Artikel Karya Tulis Ilmiah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Pengembangan Modul Matematika Siswa Berbasis Pendekatan PMRI pada

Materi Bentuk Pecahan


Kelas IV Sekolah Dasar
Ike Nurhayati1, Wahidati Santi Arrohmah2, Refi Elfira Yuliani3, Heru4
1
Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Jalan Prof. KH. Zainal Abidin Fikry,
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, 30162
2
Universitas Muhammadiyah, Jalan Jend. Ahmad Yani, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia, 30263
3
Universitas Muhammadiyah, Jalan Jend. Ahmad Yani, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia, 30263
4
Universitas Muhammadiyah, Jalan Jend. Ahmad Yani, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia, 30263
1
[email protected]

ABSTRAK

Penelitian bahan ajar berupa modul siswa berbasis Pendekatan PMRI untuk kelas IV Sekolah
Dasar serta mengetahui efek potensial dari penggunaan modul yang telah dikembangkan
terhadap belajar peserta didik. Subjek dalam penelitian ini melibatkan peserta didik, yakni kelas
IV.B di SD IT Salsabila Palembang yang berjumlah 17 orang. Metode penelitian yang
digunakan yaitu penelitian pengembangan (development research). Dalam proses
pengembangan menggunakan model 4-D yaitu tahap pendefinisian (define), perancangan
(design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh bahwa modul tersebut praktis dan valid. Kevalidan ini dapat dilihat dari hasil penilian
oleh para ahli, melalui media atau tampilan modul dan bahasa. Dikatakan Valid karena memuat
aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian dan aspek penilaian PMRI, media atau tampilan ini
memuat aspek kelayakan kegrafikan yang meliputi ukuran modul, desain modul, isi modul,
sampul modul, serta kelayakan aspek bahasa. Kepraktisan ini dapat dilihat dari hasil penilaian
peserta didik terhadap uji coba lapangan modul matematika siswa ytang dikembangkan.
Berdasarkan hasil analisi angket, pada tahap uji coba lapangan terbatas, modul matematika
siswa berbasis pendekatan PMRI mendapat skor 313 daro total maksimum 352, yang jika
disajikan dalam bentuk persentasi adalah sebesar 88,92%, maka bisa dikatakan bahwa modul
matematika siswa berbasis pendekatan PMRI ini Praktis. Efek Potensial dapatdilihat dari hasil
tes kemampuan akhir dari peserta didik tesebut. Dari hasil tes data yang diperoleh, yakni rata-
rata 80,88. Maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik dikategorikan baik sekali. Maka
kesimpulannya bahwa modul matematika siswa berbasis pendekatan PMRI yang telah
dikembangkan memliki Potensial yang baik pada proses dan hasil belajar peserta didik.

Kata Kunci: Pendekatan, Modul, PMRI

ABSTRACT

Teaching material research in the form of student modules based on the PMRI Approach for
Class IV Elementary Schools as well as knowing the potential effects of the use of modules that
have been developed on student learning. The subjects in this study involved students, namely
class IV.B at Salsabila Palembang Elementary School with a total of 17 people. The research
method used is development research (development research). In the development process using
a 4-D model, namely the stages of defining, designing, developing, and disseminating. Based on
the results of the study, it was found that the module was practical and valid. This validity can
be seen from the results of the assessment by experts, through the media or display modules and
languages. It is said Valid because it contains aspects of content eligibility, presentation
eligibility and PMRI assessment aspects, this media or display contains aspects of graphic
feasibility which includes module size, module design, module content, module cover, as well
as language aspect eligibility. This practicality can be seen from the results of the students'
assessment of the field testing of the student's mathematical module that was developed. Based
on the results of the questionnaire analysis, in the limited field trial stage, the student
mathematics module based on the PMRI approach gets a score of 313 from a maximum of 352,
which if presented in the form of a percentage is 88.92%, it can be said that the student
mathematics module based on the PMRI approach Practical. Potential effects can be seen from
the results of the final ability test of the students. From the results of the test data obtained,
which is an average of 80.88. Then it can be concluded that students are categorized very well.
So the conclusion is that the student mathematics module based on the PMRI approach that has
been developed has good potential in the process and learning outcomes of students.

Key Word: Development, Module, PMRI

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara (UUSPN pasal 1 ayat 1). Artinya pendidikan mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena dengan adanya pendidikan, maka
manusia akan mempunyai pandangan dan arah hidup yang lebih jelas dan terarah. Oleh
karena itu pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan
peserta didik untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi bagaimana pendidikan dapat
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menyelesaikan masalah yang akan
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menerapkannya dalam kondisi
apapun.
Dalam undang-undang pendidikan (2003) dijelaskan bahwa fungsi pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Salah satu lembaga atau jenjang pendidikan formal yang bertanggung jawab
untuk mewujudkan fungsi pendidikan adalah jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang
pendidikan menengah (SMP/MTs), jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan Perguruan
Tinggi (PT).
Salah satu kemampuan peserta didik dalam matematika yang masih dirasakan
rendah adalah kemampuan koneksi matematis. Hal ini sesuai dengan hasil studi
Ruspiani (Sulistyaningsih, 2012:122) mengungkapkan bahwa pada umumnya
kemampuan peserta didik dalam koneksi matematik masih rendah. Rendahnya
kemampuan koneksi matematik peserta didik akan mempengaruhi kualitas belajar
peserta didik yang berdampak pada rendahnya pestasi peserta didik di sekolah.
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis,
teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan dan latihan.
Pengembangan adalah suatu proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis
dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses
kegiatan belajar dengan memperhatikan potensi dan kompetensi peserta didik.
Pembelajaran abad ke-21 mengharuskan seorang guru menggunakan model
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning). Oleh karena
itu, seorang guru harus mampu untuk menggunakan model-model pembelajaran yang
berorientasi pada karakteristik student centered learning, sehingga guru mampu
mengasah kemampuan berfikir kritis (critical thingking), kemampuan berfikir kreatif
(creativity), kemampuan kolaboratif (collaboration) dan kemampuan komunikasi
(communication) peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut didukung
oleh pendapat Zubaidah (2016, hal. 11) yang menyatakan bahwa model pembelajaran
yang ideal untuk memenuhi tujuan pendidikan abad ke-21 melibatkan prinsip 4C yaitu
critical thingking, communication, collaboration, dan creativity.
Salah satu model pembelajaran matematika yaitu PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia). PMRI merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang
dapat mengintegrasikan kemampuan berfikir kritis (critical thingking), kemampuan
berfikir kreatif (creativity), kemampuan kolaboratif (collaboration) dan kemampuan
komunikasi (communication) peserta didik.
Realistic mathematics education (RME) di Indonesia dikenal dengan istilah
PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Gagasan PMRI berawal dari RME
yang dikembangkan di Belanda sejak awal 70-an, RME menggunakan titik masalah
kontekstual sebagai titik awal pengajaran matematika. RME dikembangkan oleh
Freudenthal Institut, Belanda oleh Freudenthal pada tahun 1977. Menurut Freudenthal
(Lefudin, 2014) matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan
peserta didik dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi.
Pendidikan seharusnya memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menemukan/menciptakan kembali matematika melalui praktik. (Lefudin, 2014, hal.
245-246)
Pendidikan matematika realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran
Hans Frundenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivasi insani
(human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut,
PMR mempunyai ciri bahwa, dalam proses pembelajaran peserta didik harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali (to revienvent) matematika melalui bimbingan
guru dan penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus
dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (de Lange, 1995)
dalam (Daryanto, 2013, hal. 161).
Maka pengembangan pembelajaran lebih realistik, bukan sekedar idealisme
pendidikan yang sulit diterapkan dalam kehidupan. Pengembangan pembelajaran adalah
usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran, baik secara materi maupun metode
dan subtitusinya. Secara materi, artinya dari aspek bahan ajar yang disesuaikan dengan
perkembangan pengetahuan, sedangkan secara metodologis dan subtansinya berkaitan
dengan pengembangan strategi pembelajaran, baik secara teoritis maupun praktis.
Penelitian pengembangan adalah suatu atau langkah-langkah untuk
mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang
dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan
produk baru melalui pengembangan. Berdasarkan pengertian pengembangan yang telah
diuraikan yang dimaksud dengan pengembangan adalah suatu proses untuk menjadikan
potensi yang ada menjadi sesuatu yang lebih baik dan berguna sedangkan penelitian dan
pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu
produk atau menyempurnakan produk yang telah ada menjadi produk yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan. Melalui
bahan ajar guru akan lebih mudah dalam mengajar dan peserta didik akan lebih terbantu
dan mudah dalam belajar. Berikut beberapa pengertian mengenai bahan ajar:
a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan (bahan tertulis atau bahan tidak
tertulis) yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-
mengajar di kelas.
b. Bahan ajar merupakan informasi, alat atau teks yang diperlukan untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
c. Bahan ajar adalah seperangkat atau subtansi pembelajaran yang disusun
secara sistematis menampilkan sosok utuh dari kompetensi akan dikuasai
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Secara garis besar dapat disimpulkan defenisi bahan ajar yaitu seperangkat
materi baik tertulis maupun tidak tertulis yang disusun secara sistematis dengan
menampilkan sosok utuh kopetensi yang akan dikuasai peserta didik untuk membantu
guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jika guru bisa
memanfaatkan bahan ajar secara baik, maka guru dapat berbagi peran dengan bahan
ajar. Dengan begitu, peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran.
Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh siswa, sesuai usia dan tingkat pengetahuan mereka agar
mereka dapat belajar secara mandiri dengan bimbingan minimal dari pendidik (Andi
Prastowo, 2012: 106). Penggunaan modul dalam pembelajaran bertujuan agar siswa
dapat belajar mandiri tanpa atau dengan minimal dari guru. Di dalam pembelajaran,
guru hanya sebagai fasilitator.
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Sukiman (2011: 131) yang
menyatakan bahwa modul adalah bagian kesatuan belajar yang terencana yang
dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam mencapai tujuan belajarnya.
Siswa yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menguasai materi.
Sementara itu, siswa yang memiliki kecepatan rendah dalam belajar bisa belajar lagi
dengan mengulangi bagian-bagian yang belum dipahami sampai paham.
Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2008: 14) modul merupakan suatu
paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk kepentingan belajar
siswa. Pendekatan dalam pembelajaran modul menggunakan pengalaman siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terdapat hal-hal penting dalam
mendefinisikan modul yaitu bahan belajar mandiri, membantu siswa menguasai tujuan
belajarnya, dan paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk
kepentingan belajar siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa modul merupakan paket
program yang disusun dan didesain sedemikian rupa sebagai bahan belajar mandiri
untuk membantu siswa menguasai tujuan belajarnya. Oleh karena itu, siswa dapat
belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
Modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik yang diperlukan
sebagai modul agar mampu menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi
penggunannya. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008: 4-
7), modul yang akan dikembangkan harus memperhatikan lima karaktersistik sebuah
modul yaitu self instruction, self contained, stand alone, adaptif, dan userfriendly.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy Kellen (1998) mencatat bahwa
terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-
centered). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran inkuiri dan discoveri serta pembelajaran induktif.
Menurut Sanjaya (2008:127) “Pendekatan dapat dikatakan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada
pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum”. Berdasarkan
kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan langkah awal pembentukan
suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian, yang akan menentukan
arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan
terhadap masalah atau objek kajian yang akan ditangani.
De Lange (Soedjadi, 2007) mengungkapkan bahwa terdapat lima karakteristik
Pendidikan Matematika Realistik diantaranya: a. Menggunakan konteks Pembelajaran
menggunakan masalah kontekstual; b. Menggunakan Model Dalam pendidikan
matematika sering perlu melalui waktu yang panjang serta bergerak dari berbagai
tingkat abstraksi. ; c. Menggunakan kontribusi peserta didik; d. Interaktivitas Dalam
pembelajaran perlu sekali melaksanakan interaksi, baik antara peserta didik dan peserta
didik maupun bila perlu antara peserta didik dan guru yang bertindak sebagai fasilitator;
e. Keterkaitan antar topik Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa
matematika adalah ilmu yang terstruktur dengan ketat konsistensinya.
Menurut Hobri (Isrok'atun & Rosmala, 2018, hal. 74-75) terdapat lima tahapan
model pembelajaran matematika realistik, yaitu: a. Memahami Masalah Kontekstual; b.
Menjelaskan Masalah Kontekstual ; c. Menyelesaikan Masalah Kontekstual; d.
Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban; e. Menyimpulkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
pengembangan dengan judul “Pengembangan Modul Matematika Siswa Berbasis
Pendekatan PMRI Pada Materi Bentuk Pecahan Kelas IV Sekolah Dasar”.
BSNP (2010, hal. 42-43) merumuskan delapan paradigma pendidikan nasional
Abad 21, dua diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menghadapi abad 21 yang makin syarat dengan teknologi dan sains dalam
masyarakat global di dunia ini, maka pendidikan kita haruslah berorientasi pada
ilmu pengetahuan matematika dan sains alam disertai dengan sains sosial dan
kemanusiaan (humaniora) dengan keseimbangan yang wajar.

2. Pendidikan ilmu pengetahuan, bukan hanya membuat seorang peserta didik


berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap keilmuan dan terhadap ilmu
pengetahuan, yaitu kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, namun
disertai pula dengan kemampuan beradaptasi. Di samping memberikan ilmu
pengetahuan, pendidikan ini harus disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur
dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat yang
sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup antar bangsa
dengan saling menghormati dan saling dihormati.

Dari paradigma pendidikan nasional abad ke-21 dibutuhkan pembelajaran yang


mampu mencakup prinsip-prinsip pembelajaran abad ke-21.

Menurut Jean Piaget (Lefudin, 2014, hal. 89-96) setiap individu mengalami
tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut:
1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangannya, anak mengalami dunianya melalui gerak dan
inderanya serta memperlajari permanensi obyek. Pada tahap ini, intelegensi anak
lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti
melihat, meraba, menjamak, mendengar dan lain-lain.
2. Tahap pra operasional (umur 2-7 tahun)
Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan simbol/bahasa tanda dan
konsep intuitif.
3. Tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun)
Ciri pokok perkembangannya, anak mulai berfikir secara logis tentang kejadian-
kejadian konkret. Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan sistem
pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis.
4. Tahap operasi formal (umur 11 tahun keatas)
Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak dan logis. Pada tahap ini
seorang remaja sudah dapat berfikir logis, berfikir dengan pemikiran teoritis
formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis dan dapat mengambil
kesimpulan lepas dari yang dapat diamati saat itu.
Pecahan adalah pembagian dua bilangan bulat dengan bilangan yang dibagi
disebut pembilang dan bilangan pembagi disebut penyebut (Nuharini & Priyanto, 2016,
hal. 17). Kue dipotong menjadi empat bagian. Setiap bagian yang telah dipotong
menunjukkan 1/4 bagian. Amati gambar berikut:

1/4
Setiap bagian kue menunjukkan pecahan . Pecahan di atas dapat dijelaskan
bahwa 1/4 , 1 sebagai pembilang dan 4 sebagai penyebut. Berdasarkan uraian diatas
dapat dikatakan bahwa pecahan dapat dibentuk dari operasi pembagian.
Pecahan yang berbeda dapat bernilai sama asalkan perbandingannya tetap.
Pecahan tersebut dinamakan pecahan senilai. Untuk menentuka pecahan senilai dapat
dilakukan dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama atau
dilakukan dengan membagi pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama
(Nuharini & Priyanto, 2016, hal. 21).
Apakah ada hubungan satu dengan dari pecahan berikut: 1/2 = 2/4 = 3/6 = 4/8 dst.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah Penelitian Pengembangan (Development
Research). Untuk menghasilkan produk tertentu maka digunakan metode ini. Penelitian
ini digunakan untuk menghasilkan modul matematika siswa berbasis pendekatan PMRI
pada materi bentuk pecahan kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian ini dilaksanakan di SD
IT Salsabila Palembang dengan subjek penelitian yakni kelas IV yang berjumlah 17
orang peserta didik sebagai uji coba lapangan operasional. Penelitian ini dilakukan pada
awal semester ganjil tahun ajaran 2019-2020
Prosedur penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D yang merupakan
singkatan dari Define,Design, Develop,Disseminate.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam prosedur pengembangan 4-D
(Thiagarajan, Semmel, & Semmel, 1974) antara lain:
1. Tahap Pendefinisian (Define)

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-
syarat pengembangan. Tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk
tentu membutuhkan analisis kebutuhan yang berbeda-beda. Thiagarajan (1974, hal. 6)
menganalisis lima kegiatan yang dilakukan dalam tahap define yaitu:
1. Front end analysis (Analisis Awal Akhir)
Pada tahap awal, peneliti perlu mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu.
Dalam kurikulum terdapat kompetensi yang ingin dicapai. Analisis kurikulum
berguna untuk menetapkan pada kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan
dikembangkan. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan tidak semua
kompetensi yang ada dalam kurikulum dapat disediakan bahan ajarnya.
2. Learner analysis (Analisis peserta didik)
Pada tahap ini untuk mengenali karakteristik peserta didik yang akan
menggunakan bahan ajar. Hal ini penting karena semua proses pembelajaran
harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.
3. Task analysis (Analisis tugas)
Analisis tugas yaitu kumpulan prosedur untuk menentukan isi materi yang
dimasukan dalam konten bahan ajar yang dikembangkan. Analisis materi
dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu diajarkan,
mengumpulkan dan memilih materi yang relevan, dan menyusunnya kembali
secara sistematis.
4. Concept analysis (Analisis konsep)
Analisis konsep bertujuan mengidentifiksi konsep-konsep yang terkait dengan
materi pokok. Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-
langkah yang akan dilakukan secara rasional.
5. Specifying instructional objectives (Spesifikasi tujuan pembelajaran)
Sebelum menulis bahan ajar, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak
diajarkan perlu dirumuskan terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk membatasi
peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula pada saat sedang menulis
bahan ajar.
2. Tahap Perancangan (Design)
Thiagarajan (1974, hal. 7) membagi tahap design dalam empat kegiatan yaitu:
1. Constructing criterion referenced test (Penyusunan Tes Kriteria)
Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui kemampuan
awal peserta didik dan sebagai alat evaluasi setelah implementasi kegiatan.
2. Media selection (Pemilihan Media)
Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan katakteristik
peserta didik.
3. Format selection (Pemilihan Format)
Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media
pembelajaran yang digunakan.
4. Initial design (Rancangan Awal)
Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah
pembelajaran yang telah dirancang. Pada tahap rancangan awal akan
menhgasilkan prototype I. Tahap ini dilakukan untuk membuat modul sesuai
dengan kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi. Sebelum rancangan
produk dilanjutkan ke tahap berikutnya maka rancangan produk tersebut perlu
divalidasi. Validasi rancangan produk dilakukan oleh dosen ataun guru dari
bidang studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi tersebut, ada
kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran
validator.
3. Tahap Pengembagan (Develop)
Thiagarajan (1974, hal. 8) membagi tahap pengembangan dalam beberapa kegiatan
yaitu:
1. Expert apprasial (Validasi Ahli)
Expert apprasial merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan
rancangan produk. Dalam kegiatan ini prototype I dilakukan validasi oleh ahli
diantaranya validasi materi, validasi media dan validasi bahasa. Saran-saran
yang diberikan digunakan untuk memperbaiki rancangan pembelajaran yang
telah disusun. Validasi ahli dilakukan bertujuan untuk menghasilkan draf yang
valid untuk diuji cobakan. Hasil dari validasi untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangan yang terdapat pada prototype I. Prototype I tersebut diperbaiki
sehingga menjadi prototype II yang layak untuk diuji cobakan secara terbatas.
2. Development testing (Pengujian Pengembangan)
Development testing merupakan kagiatan uji coba rancangan produk pada
sasaran subjek. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar
dari sasaran pengguna produk. Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki
produk. Dilakukan dua kali uji coba lapangan seperti berikut:
a. Uji Coba Lapangan Terbatas
Uji coba lapangan terbatas bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon
peserta didik terhadap produk yang dikembangkan dengan memberikan
angket respon siswa. Pada tahap ini, prototype II diujicobakan pada
kelompok kecil yang terdiri dari 8 orang peserta didik kelas V sekolah dasar.
Saran dan komentar yang diperoleh dari peserta didik untuk menghasilkan
prototype yang praktis, kemudian dilakukan uji lapangan berikutnya.
b. Uji Coba Lapangan Operasional
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan produk akhir yang layak digunakan
dalam pembelajaran. Uji coba lapangan operasional dilakukan pada subjek
penelitian kelas IV sekolah dasar. Pada tahap ini dilakukan tes akhir dan
perhitungan terhadap skor akhir peserta didik yang digunakan untk melihat
efek potensial dari modul yang dikembangkan.
4. Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tahap penyebaran merupakan tahap akhir pengembangan. Pada tahap ini,
penggunaan Modul Matematika Siswa berbasis pendekatan PMRI yang telah
dikembangkan pada skala yang lebih luas. Penyebarluasan dan penerapan modul ini
dengan cara memberikan sosialisasi kepada guru-guru di sekolah dan memberikan
penjelasan cara penggunaannya.

Teknik Pengumpulan Data


1. Angket (Kuesioner)
Menurut Sugiyono (2016, hal. 142) angket merupakan teknik mengumpulkan
data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket ini digunakan
untuk memperoleh data berupa tanggapan terhadap modul matematika siswa
berbasis PMRI yang dikembangkan. Pengumpulan data yang dilakukan adalah
memberikan angket kepada para ahli pada saat dilakukan validasi dan kepada
peserta didik yang bukan subjek penenlitian setelah melakukan pembelajaran
dengan menggunakan modul matematika siswa berbasis pendekatan PMRI pada
saat uji lapangan terbatas.
2. Tes
Menurut Arikunto (2012, hal. 193) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar
peserta didik dan melihat efek potensial modul matematika siswa berbasis PMRI
terhadap hasil belajar peserta didik tersbut setelah mendapatkan pembelajaran
dengan menggunakan modul matematika siswa berbasis pendekatan PMRI.
Hasil belajar tersebut diperoleh dengan memeriksa lembar jawaban latihan dan
lembar jawaban tes akhir peserta didik.

HASIL PENELITIAN
Penelitian pengembangan ini telah berhasil dalam mengembangkan modul matematika
berbasis pendekatan PMRI pada materi bentuk pecahan. Berikut tahap pengembangan
modul tersebut menggunakan model pengembangan 4-D, yaitu tahap pendefinisian
(define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran
(disseminate). Berikut adalah penjelasan data hasil pengembangan modul untuk masing-
masing tahapan.
1. Tahap Pendefinisian ( Define)
Tahap ini merupakan tahap awal yang meliputi serangkaian analisis kebutuhan
dalam pembelajaran matematika di SD IT Salsabila Palembang. Langkah-
langkahdari tahap ini yaitu sebagai berikut:
a. Front end analysis ( Analisis Awal Akhir)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kurikulum yang dilaksanakan oleh
sekolah tempat dilakukannya penelitian.
b. Learner analysis ( Analisis Peserta Didik )
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakter peserta didik yang menjadi
subjek penelitian.
c. Task analysis (Analis tugas)
Analisis ini bertujuan untuk mementukan materi apa yang akan dijadikan
bahan ajar yang akan dikembangkan
d. Concept analysis (Analisis Konsep)
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menyususn dan merinci s
konsep-konsep utama yang akan diajarkan secara sistematis dan terperinci
sehingga relevan hubungannya antara konsep yang satu dengan yang lain
e. Specifying instrutional objectives ( Spesifikasi tujuan pembelajaran)
Perumusan tujuan pembelajaran ini beerdasarkan pada kompetensi dasar dan
kompetensi inti yang tercantum dalam kurikulum 2013. Tujuan materi
pecahan ini yakni peserta didik dapat menuliskan bentuk pecahan,
menetukan pecahan senilai, perbandingan pecahan dll.
2. Tahap Perancangan (Design)
Pada tahap ini merupakan tahap merancang draf awal. Tahap ini meneliti dan
me3rancang bahan ajar berupa bahan ajar modul matematika siswa berbasis
pendekatan PMRI yang kemudian akan di uji kevalidasiannya oleh ahli.
a. Constructing Criterion Referenced Test ( Penyusunan Tes Kriteria)
b. Media Selection ( Pemilihan Media)
c. Format Selection (Pemilihan Format)
d. Initial Design ( Rancangan Awal)
3. Tahap Pengembangan ( Develop )
Pada tahap ini terdiri atas penilaian validasi ahli dan uji pengembangan produk.
Prototype yang telah divalidasi dan diperbaiki akan diuji cobakan secara terbatas
di kelas IV sekolah dasar.
a. Expert apprasial (Validasi Ahli)
Pada tahap ini, prototype I divalidasi oleh ahli dengan tujuan untuk
mendapatkan prototype yang valid. Peneliti membuat surat permohonan
validator dan meyiapkan lembar validasi yang berisi pertanyaan-pertanyaan.
Kemudian, peneliti meminta kesediaan para validator untuk memberi
penilaian, komentar, dan saran terhadap modul matematika siswa berbasis
pendekatan PMRI yang dikembangkan. Validator dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Validator Modul Matematika Siswa Berbasis Pendekatan PMRI
Validator Jabatan
Nyimas Inda Kusumawati, S.Si., M.Pd. Dosen Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Muhammadiyah Palembang
Ummu Na’imah, M.Pd. Dosen Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Muhammadiyah Palembang
Supriatini, S.Pd., M.Pd. Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP
Universitas Muhammadiyah Palembang

b. Development testing (Pengujian Pengembangan)


1) Pada tahap ini dilakukan uji coba lapangan terbatas dengan tujuan untuk
mendapatkan prototype yang praktis dan memperhatikan kesulitan-
kesulitan yang dialami peserta didik selama proses pembelajaraan
menggunakan modul matematika yang dikembangkan sehingga dapat
memberikan indikasi apakah modul matematika yang dikembangkan
perlu direvisi atau tidak.
2) Setelah diperoleh prototype yang valid dan praktis, maka akan
dilakukan uji coba lapangan opeasinal pada subjek penelitian. Uji coba
lapangan operasional akan dilakukan untu melihat efek potensial dari
modul matematika yang dikembangkan.
4. Tahap Desiminasi (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Desiminasi modul matematika
siswa berbasis pendekatan PMRI yang dikembangkan dan memberikan
penjelasan cara pengguaan modul tersebut kepada kepala sekolah dan guru-guru
di sekolah tempat penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2017). Pendekatan dan Model Pembelajaran Yang Mengaktifkan Siswa. Edureliga ,
1, 45-61.

Hasratuddin. (n.d.). Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal


Pendidikan Matematika Paradikma , 130-141.

Idris, I., & Silalahi, D. K. (2016). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia untuk Menyelesaikan Kemampuan Penyelesaqian Soal Cerita pada Kelas VII A SMP
UTY. Jurnal EdumatSains , 1, 73-82.

Mardati, A. (2016). Pengembangan Modul Matematika. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar , 3, 1-


7.

Nurkholis. (2013). Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal Kependidikan , 1, 24-
44.

Permadi, W. E., & Irawan, E. B. (2016). Memahamkan Konsep Pecahan pada Siswa Kelas IV SD
Negeri Sumber Rejo 03 Kabupaten Malang. Jurnal Pendidikan , 1, 1735-1738.

Prafitriyani, S., & Dassa, A. (2016). Exploration of Procedural Knowledge Solving Arithmetic
Operating of Grade XI Student at SMAN 17 Makassar. Jurnal Daya Matematis , 4, 101-118.

Rahmawati, D., & Putri, A. D. (2015). Kefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada Kemampuan Pemecahan Masalah Pokok Bahasan
Segiempat di MTs Negeri 1 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika RAFA , 1.

Sholihah, D. A., & Mahmudi, A. (2015). Keefektifan Eksperimential Learning Pembelajaran


Matematika MTs Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Jurnal Riset Pendidikan Matematika , 2, 175-
185.
Siagian, M. D. (2016). Kemampuan Koneksi Matematika Dalam Pembelajaran Matematika.
JOurnal of Mathematics Education and Science , 1 (1), 58-67.

Susilowati, E. (2018). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa SD Melalui
Model Realistic Mathematics Education Pada Siswa Kelas IV Semester 1 SD Negeri 4 Kradenan.
Jurnal Pinus , 4, 44-53.

Anda mungkin juga menyukai