Peranan LSM Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Peranan LSM dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Des 03, 2014No Commentsby Webadmin

Dalam membantu masyarakat miskin, ada empat pendekatan yang dipakai oleh LSM. Keempat
pendekatan itu didasarkan pada persepsi mereka mengenai keberadaan masyarakat miskin, yakni:
Pertama, pendekatan sosio-karitatif, yakni suatu pendekatan yang didasarkan pada anggapan
bahwa masyarakat adalah miskin, menderita, dan tidak mampu menolong dirinya sendiri. Sejumlah
LSM, khususnya yang berlatar belakang keagamaan, menggunakan pendekatan ini dengan,
misalnya, mendirikan panti jompo, rumah yatim piatu, membuat program beasiswa.
Kedua, pendekatan sosio-reformis. Pendekatan ini dilakukan secara aksidental, dengan maksud
mengembalikan keadaan menjadi normal kembali. Bentuk kegiatannya antara lain seperti karya
kesehatan, menolong persoalan pribadi (antara lain masalah ketergantungan pada narkotika),
penanggulangan bencana alam, dan kelaparan.
Ketiga, pendekatan sosio-ekonomis, yakni suatu pendekatan yang didasarkan pada anggapan
bahwa orang miskin mempunyai potensi untuk mengatasi masalah sosial-ekonomi mereka sendiri.
Kalau potensi itu diperkuat, maka mereka akan menjadi mandiri dan mampu berpartisipasi dalam
pembangunan. Pendekatan ini belakangan disebut pemberdayaan.
Keempat, pendekatan sosio-transformis. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa
pembangunan masyarakat pada dasamya adalah mengupayakan perubahan sikap, tingkah laku,
pandangan, dan budaya masyarakat. Upaya dilakukan dengan cara memperjuangkan kebijakan
pembangunan yang lebih berkeadilan dan partisipatif.
Mungkin timbul pertanyaan, mana dari keempat pendekatan tersebut yang paling baik? Tidak dapat
ditentukan pendekatan yang paling baik. Sebab, semuanya bermanfaat dan dibutuhkan, bergantung
pada situasi konkrit, analisis sosial, dan kelompok yang didampingi. Bahkan, banyak pula LSM yang
mengombinasikan beberapa pendekatan tersebut dalam suatu program yang terpadu.
Berbagai pendekatan tersebut, sedikit banyak, telah menggambarkan peranan LSM dalam
pembangunan nasional. Hampir semua bidang kehidupan rakyat kecil yang ditangani oleh
departemen-departemen pemerintah merupakan bidang garapan LSM (dalam skala kecil). Berikut
beberapa contoh:
 Bidang pertanian. LSM menyelenggarakan proyek-proyek yang mendorong kemandirian
masyarakat, seperti proyek tanaman pangan, perikanan, peternakan, dan perkebunan. Secara
spesifik, proyek-proyek itu mengembangkan pertanian lahan kering, Tambak Inti Rakyat, Perkebunan
Inti Rakyat, mengelola berbagai pusat latihan pertanian, dan mendorong terbentuknya kelompok-
kelompok swadaya petani.
 Bidang kesehatan. LSM memelopori program dana sehat serta Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),
yang kemudian disebarluaskan oleh pemerintah. Demikian juga dengan Program Keluarga
Berencana (KB), dirintis oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan selanjutnya
dikembangkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Di banyak tempat,
LSM juga mengupayakan tersedianya air bersih untuk minum dan program kesehatan masyarakat.
 Bidang keuangan. LSM menumbuhkan KSM yang mempunyai kegiatan di bidang pemupukan
modal, dengan menyelenggarakan tabungan dan kredit. Mereka kemudian dihubungkan dengan
bank, sehingga timbul Program Hubungan Bank dan KSM (PHBK). Sementara itu CUCO (Credit
Union Counceling Office) telah menumbuh kembangkan ribuan koperasi kredit dengan total aset
puluhan milyar rupiah.
 Bidang pendidikan. LSM menyelenggarakan program pelatihan untuk tenaga pendamping dan
pengelola kegiatan yang mengembangkan kemandirian masyarakat. Selain itu, banyak juga LSM
yang menyelenggarakan pendidikan non-formal di berbagai bidang serta melakukan pembinaan
usaha kecil.
 Bidang lingkungan hidup. LSM mengupayakan kesadaran masyarakat dan mendorong
kepeloporan untuk melestarikan lingkungan hidup. LSM juga memperjuangkan dilaksanakannya
undang-undang lingkungan hidup dalam dunia industri, seperti masalah pengolahan limbah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, peranan LSM dalam proses pembangunan selama ini adalah:
a). menyelenggarakan berbagai kegiatan inovatif yang bila berhasil dapat direplikasi oleh pemerintah
dan organisasi lain melalui program yang lebih luas; b). melakukan kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat; c). menyelenggarakan berbagai forum dialog tentang kebijakan serta berfungsi sebagai
katalis bagi berbagai aktor pembangunan.
Dalam kegiatan di lapangan, ada LSM yang mendampingi binaannya secara individual, dan ada pula
yang mendampingi secara kelompok. Pengalaman Bina Swadaya menunjukkan bahwa
pendampingan terhadap masyarakat kecil, yang umumnya lemah di bidang pengetahuan,
ketrampilan, sikap tanggap, permodalan, serta kesempatan, paling tepat dilakukan secara
berkelompok. Melalui kelompok akan terjadi proses belajar-mengajar serta saling bantu di antara
anggota. Melalui kelompok juga dimungkinkan terjadinya pengumpulan daya dan dana untuk
mengatasi masalah secara mandiri, selain memberi pelayanan kepada lebih banyak orang.
Untuk membantu mengembangkan kemandirian kelompok, hal pertama yang harus kita lakukan
adalah mengidentifikasi permasalahan yang mereka hadapi secara partisipatif. Identifikasi ini
dilakukan agar mereka dapat merancang sendiri pendekatan yang tepat sebagai jalan keluarnya.
Adapun sebab-sebab yang melatarbelakangi kekurang mandirian kelompok-kelompok miskin di
perdesaan, yang tercermin dari rendahnya partisipasi mereka dalam pembangunan, termasuk
menikmati hasil-hasil pembangunan yang dicapai, adalah:
Pertama, terisolasinya kelompok-kelompok miskin dari berbagai sumber atau pusat kemajuan. Jika
desa mereka terisolasi dari berbagai informasi, teknologi, modal, dan pasar maka kelompok-
kelompok miskin itu tidak mempunyai banyak harapan untuk melepaskan diri dari keadaan yang ada.
Kedua, langkanya kesempatan untuk berusaha dan bekerja. Lapangan kerja yang dominan di desa
adalah pertanian. Tetapi, kebanyakan kelompok miskin di perdesaan tidak memiliki tanah garapan.
Ketiga, kurangnya pengembangan sumber daya manusia. Karena terisolasi dari berbagai faktor
kemajuan, kelompok miskin boleh dikatakan hampir tidak mempunyai peluang untuk keluar dari
lingkaran setan kemiskinan. Kemiskinan yang mereka tanggungkan membuat mustahil memperoleh
pendidikan yang cukup tinggi, yang dapat menjadi dasar untuk mengembangkan diri.
Keempat, kurangnya pemanfaatan sumber daya alam sebagai akibat rendahnya pengembangan
sumber daya manusia. Karena rendahnya pendidikan formal yang mereka miliki, kelompok miskin di
perdesaan tidak menguasai teknologi maju yang memungkinkan memanfaaatkan peluang-peluang
yang ada di lingkungan mereka. Dengan demikian produktivitas mereka rendah.
Kelima, adanya pelapisan sosial-ekonomi pada masyarakat, sebagai akibat dari faktor-faktor di atas.
Pelapisan masyarakat ini telah menghambat kemajuan kelompok miskin, sehingga mereka tidak
memiliki peluang untuk melakukan inovasi demi memperbaiki keadaan ekonomi mereka.
Penanggulangan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat miskin pada ujungnya bergantung pada
masyarakat miskin itu sendiri. Ini berarti potensi, kepercayaan, dan kemampuan masyarakat untuk
mengorganisir serta membangun diri, sesuai tujuan yang mereka kehendaki, harus dikembangkan.
Usaha pengembangan itu dilakukan dalam wadah kelompok kecil (kelompok swadaya) yang
memungkinkan interaksi di antara individu yang ada di dalam kelompok menjadi suatu proses
pendidikan yang saling “asah-asih-asuh”. Di dalam kelompok, masalah-masalah yang dihadapi
bersama didiskusikan, termasuk cara-cara pemecahannya. Tumbuhnya harga diri pada anggota
kelompok, berkat interaksi yang saling mengukuhkan itu, akan menjadi modal utama menuju
tercapainya kemandirian kelompok.
Kelompok-kelompok itu dapat dibentuk melalui kelembagaan tradisional yang sudah ada di dalam
masyarakat, atau secara spontan berdasarkan kebutuhan untuk memecahkan permasalahan yang
dirasakan bersama. Pembentukan kelompok menurut cara kedua dapat dikatakan bersifat modern,
karena menekankan pada asas manfaat. Contoh, kelompok-kelompok di desa Baturetno (Wonogiri,
Jawa Tengah), Cigugur (Kuningan, Jawa Barat), dan Widodaren (Madiun, Jawa Timur). Masalah
paceklik pangan yang berat, yang dihadapi oleh desa-desa tersebut, telah mendorong sejumlah
orang untuk mendirikan KSM perlumbungan. Mekanisme kerjanya, pada musim panen orang
mengumpulkan padi atau gaplek untuk kemudian dipinjamkan kepada anggota kelompok yang
membutuhkan saat musim tanam atau paceklik.
Contoh-contoh yang lain adalah KSM di Pacet (Mojokerto, Jawa Timur), Yosowilangun (Lumajang,
Jawa Timur), dan Pakem (Yogyakarta) yang dipicu oleh tingginya bunga pinjaman. Mereka
membentuk usaha simpan-pinjam dengan mengumpulkan tabungan anggota dan meminjamkannya
kembali kepada anggota dengan bunga yang rendah. Di Lumajang, para petani muda lulusan Taman
Karya membentuk KSM dengan modal, ketrampilan, dan kredit dari lembaga penyelenggara kursus.
Mereka menyewa dan mengerjakan sebidang tanah, dan sisa hasilnya dipakai untuk pemupukan
modal bersama. Para petani di Ngablak (Salatiga, Jawa Tengah) membentuk KSM peternakan
dengan memanfaatkan sisa sayuran yang tak terjual, yang merupakan hasil pokok daerah itu. Para
petani di Seputih Banyak dan Seputih Surabaya (Lampung Tengah) membentuk KSM pengolahan
dan pemasaran gaplek.
Dengan demikian, bermacam-macam kebutuhan dan masalah setempat telah mendorong
terbentuknya KSM. Pada awalnya, kebutuhan yang dirasakan hanya berkisar modal dan tenaga, tapi
kemudian meningkat pada pengetahuan dan ketrampilan. Dalam perkembangan yang lebih jauh lagi,
dirasakan pula kebutuhan akan pembinaan sikap mental, organisasi, dan manajemen.
Indentifikasi masalah yang dihadapi bersama dan keinginan untuk memecahkan masalah itu, telah
mendorong anggota kelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan produktif bersama. Peluang untuk
melakukan kegiatan produktif itu akan tercipta bila kekuatan bersama dipadukan. Modal kecil yang
dimiliki oleh masing-masing anggota disatukan, dan modal yang terkumpul dikelola untuk kegiatan
bersama. Pada aras inilah peranan LSM sangat dibutuhkan. LSM dapat membantu kelompok
melakukan kegiatan pemupukan modal melalui sistem kredit dengan bunga yang rendah. Berkaitan
dengan hal itu, peranan LSM adalah mendampingi kelompok binaan dengan jalan:
Pertama, menggali motivasi dan membangkitkan kesadaran anggota kelompok. Dalam penggalian
motivasi ini diasumsikan bahwa anggota kelompok, bagaimanapun keadaannya, mempunyai motivasi
sendiri. Jadi, yang dilakukan bukanlah memberi motivasi, melainkan membantu menggali motivasi.
Kedua, membantu perkembangan kelompok melalui berbagai pendampingan, seperti pendidikan dan
latihan, pemupukan modal dan pengelolaan. Pendampingan ini diberikan sesuai dengan tingkat
kemampuan dan daya serap kelompok.
Ketiga, mengkatalisir hubungan kerjasama antar kelompok, termasuk hubungan kerjasama dengan
lembaga lain demi tercapainya tingkat kemandirian yang tinggi.
Disarikan dari buku: Pemberdayaan Orang Miskin, Penulis: Bambang Ismawan, Hal: 9-16.
.
Tulisan (yang mungkin) terkait:
1. Tentang Lembaga Swadaya Masyarakat [Pada awalnya, untuk menyebut suatu lembaga, kelompok, atau organisasi
yang aktif mengupayakan pemberdayaan masyarakat dan...]
2. Menuju Kemandirian KSM [Kemandirian KSM bukanlah barang jadi atau sesuatu yang ada dengan sendirinya, tetapi
merupakan hasil dari...]
3. Pengembangan KSM di Kalangan Masyarakat Perdesaan [Sekarang kita perlu menjelaskan bagaimana
dinamika masyarakat pedesaan dapat dibangkitkan, sehingga berbagai potensi yang ada...]
4. Pendidikan untuk Mengembangkan Perdesaan [Untuk mengetahui bentuk pendidikan yang pas untuk
mengembangkan perdesaan, pertama-tama kita perlu mengetahui apa yang...]
5. Pendekatan Pembangunan untuk Pedesaan [Pertumbuhan ekonomi yang mantap, yang ditandai oleh Revolusi
Industri di Inggris pada abad 18 telah...]

Anda mungkin juga menyukai