ASKEP HIPERTENSI BAB I - IV-1 KLP B
ASKEP HIPERTENSI BAB I - IV-1 KLP B
ASKEP HIPERTENSI BAB I - IV-1 KLP B
PENDAHULUAN
1
kepatuhan menjaga pola makan maupun memeriksakan diri ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
Data yang dikeluarkan oleh WHO (2018) menujukkan bahwa sekitar
26,4% penduduk dunia mengalami hipertensi dengan perbandingan 26,6%
pria dan 26,1% wanita. Sebanyak kurang lebih 60% penderita hipertensi
berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut data yang telah
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit jantung lain
meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi
penyebab kematian kedua setelah stroke.
Menurut Wold Health Organization pada tahun 2018 diseluruh dunia
sekitar 40% dari orang dewasa yang berusia 25 tahun ke atas telah
didiagnosis dengan hipertensi dengan prevalensi meningkat dari 600 juta pada
tahun 1980 menjadi 1 miliyar pada tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi
terjadi di wilayah Afrika sebesar 46% sedangkan prevalensi terendah terjadi
di Amerika sebesar 35% (WHO, 2018).
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di
Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar
8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi
tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya
Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena
penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke
fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain
(12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat
efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes
(2%).
2
Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa
keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi
dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat
komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan
darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Dokter dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia Dr. Tunggul
Situmorang SpPD-KGH, FINASIM mengatakan tekanan darah merupakan
penyebab utama kematian di dunia tapi juga menjadi beban utama sehingga
ini menjadi masalah global.
Walaupun hipertensi merupakan penyakit yang kronik, namun dapat
terjadi kondisi di mana tekanan darah meningkat secara akut atau tiba-tiba,
yang disebut krisis hipertensi. Seseorang dikatakan mengalami krisis
hipertensi jika tekanan darah mencapai ≥180/120 mmHg. Kondisi ini bisa
berakibat fatal karena dapat disertai dengan kerusakan organ target, seperti
jantung, otak dan ginjal (Alley, Schick, & Doerr, 2022).
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko
seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan
buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang
aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres. Data Riskesdas 2018
pada penduduk usia 15 tahun keatas didapatkan data faktor risiko seperti
proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5%,
proporsi kurang aktifitas fisik 35,5%, proporsi merokok 29,3%, proporsi
obesitas sentral 31% dan proporsi obesitas umum 21,8%. Data tersebut di atas
menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun
2013.
Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian
Hipertensi diantaranya adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE
dalam pengendalian Hipertensi dengan perilaku CERDIK dan PATUH;
meningkatkan pencegahan dan pengendalian Hipertensi berbasis masyarakat
dengan Self Awareness melalui pengukuran tekanan darah secara rutin;
penguatan pelayanan kesehatan khususnya Hipertensi.
3
1.2 Tujuan Studi Kasus
1.2.1 Tujuan Umum
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
secara komprehensif melalui pendekatan proses asuhan keperawatan yang
professional.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Perawat mampu menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada
kasus hipertensi.
b. Perawat mampu mengidentifikasi masalah keperawatan pada kasus
hipertensi.
c. Perawat mampu melakukan perencanaat tindakan keperawatan pada
kasus hipertensi.
d. Perawat mampu melakukan implementasi keperawatan pada kasus
hipertensi.
e. Perawat mampu melakukan evaluasi keperawatan pada kasus hipertensi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
urgensi dan hipertensi emergensi. Yang membedakan keduanya adalah adanya
kerusakan organ target. Pada hiper-tensi urgensi tekanan darah mencapai ≥180/120
mmHg namun tidak disertai kerusakan organ target, sedangkan pada hipertensi
emergensi terdapat tanda kerusakan organ target seperti edema paru, iskemia
jantung, gangguan neurologis hingga stroke, gagal ginjal akut, diseksi aorta, dan
eklampsia (Alley, et al., 2022).
2.2 Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dikategorikan menjadi 2 yaitu
hipertensi Primer atau hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.
2.2.1 Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah kondisi tekanan darah tinggi pada pasien yang
penyebabnya tidak diketahui, ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung
akibat penyempitan pembuluh darah. Lebih dari 90% pasien dengan tekanan darah
tinggi memiliki hipertensi primer. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup
dan obat-obatan). Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam
pengembangan hipertensi primer (Bell, et al., 2018). Dimana bentuk tekanan darah
tinggi ini cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun.
2.2.2 Hipertensi Sekunder
hipertensi sekunder adalah kondisi pada sebagian kecil pasien yang memiliki
penyebab spesifik tekanan darah tinggi. Kurang dari 10% pasien dengan tekanan
darah tinggi memiliki hipertensi sekunder (Bell, et al., 2018). Hipertensi sekunder
disebabkan oleh kondisi medis atau pengobatan yang mendasarinya. Penyebab
hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal (parenkimal 2-3%; renovaskular 12%),
endokrin 0,3-1% (aldosteronisme primer, feokromositoma, sindrom Cushing,
akromegali), vascular (koarktasio aorta, aortoarteritis non-spesifik), obat-obat 0,5%
(kontrasepsi oral, OAINS, steroid, siklosporin) dan lain-lain 0,5%. (PERHI, 2019).
Hipertensi sekunder dapat dikendalikan dengan Mengontrol kondisi medis yang
mendasarinya atau menghilangkan penyebabnya, dimana akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah sehingga menyelesaikan hipertensi sekunder. Bentuk
tekanan darah tinggi ini cenderung muncul tiba-tiba dan sering menyebabkan
tekanan darah lebih tinggi dari pada hipertensi primer.
6
Tabel 1. Penyebab hipertensi sekunder berdasarkan usia
7
Tabel 3. Klasifikasi hipertensi menurut European Society of Cardiology- European Society
of Hypertension (ESC-ESH) 2018
8
Tabel 5. Klasifikasi hipertensi berdasarkan AHA 2017
9
hipertensi berat disebut sebagai hipertensi emergensi. Namun demikian penurunan
tekanan darah hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
10
fungsional pada jantung, pembuluh darah dan hormone. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan jurnal epidemiologi hubungan karakteristik dan obesitas sentral
dengan kejadian hipertensi bahwa kelompok hipertensi sebanyak (87,00%)
berusia > 59 tahun., sementara usia ≤ 59 tahun hanya (58,00%) yang hipertensi
(Amanda, et al., 2018).
d. Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak menyerang pria dari pada wanita. Pria memiliki
risiko sekitar 2,3 kali lebih besar untuk menderita hipertensi lebih awal
disebabkan gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah
(Kemenkes, 2019). Pada wanita, setelah berusia 55 tahun / yang mengalami
menopause, risiko mengalami hipertensi meningkat akibat faktor hormonal
(Artiyaningrum ,2018).
11
menyebabkan luas permukaan tubuh menjadi lebih luas, sehingga ruang
hidrostatik yang dilalui untuk sirkulasi sistemik akan semakin panjang. Makin
panjang ruang hidrostatik makin tinggi pula tahanan sistemiknya, maka
diperlukan juga tekanan hidrostatik yang lebih besar untuk dapat memenuhi
kebutuhan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan. Kondisi obesitas juga
menyebabkan tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen untuk membakar
kalori, dengan demikian kerja jantung akan semakin berat untuk berusaha
memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Pada kondisi obesitas, seringkali lemak
januh dan lemak trans yang masuk ke dalam tubuh secara terus menerus dapat
menyebabkan penumpukan lemak di dalam pembuluh lebih tinggi sehingga
memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kali kontraksi.
b. Sensivitas Natrium
Konsumsi garam yang berlebih dapat menyebabkan retensi air
meningkat, karena sifat garam adalah menarik air (osmosis). Peningkatan
retensi air dalam darah akan meningkatkan volume darah, akibatnya tahan
sistemik semakin besar, dan tekanan kapiler meningkat sehingga diperlukan
tekanan lebih besar untuk memompa darah ke seluruh tubuh.( Sulastri, et
al.,2012 ).
c. Diabetes melitus
Pada kondisi diabetes mellitus, produksi insulin oleh pankreas tidak
adekuat, Seperti kita ketahui glukosa yang merupakan produk hasil pemecahan
karbohidrat yang kita konsumsi, akan diangkut oleh darah ke seluruh tubuh
untuk diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa bisa masuk ke dalam sel
tubuh dibutuhkan insulin., pada pasien diabetes melitus, penurunan produksi
insulin menyebabkan glukosa menumpuk di intravaskuler. Kondisi ini akan
mengakibatkan darah terlalu kental karena molekul glukosa yang berukuran
cukup besar banyak berada di dalam intravaskuler. Viskositas darah yang
meningkat ini menyebabkan tahan sistemik semakin besar, sehingga jantung
memerlukan tekanan yang lebih kuat untuk memompakan darah ke seluruh
tubuh.
d. Perokok
Karbon monoksida di dalam rokok menyebabkan oksigen yang terikat
12
oleh hemoglobin di dalam sirkulasi menurun dikarenakan afinitas CO (karbon
oksida) lebih tinggi terhadap Hemoglobin jika dibandingkan dengan O2,
sehingga jantung akan mengkompensasi dengan menaikkan heart rate untuk
memenuhi kebutuhan suplay ke jaringan. Untuk mengoptimalkan cardiac
output maka kenaikan denyut jantung tersebut diikuti dengan peningkatan
kontraktilitas miokard, sehingga tekanan darah akan meningkat. Nikotin dari
asap rokok masuk ke tubuh dan diedarkan oleh pembuluh darah. Kondisi
penurunan kadar O2 akan merangsang kemoreseptor yang akan mengakibatkan
vasokonstriksi, sehingga akan meningkatkan afterload. Beban afterload yang
meningkat menyebabkan tekanan darah semakin tinggi. ( Intan 2012 ).
e. Kurangnya aktifitas fisik
Seseorang yang beraktivitas ringan mempunyai kecenderungan sekitar
30-50% menderita hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang melakukan
aktivitas sedang atau berat. Jika seseorang kurang begerak frekuensi denyut
jantung meningkat dan akan menaikkan beban preload sehingga menyebabkan
daya untuk melakukan ejeksi semakin besar. Untuk mengurangi terjadinya
peningkatan hipertensi dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik minimal 15-
30 menit dalam sehari serta dapat menghasilkan gerakan yang dapat
memelihara keseimbangan dalam tubuh (Marleni et al., 2020).
Ada juga pendapat yang mengatakan hormon natriuretik menghambat
aktivitas pompa Na-K-ATPase, sehingga akan mengganggu terjadinya proses
potensial aksi di miokard. Terganggunya proses potensial aksi ini
mengakibatkan aktivitas listrik jantung menurun. Sehingga, suplay O2 ke
jaringan hanya mengandalkan efektivitas dari kerja mekanik jantung, sehingga
jantung harus memompa lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
f. Kalium rendah
Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam
tubuh tidak bisa keluar, sehingga risiko hipertensi meningkat.
g. Alkohol
Risiko hipertensi meningkat dua kali lipat bagi pengkonsumsi alkohol.
Etanol yang terkandung dalam alkohol bila dikonsumsi secara rutin akan
berdampak bagi kesehatan. Keasaman darah akan meningkat dan menjadi
13
kental apabila seseorang mengkonsumsi alkohol. Jika mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang, maka akan terjadi peningkatan kadar kortisol dalam
darah, sehingga tekanan darah meningkat. Untuk mengurangi terjadinya
peningkatan tekanan darah, maka konsumsi alkohol harus dibatasi agar tidak
lebih dari 20-30 gr etanol dalam sehari bagi pria, sedangkan bagi wanita tidak
lebih dari 10-20 gr dalam sehari (Mayasari et al., 2019).
h. Stress
Kondisi stres akan menyebabkan aktivasi dari sistem saraf simpatik.
Aktivitas saraf simpatik dihubungkan dengan pengeluaran produksi
katekolamin, akibatnya terjadi vasokontriksi yang akan menurunkan perfusi ke
ginjal. Ketika perfusi ke ginjal menurun, maka ginjal akan memproduksi
hormon renin oleh korteks adrenal. Hormon renin berfungsi untuk mengubah
angiotensinogen dalam darah (diproduksi di ginjal) menjadi angiotensin I. Oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) di paru, angitensin I akan diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersifat vasokonstriktor, sehingga akan
membuat beban afterload meningkat. Beban afterload yang meningkat
memaksa jatung untuk memompa lebih kuat untukdapat memberikan suplai ke
jaringan. Selain itu angiotensin II juga memicu diproduksinya hormone
aldosteron. Hormon aldosteron berfungsi dalam mekanisme retensi garam dan
air, sehingga akan meningkatkan beban preload dan afterload (Artiyaningrum,
2012).
2.5 Patofisiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat interaksi berbagai faktor risiko. Seperti yang telah diketahui bahwa tekanan
darah dihasilkan dari perkalian antara cardiac output dan tahanan resistensi perifer.
Segala bentuk mekanisme yang mempengaruhi kedua hal tersebut selanjutnya
memberikan perubahan pada nilai tekanan darah (Kotchen, 2018). Mekanisme
tersebut seperti pada gambar :
14
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi
Sumber: (Chisolm, 2017)
15
2.6 Manifestasi Klinis
Hipertensi dikatakan juga “silent killer” karena seringkali seseorang tidak
merasakan tanda dan gejala serta 30% tidak menyadari bahwa telah terjadi
peningkatan tekanan darah. Manifestasi klinis muncul saat penderita mengalami
hipertensi selama bertahun-tahun dan bila sudah mulai mengenai organ lain
(Ardiansyah, 2012), gejalanya antara lain :
a. Terjadi kerusakan susunan syaraf pusat.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epistaksis karena kelain vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
d. Sakit kepala,pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak
hipertensi.
16
biasanya dengan terapi intravena (i.v.) (van den Born, 2018). Kecepatan dan
besarnya peningkatan BP sama pentingnya dalam menentukan besarnya cedera
organ. Manifestasi klinis dari keadaan hipertensi emergensi adalah (Mancia et al.,
2013):
a. Tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolic >120
mmHg.
b. Terdapat kerusakan organ target secara progresif atau impending seperti
perubahan neurologis mayor, hipertensi ensefalopati, infark serebral,
hemoragik intracranial, gagal ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi
aorta, gagal ginjal atau eklamsia.
c. Nyeri dada pada iskemia atau infark miokardium, diseksi aorta.
d. Nafas pendek pada edema paru akut sekunder pada gagal ventrikel kiri.
e. Nyeri punggung pada pasien diseksi aorta.
f. Gejala neurologis seperti nyeri kepala, pandangan kabur, mual dan muntah
yang mengarah pada hemoragi intracerebri atau subarachnoid atau hipertensi
ensefalopati.
g. Gejala darurat yang paling umum akan tergantung pada organ yang terkena
tetapi mungkin termasuk sakit kepala, gangguan penglihatan, dada, nyeri,
dyspnoea, pusing, dan defisit neurologis lainnya. Pada pasien dengan
ensefalopati hipertensi, adanya somnolen, kelelahan, kejang tonik klonik, dan
kebutaan kortikal dapat mendahului penurunan kesadaran; namun, lesi
neurologis fokal jarang terjadi dan harus meningkatkan kecurigaan stroke.
2.6.3 Manifestasi klinis pada hipertensi urgensi yakni (Mancia et al., 2013).
a. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan organ target
b. Pada otak ditemukan defek motorik atau sensorik
c. Pada retina ditemukan keabnormalitasan funduskopi
d. Jantung didengarkan adanya suara jantung 3 atau 4, murmur, aritmia, lokasi
impuls apical, rales pada paru dan edema perifer
e. Pada arteri perifer ditemukan nadi yang hilang, menurun ataupun asimetris,
ekstremitas yang dingin, lesi iskemik kulit
f. Pada arteri karotis didengarkan adanya murmur sistolik.
17
2.7 Komplikasi
Komplikasi karena hipertensi dapat mengenai beerbagai organ vital, seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hipertensicerebrovascular,
hipertensi enselopati, dan retinopati (Sylvestris, 2014).
2.7.1 Retinopati
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan pada pembuluh darah retina
juga meningkat. Lama kelaman terjadi kerusakan pada pembuluh darah ini
sehingga retina tidak dapa menjalankan fungsinya manangkap dan meneruskan
cahaya dari lensa ke saraf mata. Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami
gangguan penglihatan.
18
muntah, mual dan gangguan penglihatan.
2.7.6 Stroke
Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) merupakan faktor risiko stroke
dengan besar risiko 6,905 kali lebih besar dibandingkan yang tidak hipertensi
(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg). Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah,
maka timbulah perdarahan di otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit,
maka aliran darah keotak akan terganggu dan sel otak akan mengalami kematian
(Jusman & Koto, 2011 dalam Masriadi, 2019).
19
2.8 Pathway Hipertensi
Gambar 2. Pathway Hipertensi (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan Indonesia dalam PPNI (2017).
21
seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
c. Olahraga
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga
secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka
di tempat kerjanya.
22
e. Berhenti merokok
Menurut penelitian yang dilakukan Sutriyawan dkk (2021),
berhenti merokok mampu menunjukkan penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi, disertai dengan kebiasan melakukan aktivitas
fisik. Keduanya memiliki relasi yang signifikan terhadap tekanan
darah pasien.
2.9.2 Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologiyang perlu
diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,
yaitu (PERKI, 2018) :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.
b. Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya.
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada
usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid. Jangan
mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
d. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi.
e. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
23
Gambar 3. Pedoman Tatalaksana Hipertensi
Sumber: PERKI (2018)
24
Tabel 6. Rekomendasi Target Tekanan Darah
25
direkomendasikan adalah tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Terapi non farmakologis yang
sama, juga sangat berdampak positif. Perbedaan yang ada adalah pada
terapi farmakologi, khususnya pada rekomendasi obat-obatannya (PERKI,
2018).
26
Gambar 4. Rekomendasi untuk Krisis Hipertensi dan Emergensi
Sumber: Whelton et al (2018)
27
2.9.4 Tatalaksana Farmakologi pada Hipertensi Krisis
Aspek spesifik obat anti hiperensi intravena kerja singkat yang
dipergunakan pada hipertensi emergensi memungkinkan penurunan
tekanan darah terkonrol secara gradual dan ketat. Karakteristik efek anti
hipertensi tersebut memungkinkan pengendalian tekanan darah dengan
segera bila terjadi respon penurunan tekanan darah yang berlebihan
(Williams et al, 2018). Dari berbagai pilihan obat pada tatalaksana HT
emergensi, tidak didapatkan obat tunggal yang diketahui lebih superior
dibandingkan lainnya. Review sistemik dan meta-analisis yang dilakukan
terhadap obat-obatan anti-HT emergensi menunjukkan bahwa, hanya
didapatkan perbedaan minor pada derajat penurunan tekanan darah
diantara obat-obat tersebut, serta tidak didapatkan perbedaan morbiditas
atau mortalitas (Sarafis & Bakris, 2019). Gambar dibawah ini menyajikan
karakteristik farmakologis obat anti hipertensi emergensi (Williams et al,
2018).
28
Sumber: Sarafis & Bakris (2019)
29
Gambar 6 menyajikan pedoman umum penggunaan obat-obatan anti
hipertensi berdasarkan pada tipe kerusakan organ target (Sarafis & Bakris,
2019).
30
Sedangkan pemilihan obat-obatan untuk therapi HT urgensi lebih
luas dibandingkan HT emergensi. Mengingat hampir semua anti- HT yang
dipergunakan, akan menurunkan TD secara efektif sesuai durasi kerjanya.
Pada tabel-5 menyajikan obat-obat farmakologis untuk therapi HT urgensi.
32
3) GCS ( Glasgow Coma Scale ) Eye – Motoric - Verbal
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
2.10.4 Anamnesa
Anamnesa terdiri dari:
a. Identitas pasien: nama, jenis kelamin, suku, pekerjaan
b. Keluhan utama: pada krisis hipertensi, biasanya pasien akan
mengeluhkan pusing, kepala berat, nyeri dada, cepat lelah, berdebar-
debar, sesak napas, kelemahan sebagian atau seluruh anggota tubuh
atau bahkan tanpa keluhan (PERKI, 2018).
c. Riwayat penyakit dahulu dan sekarang
d. Riwayat kesehatan keluarga: factor keturunan yang menyertai
e. Riwayat pekerjaan: tingkat stress dan koping
f. Riwayat geografi: lingkungan tempat tinggal yang mempengaruhi
kejadian masalah kesehatan, terutama hipertensi
g. Riwayat alergi: adanya alergi obat-obatan atau makanan
h. Kebiasaan sosial: gaya hidup
i. Kebiasaan merokok: lamanya, frekuensi, respon pasien
33
1) Pemeriksaan kepala: amati ekspresi wajah
2) Mata
Konjungtiva : pucat, ptechiae
Sklera : ikterus pada gagal jantung kanan, penyakit hati, dll.
Kornea : arku senilis, refleks kornea
Eksopthalamus
Gerakan bola mata
Pemeriksaan fundoskopi untuk penyempitan retinal arteriol,
perdarahan, eksudat dan papil edema.
3) Leher : JVP, bising karotis, trakea (tanda oliver) dan pembesaran
thyroid
4) Pemeriksaan thoraks dan sistem respirasi : kaji bentuk dan
gerakan pernafasan, kaji irama, frekuensi, palpasi vocal fremitus,
perkusi keadaan dan batas paru, auskultasi jenis suara nafas.
5) Pemeriksaan sistem kardiovaskular :
Pembuluh darah : kaji frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi
dan keadaan pembuluh darah.
Jantung: kaji iktus kordis, getaran, periksa suara dan batas
jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal 2 kali
dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau
duduk, dan berdiri sekurang setelah 2 menit. Pengukuran
menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya dilakukan pada
kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang
tertinggi yang diambil.
6) Abdomen : bising, pembesaran ginjal, ascites
7) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi : tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
34
b. Hemoglobin/hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkogulabilitas, anemia.
c. BUN/ kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
d. Glukosa : hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi).
e. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
f. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
g. Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
h. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor
risiko terjadinya hipertensi.
i. Foto rontgen: adanya pembesaran jantung (kardiomegali),
vaskularisasi atau aorta yangmelebar (PERKI, 2018).
j. Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri,
mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan
diastolik.
35
a. Hipervolemi berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
(D.0022).
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis : iskemia
(D. 0077).
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhanoksigen, kelemahan, tirah baring. (D.0056).
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080).
e. Risiko penurunan Curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload ( D.0011).
f. Risiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
hipertensi. (D.0017 ).
36
2.10.8 Intervensi Keperawatan
Tabel 8. Rencana Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA
LUARAN INTERVENSI
NO. KEPERAWATAN
1. Hipervolemi kriteria hasil Manajemen hipervolemi
berhubungan (L.05020): (L.03114)
dengan 1. Asupan cairan 1. Periksa tanda dan gejala
gangguan aliran meningkat hipervolemi (mis.
balik vena 2. keluaran urine Ortopnea, dispnea,
(D.0022). meningkat edema, JVP/CVP
3. kelembaban meningkat, refleks
membran mukosa hepatojugular positif,
meningkat suara nafas tambahan)
4. Edema menurun 2. Identifikasi penyebab
5. Dehidrasi menurun hipervolemi
6. Asites menurun 3. Monitor status
7. Tekanan darah hemodinamik
membaik 4. Monitor intake dan
8. Denyut nadi radial output cairan
membaik 5. Monitor tanda
9. Turgor kulit hemokonsentrasi
membaik 6. Monitor kecepatan infus
10. Berat badan secara ketat
membaik. 7. Monitor efek samping
deuretik
8. Batasi asupan cairan dan
garam
Kolaborasi pemberian
diuretik.
2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Pemantauan tanda vital
berhubungan (L.08066) ( I.020060 )
dengan Agen Kriteria Hasil : 1. Monitor tekanan darah
pencedera 1. Keluhan nyeri 2. Monitor Nadi
fisiologis : iskemia menurun 3. Monitor pernafasan
(D. 0077). 2. Gelisah menurun 4. Monitor Suhu tubuh
3. Frekuensi nadi cukup 5. Jelaskan tujuan dan
membaik prosedur pemantauan
4. Tekanan darah cukup 6. Dokumentasikan hasil
membaik pemantauan
5. pola nafas cukup 7. Informasikan hasil
membaik pemantauan,jika perlu
Pemantauan nyeri
( I.08242)
Observasi :
37
1. Identifikasi faktor
pencetus dan pereda
nyeri.
2. Monitor kualitas nyeri,
lokasi intensitas,
frekuensi dan durasi
nyeri.
Teraupetik :
1. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien.
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur,
2. Informasikan hasil
pemantauan
Manajemen nyeri
( I.08238)
Observasi :
1. Identifiasi kualitas
nyeri, lokasi intensitas,
frekuensi dan durasi
nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal.
4. Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri.
5. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
6. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Teraupetik :
1. Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat,
relaksasi nafas dalam,
hipnosis, dll).
2. Kontrol lingkungan
(kebisingan,
pencahayaan, suhu,
dll)
38
3. Fasilitasi istirahat
tidur,
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
Pemberian Analgetik ( I.
08243)
Observasi :
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat
alergi
3. Identifikasi keseusaian
jenis analgetik dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
5. Monitor efektifitas
analgetik
Teraupetik :
1. Diskusikan jenis obat
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal (jika perlu).
2. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinue atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum.
3. Tetapkan target
efektifitas analgetik
untuk mengoptimalkan
respon pasien.
4. Dokumentasikan
respon pasien terhadap
efek analgetik dan efek
yang tidak diinginkan.
Edukasi :
39
1. Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberiaan
dosis dan jenis
analgetik, sesuai
identifikasi.
3. Intoleransi Luaran Utama: Manajemen Energi
aktivitas Toleransi Aktivitas (I.05178)
berhubungan (L.05047). Observasi
dengan ketidak- Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan
seimbangan asuhan fungsi tubuh yang
antara suplai keperawatanselama mengakibatkan
dan kebutuhan 1x24 jam, pasien kelelahan
oksigen, kembali toleran saat 2. Monitor kelelahan fisik
kelemahan, tirah beraktivitas dengan dan emosional
baring. (D.0056) kriteria hasil: 3. Monitor pola dan jam
1. Kemudahan dalam tidur
melakukan aktivitas 4. Monitor lokasi dan
sehari- hari ketidak-nyamanan
meningkat. selama melakukan
2. Keluhan lelah aktivitas
berkurang Terapeutik
3. Dispnea saat dan 1. Sediakan lingkungan
setelah aktivitas yang nyaman dan
berkurang rendah stimulus(mis.
4. Tidak terdapat cahaya, suara,
perasaan lemah kunjungan)
5. Tidak terdapat 2. Lakukan latihan
sianosis rentang gerak aktif
6. Tekanan darah dan dan/atau pasif
frekuensi nafas 3. Berikan aktivitas
normal distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejalakelelahan
tidak berkurang
40
4. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
4. Cemas Tingkat Anxietas Reduksi Anxietas
berhubungan ( L.09093 ) Kriteria hasil ( 1.09314 )
dengan krisis 1. Menunjukan teknik 1. Monitor tanda-tanda
situasional untuk mengontrol ansietas
(D.0080). cemas 2. Ciptakan suasana
2. Keluhan pusing terapeutik untuk
berkurang menumbuhkan
3. Tekanan darah kepercayaan
menurun 3. Pahami situasi yang
membuat anxietas
dengarkan dengan
penuh perhatian.
4. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosia dan
pengobatan
5. Anjurkan untuk
melakukan tehnik
relaksasi
6. Identifikasi tingkat
kecemasan.
7. Dorong keluarga
untuk menemani
pasien
8. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas.
5. Risiko penurunan Curah Jantung Perawatan Jantung (
Curah jantung ( L.02008 ) 1.02075 )
dibuktikan dengan a. Status Sirkulasi 1. Catat adanya tanda
peningkatan b. Tanda Vital dan gejala penurunan
afterload ( D.0011). c. Keefektifan Pompa cardiac output
Jantung 2. Monitor status
kardiovaskuler
Kriteria hasil : 3. Monitor status
1. Tanda vital dalam pernafasan yang
rentang normal menandakan gagal
(tekanan darah, nadi, jantung
respirasi) 4. Monitor balance
2. Dapat mentoleransi cairan
41
aktivitas, tidak ada 5. Monitor ada nya
kelelahan perubahan tekanan
3. Tidak ada edema darah
paru, perifer, dan 6. Atur periode latihan
tidak ada asites dan istirahat untuk
Tidak ada penurunan menghindari kelelahan
kesadaran 7. Monitor aktivitas
pasien
8. Monitot adanya
dyspnea,fatique,takipn
eu,dan ortopnea
9. Anjurkan untuk
menurunkan stress
10. Monitoring tanda vital
Kolaborasi dalam
pemberian therapy
antihipertensi.
6. Risiko perfusi Perfusi perifer Pemantauan tanda vital
jaringan cerebral ( L.02011 ) Kriteria (1.020060 )
tidak efektif hasil : 1. Monitor tekanan darah
dibuktikan dengan 1. Kemampuan 2. Monitor Nadi
hipertensi. mengubah prilaku 3. Monitor pernafasan
(D.0017). gaya hidup sehat 4. Monitor Suhu tubuh
meningkat 5. Jelaskan tujuan dan
Kemampuan prosedur pemantauan
menghindari faktor 6. Dokumentasikan hasil
risiko pemantauan
7. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
42
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1 Biodata Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TB/ BB : 165cm / 65 Kg.
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Register : 2022-51****
Alamat : Jln. Alamanda Blok Vno.18 Sektor 1,2 Griya
Loka Bumi Serpong
Status : Menikah Keluarga terdekat : Suami
Diagnosa medis : Hipertensi Urgency dengan DM Type 2 GD tidak
terkontrol dengan neuropati DM, AKI dd/
Acute on CKD.
Tanggal pengkajian : Selasa, 11 Oktober 2022 pukul 12:50 WIB.
43
Tingkat kegawatan Kuning (gawat tidak darurat)
b. Primary survey:
Airway : Jalan napas bebas, napas spontan, tidak ada
gurgling, snoring.
Breathing : Napas normal, frekuensi napas 24 kali/menit,
tidak ada gasping, auskultasi paru: vesikuler kiri
– kanan, wheezing -/-, ronchi -/-.
Circulation : Tidak ada tanda perdarahan, nadi teraba
adekuat, irama teratur, HR:88/menit, warna
kulit normal, akral dingin, tekanan darah
224/147 mmHg, RR: 18 x/menit, Suhu :36° C
CRT <2 detik, tidak ada peningkatan JVP.
Disability : Kesadaran CM, GCS 15 E4/M6/V5, pupil
kanan/kiri : 2/2, reflek cahaya +, gerakan
ekstremitas :
5555 5555
5555 5555
Exposure : Akral dingin, tidak ada luka pada kulit.
c. Secondary survey:
S : Sign and symptoms : keluhan saat ini merasakan sakit kepala
hebat, lemas, pasien mengatakan pusing sebelum masuk rumah
sakit.
A : Allergy : tidak ada alergi obat maupun makanan
M : Medication : pasien mengatakan minum obat penurun tensi
dari klinik 2 jam sebelum ke rumah sakit.
P : Post medical history : pasien lama PJNHK dengan APS 3 VD
pro CABG.
L : Last meal : selama menunggu di ruang UGD, pasien makan
bubur, dan terakhir makan nasi saat sarapan pagi pukul 08.00 WIB.
E : Event leading : pasien merasa kedinginan selama menunggu
lama di ruang UGD dan memicu keluhan pusing, dan lemas, akral
kaki klien dingin selama klien menunggu di UGD.
44
3.1.3 Anamnesis
a. Keluhan utama
Sakit kepala
45
e. Riwayat pekerjaan
Pasien saat ini sebagai ibu rumah tangga.
f. Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan maupun makanan.
g. Pola hidup
Pasien tidak pernah konsumsi alkohol dan jarang berolahraga. Pasien
mengatakan sebelumnya suka makan daging, bersantan, berlemak, mie
instan dan makanan bercita rasa asin.
h. Demografi
Pasien tinggal di Tangerang bersama suami dan anak-anaknya
i. Riwayat merokok
Pasien mengatakan tidak merokok, tetapi suaminya dulu adalah seorang
perokok, dan sudah berhenti merokok sejak 5 tahun terakhir.
k. Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB dengan frekuensi 1 kali sehari Sedangkan
BAK normal 6-8x/ sesuai dengan konsumsi air per hari nya.
46
m. Pola kebersihan diri/ personal hygiene
Pasien mengatakan mandi 2x sehari
o. Kondisi psikologis
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh, paien tinggal dengan suami dan
anak beserta cucu, pasien ingin segera merawat dan bermain dengan
cucu-cucunya.
a. Wajah
Ekspresi tampak meringis
b. Kepala
Bulat, tidak ada tonjolan, tidak ada bekas luka
47
c. Thorax :
1) Paru : Pengembangan dada simetris kiri kanan, tidak ada
retraksi dada, tidak ada jejas, taktil fremitus
normal, suara vesikuler di kedua lapang paru,
rales minimal basal, wheezing tidak ada, RR : 24
x/menit SPO2 97%
2) Jantung : TD : 224/147 mmHg, HR: 88 x/menit, suara
jantung BJ1 dan BJ2 reguler, tidak ada murmur
dan tidak ada gallop.
d. Abdomen
Tidak ada asites, bising usus normal.
e. Kulit
Tampak bercak-bercak kehitaman pada kulit.
f. Ekstremitas
Tidak tampak oedema, akral dingin, CRT ≤ 2 detik, tidak ada clubbing
finger, nadi teraba adekuat, tidak ada kelemahan otot kedua estremitas.
5555 5555
5555 5555
g. Genitalia
Pasien BAK spontan, tidak ada nyeri, tidak ada luka dan tampak bersih.
48
8 GDS 97 mg/dl 74 – 99 mg/dl
9 Natrium 136 mmol/l 136 – 145 mmol/l
10 Kalium 5.0mmol/l 3,5 – 5.1 mmol/l
11 Klorida 106mmol/l 98 – 107 mmol/l
12 Kalsium 2,39mmol/l 2,20 – 2,55 mmol/l
13 Magnesium 2,1mmol/l 1,6 – 2, mmol/l
b. EKG (11/10/2022) :
Irama : Reguler
HR : 88x/menit
Gel P : Lebar 0,12 detik, tinggi 0,2 mV, Gel P diikuti QRS
Kompleks
PR Interval : Lebar 0,20 detik
Kompleks QRS : sempit, Q patologis di Lead II, III, aVF
ST Segmen : Sejajar garis isoelektris
Aksis jantung : Lead I (+), aVF (-) kesan LAD
Kesan : Sinus Rytem dengan gambaran Q patologis Inferior
49
c. Foto thorax (di RS Harkit)
50
7. Candesartan 2 x 16 mg PO
8. Simvastatin 1 x 20 mg PO
9. Captopril 25 mg PO extra
10. Cedocard 3 x 20 mg PO
11. Lactulac syr 1 x 1 cth PO
12. Lantus 1 x 20 ui SC
13. Novorapid 3 x 10 ui SC
14. Paracetamol inj. 1x1gr IV extra
51
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
2. DS: Vasokontriksi intoleransi
Pasien mengatakan tidak pembuluh darah aktivitas
mampu memenuhi kebutuhan berhubungan
aktivitasnya karena klien Afterload dengan
merasa lemas dan lunglai, cepat meningkat kelemahan
merasa capek. (D.0056)
DO : Metabolisme
Pasien hanya duduk dan menurun
berbaring di tempat tidur.
Pasien tampak lemah Pentediaan energi
TD : 224/147 mmHg HR menurun
: 88x/mnt
RR : 24x/mnt Kelemahan fisik
T : 36 C ↓
Kesadaran : CM Intoleransi
aktivitas
52
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
3 DS : Hipertensi Risiko
Pasien mengeluh pusing penurunan
Pasien mengeluh lemas kerusakan Curah jantung
DO : vaskuler dibuktikan
Pasien tampak lemas pembuluh darah dengan
Akral dingin. peningkatan
Vital sign : perubahan afterload
- BP : 224/147 mmHg struktur (D.0011).
- HR : 88x/ menit
- RR : 24x/ menit vasokontriksi
- SaO2 : 97 %
- T : 360 C gangguan
EKG : Sinus Rhythm dengan sirkulasi
gambaran Q patologis Inferior
Hasil lab: SVR meningkat
N/ K/ Cl = 140 / 3.6/2.19
Foto thorax:
Afterload
COR ukuran melebar, CTR 54%
meningkat
Intake ( Minum ) :500CC
Output ( Urine ) :700CC Risiko penurunan
curah jantung
53
Masalah
Data Etiologi
No. Keperawatan
4. DS : Hipertensi Risiko perfusi
Pasien mengeluh pusing / jaringan
Pasien mengeluh lemas kerusakan cerebral tidak
DO : vaskuler efektif
Pasien tampak lemas pembuluh darah dibuktikan
Nadi teraba adekuat, CRT dengan
< 2 detik, akral dingin. perubahan hipertensi
Vital sign : struktur (D.0015 )
- BP : 224/147 mmHg /
- HR : 88x/ menit vasokontriksi
- RR : 24x/ menit
- SaO2 : 100 % gangguan
- T : 36 C sirkulasi
EKG : Sinus Rhythm dengan
gambaran Q patologis Inferior otak
Hasil lab:
N/ K/ Cl = 140 / 3.6/2.19 Suplay O2
Foto thorax: menurun
COR ukuran melebar, CTR 54% /
Risiko perfusi
Intake ( Minum ) :500CC Output Jaringan cerebral
( Urine ) :700CC tidak efektif
54
Gambar 9. WOC Kasus.
Fasokontriksi pem-
Resisters Suplai O2 otak buluh darah ginjal Sistemik
Nyeri pembuluh menurun
akut
Blood flow menurun Vasokontriksi
Sinkrop
Afterload
Respon RAA
Risiko Perfusi cerebral tidak
efektif Rangsang aldosterone
Risiko Fatique
Penurunan
Edema Retensi Natrium curah jatung
Intoleransi aktifitas
55
INTOLERANSI
Rangsang
AKTIVITAS Edema
Afterload Retensi Na
Aldosteron
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 12. Rencana Asuhan Keperawatan Terkait Kasus
No. Diagnosa Hasil Intervensi
1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri (L.08063) Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi :
agen pencedera keperawatan selama 1 x 6 jam maka 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis kontrol nyeri meningkat dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) hasil yang diharapkan: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Melaporkan nyeri terkontrol 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Kemampuan menggunakan teknik memperingan nyeri
non farmakologis meningkat Terapeutik :
3. Keluhan nyeri menurun 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
misal (suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara cepat
Kolaborasi :
Pemberian analgetik jika perlu
54
No. Diagnosa Hasil Intervensi
2. intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas meningkat (L.05047) Manajemen energi (I.05178)
berhubungan dengan Observasi:
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
antara suplay dan keperawatan selama 1 x 6 jam di kelelahan
kebutuhan oksigen harapkan toleransi aktifitas meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
(D.0056). dengan kriteria hasil : 3. Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama
1. Perasaan lemah menuruh melakukan aktivitas
2. Keluhan lelah menurun Terapeutik :
3. Tekanan darah membaik 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
4. Kemudahan dalam melakukan 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktiffasilitasi
aktivitas sehari – hari meningkat duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
57
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
Informasikan hasil pemantauan jika perlu.
58
2. Sakit Kepala cukup menurun 4. Monitor status pernapasan : analisa gas darah, oksimetri
Tekanan darah cukup membaik nadi, kedalaman napas, pola napas, dan usaha napas
5. Monitor refleks kornea
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor respons babinski
8. Monitor respons terhadap pengobatan.
Terapeutik
1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
4. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan.
59
Edukasi :
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
Informasikan hasil pemantauan jika perlu.
60
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Tabel 13. Implementasi dan Evaluasi Terkait Kasus
Diagnosa
Tanggal/ Jam Implementasi Evaluasi
No Keperawatan
1 Nyeri Akut 11/10/2022 Pukul 14.30 WIB
berhubungan
dengan agen Jam 13.20 WIB 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Pasien mengatakan sakit kepala berkurang
pencedera karakteristik, durasi, frekuensi, O : pasien tampak rilek
fisiologis kualitas, intensitas nyeri. Skala nyeri 3/10
(D.0077) 2. Mengidentifikasi skala nyeri. TTV:
TD : 190/110 mmHg
Jam 13.30 WIB 3. Memberikan teknik non HR: 85x/mnt
farmakologis untuk mengurangi rasa RR : 18x/mnt
nyeri (nafas dalam). S : 36°C
4. Menjelaskan strategi meredakan SPO2 : 100%
nyeri. A : Masalah teratasi sebagian
5. Menganjurkan menggunakan P : Intervensi dilanjutkan
analgetik secara tepat.
Jam 13.45 WIB 6. Kolaborasi pemberian terapi PCT
infus 1gr.
61
Diagnosa
No Tanggal/ Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
2 Risiko perfusi 11/10/2022 Pukul 16.00 WIB
jaringan cerebral Jam 15.00 WIB 1. Memonitor tekanan darah S : Klien mengatakan lemas berkurang.
tidak efektif 2. Memonitor nadi O : Kesadaran : CM
dibuktikan 3. Memonitor pernapasan K/U : baik
dengan 4. Memonitor suhu tubuh TD :170/100mmHg
hipertensi. 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur HR : 80x/menit
(D.0015) pemantauan RR : 20x/menit
6. Mendokumentasikan SpO2 : 98%
hasil pemantauan T : 36°C
7. Menginformasikan A : Masalah Risiko perfusi jaringan perifer teratasi
hasil pemantauan sebagian.
P : Lanjutkan Intervensi
- Memonitor TTV
62
Diagnosa
No Tanggal/ Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
3 intoleransi 11/10/2022 Pukul 17.00 WIB
aktivitas Pukul 15.30 WIB 1. Memonitor lokasi dan ketidak
berhubungan nyamanan selama melakukan S : Pasien mengatakan lemah berkurang
dengan aktivitas O : pasien dapat berjalan kekamar mandi
Ketidakseimbang 2. Menyediakan lingkungan yang KU : tampak sakit sedang, CM
an antara suplay nyaman dan rendah stimulus TTV :
dan kebutuhan 3. Mengajarkan tirah baring TD: 150/ 90 mmHg
oksigen (D.0056). 4. Menganjurkan melakukan aktivitas HR : 80x/mnt
secara bertahap RR : 20 x/mnt
5. Menganjurkan menghubungi S : 36°C
perawat jika tanda dan gejala SPO2 : 99%
kelelahan tidak berkurang. A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Monitor TTV
63
Diagnosa
No Tanggal/ Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
4 Risiko penurunan 11/10/2022 Pukul 21.00 WIB
Curah jantung Jam 19.00 WIB 1. Memonitor tekanan darah S : Klien mengatakan lemas berkurang.
dibuktikan 2. Memonitor nadi O : Kesadaran : CM
dengan 3. Memonitor pernapasan K/U : baik
peningkatan 4. Memonitor suhu tubuh TD :160/100mmHg
afterload(D.0011). 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur HR : 82x/menit
pemantauan RR : 20x/menit
6. Mendokumentasikan SpO2 : 98%
hasil pemantauan T : 36.4°C
7. Menginformasikan A : Masalah teratasi sebagian.
hasil pemantauan P : Lanjutkan Intervensi
- Memonitor TTV
64
BAB IV
PEMBAHASAN
65
Hal yang berkontribusi menyebabkan pasien mengalami peningkatan
tekanan darah yaitu pola diet tidak sehat suka makan daging, bersantan,
berlemak dan asin, klien juga jarang berolahraga dan memiliki anggota
keluarga dengan riwayat perokok. Data yang menunjukan bahwa pasien
mengalami hipertensi yaitu didapatkan hasil pemeriksaan tanda – tanda vital
TD 224/147 mmhg, HR: 88 x/ menit dan keluhan pasien menunjukan tanda
dan gejala penyakit hipertensi.
66
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056) dengan
Luaran utama Toleransi aktivitas meningkat (L.05047) dan Intervensi
keperawatan Manajemen energi (I.05178).
c. Risiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif dibuktikan dengan dengan
hipertensi. (D.0017) dengan Luaran utama Perfusi cerebral (L.02014 )
dan Intervensi Pemantauan Tanda Vital (1.020060).
d. Risiko penurunan Curah jantung dibuktikan dengan peningkatan
afterload (D.0011), dengan Luaran utama Curah Jantung ( L.02008 )
dan Intervensi Perawatan Jantung (1.02075).
67
sepenuhnya, sehingga intervensi masih dilanjutkan sampai tercapainya luaran
yang telah ditetapkan dan adanya perbaikan manifestasi klinis.
68