasang handuk

c. Pelaksanaan Perawatan Payudara

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perawatan

payudara pasca persalinan, yaitu:

1. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit, kemudian

bersihkan dengan kapas minyak tadi.

2. Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk

diputar kedalam 20 kali keluar 20 kali.

3. Penonjolan puting susu yaitu :

1) Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali

2) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap

3) Memakai pompa puting susu

4. Pengurutan payudara:

1) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian diratakan

2) Peganglah payudara lalu diurut dari pangkal ke putting susu sebanyak 30

kali

3) Pijatlah puting susu pada daerah areola mammae untuk mengeluarkan

colostrums.

4) Bersihkan payudara dengan air bersih memakai waslap.

103
Gambar 3. Pengurutan buah dada dari tengah ke samping kemudian ke

bawah (Varney,2008).

Gambar 4. Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping kemudian ke

bawah (Varney,2008).

104
Gambar 5. Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping

kemudian ke bawah (Varney,2008).

Gambar 6. Pengurutan buah dada dari pangkal ke puting.(Varney,2008).

d. Perangsangan Payudara

Setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan air hangat dan dingin secara

bergantian selama ± 5 menit (air hangat dahulu kemudian air dingin).

105
Kemudian pakailah BH (kutang) yang menyangga payudara. Diharapkan dengan

melakukan perawatan payudara, baik sebelum maupun sesudah melahirkan, proses

laktasi dapat berlangsung dengan sempurna.

e. Perawatan Payudara dengan Masalah Puting Lecet

Untuk mencegah rasa sakit, bersihkan puting susu dengan air hangat ketika sedang

mandi dan jangan menggunakan sabun, karena sabun bisa membuat puting susu

kering dan iritasi.

f. Penyumbatan Kelenjar Payudara

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian

perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hatilah pada area yang

mengeras. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin,

menyusui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi

akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bisa

mengeringkannya dengan efektif. Lanjutkan dengan mengeluarkan air susu dari

payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan

isi payudara yang sakit tersebut. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi

dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi

dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area

yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah

puting susu.

g. Payudara

Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa mambantu mengurangi

pengerasan, tetapi jika bayi sudah menyusui dengan baik dan sudah mencapai berat

badan ideal, ibu mungkin harus melakukan sesuatu untuk mengurangi tekanan pada

106
payudara. Sebagi contoh, merendam kain dalam air hangat dan kemudian di

tempelkan pada

payudara atau mandi dengan air hangat sebelum menyuusi bayi. Mungkin ibu juga

bisa mengeluarkan sejumlah kecil ASI sebelum menyusui, baik secara manual atau

dengan menggunakan pompa payudara Untuk pembengkakan payudara yang parah,

gunakan kompres dingin atau es kemasan ketika tidak sedang menyusui untuk

mengurangi rasa tidak nyaman dan mengurangi pembengkakan (Nichol, 2005)

h. Teknik Memerah ASI

1). Sebelumnya(sebaiknya) payudara dipijat dahulu

2). Memutar dengan 3 jari tengah

3). Menyisir dengan jari-jari/ sisir (stroking)

4). Cuci tangan

5). Duduk/ berdiri dengan nyaman, penampung dekat payudara

Gambar 7.Cara memeras ASI (Varney,2008).

a). Jemari dan jempol di sisi areola; tekan kearah dalam mengarah ke dinding dada

b). Pencet di belakang putting susu dan areola dengan jempol dan jemari

c). Lakukan pula dari arah samping

107
Gambar 8 Cara memeras ASI arah Samping (Varney,2008).

Varney Helen,2008, Buku saku Bidan. Penerbit buku kesehatanEGC, Jakarta

Utami Roesli. 2004. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, Makanan Pendamping

Suradi, 2003. Analisa Pelayanan KIA Jawa Tengah (online), (http://www.tag.blogger.com,

diakses 31 september 2011).

108
Ultrasonografi (USG)
1. Pengertian Ultrasonografi (USG)

a. Ultrasonografi (USG) adalah alat bantu diagnostik yang sangat berguna

untuk memantau keadaan janin yang dikenal sejak akhir tahun 50-an

dengan cara kerja dengan menghantarkan gelombang suara dengan

frekuensi diantara 3.5-7.0 Megahertz ke janin atau pembuluh darah dan

akan dipantulkan kembali dalam bentuk gambar yang dapat kita lihat di

monitor ultrasonografi (USG)

b. Ultrasonografi (USG) adalah frekuensi gelombang suara tinggi yang

dipantulkan ke tubuh untuk memperlihatkan gambar rahim dan isinya

dalam bentuk informasi gambar yang disebut sonogram yang dapat di lihat

pada layar monitor.

Simpulan dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan,

bahwa ultrasonografi (USG) adalah alat bantu diagnostik untuk memantau

keadaan janin dalam rahim serta mendeteksi kelainan janin yang tidak bisa

didiagnosa dengan pemeriksaan leopold yang menggunakan frekuensi

gelombang suara tinggi yang dipantulkan ke tubuh untuk memperlihatkan

gambar rahim dan isinya yang dapat dilihat pada layar monitor.

2. Pengertian Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi adalah jenis pemeriksaan dengan

menggunakan perangkat komputer yang dilakukan pada ibu hamil untuk

mengetahui keadaan janin, plasenta dan air ketuban. Selain itu, pemeriksaan

ultrasonografi juga dapat dilakukan pada ibu yang mengalami gangguan pada

daerah abdomen

109
3. Jenis Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada dasarnya ada 4 jenis pemeriksaan ultranosografi (USG) namun

pada proses utamanya sama:

a. Ultrasonografi (USG) 2 Dimensi

Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang).

Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat

ditampilkan

b. Ultrasonografi (USG) 3 Dimensi

Jenis pemeriksaan ultrasonografi (USG) ini maka ada tambahan 1

bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti

aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat

dengan jelas, begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini

dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang

diputar)

c. Ultrasonografi (USG) 4 Dimensi

Sebetulnya ultrasonografi (USG) 4 dimensi ini hanya istilah untuk

ultrasonografi (USG) 3 dimensi yang dapat bergerak. Kalau gambar yang

diambil dari ultrasonografi (USG) 3 dimensi statis, sementara pada

ultrasonografi (USG) 4 dimensi, gambar janinnya dapat bergerak, Jadi

pasien dapat melihat lebih jelas wajah janin di dalam rahim.

Ultrasonografi (USG) 4 Dimensi dilakukan pada saat usia kehamilan

memasuki usia 26 sampai 32 minggu. Pada rentang usia kehamilan ini air

ketuban masih banyak, sehingga akan menghasilkan lebih jelasnya wajah

janin serta wajah janin sudah lebih sempurna pada usia kehamilan ini.

d. Ultrasonografi (USG) Doppler

110
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang mengutamakan pengukuran

aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai

keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi:

Gerak napas janin, tonus (gerak janin), indeks cairan ketuban, reaktivitas

denyut jantung janin.

4. Waktu Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada dasarnya ultrasonografi (USG) dapat dilakukan kapan saja selama

masa kehamilan karena ultrasonografi (USG) tidak berbahaya untuk bayi dan

ibu. Ultrasonografi (USG) terutama dilakukan bila terjadi masalah kehamilan

misalnya adanya detak jantung janin yang tidak teratur.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) sekurang-kurangnya

dilakukan 3 kali, pada saat:

a. Usia kehamilan 6-14 minggu

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) perlu dilakukan pada usia

kehamilan ini untuk menentukan ketepatan usia kehamilan.

b. Kehamilan 21-24 minggu

Pada usia kehamilan in perlu dilakukan ultrasonografi (USG) untuk

menilai kelainan congenital,kelainan bentuk, posisi plasenta, detak jantung

janin.

c. Usia kehamilan 32-34 minggu

Pada usia kehamilan ini perlu dilakukan ultrasonografi (USG) lagi

untuk mengetahui gangguan pertumbuhan janin atau biasanya disebut

pertumbuhan janin terhambat (Adenin,2009).

5. Tujuan pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

111
Ultrasonografi (USG) adalah prosedur diagnosa yang mendeteksi atau

membantu mendeteksi ketidaknormalan dan kondisi yang berhubungan

dengan kehamilan. Uji ultrasonografi (USG) biasanya digabungkan dengan uji

lainnya. Adapun tujuan pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah:

a. Konfirmasi kehamilan

Embrio dalam kantung kehamilan dapat dilihat pada awal kehamilan

b. Mengetahui usia kehamilan

Untuk mengetahui usia kehamilan dapat menggunakan ukuran

tubuh fetus sehingga dapat memperkirakan kapan tanggal persalinan

c. Menilai pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan

d. Ancaman keguguran

Jika terjadi perdarahan vagina awal, ultrasonografi (USG) dapat

menilai kesehatan dari janin. Jika detak jantung janin jelas maka prospek

yang baik untuk melanjutkan kehamilan.

e. Masalah dengan plasenta

Ultrasonografi (USG) dapat menilai kondisi plasenta dan menilai

adanya masalah lain seperti plasenta previa dan solusio plasenta. Juga

menilai kematangan plasenta apakah grade 1, 2, atau 3.

f. Kehamilan ganda

Ultrasonografi (USG) dapat memastikan apakah ada 1 atau lebih

janin di dalam rahim.

g. Mengukur cairan ketuban

Ultrasonografi (USG) dapat menilai masalah yang terjadi ketika

kandungan berlebihan cairan ketuban atau terlalu sedikit.

h. Kelainan letak janin

112
Ultrasonografi (USG) dapat menilai kelainan letak janin dalam rahim

serta kelainan janin seperti hidrosefalus, anensefali, sumbing, kelainan

jantung, kelainan kromosom (syndrome down)

i. Menentukan jenis kelamin

Ultrasonografi (USG)dapat juga mengetahui jenis kelamin janin yang

dikandungnya

Tujuan ultrasonografi (USG) pada tiap trimester, sebagai berikut:

1) Trimester I

a) Meyakinkan kemungkinan kehamilan

b) Meyakinkan detak jantung

c) Mengukur usia perkembangan atau panjang janin

d) Meyakinkan adanya hamil ektopik (hamil di luar rahim) atau hamil

anggur.

e) Menguji perkembangan yang tidak normal.

2) Trimester II

a) Diagnosa cacat pada janin

b) Mendeteksi kelainan syndrome down

c) Mengidentifikasi cacat congenital

d) Meyakinkan tunggal dan pertumbuhan

e) Meyakinkan kehamilan kembar

f) Meyakinkan kematian janin dalam rahim

g) Mengidentifikasi air ketuban yang kurang atau berlebihan

h) Menentukan jenis kelamin

3) Trimester III

113
a) Mengidentifikasi letak janin

b) Mengobservasi kehadiran janin

c) Mengobservasi gerakan janin

d) Mengidentifikasi ketidaknormalan panggul dan rahim ibu selama

masa kehamilan

e) Mengidentifikasi berat janin (Evarini, 2005).

6. Teknik Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Ada dua teknik pemeriksaan ultrasonografi (USG)

a. Perabdominal

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dengan meletakkan tranduser di atas

perut yang biasa dilakukan pada umur kehamilan lebih dari 12 minggu.

Karena pemeriksaan ini dilakukan dari atas perut maka daya tembusnya

akan melewati otot perut, lemak baru menembus rahim (Anonim, 2008).

Adapun teknik pemeriksaan ultrasonografi (USG) transabdominal

yaitu :

1) Posisi pasien dan pemeriksaan

Pemeriksaan umumnya dilakukan pada pasien dalam posisi

terlentang. Alat ultrasonografi (USG) ditempatkan di sebelah kanan

pasien. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien, duduk menghadap

ke arah muka pasien dan layar monitor ultrasonogafi (USG).

2) Persiapan

114
Setiap pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada kehamilan

trimester I harus dilakukan dalam keadaan kandung kencing yang

penuh karena kandung kencing yang berisi penuh akan mendesak

massa usus keluar dari rongga pelvis dan akan mengubah kedudukan

uterus kedalam posisi aksila.

Pada kehamilan trimester II dan III persiapan kandung kencing

penuh tidak diperlukan lagi karena uterus sudah cukup besar sehingga

dapat keluar dari rongga pelvis dan mendesak massa usus ke arah

cranial dan lateral sehingga tidak menutupi uterus lagi.

3) Penggunaan bahan perangkai

Udara merupakan medium yang sangat buruk bagi perambatan

gelombang ultrasonik, sehingga menghalangi pemeriksaan USG.

Adanya udara di antara permukaan probe dan dinding abdomen harus

dihilangkan dengan memberikan bahan perangkai, yaitu medium yang

mudah dilalui gelombang ultrasonik. Bahan yang bias digunakan

sebagai bahan perangkai, misalnya jeli atau minyak mineral yang

dioleskan pada permukaan abdomen (Wiknjosastro, 2006).

b. Pervaginam

Pemeriksaan yang dilakukan dengan memasukkan alat ke dalam

vagina seperti melakukan pemeriksaan dalam yang biasanya dilakukan

pada umur kehamilan 8 minggu. Pemeriksaan ini lebih mudah dan ibu tidak

perlu menahan kencing serta tidak menyebabkan keguguran.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) tranvaginal (pervaginam) biasa

dilakukan apabila dari pemeriksaan transabdominal (dinding perut ibu)

belum diperoleh hasil atau menunjukkan hasil yang belum pasti, karena

115
ultrasonografi (USG) pervaginam memperlihatkan gambar kehamilan dini

lebih cepat

Adapun teknik pemeriksaan secara pervaginam :

1) Posisi pasien dan pemeriksa

Pemeriksaan umumnya dilakukan pada pasien dengan posisi

litotomi atau tidur dengan kaki ditekuk dan pada bagian pantat ditaruh

bantal agar mudah untuk memasukkan dan memanipulasi posisi

transduser.

2) Persiapan

Pada pemeriksaan ini kandung kencing pasien harus kosong.

Pasangkan kondom baru pada transduser, kemudian beri jelly

secukupnya pada permukaan kondom dan selanjutnya masukkan

transduser ke dalam vagina secara perlahan-lahan dan sesuai dengan

sumbu vagina. Jangan melakukan penekanan tiba-tiba dan keras

karena dapat membuat pasien kesakitan atau merasa tidak nyaman.

3) Setelah pemeriksaan

Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan kondom secara hati-hati

dengan memakai sarung tangan tidak sterill atau kertas tissue,

kemudian lakukan dekontaminasi kondom tersebut dengan larutan

klorin 0,5%.

116
DAFTAR PUSTAKA

Adenin, Irvan. 2009. Perkembangan Janin dan Pengawasan Ibu Hamil dengan USG.
http://wwwrsiatambak.com (diakses tanggal 12 Oktober 2011).

Anisa, Nur Arianti. 2009. Ultrasonografi dan Dampaknya Terhadap Janin.


http//riri.student:blogundipac.id/2009/12/15/Ultrasonografi-dampak-terhadap-
janin-bayi/ (diakses tanggal 28).

Anonim. 2009. Persiapan dan Indikasi Pemeriksaan USG Obsteri dan


Ginekologi.http//kuliahbidan.wordpreess.com./2008/07/18/persiapa-indiksai-
usg-obstetri-ginekologi. (diakses tanggal 28 September 2011).

Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan dan gangguan Kehamilan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Evarini. 2005. Uji ultrasonografi (USG). http://www.hypno-birthing.com. (diakses


tanggal 28 September 2011).

Gunawan, Andrianto. 2001. Paduan Pemeriksaan Diagnostik USG. Jakarta:


EGC.

Suririnah. 2004. Kegunaan Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) pada kehamilan. http:


//www.infoIbu.com. (diakses tanggal 10 Oktober 2011).

Suririnah. 2009. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Tucker, Susan Martin. 2004. Pemantauan dan Pengkajian Janin. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifah. 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo.

117
118

Anda mungkin juga menyukai