JP Blok Keperawatan Gerontik
JP Blok Keperawatan Gerontik
JP Blok Keperawatan Gerontik
“DIABETES MELLITUS”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
REGULER A 2019
1. Pengertian
Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang ditandai
dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab kenaikan kadar gula
darah tersebut menjadi landasan pengelompokkan jenis Diabetes Melitus.
Diabetes melitus tipe 1, salah satu jenis diabetes yang disebabkan kenaikan gula darah
karena kerusakan sel beta pancreas sehingga produksi insulin tidak ada sama sekali.
Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas untuk mencerna gula dalam
darah. Penderita diabetes tipe ini membutuhkan asupan insulin dari luar tubuhnya.
Sedangkan, diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh kenaikan gula darah karena
penurunan sekresi insulin yang rendah oleh kelenjar pankreas.
2. Etiologi
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin, abnormalitas
metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan
sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa. Diabetes dapat
memengaruhi berbagai sistem organ tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu,
yang disebut komplikasi. Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi pembuluh darah
mikrovaskular dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan
sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata
(retinopat) (Rosyada, 2013).
4. Patofisiologi
a. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk menghantarkan
glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul glukosa menumpuk dalam
peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan
hiporosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke dalam sirkulasi
umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan
hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan
meningkatkan haluaran urine (poliuria). Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang
batas glukosa, biasanya sekitar 180 mg/dl glukosa diekskresikan ke dalam urine
(glukosuria). Penurunan volume intraseluler dan peningkatan haluaran urine
menyebabkan dehidrasi, mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang
menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang banyak (polidipsia). Penurunan
energi karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, sehingga
menstimulasi rasa lapar dan orang makan lebih banyak (polifagia). Orang dengan DM
tipe 1 membutuhkan sumber insulin oksigen (eksternal) untuk mempertahankan hidup
(LeMone, Priscillia, 2016 dalam Maria, 2021).
b. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 :
DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang terkadi meski
tersedia insulin endogen. Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe 2 berbeda-beda
dan meski ada, fungsinya dirusak oleh resistensi insulin di jaringan ferifer. Hati
memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak
dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insulin yang
kurang dari yang dibutuhkan (LeMone, Priscillia, 2016 dalam Maria, 2021).
Proses patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistansi terhadap aktivitas
insulin biologis, bauik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai
resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin
terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan prosuksi glukosa hepatik berlanjut,
bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan glukosa. Mekanisme
penyebab resistansi insulin perifer tidak jelas, namun ini tampak terjadi setelah insulin
berkaitan terhadap reseptor pada permukaan sel.
Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin, tiga masalah
metabolik mayor terjadi: (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2) peningkatan
mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan pemanfaatan protein (Black, M Joyce, 2014
dalam Meria, 2021). Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas.
5. WOCWOC
DM Tipe I DM Tipe II
Kekebalan Tubuh
Aterosklerosis Katogenesis Polipaghi Viskolita
Neuropati Sensori Darah
Perifer Ketonuria Polidipsi
Makro Mikro Aliran
Veskuler Veskuler Darah
Klien Merasa Sakit Ketoasidosis Poliurea Melambat
pada Luka
- Nyeri
Jantung Retina Ginjal
Abdomen MK :
Selebral Ischemic
- Mual, Ketidakefektifan
MK : Nyeri muntah Gula Darah Jaringan
Akut - Coma
Miocard Penyumbatan
Infark
MK :
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer
Nerkrosis
Luka
MK : Kerusakan
Ganggren
Integritas Kulit
Aktivitas Terganggu
MK : Intoleransi
Aktivitas
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa cara pemeriksaan kadar glukosa darah untuk menegakkan diagnosa
DM berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan DM di Indonesia adalah (Ni
Ketut dan Brigitta, 2019 dalam Rahmadani, 2021):
1. Tes Gula Darah (A1C)
Tes darah ini menunjukkan tingkat gula darah rata-rata selama dua hingga tiga bulan
terakhir. Tes ini mengukur persentase gula darah yang melekat pada hemoglobin dan
protein pembawa oksigen dalam sel darah merah. Semakin tinggi kadar gula darah,
semakin banyak hemoglobin yang dimiliki dengan gula darah yang menempel. Tingkat
A1C 6,5% atau lebih tinggi pada dua tes terpisah menunjukkan pasien menderita diabetes.
Hasil antara 5,7-6,4% dianggap prediabetes, yang menunjukkan risiko tinggi terkena
diabetes. Tingkat normal dari A1C adalah dibawah 5,7%.
HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
2. Jika tes A1C tidak dapat dilakukan karena kondisi tertentu yang dapat membuat tes
A1C tidak akurat, seperti hamil atau kelainan, dokter akan menggunakan tes berikut
untuk mendiagnosis diabetes:
a. Tes Gula Darah Acak
Sampel darah akan di ambil pada waktu acak. Nilai gula darah dinyatakan dalam
milligram per desiliter (mg/dL) atau milimoles per liter (mmol/L). Kadar gula darah
acak 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih tinggi menunjukkan diabetes, terutama
bila digabungkan dengan salah satu tanda dan gejala diabetes, seperti sering buang
air kecil dan haus ekstrem.
b. Tes Gula Darah Puasa
Sampel darah akan diambil setelah pasien menjalani puasa dalam semalam. Tingkat
gula darah puasa normal adalah kurang dari 100 mg/dL (5,6 mmol/L). Tingkat gula
darah puasa dari 100 hingga 125 mg/dL (5,6 hingga 6,9 mmol/L) dianggap
prediabetes, sedangkan hasil pengukuran 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih tinggi
pada dua tes terpisah adalah indikasi diabetes.
3. Tes Toleransi Glukosa Oral
Untuk tes ini, pasien akan diminta berpuasa dalam semalam dan kadar gula darah
puasa diukur keesokan harinya. Pasien akan diminta minum cairan bergula dan kadar
gula darah diuji secara berkala selama dua jam kedepan. Kadar gula darah kurang dari
140 mg /dL (7,8 mmol/ L) dikatakan normal. Hasil antara 140 dan 199 mg/Dl (7,8
mmol/ L dan 11,0 mmol/ L) menunjukkan prediabetes. Sementara itu, pasien
dikatakan menderita diabetes bila memiliki hasil tes 200 mg / Dl (11,1 mmol/ L) atau
lebih tinggi setelah dua jam.
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa darah dan
pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan DM tipe II
dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide (Ismail, 2020).
7. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan injeksi (suntikan). Berdasarkan
mekanisme kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:
a. Pemacu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid)
b. Peningkat sensitifitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion)
c. Penghambat absorpsi glukosa (penghambat glukosidase alfa)
d. Penghambat DPPIV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat anti-hiperglikemia suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1 serta kombinasi
keduanya. Jenis insulin berdasarkan lama kerjanya terdiri dari 5 jenis yaitu:
↓
Neuropati Sensori Perifer
↓
Klien Merasa Sakit pada
Luka
↓
Nyeri Akut
DO: DM tipe II Ketidakstabilan Kadar
- Kadar glukosa dalam ↓ Gulokosa Darah
darah/urin tinggi Sel beta pankreas rusak
DS: ↓
- Mengeluh lelah Penurunan Pemakaian
Glukosa
↓
Hiperglikemia
↓
Polipaghi
↓
Polidipsi
↓
Poliurea
↓
Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah
DO: DM tipe II Perfusi Jaringan Perifer
- Pengisian kapiler >3 ↓ Tidak Efektif
detik. Sel beta pankreas rusak
- Nadi perifer menurun ↓
atau tidak teraba. Hiperglikemia
- Akral teraba dingin. ↓
- Warna kulit pucat. Viskositas darah meningkat
- Turgor kulit menurun. ↓
Aliran darah melambat
DS: ↓
Tidak tersedia Ischemic jaringan
↓
Perfusi jaringan perifer tidak
efektif
DO: Nekrosis jaringan Intoleransi Aktivitas
- Frekuensi jantung ↓
meningkat >20% dari Luka ganggren
kondisi sehat ↓
Aktivitas terganggu
DS: ↓
Mengeluh lelah Intoleransi aktivitas
DO: Nekrosis jaringan Gangguan Integritas Kulit
- Kerusakan jaringan ↓
dan/atau lapisan Luka ganggren
↓
DS: Gangguan integritas kulit
Tidak tersedia
2. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (luka klien) d.d tampak meringis, bersikap
protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemia d.d kadar glukosa dalam
darah/urin tinggi, klien mengeluh lelah.
3) Perfusi perifer tidak efektif b.d pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun,
akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
4) Intoleransi aktivitas b.d imobilitas d.d frekuensi jantung meningkat >20% dari
kondisi istirahat, klien mengeluh lelah.
5) Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer d.d kerusakan lapisan kulit.
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Nyeri Akut Manajemen Nyeri I. 08238 Manajemen Nyeri I. 08238
Observasi Observasi
1. Lokasi, karakteristik, 1. Menanyakan lokasi,
durasi, frekuensi, kualitas, karakteristik, durasi,
intensitas nyeri frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
2. Mengidentifikasi skala
3. Identifikasi respon nyeri
nyeri
non verbal
3. Memperhatikan dan
4. Identifikasi faktor yang
mengidentifikasi respon
memperberat dan
nyeri non verbal
memperingan nyeri
4. Mengidentifikasi dan
5. Identifikasi pengetahuan menanyakan faktor yang
dan keyakinan tentang memperberat dan
nyeri memperingan nyeri
3. Mengajarkan cara
Pemberian Analgetik I.08243
memonitor nyeri secara
Observasi
mandiri
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, 4. Menjelaskan penggunaan
pereda, kualitas, lokasi, (resep) analgetik secara
intensitas, frekuensi, tepat
durasi)
5. Mengajarkan teknik
2. Identifikasi riwayat alergi nonfarmakologis untuk
obat mengurangi rasa nyeri
3. Identifikasi kesesuaian Kolaborasi
jenis analgesik (mis. 1. Berkolaborasi pemberian
Narkotika, non-narkotika, analgetik, jika perlu
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Pemberian Analgetik I.08243
4. Monitor tanda-tanda vital Observasi
sebelum dan sesudah 1. Mengidentifikasi
pemberian analgesik karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda,
5. Monitor efektifitas
kualitas, lokasi,
analgesik
intensitas, frekuensi,
Terapeutik durasi)
1. Diskusikan jenis analgesik
2. Mengidentifikasi riwayat
yang disukai untuk
alergi obat
mencapai analgesia
optimal, jika perlu 3. Mengidentifikasi
kesesuaian jenis
2. Pertimbangkan penggunaan
analgesik (mis.
infus kontinu, atau bolus
Narkotika, non-
opioid untuk
narkotika, atau NSAID)
mempertahankan kadar
dengan tingkat
dalam serum
keparahan nyeri
3. Tetapkan target efektifitas
4. Memonitor tanda-tanda
analgesic untuk
vital sebelum dan
mengoptimalkan respon
sesudah pemberian
pasien
analgesik
4. Dokumentasikan respon
5. Memonitor kondisi
terhadap efek analgesic dan
pasien terhadapt
efek yang tidak diinginkan
efektifitas analgesik
Edukasi
Terapeutik
1. Jelaskan efek terapi dan
1. Mendiskusikan jenis
efek samping obat
analgesik yang efektif
Kolaborasi untuk mencapai analgesia
1. Kolaborasi pemberian optimal, jika perlu
dosis dan jenis analgesik,
2. Mempertimbangkan
sesuai indikasi
penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan
kadar dalam serum
3. Menetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Mendokumentasikan
respon terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
1. Menjelaskan efek terapi
dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Ketidakstabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia
Glukosa Darah Observasi
1. Identifikasi kemungkinan 1 Mengidentifikasi
penyebab hiperglikemia penyebab dari
2. Identifikasi situasi yang hiperglikemia
menyebabkan kebutuhan 2 Mengidentifikasi riwayat
insulin meningkat (mis. menyakit lainnya yang
Penyakit kambuhan) dapat meningkatkan
3. Monitor kadar glukosa kebutuhan insulin
darah 3 Memonitor kadar glukosa
4. Monitor tanda dan gejala darah dengan rutin
hiperglikemia (mis. mengecek gula darah
Polyuria, polydipsia, setiap setelah makan
kelemahan malaise, 4 Memonitor tanda dan
pandangan kabur, sakit gejala hiperglikemia
kepala) seperti poliuria,
5. Monitor intake dan output polidipsia, malaise,
6. Monitor keton urin, kadar pandangan kabur dan
analisa gas darah, eletrolit, sakit kepala.
tekanan darah ostostatik 5 Memonitor jumlah dan
dan frekuensi nadi jenis makanan dan cairan
yang masuk dan keluar
Terapeutik: 6 Memonitor keton urin
1. Berikan asupan cairan kadar analisa gas darah,
2. Konsultasi dengan medis elektrolit, tekanan darah
jika tanda dan gejala ostostatik dan frekuensi
hiperglikemia tetap ada nadi
atau memburuk 7 Memberikan asupan
cairan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan
Edukasi: 8 Mengkonsultasikan
1. Anjurkan menghindari dengan medis tanda dan
olahraga saat glukosa darah gejala hiperglikemia yang
lebih dari 250mg/dL menetap
2. Anjurkan monitor kadar 9 Menganjurkan
glukosa darah secara menghindari olahraga
mandiri saat kadar glukosa darah
3. Anjurkan kepatuhan lebih dari 250 mg/dl
terhadap diet dan olahraga 10 Menganjurkan monitor
4. Ajarkan pengelolaan kadar glukosa darah
diabetes (mis. Penggunaan secara mandiri
insulin, obat oral, monitor 11 Menganjurkan kepatuhan
asupan cairan, penggantian terhadap diet dan
karbohidrat, dan bantuan olahraga
profesional kesehatan) 12 Mengajarkan pengelolaan
diabetes seperti
Kolaborasi: penggunaan insulin, obat
1. Kolaborasi pemberian oral, monitor asupan
insulin, jika perlu cairan, penggantian
2. Kolaborasi pemberian karbohidrat, dan bantuan
cairan IV, jika perlu profesional kesehatan
3. Kolaborasi pemberian 13 Berkolaborasi bersama
kalium, jika perlu dokter dan farmasi dalam
pemberian insulin
14 Berkolaborasi bersama
dokter pemberian cairan
IV
15 Berkolaborasi bersama
dokter dan farmasi
pemberian kalium
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
Efektif Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer 1. Memeriksa sirkulasi
2. Identifikasi faktor resiko perifer dengan memeriksa
gangguan sirkulasi tugor serta edema pada
3. Monitor panas, kemerahan, kulit
nyeri atau bengkak pada 2. Mengidentifikasi faktro
ekstremitas resiko gangguan sirkulasi
yaitu diabetes
Terapeutik 3. Memonitor panas,
1. Hindari pengukuran kemerahan, nyeri atau
tekanan darah pada bengkak pada ekstermitas
ekstremitas dengan 4. Menghindari mengukur
keterbatasan perfusi tekanan darah di
2. Lakukan pencegahan ekstremitas dengan
infeksi keterbatasan pencegahan
3. Lakukan perawataan kaki 5. Melakukan tindakan
dan kuku pencegahan infeksi
4. Lakukan hidrasi dengan mematuhi
protokol pencegahan
Edukasi infeksi
1. Anjurkan melakukan 6. Melakukan perawatan
perawatan luka yang tepat pada kuku dan kaki
2. Ajarkan program diet untuk 7. Melakukan hidrasi
memperbaiki sirkulasi dengan memberikan air
3. Informasikan tanda gejala hingga isotonik
darurat yang harus 8. Menganjurkan melakukan
dilaporkan perawatan luka jika
terdapat luka gangrene
9. Ajarkan program diet
rendah gula dan
mengimbangi dengan
sayur untuk
memeperbaiki sirkulasi
mengin
10. Menginformasikan tanda
gejala yang dapat
membahayakan dan harus
dilaporkan
Manajemen Sensasi Perifer Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
1. Identifikasi penyebab 2. Mengidentifikasi
perubahan sensasi penyebab dari
2. Monitor parestesia ketidaknyamanan pada
3. Monitor perubahan kulit perubahan sensasi perifer
3. Memonitor jika pasien
Terapeutik merasa kesemutan atau
1. Hindar pemakaian benda kebas
yang berlebihan suhunya 4. Memonitor perubahan
Edukasi pada kulit seperti warna,
1. Anjurkan memakai sepatu keelastisan dan
lembut dan bertumit rendah permukaan
Kolaborasi 5. Menghindari pemakaian
2. Kolaborasi pemberian benda yang terlalu dingin
kortikosteroid, jika perlu atau terlalu panas
6. Menganjurkan untuk
memnggunakan sepatu
dengan alas lembut untuk
meminalisir pergesekan
kaki
7. Berkolaborasi bersama
dokter dan farmasi dalam
pemberian kortikosteroid
4) Intoleransi Aktivitas
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Gangguan Integritas Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan Observasi
4. Identifikasi penyebab 11. Mengidentifikasi
gangguan integritas kulit penyebab gangguan
integritas kulit
Terapeutik
5. Ubah posisi tiap 2 jam jika 12. Mengubah posisi tiap 2
tirah baring jam jika tirah baring
6. Lakukan pemijatan pada 13. Melakukan pemijatan
area penonjolan tulang pada area penonjolan
7. Gunakan produk berbahan tulang
petroleum atau minyak 14. Menggunakan produk
pada kulit kering berbahan petroleum atau
8. Gunakan produk berbahan minyak pada kulit kering
ringan/alami dan 15. Menggunakan produk
hipoalergenik pada kulit berbahan ringan/alami
sensitive dan hipoalergenik pada
9. Hindari produk berbahan kulit sensitif
dasar alcohol pada kulit 16. Menghindari produk
kering berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi
4. Anjurkan menggunakan 17. Menganjurkan
pelembab menggunakan pelembab
5. Anjurkan minum air yang 18. Menganjurkan minum air
cukup yang cukup
6. Anjurkan meningkatkan 19. Menganjurkan
asupan nutrisi meningkatkan asupan
7. Anjurkan meningkatkan nutrisi
asupan buah dan sayur 20. Menganjurkan
8. Anjurkan menghindari meningkatkan asupan
terpapar suhu ekstrem buah dan sayur
9. Anjurkan menggunakan 21. Menganjurkan
tabir surya SPF minimal 30 menghindari terpapar
saat berada di luar rumah suhu ekstrem
10. Anjurkan mandi dan 22. Menganjurkan
menggunakan sabun menggunakan tabir surya
secukupnya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
23. Menganjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Kemenkes RI. 2020. InfoDATin 2020 Diabetes Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021, November). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
pencegahan. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 237-241).
Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Stroke.
Deepublish.
Ni Ketut, K., & Brigitta, A. D. S. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: PT.
Pustaka Baru.
PERKENI. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa
Di Indonesia 2019. Diakses dari https://pbperkeni.or.id/ pada 5 Oktober 2022.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.