Hadits Mawdhu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

Hadits Mawdhu

Oleh

Ahmad Rafiqi

Khudri Said

Dosen Pegampu

Fauzi Rizal, MA

Prodi Bimbingan Konseling Islam

Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Universtias Islam Negri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary

Padangsidimpuan

T.A. 2022-2023
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
BAB 1.....................................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................................ii
A. Latar Belakang..................................................................................................................ii
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................ii
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................iii
BAB II.....................................................................................................................................1
Pembahasan.............................................................................................................................1
A. Pengertian Hadits Madhu..................................................................................................1
B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu.......................................................................2
C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu...................................................................6
1. Faktor Politik.................................................................................................................6
2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan..............................................................................7
3. Faktor Kebodohan.........................................................................................................8
4. Fanatisme Yang Keliru.................................................................................................8
D. Ciri – Ciri Hadits Maudhu................................................................................................9
1.Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad........................................................................9
2.Ciri yang Berkaitan Dengan Matan...............................................................................9
3.Musthafa Assiba’i..........................................................................................................9
4.Hasbi Ashshddiqy........................................................................................................10
E.Akibat Munculnya Hadits Maudhu...................................................................................11
BAB III.................................................................................................................................14
Penutup..................................................................................................................................14
Kesimpulan...........................................................................................................................14
Daftar Pustaka.......................................................................................................................15
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada Rasullah SAW, para
sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat. Alhamdulillah,
dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta karunia-
Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang disediakan.

Selain itu, kami juga berterima kasih Kepada Bapak Fauzi Rizal MA selaku dosen
pengampu mata kuliah ulumul hadits dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun
makalah ini. Semoga makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dan penyusun sendiri.
Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam makalah
ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap kritik dan saran pembaca.
BAB 1
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Sejalan dengan berjalannya waktu, umat manusia menghadapi berbagai permasalahan yang
harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat Islam, peramasalahan yang timbul kapan
dan dimanapun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu
al-Qur’an dan Hadits Nabi. Al-Qur’an maupun Hadits dianggap pedoman yang siap kapan saja
untuk dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun dalam tataran
prakteknya tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata. Perlu usaha yang mendalam
dan serius untuk menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk
dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.

Para ulama, tidak pernah berhenti berkarya untuk menghasilkan suatu pedoman hidup yang
bersifat praktis bagi masyarakat yang mempunyai tingkatan intelektual yang varian dalam
berbagai lingkungan kehidupan mereka. Para ulama hadits ternyata telah berusaha menafsirkan
makna hadis-hadis yang telah dibukukan oleh ulama sebelumnya. Upaya ulama pensyarah
tersebut menjadi inspirasi para ulama hadis yang datang pada masa setelah mereka untuk
menghasilkan buah karya dalam bidang pemahaman makna hadis yang beragam pula. Salah
satu metode yang sebelumnya popular dalam penafsiran al-Qur,an yaitu metode maudhu’iy,
pada masa-masa selanjutnya mulai pula dicoba terapkan dalam memahami hadits Nabi.
Sekalipun kendala yang dihadapi cukup berarti, namun upaya tersebut membuahkan hasil
berupa karya-karya yang menjadi pedoman bagi penyelesaian berbagai persoalan yang
dihadapi. Dalam segi pemahaman teks hadits ini tentunya akan terus berkembang sesuai
dengan perkembangan sekaligus kompliksnya problema yang dihadapi dalam kehidupan umat
Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hadits Madhu
2. Sejarah Dan Perkembangan Hadits Maudhu
3. Faktor – Faktor Penyebab Munculnya Hadits Madhu
4. Ciri – Ciri Hadits Madhu
5. Akibat Munculnya Hadits Madhu
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Madhu


2. Untuk mengetahui Sejarah Dan Perkembangan Hadits Madhu
3. Untuk Memahami Hadits Madhu Di Zaman Rasulullah Hingga Sekarang
4. Untuk Memahami Penyebaran Dan Akbiat Munculnya Hadits Madhu
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Hadits Madhu


Apabila dilihat dari segi bahasa, kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari kata
‫يضيع‬. ‫ وضع ـ‬Kata ‫ وضع‬memiliki beberapa makna, antara lain: menggugurkan, meninggalkan,
memalsukan dan mengada-adakan.
Adapun pengertian maudhu’ menurut istilah ulama hadits yaitu:
Artinya: “Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan cara mengada-ada
dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan maupun beliau
taqrirkan”. 1
Hadits maudhu’ secara etimologi merupakan bentuk isim maf’ul, wadha’a, yadha’u yang
bermakna yang disusun, dusta yang diada-adakan, dan yang diletakkan. Sedangkan dari segi
terminologi ulama hadits mengartikan hadits maudhu’ yaitu sesuatu yang dinisbatkan kepada
Rasul saw, secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, dan
beliau taqrirkan.
Hadits maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang di dalam sanadnya (umumnya) ada
seorang atau beberapa orang rawi yang pendusta. Sedangkan hadits yang tidak ada asalnya
ialah hadits yang tidak mempunyai sanad untuk diperiksa. Yakni, perkataan yang beredar dari
mulut ke mulut atau dari tulisan ke tulisan yang tidak ada asal usulnya (sanadnya) yang
disandarkan kepada Nabi Saw. Contohnya seperti hadits “ikhtilaafu umati rahmah/perselisihan
umatku adalah rahmat.” dan di kitab Ihya-nya imam Al-Ghazali terdapat hadits-hadits yang
tidak ada asalnya sebanyak 900 hadits lebih menurut pemeriksaan As Subki di kitabnya
Thabaqaat Asy Syafi’iyyah Al Kubra. Meskipun hadits yang tidak ada asalnya masuk ke dalam
bagian hadits maudhu’ akan tetapi ulama ahli hadits membedakan di dalam penyebutannya.
Karena hadits maudhu’ mempunyai sanad, sedangkan hadits yang tidak ada asalnya tidak
mempunyai sanad.2
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah segala sesuatu
(riwayat) yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik perbuatan, perkataan, maupun
1
Ajaj Al-Khatib, Ushul al Hadist, (Bandung, PT. Almaarif, 1981), hal. 415
2
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung PT. Almaarif, 1995), hal. 140

1
taqrir secara di buat-buat atau disengaja dan sifatnya mengada-ada atau berbohong. Tegasnya
hadis maudhu adalanh hadis yang diada-ada atau dibuat-buat.3

B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu


Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika terjadi
perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk Hijaz dan Irak dengan
Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria dan Mesir, Ummat Islam
terbagi kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur. Karena itu menurut Subhi
Shaleh, bahwa timbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling penting bagi
timbulnya usaha mengada –ada habar dan hadis.4

Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan bukti
keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi faktor yang
menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari bahwa masuknya mereka
ke Islam, di samping ada yang benar-benar murni tertarik dan percaya kepada ajaran Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga segolongan mereka yang menganut agama
Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita
kenal dengan kaum munafik dan Zindiq.

Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap Islam
dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu peluang yang tepat untuk menghancurkan
dan menimbulkan keraguan di dalam hati orang banyak terhadap Islam. Peluang tersebut
terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan yang memang sangat toleran
terhadap orang lain. Imam Muhammad Ibnu Sirrin menuturkan, ”Pada mulanya umat Islam
apabila mendengar sabda Nabi Saw berdirilah bulu roma mereka. Namun setelah terjadinya
fitnah (terbunuhnya Ustman bin Affan), apabila mendengar hadits mereka selalu bertanya, dari
manakah hadits itu diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang Ahlsunnah, hadits itu
diterima sebagai dalil dalam agama Islam. Dan apabila diterima dari orang-orang penyebar
bid’ah, hadits itu dotolak”5

3
Ajaj al Khatib, Ushulul Hadits, hal. 415
4
Subhi Shalih, hal. 266-267
5
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004), hal. 82

2
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan khalifah Utsman
bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-benih fitnah, yang
memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena masih
banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan
suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada ancaman
yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist, Namun pada
masa sesudahnya, yaitu pada akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis
mulai marak , baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang
diluar Islam. Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul
Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu. Terpecahnya ummat Islam
menjadi beberapa golongan politik dam keagamaan menjadi pemicu munculnya hadis maudhu.
Masing-masing pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat kelompoknya dengan
mengutip dalil dalil dari Al Qur’an dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis
menyimpang dari arti sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat
menemukan yang demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong
atas diri Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara
berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab.6

Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah bin Saba’, seorang
Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih membela Sayyidina Ali dan Ahlul
Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk menabur fitnah. Ia berdakwah bahwa Ali
yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman bahkan Abu Bakar dan Umar. Alasannya
Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w. Hadits palsu yang ia buat berbunyi: “Setiap Nabi itu
ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba’ ini
disebutkan terjadi pada akhir pemerintahan Usman. Untungnya, penyebaran hadits maudhu’
pada waktu itu belum gencar karena masih banyak sahabat utama yang mengetahui dengan
persis akan kepalsuan sebuah hadits. Khalifah Usman sebagai contohnya, ketika tahu hadits
maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau langsung mengusirnya dari Madinah. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Para sahabat tahu akan larangan keras
dari Rasulullah terhadap orang yang membuat hadits palsu sebagaimana sabda beliau: “Siapa

6
Ajaj al Khatib, hal. 416

3
saja yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka dia telah mempersipakan tempatnya di
dalam neraka.”7

Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadits yang
disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya sekiranya ragu akan
kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan sanadnya meriwayatkan dari Mujahid sebuah kisah
yang terjadi pada diri Ibnu Abbas : “Busyair bin Kaab telah datang menemui Ibnu Abbas lalu
menyebutkan sebuah hadits dengan berkata “Rasulullah telah bersabda”, “Rasullulah telah
bersabda”. Namun Ibnu Abbas tidak menghiraukan hadits itu dan juga tidak memandangnya.
Lalu Busyair berkata kepada Ibnu Abbas “Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau
tidak mau mendengar hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari
Rasulullah tetapi engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab: “Kami dulu
apabila mendengar seseorang berkata “Rasulullah bersabda”, pandangan kami segera
kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi mendengarnya. Tetapi setelah orang banyak
mulai melakukan yang baik dan yang buruk, kita tidak menerima hadits dari seseorang
melainkan kami mengetahuinya.”

Sesudah zaman sahabat, terjadi penurunan dalam penelitian dan kepastian hadits. Ini
menyebabkan terjadinya periwayatan dan penyebaran hadits yang secara tidak langsung turut
menyebabkan berlakunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian dari sahabat. Ditambah
lagi dengan konflik politik umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang bagi
golongan tertentu yang coba mendekatkan diri dengan pemerintah dengan cara membuat
hadits.

Sebagai contoh, pernah terjadi pada zaman Khalifah Abbasiyyah, hadits-hadits maudhu’
dibuat demi mengambil hati para khalifah. Diantaranya seperti yang terjadi pada Harun al-
Rasyid, di mana seorang lelaki yang bernama Abu al-Bakhtari (seorang qadhi) masuk
menemuinya ketika ia sedang menerbangkan burung merpati. Lalu ia berkata kepada Abu al-
Bakhtari : “Adakah engkau menghafal sebuah hadits berkenaan dengan burung ini? Lalu dia
meriwayatkan satu hadits, katanya: “Bahwa Nabi Shaalaluulahu alai wa salam selalu
menerbangkan burung merpati.” Harun al-Rasyid menyadari kepalsuan hadits tersebut lalu

7
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt fī Kutub alTafsīr (Mesir, Maktabah
al-Ilm, 1988 M/1409H), hal. 20

4
menghardiknya dan berkata: “Jika engkau bukan dari keturunan Quraisy, pasti aku akan
mengusirmu.”8

‫ان َ ْم ِي اإل َِن م ِنَطَ الو ُّبُح‬

“Cinta tanah air sebagian dari iman.”

Ungkapan ini pun bukan hadits, dan tidak mempunyai asal (lā aṣla lahu). Namun ibnu Abi
Hatim meriwayatkan dari Dhahhak ia berkata ketika Nabi keluar meninggalkan Mekah, beliau
merindukan tanah kelahirannya itu ketika perjalanan beliau baru sampai daerah Zuhfah.
Kemudian Allah berfirman: “sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukumhukum) Al-Quran, benar–benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali…". 9
Nabi berkata "ke Makkah". al-Ashmu'i berkata: "aku mendengar seorang a'rabi (badui) berkata:
jika kamu ingin mengetahui kesatriaan seorang laki-laki maka lihatlah bagaimana ia
menyayangi dan merindukan tanah air dan saudara-saudaranya, dan bagaimana tangisannya
ketika ia teringat sesuatu yang telah ia lalui.

Hukum Membuat dan Meriwayatkan Hadits Maudhu’

Umat Islam telah sepakat (ijmak) bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits
maudhu’ dengan sengaja adalah haram. Ini terkait dengan perkara-perkara hukum-hukum
syarak, cerita-cerita, targhib dan tarhib dan sebagainya. Yang menyelisihi ijmak ini adalah
sekumpulan ahli bid’ah, di mana mereka mengharuskan membuat hadits-hadits untuk
menggalakkan kebaikan (targhib), menakut-nakuti kepada kejahatan (tarhib) dan mendorong
kepada kezuhudan. Mereka berpendapat bahwa targhib dan tarhib tidak masuk dalam kategori
hukum-hukum syarak. Pendapat ini jelas salah karena, Rasulullah dengan tegas memberi
peringatan kepada orang-orang yang berbohong atas nama beliau seperti sabdanya
“Sesungguhnya pembohongan atas namaku tidak seperti pembohongan atas siapapun. Siapa
yang berbohong atas namaku, maka dia dengan sengaja menyiapkan tempatnya di dalam
neraka”, “Janganlah kamu berbohong atas namaku, karena sesungguhnya orang yang
berbohong atasku akan masuk neraka”.

Para ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah, sepakat mengharamkan berbohong dalam perkara-
perkara yang berkaitan dengan hukum dan perkara-perkara yang berkaitan dengan targhib dan
8
Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt,hal. 23
9
QS. al-Qaṣas: 85

5
tarhib. Semuanya termasuk dalam salah satu dari dosa-dosa besar. Para ulama telah berijmak
bahwa haram berbohong atas nama seseorang, apalagi berbohong atas seorang yang diturunkan
wahyu kepadanya. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahlu Sunnah wal Jamaah
berkenaan dengan kedudukan orang yang membuat hadits tersebut, apakah dia menjadi kafir
dengan perbuatannya itu dan adakah periwayatannya diterima kembali sekiranya dia bertaubat.
Jumhur Ahlu Sunnah berpendapat bahwa orang yang membuat hadits-hadits maudhu’ tidak
menjadi kafir dengan pembohongannya itu, kecuali ia menganggap perbuatannya itu halal.
Tetapi menurut Abu Muhammad al-Juwaini, ayah Imam alHaramain Abu al-Ma’ali salah
seorang mazhab Syafie, orang tersebut menjadi kafir dengan melakukan pembohongan tersebut
secara sengaja dan boleh dijatuhi hukuman mati. Pendapat ini dianggap lemah oleh Imam al-
Haramain sendiri.10

C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu

1. Faktor Politik
Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap khalifah
Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib
menyebabkan Umat Islam pada masa itu terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti
golongan yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang
mendukung kekhalifahan Ali (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan
lainnya, seperti Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah, masingmasing mereka
mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-
masing ingin mempertahankan Hadis Maudhu

Mereka mencari simpati massa yang paling besar dengan cara mengambil dalil AlQur’an
dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba
mentakwilkan dan memberikan interpretasi (penafsiran) yang terkadang tidak layak. Sehingga
mereka membuat suatu hadist palsu seperti Hadist - Hadist tentang keutamaan para khalifah,
pimpinan kelompok, dan aliranaliran dalam agama. Yang pertama dan yang paling banyak
membuat hadist maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah. Kelompok syi’ah
membuat hadis tentang wasiat nabi bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi

10
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004), hal. 105

6
khalifah setelah beliau dan mereka menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan-lawan
politiknya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain-lain. Diantara hadis maudhu tersebut:

‫وصيي و موقع ي سر و خليفتي في أهلي خير من أخلف بعدي علي‬

Artinya: “Yang menerima wasiatku, dan yang menjadi tempat rahasiaku dan penggantiku
dari keluargaku adalah Ali.”

Di pihak Mu’awiyah ada pula yang membuat hadis maudhu sebagai berikut:

‫االمناء عند اللة ثال ثه انا وجبريل ومعا ويه‬

Artinya: “Orang yang dapat dipercaya disisi Allah ada tiga yaitu: Aku, Jibril dan
Mu’awiyah”

2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan


Keberhasilan dakwah Islam myebabkan masuknya pemeluk agama lain kedalam Islam,
namun ada diantara mereka ada yang masih menyimpan dendam dan sakit hati melihat
kemajuan Islam. Mereka inilah yang kemudian membuat hadis-hadis maudhu. Golongan ini
terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam
dan benci terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara
terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah hadist
maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam dan menghilangkan kemurnian dan
ketinggiannya dalam pandangan ahli fikir dan ahli ilmu. Diantara hadis yang dibuat kelompok
ini yaitu:

ِ ‫ي َم الج ةَ ا َد‬
‫بع‬ ِ َ ‫َرظَّ الن‬
ِ ‫لى إ ِ ه َْج الو ِ ْل‬

Artinya: “Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadat”.


Ada yang berpendapat bahwa faktor ini merupakan faktor awal munculnya hadist maudhu’.
Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam
dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah mencatat bukti bahwa ia adalah
seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, ia berani
menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak sahabat ulama masih hidup. Tokoh-tokoh
terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari kalangan orang zindiq ini, adalah:

7
1) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist maudhu’tentang hukum
halalharam, ia membuat hadis untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
2) Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang dihukum bunuh oleh Abu Ja’far AlMashur.
3) Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.

3. Faktor Kebodohan
Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun kurang memahami
agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan menarik orang untuk
berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi dorongan-dorongan untuk
meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan dan keutamaan dari amalan tertentu tanpa
dasar yang benar melalui hadist targhib yang mereka buat sendiri. Biasanya hadis palsu
semacam ini menjanjikan pahala yang sangat besar kepada perbuatan kecil. Mereka juga
membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi dorongan untuk meninggalkan perbuatan yang
dipandangnya tidak baik dengan cara membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman
besar terhadap perbutan salah yang sepele. Diantaranya hadis palsu itu :

‫افضل االيام يوم عرفة اذا وافق يوم الجمعة وهو افضل من سبعين حجة في غير جمعة‬

Artinya: “Seutama-utama hari adalah hari wukuf di Arafah, apabila (hari wukuf di arafah)
bertepatan dengan hari jum’at, maka hari itu lebih utama daripada tujuh puluh haji yang tidak
bertepatan dengan hari jum’at.”

Menurut al Qur’an yang dimaksud haji akbar adalah ibadah haji itu sendiri dengan
pengertian bahwa ibadah umrah disebut dengan haji kecil. Hadis maudhu itu dibuat oleh
muballig /guru agama yang ingin memberi nilai lebih kepada ibadah haji yang wukufnya
bertepatan dengan hari jum’at.11

4. Fanatisme Yang Keliru


Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung fanatisme dan rasialis, telah ikut
mendorong kalangan Mawali untuk membuat hadits-hadits palsu sebagai upaya untuk
mempersamakan mereka dengan orang-orang Arab.

11
Q.S Attaubah : 3

8
Selain itu,Fanatisme Madzhab dan Teologi juga menjadi factor munculnya hadis palsu,
seperti yang dilakukan oleh para pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi, diantaraya:

‫من رفع يده في الركوع فال صالة له‬

Artinya: “Barang siapa yang mengangkat tangannya ketika ruku, maka tiadalah shalat
baginya” Hadis ini diduga dibuat oleh pengikut mazhab yang tidak mengangkat tangan ketika
ruku”.

D. Ciri – Ciri Hadits Maudhu

1. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad


a. Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang periwayatnya
tsiqoh meriwayatkan hadist itu.
b. Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut.
c. Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang memalsukan hadist,
seperti seorang periwayat yang mengaku meriwayatkan hadist dari seorang guru yang
tidak pernah bertemu dengannya

2. Ciri yang Berkaitan Dengan Matan


a. Kerancuan redaksi atau Kerusakan maknanya.
b. Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata: Saya sungguh malu
dengan adanya pemalsuan hadis. Dari sejumlah hadis palsu, ada yang mengatakan: “
Siapa yang salat, ia mendapatkan 70 buah gedung, pada setiap gedung ada 70.000
kamar, pada setiap kamar ada 70 000 tempat tidur, pada setiap tempat tidur ada 70 000
bidadari. Perkataaan ini adalah rekayasa yang tak terpuji12
c. Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak
terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis.
d. Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya. Hadisnya menyalahi ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan, seperti ketentuan akal, tidak dapat ditakwil, ditolak oleh
perasaan, kejadian empiris dan fakta sejarah

3. Musthafa Assiba’i
Musthafa Assiba’i memuat tujuh macam ciri Hadis palsu yaitu:

12
Nuruddin : 323

9
a. Susunan Gramatikanya sangat jelek.
b. Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.
c. Menyalahi Al qur’an yang telah jelas maksudnya.
d. Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman Nabi saw.
e. Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya, sedang orang tersebut
terkenal sangat fanatic terhadap mazhabnya.
f. Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut diberitakan oleh orang
banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh seorang saja.
g. Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk perbuatan kecil, atau
ancaman siksa yang berat terhadap suatu perbuatan yang tidak berarti13

4. Hasbi Ashshddiqy
Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri Hadis palsu apabila:

a. Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.


b. Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau menyalahi kenyataan.
c. Berlawanan denga ilmu kedokteran.
d. Menyalahi peraturan- peaturan akal terhadap Allah.
e. Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.
f. Mengandung dongengan- dongengan yang tidak dibenarkan akal.
g. Menyalahi keterangan Al Qur’an yang terang tegas.
h. Menyalahi kaedah umum.
i. Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi saw.
j. Sesuai dengan mazhab yang dianut perawi, sedang perawi itu orang sangat fanatic
mazhabnya.
k. Menerangkan urusan yang seharusnya kalau ada dinukilkan oleh orang banyak.
l. Menerangkan pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan kecil atau siksaan
yang amat besar terhadap suatu amal yang tak berarti.14

13
Syuhudi Ismail : 178
14
Hasbi Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadis, hal. 369-374

10
E. Akibat Munculnya Hadits Maudhu
Tersebarnya hadis Maudlu di tengah-tengah masyarakat, meskipun ada hadits maudlu
yang isinya baik , namun banyak diantaranya yang membawa dampak negative (akibat)
antara lain :

1. Menimbulkan dan mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam.

Suatu mazhab/golongan yang diserang oleh pihak / golongan lain dengan menggunakan
hadis palsu, berusaha membela dan mempertahankan kelompoknya, dan bahkan dengan balas
menyerang kelompok penyerangnya dengan membuat hadis palsu juga. Akibatnya terjadilah
saling menyerang dan merendahkan. Ini berakibat pada semakin tajamnya perpecahan
dikalangan ummat Islam. Tajamnya pertentangan ini tentu akan melemahkan persatuan dan
kesatuan ummat Islam dan bahkan dapat mengakibatkan ummat Islam menjadi bercerai berai.
Akibat semacam ini sungguh sangat tidak diharapkan, karena ummat Islam disuruh untuk
bersatu, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an:

Artinya: “dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah,15

Perpecahan tentu dapat menyebabkan ummat Islam semakin lemah dan bahkan kehilangan
kekuatan, saat-saat seperti itu menjadi peluang bagi mereka yang ingin menyerang dan
menghancurkan ummat Islam. Di dalam ayat lain, Allah melarang ummat Islam untuk
berepccah belah dan berbantahbantahan, sebagai berikut:

Artinya: “dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-
bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.16

2. Mencemarkan pribadi Rasulullah saw

Munculnya hadis-hadis Maudlu yang isinya kadang-kadang bertentangan dengan akal


sehat, logika yang benar dan fakta yang ada, dapat mencemarkan pribadi Rasulullah saw.

15
QS. Ali Imran :103
16
QS Al Anfal : 46

11
Karena dari hadis-hadis palsu itu tergambar bahwa Rasulullah saw seolah-olah, pelupa, bodoh,
egois dan kekanak-kanakan. Hal ini sangat bertentanagn dengan fakta pribadi Rasulullah saw
yang sebenarnya. Dari fakta sejarah diketahui bahwa Rasulullah saw diakui memiliki
kecerdasan, keluhuran budi dan kemuliaannya, pengakuan itu tidak hanya datang dari para
sahabat dan orang-orang mukmin saja, tetapi juga para penentang dan musuh-musuh beliau.

Membuat sebuah perkataan, kemudian menyandarkannya kepada Rasulullah saw adalah


sebuah kesalahan besar dan sangat berbahaya. Dampaknya dapat menimpa dirinya sendiri dan
juga orang lain. Rasulullah saw memberikan ultimatum yang tegas kepada mereka yang berani
berdusta terhadap beliau dengan sabdanya:

Artinya: “Siapa yang berdusta terhadapku dengan sengaja maka hendaklah dia menempati
tempatnya di neraka”17

3. Mengaburkan pemahaman terhadap Islam.

Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa sumber Islam setelah Al Qur’an adalah Hadist
Rasulullah saw. Dalam hal ini tentulah bahwa nilai-nilai keislaman yang menjadi pedoman
bagi ummat Islam banyak bersumber dari Al Hadits. Kalau hadis yang menjadi sumber itu
palsu, berbeda dan bahkan bertentangan dengan Islam yang sebenarnya, akan terjadilah
pemahaman yang salah terhadap Islam, sehingga Islam tidak dapat diakui dan dipercaya
sebagai agama fitrah yang dapat membimbing dan membawa manusia untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.

Akibat semacam ini dapat kita lihat sekarang, bahwa masyarakat Islam tidak sepenuhnya
menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya, hal ini mungkin disebabkan mereka belum
yakin sepenuhnya terhadap Islam.

Golongan dari luar Islam yang ingin mempelajari Islam, bila mereka mendapatkan
informasi tentang Islam dari sumber yang salah (palsu) mungkin perhatian mereka terhadap
Islam akan berkurang, atau mungkin pula mereka meremehkan dan mencemoohkannya karena
menganggap Islam tidak logis, tidak masuk akal karena bertentangan dengan data dan fakta
yang ada.

17
Shahih Bukhari. Juz I hal. 38

12
4. Melemahkan jiwa dan semangat keislaman.
Salah paham terhadap Islam, dapat menimbulkan keraguan dan kebimbangan terhadap
Islam menyelimuti ummat Islam yang tentu saja hal ini dapat membawa akibat yang fatal yaitu
melemahnya jiwa dan semangat keislaman. Bila jiwa dan semangat keislaman ini lemah, maka
dikuatirkan kekuatan yang ada pada ummat Islam akan lumpuh, sehingga ummat Islam tidak
lagi menjadi Ummat yang disegani sebagaimana ummat Islam terdahulu yang sanggup
mengalahkan lawan meskipun jumlah mereka jauh lebih sedikit disbanding dengan jumlah
lawan yang jauh lebih banyak, sebagaimana disebutkan dalam Al qur’an:

Artinya: “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua
puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus
orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti18.”

Kemenangan yang diperoleh ummat Islam yang minoritas saat itu terhadap orang kafir
yang mayoritas, disebabkan karena ummat Islam saat itu mempunyai jiwa semangat Islam
yang kuat dan mantap. Tetapi bila jiwa dan semangat Islam sudah lemah, maka meskipun
dalam kaadaan mayoritas, tentu kekalahan yang didapat nauzubillahi min zalik.

18
QS AL anfal : 65

13
BAB III
Penutup

Kesimpulan
5. Yang dimaksud hadis maudlu (palsu) adalah: Segala riwayat yang dinisbahkan kepada
Rasulullah saw dengan jalan mengada-ada atau berbohong tentang apa yang tidak pernah
diucapkan dan dikerjakan oleh Rasulullah saw, serta tidak pula disetujui beliau. 2. Faktor
yang menyebabkan munculnya hadis maudhu adalah: Kebencian dan permusuhan, politik,
fanatisme yang keliru, kebodohan, popularitas dan ekonomi.
6. Ciri-ciri hadis maudhu diantaranya adalah: Perawinya pendusta, pengakuan dari
pembuatnya, terdapat kerancuan lafaz dan makna. bertentangan dengan akal sehat,
bertentangan dengan Al qur’an dan Hadits Mutawatir, meyalahi fakta sejarah, menyalahi
kaedah umum dan disepakati (ijma) ulama, isinya sejalan dengan fanatisme perawinya,
menjanjikan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan kecil dan memberikan ancaman
besar terhadap kesalahan kecil.
7. Penanggulangan terhadap hadist maudhu dilakukan para ulama dilakukan dengan:
Meneliti perawi hadist, pencarian dan penelitian sanad, tindakan tegas terhadap pemalsu
hadis dan mengungkap keburukannya, menetapkan ketentuan untuk mengungkap hadis
Maudlu, dan menyusun kitab-kitab kumpulan hadis maudlu agar diketahui masyarakat.
8. Akibat dari munculnya hadis maudlu (palsu) diantaranya adalah: Menimbulkan dan
mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam, mencemarkan pribadi Nabi saw,
mengaburkan pemahaman terhadap Islam. melemahkan jiwa dan semangat keislaman.

14
Daftar Pustaka

Muhammad Ash-Shiddieqy Hasbi, 2009, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Edisi 3, ,
Semarang : Pustaka Rizki Putra

Hakim Abdul, 2016, Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu, Jakarta: Bulan Bintang

Solahudin Agus, 2013, Ulumul Hadist, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Al-Khathib Ajaj, 1963, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Kairo: Maktabah Wahbah

15

Anda mungkin juga menyukai