Pencemaran Nama Baik PROPOSAL SKRIPSI

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN

NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL DALAM KETENTUAN UNDANG-


UNDANG ITE PASAL 45 AYAT ( 3 ) UUITE 2016

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu tugas Metodologi Penelitian Hukum

Kelas Hukum 3B

Oleh
SANDIKA YUDATAMA
NIM 10214259

KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS


17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI FAKULTAS HUKUM 2022
PENGESAHAN PEMBIMBING

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK


DI MEDIA SOSIAL DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG ITE PASAL 45
AYAT ( 3 ) UUITE 2016

OLEH :

SANDIKA YUDATAMA

Disetujui untuk proposal skripsi

Banyuwangi, 2 November 2022

Dosen pembimbing anggota Dosen pembimbing Anggota

Dr.Aditiya wiguna S, SH., MH., MH.Li Andin Martiasari, SH. MH

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

Rudi Mulyanto, SH., M.KN

NIDN. 0716116801

ii
DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMPIMBING ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 4
B. Rumusan masalah ....................................................................................................................... 7
C. Tujuan penelitian ........................................................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian...................................................................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................................................... 8
F. Metode Penelitian ..................................................................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ............................................................................................................... 14
Daftar Pustaka....................................................................................................................................... 15

iii
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum (rule of law),
pengelolaan negara harus berdasarkan hukum, setiap warga negara wajib mematuhi hukum,
dan semua warga negara sama didepan hukum. Supremasi hukum atau yang disebut juga
sebagai asas legalitas mewajibkan hukum menjadi landasan dari segenap tindakan negara,
dan hukum itu sendiri harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh masyarakat dari hukum, dan adil karena maksud dasar segenap hukum adalah keadilan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang pesat, berbagai penemuan baru telah
ditemukan seperti internet. Kecepatan perkembangan teknologi informasi tersebut tidak
hanya merebak di Negara maju tetapi juga di Negara berkembang seperti Indonesia. Karena
kecepatan perkembangan itulah, teknologi informasi mendapat kedudukan penting bagi
kemajuan sebuah bangsa. Kecepatan teknologi informasi tersebut bagaikan dua sisi mata
uang yang satu sisi memberikan manfaat untuk kemaslahatan umat dan sisi lainnya
menghancurkan segala yang dimiliki manusia.1 Manusia selain sebagai makhluk individu,
manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan
kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain,
selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok, sifat berkelompok pada manusia didasari pada
kepemilikan kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk
saling bekerjasama, dalam melakukan interaksi sosial dengan sesama, banyak cara yang
dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi.2 Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat membawa perkembangan yang
signifikan terhadap dunia teknologi informasi. Teknologi informasi komunikasi hadir sebagai
sarana untuk mempermudah kehidupan.

Dampak positif dalam kehidupan yang dihasilkan banyak kita lihat. Memungkinkan
teknologi informasi komunikasi menjadi sebagaimana yang dilihat dan digunakan sekarang
ini, distribusi informasi dan melakukan transaksi semudah dan se-instan klik.

1 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah
Hukumnya, Jakarta : Rajawali Press, 2013, Halaman. 1

2 Novita Dewi Masyithoh, Supremasi Hukum Cyberporn, Semarang : eLSA, 2013, Halaman.5. 1

Dampak negatif pekembangan teknologi informasi yang pesat sempat menyebabkan


terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum), karena kesulitan dalam merumuskan delik dan
ketidakmampuan hukum pidana positif mengejar perkembangan ilmu pengetahuan dan

4
teknologi (IPTEK) hingga munculnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut UU ITE) sebagai payung
hukum dalam mengantisipasi kejahatan-kejahatan di dunia maya (cyber).

Pelaku dari tindak kejahatan tersebut bisa di kategorikan sebagai orang atau seseorang
yang sudah melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu, diperlukan adanya hukum yang
mengatur tentang semua aktifitas di dunia maya (cyber law). Cyber Law adalah istilah hukum
yang berkaitan dengan paying hukum diantara pemanfaatan akal dan pikiran dibidang
teknologi informasi.

Manusia mulai membuat aturan mengenai ruang maya atau penggunaan internet untuk
berkumpul dan berbicara. Pada akhirnya hukum yang di gunakan untuk mengatur tata sosial
masyarakat di dunia maya dikenal dengan Cyber law. Cyber Law tidak cuma mencakup
tindak pidana di internet saja, tetapi serta aturan yang melindungi pelaku pemegang hak cipta,
signature, e-commerce, e-learning dan sebagainya.3 Perkembangan hukum tidak dapat
terlepas dari perkembangan yang terjadi di masyarakat, seperti penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi yang berdampak pada aspek kehidupan masyarakat dan juga
menimbulkan berbagai persoalan yang membutuhkan pendekatan menurut hokum positif.
Hingga saat ini persoalan yang marak terjadi adalah tindak pencemaran nama baik.

Pengertian tentang Pencemaran Nama Baik didalam KUHP dikenal dengan istilah
penghinaan, Defamation atau pencemaran nama baik adalah perbuatan yang merendahkan
atau mencemarkan kehormatan atau nama baik seseorang dengan cara mengungkapkan
sesuatu baik dengan tulisan maupun lisan, yang mengakibatkan seseorang merasa sudah
dirugikan. Sedangkan menurut Leden Merpaung pengertian percemaran nama baik adalah
tindak pidana penghinaan yang ditujukan pada kehormatan seseorang atau dapat diartikan
sebagai tindak pidana yang menyerang hak seseorang berupa mencemarkan atau merusak
kehormatan atau nama baik orang tersebut.4

3 Hukum Siber https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber ,diakses pada tanggal 18 Maret 2019,

Pukul 21.13 WIB

4 Pengertian Pencemaran Nama Baik http://matericenter.blogspot.com/2015/12/pengertianpencemaran-


nama-baik.html, diakses pada tanggal 18 Maret 2019, Pukul 21.27 WIB

Kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang dimata masyarakat, dimana setiap


orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Rasa

5
hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan seseorang ditentukan
menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan.5

Pencemaran nama baik atau penghinaan didalam hukum pidana terdapat dalam pasal
310 KUHP. Pasal 310 KUHP ini mempunyai relevansi atau keterikatan dengan pasal 27 UU
No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindak pencemaran nama
baik melalui media sosial digolongkan kedalam kejahatan dunia maya (cybercrime) yang
telah diatur dalam pasal 45 ayat (3) Undang – undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Dengan demikian, pelaku tindak pencemaran nama baik melalui
media social dapat dipidana apabila memenuhi unsure objektif yang di atur dalam pasal
tersebut

Unsur – unsur obyektif dalam pasal tersebut adalah perbuatan, yaitu mendistribusikan,
mentrasmisikan, membuat dapat diakses, melawan hukum, yang dilakukan tanpa hak,
obyeknya adalah elektronik atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan atau
pencemaran nama baik. Sedang kan unsur subyektifnya berupa kesalahan, yaitu yang
“dengan sengaja” sehingga ada pemenuhan criteria pidana yang dilakukan oleh pelaku..6
Tindak pencemaran nama baik melalui media social digolongkan kedalam kejahatan dunia
maya (cyber crime) yang telah diatur dalam pasal 45 ayat (3) Undang – undang No. 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan demikian, pelaku tindak
pencemaran nama baik melalui media social dapat dipidana apabila memenuhi unsure
objektif yang di atur dalam pasal tersebut. Beragamnya konten pencemaran nama baik
melalui media sosial yang dilakukan oleh pengguna internet (netizen), baik dengan sengaja
maupun tidak disengaja, sehingga dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam menilai dan
memastikan apakah termasuk dalam tindak pidana pencemaran nama baik atau bukan.
Karena setiap kata atau kalimat yang bisa tidaknya dikategorikan sebagai pencemaran nama
baik tidak diatur rinci di dalam KUHP dan UU ITE. Untuk membuktikan adanya suatu
pencemaran nama baik atau tidak, biasanya para penegak hukum akan menggunakan ahli
Bahasa atau ahli ilmu lainnya yang berhubungan dengan kalimat tersebut.7

5 Delik penghinaan http://www.negarahukum.com/hukum/delik-penghinaan.html, ,diakses padatanggal 18


Maret 2019, Pukul 21.50 WIB

6 Mudzakir, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3,2004, hlm 17

6
7 Memahami Hukum Pencemaran Nama Baik http://aceh.tribunnews.com/2016/10/26/memahami-hukum-
pencemaran-nama-baik?page=alL diakses pada tanggal 19 Maret 2019, Pukul 13.10 WIB

B. Rumusan masalah
a. Apa kebijakan pemerintah terhadap tindak pidana pencemaran nama baik dalam
Undang-undang pasal 45 ayat 3 tahun 2016.
b. Bagaimana penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial
dalam perspektif teori keadilan

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pencemaran nama baik ditinjau dari dalam Undang-undang


pasal 45 ayat 3 tahun 2016.
2. Untuk mengetahui penyelesaian sanksi terhadap pencemaran nama baik di media
sosial

2. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoritis

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbang pemikiran dibidang hukum
yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum
pidana mengenai tindak pidana pencemaran nama baik.

2. Manfaat secara Praktis

Dari segi praktis diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau
diterapkan dalam pengambilan kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum
pidana khusunya mengenai tindak pidana pencemaran nama baik, maka penegak hukum
dan masyarakat dapat mengambil langkah penanggulangan yang tepat untuk menanganinya.

7
E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana atau strafbaar feit dalam bahasa Belanda memilikiarti yaitu tindak
pidana, delik, perbuatan pidana atau perbuatan yang di pidana. Seseorang dapat dikatakan
melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatan tersebut telah diatur dalam undang-undang,
sesuai dengan Asas Legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi, tiada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan
yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 8

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat
dijabarkan unsur – unsurnya menjadi 2 (dua) macam, yaitu unsur subyektif dan unsur
obyektif. Unsur subyektif adalah unsur – unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung
di dalam hatinya. Unsur obyektif adalah unsur – unsur yang ada hubungannya dengan
keadaan – keadaan, yaitu keadaan yang dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 4
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur tindak pidana sebagai
berikut : 9

1. Kelakuan dan akibat (perbuatan), Kelakuan dan akibat, untuk adanya perbuatan
pidana biasanya diperlukan adanya hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai
perbuatan.

2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; Hal ikhwal oleh Van Hamel
dibagi dalam dua golongan, yaitu yang mengenai diri orang yang melakukan
perbuatan dan yang mengenai di luar diri si pelaku

8 Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm 59.

9 Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hlm. 183. 10
Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina aksara
Jakarta hal; 6

8
adalah hal menjadi pejabat negara (pegawai negeri) yang diperlukan dalam delik-
delik jabatan seperti dalam Pasal 413 KUHP dan seterusnya. Contoh dari golongan
kedua adalah Dalam pasal 332 (schaking, melarikan wanita) disebut bahwa perbuatan
itu harus disetujui oleh wanita yang dilarikan sedangkan pihak orangtuanya tidak
menyetujuinya.
3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;
Contoh keadaan tambahan yang memberatkan pidana adalah kasus penganiayaan
menurut Pasal 351 Ayat 1 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan. Tetapi jika perbuatan menimbulkan luka-luka berat, ancaman
pidana, diberatkan menjadi limatahun dan jika mengakibatkan mati, menjadi tujuh
tahun (Pasal 351 Ayat 2dan 3).

4. Unsur melawan hukum yang objektif;

Sifat melawan hukumnya perbuatan, tidak perlu dirumuskan lagi sebagai


elemen atau unsur tersendiri. Contohnya dalam merumuskan pemberontakan yang
menurut Pasal 108 antara lain adalah melawan pemerintah dengan senjata, tidak
perlu diadakan unsur tersendiri yaitu kata-kata yang menunjukkan bahwa
perbuatan adalah bertentangan dengan hukum. Tanpa ditambah kata-kata lagi,
perbuatan tersebut sudah wajar pantang dilakukan.

Akan tetapi, kepantangan perbuatan belum cukup jelas dinyatakan dengan


adanya unsur-unsur diatas. Perlu ditambah dengan kata-kata tersendiri untuk
menyatakan sifat melawan hukumnya perbuatan. Pasal 167 KUHP melarang untuk
memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau perkarangan tertutup yang dipakai
orang lain, dengan melawan hukum. Rumusan memaksa masuk ke dalam rumah
yang dipakai orang lain itu saja dipandang belum cukup untuk menyatakan
kepantangannya perbuatan.

5. Unsur melawan hukum yang subjektif.

Contohnya dalam Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai pencurian,


pengambilan barang orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang tersebut
secara melawan hukum. Sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari
hal-hal lahir, tetapi digantungkan pada niat orang yang mengambil barang tadi.
Kalau niat hatinya itu baik, misalnya barang diambil untuk diberikan kepada
pemiliknya, maka perbuatan itu tidak dilarang, karena bukan pencurian. Sebaliknya

9
kalau niat hatinya itu jelek, yaitu barang akan dimiliki sendiri dengan tidak
mengacuhkan pemiliknya menurut hukum, maka hal itu dilarang dan masuk
rumusan pencurian. Sifat melawan hukumnya perbuatan tergantung kepada
bagaimana sikap batinnya terdakwa.

1. Pengertian pencemaran nama baik


Pengertian tentang Pencemaran Nama Baik didalam KUHP dikenal dengan istilah
penghinaan, Defamation atau pencemaran nama baik adalah perbuatan yang
merendahkan atau mencemarkan kehormatan atau nama baik seseorang dengan cara
mengungkapkan sesuatu baik dengan tulisan maupun lisan, yang mengakibatkan
seseorang merasa sudah dirugikan. Sedangkan menurut Leden Merpaung pengertian
percemaran nama baik adalah tindak pidana penghinaan yang ditujukan pada
kehormatan seseorang atau dapat diartikan sebagai tindak pidana yang menyerang hak
seseorang berupa mencemarkan atau merusak kehormatan atau nama baik orang
tersebut. Hukum telah memberikan perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik
seseorang sehingga sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk menghormati orang
lain dari sudut kehormatan dan nama baiknya dimata orang lain bahkan jika orang
tersebut telah melakukan suatu kejahatan (Setiono, 2018). Kehormatan adalah
perasaan terhormat seseorang dimata masyarakat, dimana setiap orang memiliki hak
untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Rasa hormat dan
perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan seseorang ditentukan
menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan

2. Faktor-Faktor Pencemaran Nama Baik


Membahas faktor-faktor atau sebab-sebab kejahatan (crimineeleetimologie)
adalah memperhatikan kejahatan tidak saja dari peninjauan atau yuridis dogmatis
yang terdapat di dalam elemen perbuatan pidana menurut hokum pidana akan tetapi
dilihat sebagai kelakuan manusia dan gejala masyarakat yang berupa kejahatan.Secara
garis besar, faktor yang sangat berpengaruh dalam kejahatan cyber adalah:
1. Faktor Politik.
Mencermati maraknya cyber crime yang terjadi di Indonesia dengan
permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak, proses kriminalisasi di
bidang

10
cyber yang terjadi merugikan masyarakat. Politik tidak bisa dihindari sebagai
penyebab dari ssegala bentuk kejahatan, begitu juga dengan kejahatan
pencemaran nama baik di media sosial. Penyebaran virus komputer dapat
merusak jaringan komputer yang digunakan oleh pemerintah, perbankan
pelaku usaha maupun perorangan yang dapat berdampak terhadap kekacauan
dalam sistem jaringan. Dapat dipastikan apabila sistem jaringan komputer
perbankan tidak berfungsi dalam satu hari saja akan mengakibatkan kekacauan
dalam transaksi perbankan.

2. Faktor Sakit Hati


Banyak alasan-alasan yang mendasari rasa sakit hati yang dialami oleh
pelaku akibat peristiwa yang dialami sebelumnya. Alasan pertama berkaitan
dengan seseorang pelaku dirasa tidak mendapatkan rasa keadilan yang cukup
serta perlindungan sehingga akibat dari peristiwa yang dialami pelaku, pelaku
melakukan suatu perbuatan balasan yang pada akhirnya menjerat pelaku pada
tindak kejahatan pencemaran nama baik melalui media sosial. Dalam hal ini,
peristiwa yang dialami oleh pelaku biasanya didasari oleh suatu peristiwa
lainnya yang saling berkaitan. Tak jarang pula pelaku sebenarnya dalam
tindak kejahatan pencemaran nama baik seringkali juga merupakan bagian
dari korban atas suatu peristiwa hukum lainnya tersebut.

3. Faktor Kurangnya Kesadaran Hukum


Selain dari faktor sakit hati yang menjadi latar belakang seseorang
melakukan kejahatan pencemaran nama baik melalui media sosial, factor
lainnya adalah berkaitan dengan kesadaran hukum yang lemah oleh pelaku
kejahatan itu sendiri. Kesadaran hukum merupakan suatu hal yang cukup
penting dalam keberlangsungan system hukum pada suatu wilayah dimana
hukum itu berlaku. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum
juga menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan seseorang
melakukan tindak kejahatan pencemaran nama baik melalui media sosial.
Maka dari itu perlu adanya penekanan terhadap pentingnya kesadaran hukum
demi mengurangi angka kejahatan yang terjadi berkaitan dengan tindakan
pencemaran nama baik melalui media sosial tersebut.

11
F. METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belakang. Penelitian hukum
normatif atau kepustakaan tersebut mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum.10

2. Pendekatan

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan


(statute approach), karena aspek yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang
menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian11 Penelitian yang penulis lakukan
dalam penulisan proposal ini akan melihat berbagai peraturan perundang-undangan dalam hal
ini Undang-undang pasal 45 ayat 3 no 19 Tahun 2016 dan peraturan-peraturan lainnya yang
terkait seperti KUHP serta peraturan lain terkait dengan tindak pidana pencemaran nama
baik.

3. Sumber Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan atau aturan hukum yang mengikat dan diurut
secara sistematik10 Bahan hukum primer terdiridari perundang-undangan, catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun yang
menjadi bahan hukum primer dari penelitian ini adalah :

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 310 KUHP

b. Pasal 45 ayat 3 Tahun 2016 UUITE

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks yang berisi mengenai prinsip-
prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana. Disamping buku
teks, bahan hukum lainnya dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk
buku atau pun jurnal-jurnal.

10. Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,hal31

12
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku teks yang terkait
dengan tindak pidana pencemaran nama baik.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,
encyclopedia, dan lain lain. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, media massa, dan lain-lain sebagai penunjang.

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum.

Teknik memperoleh bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi yaitu:

1. Studi dokumen, yaittu studi yang diperoleh dari dokumen Negara seperti undang-undang.
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah KUHP dan Undang-undang Nomor 45 ayat 3
Tahun 2016 Tentang Informasi dan Tranksaksi Elektronik.

2. Studi Kepustakaan, yaitu teknik mengumpulkan data dengan melakukan studi penelaahan
terhadap jurnal, catatan yang ada hubungannya dengan masalah yang hendak dipecahakan.

3. Studi Internet, yaitu teknik mengumpulkan data dengan melakukan pencarian kata kunci
mengenai masalah yang hendak dipecahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan melalui
internet. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder penelitian ini diperoleh dari
penelusuran kepustakaan dari berbagai jurnal literatur, makalah yang menunjang penelitian
berkaitan dengan pencemaran nama baik.

5. Analisis Bahan Hukum.

Metode yang digunakan dalam pengolahan maupun dalam analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu suatu metode analisis data deksriptif analitis yang
mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum
maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penellitian hokum
normatif, biasanya menggunakan sumber-sumber data sekunder yaitu jurnal,catatan
perkuliahan, peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana
hukum sehingga akan menemukan.

13
G. SISTEMATIKA PENELITIAN
Berdasarkan sistematika proposal skripsi ini akan diuraikan menjadi 3 bab yaitu
:
Bab I Pendahuluan
Sebagai pengantar dan pendahuluan proposal skripsi bab ini berisi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka,metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan
2.1 Definisi tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik DImedia sosial
merujuk pasal 45 ayat 3 UUITE 2016 Bab ini menjelaskan tentang Apa
kebijakan pemerintah terhadap tindak pidana pencemaran nama baik
dalam Undang-undang pasal 45 ayat 3 tahun 2016.

2.2 Bagaimana penyelesaian tindak pidana pencemaran nama baik melalui


media sosial dalam perspektif teori keadilan. Tindak pencemaran nama
baik melalui media sosial digolongkan kedalam kejahatan dunia maya
(cybercrime) yang telah diatur dalam pasal 45 ayat (3) Undang – undang
No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan
demikian, pelaku tindak pencemaran nama baik melalui media social dapat
dipidana apabila memenuhi unsure objektif yang di atur dalam pasal
tersebut.

Bab III Penutup


Sebagai penutup pada penulisan proposal skripsi ini akan diuraikan menenai
kesimpulan dan saran untuk pengembangan ilmu hukum yang dapat digunakan
oleh praktisi dan masyarakat pada umumnya.

14
Daftar Pustaka
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber crime) : Urgensi
Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta : Rajawali Press, 2013, Halaman. 1

Novita Dewi Masyithoh, Supremasi Hukum Cyberporn, Semarang : eLSA,


2013, Halaman.5. 1

Hukum Siber https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber ,diakses pada tanggal


18 Maret 2019,

Pengertian Pencemaran Nama Baik


http://matericenter.blogspot.com/2015/12/pengertianpencemaran-nama-
baik.html, diakses pada tanggal 18 Maret 2019, Pukul 21.27 WIB

Delik penghinaan http://www.negarahukum.com/hukum/delik-


penghinaan.html, ,diakses padatanggal 18 Maret 2019, Pukul 21.50 WIB

Mudzakir, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik,


Dictum 3,2004, hlm 17

Memahami Hukum Pencemaran Nama Baik


http://aceh.tribunnews.com/2016/10/26/memahami-hukum-pencemaran-nama-
baik?page=alL diakses pada tanggal 19 Maret 2019.

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm 59.

Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,


hlm. 183. 10 Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban
Dalam Hukum Pidana, Bina aksara Jakarta hal; 6

. Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2004, Hlm.31

15
16

Anda mungkin juga menyukai