1.4.a.6 Budaya Positif

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

D E M O N ST R A S I

KONT E KST U AL
1.4.a.6 Budaya Positif
Nuri Fitriani, M. Pd.
CGP Angkatan 5
DKI Jakarta
D E M O N ST R A S I
KONT E KST U AL
1.4.a.6 Budaya Positif
Berikut link tugas ini :
https://www.youtube.com/watch?
Nuri Fitriani, M. Pd. v=StTbZm8UnbA&t=96s

CGP Angkatan 5
DKI Jakarta
Nuri Fitriani, M. Pd.
CGP Angkatan 5
DKI Jakarta

surya Jaya, S. T, M. Pd. Ahmad Hidayat, M. Pd.


Fasilitator Pengajar Praktik
RES TIT U S I

Restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi


murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga
mereka bisa kembali pada kelompoknya dan memiliki
karakter yang lebih kuat (Gossen, 2004)
Restitusi merupakan proses
kolaboratif yang mengajarkan
murid untuk mencari solusi
masalah, membantu murid berfikir
tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan, dan bagaimana
mereka harus memperlakukan
orang lain (Gossen, 1996)
Restitusi menghargai nilai
kebajikan

Restitusi membantu murid menjadi


lebih memiliki tujuan, disiplin
positf, dan memulihkan dirinya
setelah berbuat salah.
Penekanannya bukan untuk
menghindari ketidaknyamanan,
namun tujuannya untuk menjadi
orang yang menghargai nilai-nilai
kebajikan yang mereka percayai.
Restitusi sebagai evaluasi

Restitusi membantu murid


mengevaluasi internal untuk dapat
memperbaiki kesalahannya dan
mendapatkan kembali harga
dirinya.
Ciri-ciri restitusi

Restitusi memperbaiki kesalahan,


bukan untuk menebus kesalahan.

Restitusi memperbaiki hubungan

Restitusi adalah tawaran, bukan


paksaan

Restitusi menuntun untuk melihat


ke dalam diri

Restitusi mencari kebutuhan dasar


yang mendasari tindakan
Kelebihan Restitusi

Restitusi fokus pada perbaikan karakter


bukan tindakan
Restitusi menguatkan murid untuk benar-
benar menghargai dirinya sendiri sesuai
dengan nilai-nilai kebajikan yang diyakini
Restitusi fokus pada solusi, bukan mencari
siapa yang salah
Restitusi mengembalkan murid yang berbuat
salah pada kelompoknya
Restitusi menguatkan disiplin positif murid
Diane Gossen dalam bukunya
Retitution;Restructuring School
Discipline(2001)telah merancang sebuah tahapan
untuk memudahkan guru dan orang tua dalam
melakukan proses menyiapkan anak/murid
melakukan restitusi, yaitu dengan menggunakan
segitiga restitusi (restitution triangle)
SE G IT IGA
REST I T U SI
Proses segitiga restitusi
meliputi tiga tahapan LANGKAH TEORI KONTROL
dan setiap tahapannya
berdasarkan pada Menstabilkan Identitas Stabilize Kita semua akan melakukan hal
1
prinsip penting dari teori the Identity terbaik yang bisa kita lakuka
kontrol
Validasi Tindakan yang Salah Kita semua akan melakukan hal
2
Validate the Misbehaviour terbaik yang bisa kita lakuka

Menanyakan Keyakinan Seek the


3 Kita semua memiliki motivasi internal
Belief
SE G IT IGA
REST I T U SI
1. Menstabilkan Identitas/Stabillize the Identity

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan
kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang
mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita
mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif,
maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
• Berbuat salah itu tidak apa-apa.
• Tidak ada manusia yang sempurna
• Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
• Kita bisa menyelesaikan ini.
• Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
• Kamu berhak merasa begitu.
• Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
2. Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita
memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan
cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua
tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang
memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus-response ke cara
berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap
seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu
telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing
buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakim akan memvalidasi kebutuhan
mereka.
2. Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior

• “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
• “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
• “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
• “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan
bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti
bertentangan dengan aturan yang ada.
3. Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah
tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk
dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
• Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
• Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
• Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
• Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti
itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka jadi orang seperti itu. ketika anak sudah
mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-
anak tetap fokus pada gambaran tersebut
Skenario 1 : Murid perosotan di pegangan
tangga saat turun dari lantai 2 kelantai 1

Pada saat istirahat, Fadhilah perosotan di pegangan tangga saat turun dari lantai 2 ke lantai 1

Bu Nuri : Fadilah, Ibu tadi dengar laporan dari Ibu guru kelas lima, sepertinya kamu melakukan kesalahan ya. Ada yang bisa Bu Nuri bantu? Apa yang
terjadi saat istirahat tadi?
Fadilah : Iya Bu. tadi pada jam istirahat, saya turun ke bawah, saat di tangga, saya perosotan di pegangan tangga. Kemudian, saya mengenai tangan
kakak kelas 5 yang sedang memegang pegangan tangga.
Bu Nuri : Apakah kamu tau bahwa perosotan di pegangan tangga merupakan kesalahan?
Fadhilah : Tau Bu (dengan muka menunduk)
Bu Nuri : Berbuat salah itu tidak apa-apa, waktu Ibu masih SD, Ibu juga pernah melakukan kesalahan itu. Baiklah, kita akan menyelesaikan masalah ini
bersama.
Fadhilah : Iya, Bu.
Bu Nuri : Pasti kamu punya alasan mengapa kamu perosotan di pegangan tangga, ya?
Fadhilah : Iya, Bu. Perosotan di tangga sangat seru dan menyenangkan.
Bu Nuri : Iya, Bu Nuri bisa memahami perosotan ditangga itu menyenagkan. Namun, yang kamu lakukan merugikan orang lain, sehingga kamu sekarang
dalam masalah.
Fadhilah : Iya, Bu.
Bu Nuri : Sekarang mari kita bicarakan keyakinan kelas kita, Apa yang kita yakini? Mana yang belum kamu lakukan?
Fadhilah : Kita harus bersikap baik terhadap orang lain dan diri sendiri, di mana saja kita berada.
Bu Nuri : Benar, kamu ingat dengan baik keyakinan kelas kita. Kita kembalikan saat kamu perosotan di pegangan tangga dan mengenai tangan kakak
kelas. Apakah ketika kamu melakukan hal itu, kamu telah bersikap baik terhadapa orang lain dan diri sendiri?
Fadhilah : Tidak, Bu.
Bu Nuri : Dengan kamu perosotan di pegangan tangga, kamu mendapatkan kesenangan. Namun, menurut Ibu ada cara lain untuk mendapatkan
kesenangan, dengan tetap bersikap baik terhadap orang lain dan diri sendiri. Menurut kamu bagaimana caranya?
Fadhilah : Hmm... saya bisa bermain di lapangan bersama teman-teman saat jam istirahat dan pulang sekolah.
Bu Nuri : Hebat... pasti lebih seru dan menyenangkan bermain bersama teman-teman di lapangan. Baik, mari kita bersikap baik terhadap orang lain dan diri di mana pun
kita berada. Setiap turun tangga, kamu bisa berprilaku lebih baik lagi.
Fadhilah : Siap, Bu Nuri (dengan semangat)
Skenario 2 : Murid mengejek teman dengan
nama orang tua
Pada saat pulang sekolah, Jaka dan Tama saling ejek dengan nama orang tua

Bu Nuri : Jaka dan Tama, Ibu mendapat laporan dari Ibunya Tama, sepertinya kalian melakukan kesalahan ya. Ada yang bisa Bu Nuri bantu? Apa yang
terjadi saat pulang sekolah kemarin?
Jaka dan Tama : Iya Bu. Kemarin saat pulang sekolah, kami saling ejek nama orang tua.
Bu Nuri : Apakah kalian tau bahwa saling ejek nama orang tua merupakan kesalahan?
Jaka dan Tama : Iya, Bu (dengan muka menunduk)
Bu Nuri : Berbuat salah itu tidak apa-apa waktu Ibu masih SD, Ibu juga pernah melakukan kesalahan itu. Baiklah, kita akan menyelesaikan masalah ini
bersama.
Jaka dan Tama : Iya, Bu.
Bu Nuri : Pasti kalian punya alasan mengapa kalian saling ejek nama orang tua, ya?
Jaka dan Tama : Iya, Bu.
Jaka : Habisnya... Saya senang melihat muka Tama yang memerah dan pasti nanti dia melaporkan ini ke ibunya, nanti ibunya lapor ke Bu guru.
Tama : Iya, Bu. padahal sebernya kita sahabat. Tapi Jaka iseng, Bu. Suka sekali saya lapor ke ibu saya, nanti ibu saya laporan ke Bu guru. Nanti Bu guru akan
beri tahu orang tuanya Jaka.
Bu Nuri : Iya, Bu Nuri bisa memahami saling ejek nama orang tua karena kalian mau diperhatikan dan Jaka senang melihat muka Tama yang memerah. Namun,
yang kalian lakukan tidak menghormati, menghargai orang tua dan sesama teman, sehingga kalian sekarang dalam masalah.
Jaka dan Tama : Iya, Bu.
Bu Nuri : Sekarang mari kita bicarakan keyakinan kelas kita, Apa yang kita yakini? Mana yang belum kalian lakukan?
Jaka dan Tama : Kita harus menghormati dan menghargai orang lain dan diri sendiri, di mana saja kita berada.
Bu Nuri : Benar, kalian ingat dengan baik keyakinan kelas kita. Kita kembalikan saat kalian saling ejek nama orang tua. Apakah ketika kalian melakukan hal itu,
kalian telah menghormati dan menghargai orang lain dan diri sendiri?
Jaka dan Tama : Tidak, Bu.
Bu Nuri : Dengan kalian saling ejek nama orang tua, kalian mendapatkan kesenangan dan perhatian sesama teman. Namun, menurut Ibu ada cara lain untuk
mendapatkan kesenangan dan perhatian, dengan tetap saling menghormati dan menghargai terhadap orang lain dan diri sendiri. Menurut kalian
bagaimana caranya?
Jaka : Saya akan mendekati Tama dan akan berbicara baik, agar tidak terjadi lagi saling ejek nama orang tua.
Tama : Saya juga akan menjawab dengan baik jika diajak bicara oleh Jaka atau pun teman yang lain.
Bu Nuri : Bagus... pasti lebih indah jika kita saling menghormati dan menghargai sesama teman. Baik, mari kita bersikap saling menghormati dan menghargai
sesama teman dan diri sendiri di mana pun kita berada. Setiap kita berbicara dengan yang lain, bicaralah dengan baik, saling menghormati dan
menghargai.
Jaka dan Tama : Siap, Bu Nuri (dengan semangat)
Praktik Segitiga Restitusi Skenario 1
Praktik Segitiga Restitusi Skenario 2
Testimoni Murid
Testimoni Murid
Testimoni Murid
"Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk
bangsa Indonesia dengan cara Indonesia"

-- Ki Hajar Dewantara--
Jalan-jalan ke Jakarta Utara
Cari jalan yang lancar sesuai situasi
Guru Penggerak Angkatan Lima
Memeberikan solusi murid dengan restitusi

T E R IMA K A S I

Anda mungkin juga menyukai