LP Resiko Dan Gangguan Jiwa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 143

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO GANGGUAN JIWA

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
“KETIDAKBERDAYAAN”

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
A. DEFINISI
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya
kontrol personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang
mempengaruhi pandangan tujuan dan gaya hidup (Carpenito 2009).
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna ;suatu keadaan dimana
individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang
baru dirasakan (NANDA, 2015).
B. TANDA DAN GEJALA
1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2. Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan
untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
6. Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi
tentang perawatan
7. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan
kesempatan
8. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
9. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
10. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang
lain ketika mendapat perlawanan
11. Apatis dan pasif
12. Ekspresi muka murung
13. Bicara dan gerakan lambat
14. Tidur berlebihan
15. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
16. Menghindari orang lain

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang perlu dikaji
Data Masalah
Subjektif: Harga diri rendah.
1. Mengatakan secara verbal ketidak mampuan
mengendalikan atau mengetahui situasi.
2. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
3. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
Objektif:
1. Tidak berpartisipasi dalam mengambil
keputusan saat kesempatan diberikan.
2. Segan mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya.
3. Apatis, pasif
4. Ekspresi muka murung.
5. Bicara dan gerakan lambat.
6. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
7. Tidur berlebihan.
8. Menghindari orang lain

1. Intervensi Generalis Pada Pasien


TujuanUmum
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya.
c. Pasien mampu memodifikasi pola kognitif yang negatif
d. Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berkenaan dengan perawatannya sendiri.
e. Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang
realistis.
Tindakan Keperawatan
SP1 :Assesmen ketidakberdayaan dan latihan berpikir positif
1. Bina hubungan saling percaya
a. Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil
pasien sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian
ketidakberdayaan agar proses penyembuhan lebih cepat
2. Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan
pengendalian ketidakberdayaan
3. Bantu pasien mengenal ketidakberdayaan:
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan
menguraikanperasaannya.
b. Bantu pasien mengenal penyebab ketidakberdayaan
c. Bantu klien menyadari perilaku akibat ketidakberdayaan
d. Bantu Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan
identifikasi area-area situasi kehidupannya yang tidak berada
dalam kemampuannya untuk mengontrol
e. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
berpengaruh terhadap ketidak berdayaannya
f. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien tanpa
memintanya untuk menyimpulkan
g. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk
menurunkan melalui interupsi atau subtitusi
h. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
i. Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat
pasien
j. Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan
pendapatnya yang tidak rasional
4. Latih mengembangkan harapan positif (afirmasi positif)

SP2 : Evaluasi asesmen ketidakberdayaan, manfaat mengembangkan


harapan positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
1. Pertahankan rasa percaya pasien
a. Mengucapkan salam dan member motivasi
b. Asesmen ulang ketidakberdayaan dan kemampuan
mengembangkan pikiran postif
2. Membuat kontrak ulang: latihan mengontrol perasaan
ketidakberdayaan
3. Latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
melalui peningkatan kemampuan mengendalikan situasi yang
masih bisa dilakukan pasien. (Bantu klien mengidentifikasi area-
area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya. Dukung kekuatan
– kekuatan diri yang dapat di identifikasi oleh klien) misalnya klien
masih mampu menjalankan peran sebagai ibu meskipun sedang
sakit.
Intervensi Generalis pada Keluarga
a. Tujuan :
1. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan pada anggota keluarganya
2. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan
3. Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1)Mendiskusikan kondisi pasien: ketidakberdayaan, penyebab, proses
terjadi, tandadangejala, akibat
2) Melatih keluarga merawat ketidakberdayaan pasien
3) Melatih keluarga melakukan follow up
SP1 keluarga:penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:
1. Bina hubungan saling percaya
a. Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan ketidakberdayaan
pasien dan cara merawat agar proses penyembuhan lebih cepat
c. Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan
cara merawat ketidakberdayaan pasien
2. Bantu keluarga mengenal ketidakberdayaan:
a. Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala,
serta akibatnya
b. Menjelaskan cara merawat ketidakberdayaan pasien: membantu
mengembangkan motivasi bahwa pasien dapat mengendalikan
situasi dan memotivasi cara afirmasi positif yang telah dilatih
perawat pada pasien
SP 2 keluarga : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara latihan
mengontrol perasaan ketidakberdayaan dan follow up
1. Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
2. Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up
3. Menyertakan keluarga saat melatih pasien latihan mengontrol
perasaan tidak berdaya
4. Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi pasien yang perlu
dirujuk (klien tidak mau terlibat dalam perawatan di Rumah Sakit) dan
cara merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah
Psikososial. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CNHM(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku
Kedokteran: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
“HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL”

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022

A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, rendah
diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (keliat, 2011).
Harga diri rendah situasional merupakan perkembangan persepsi negatif
tentang harga diri sebagai respons seseorang terhadap situasi yang sedang
dialami.(Wilkinson, 2012).
B. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini
dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien
gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR
adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok
(Yosep, 2007).
C. Tanda dan Gejala
1. Data Subjektif :
a. Mengungkapkan rasa malu/bersalah
b. Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
c. Mengungkapkan hal-hal yang negative tentang diri (misalnya,
ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan).
2. Data Obektif
a. Kejadian menyalahkan diri secara episodic terhadap permasalahan
hidup yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif.
b. Mengevaluasi diri seperti tidak mampu untuk mengatasi
permasalahan/situasi
c. Kesulitan dalam membuat keputusan
D. Pohon Masalah
Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

(Nita,Fitria. 2010)
E. Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
F. IntervensiGeneralis
Tujuan Umum :Klien mampu mencapai kembali harga diri terdahulu yang
positif.
Tujuan Khusus
1. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
2. Klien dapat melakukan keterampilan perawatan diri untuk meningkatkan
harga diri.
3. Klien dapat melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan balik
yang efektif.
4. Klien dapat menyadari hubungan yang positif antara hargadiri dan
kesehatan fisik.

Intervensi Keperawatan
1. Tingkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan
pemecahan masalah yang efektif dengan cara :
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan perasaan diri.
b. Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan evaluasi
diri yang positif yang terdahulu.
c. Eksplorasi bersama pasien lingkungan organisasi pekerjaan
(kestabilan organisasi, konflik interpersonal, ancaman terhadap
pekerjaan saat ini.
d. Bantu pasien mengkaji pilihan yang realistic terhadap diri di dalam
organisasi yang telah ada dan kemungkinan kesempatan kerjalain,
dalam jangka panjang atau jangka pendek.
e. Ikut sertakan pasien dalam pemecahan masalah (mengidentifikasi
tujuan yang meningkat dan mengembangkan rencana tindakan untuk
memenuhi tujuan).
2. Berikan dorongan pada keterampilan perawatan diri untuk harga diri
dengan cara :
a. Bersama pasien meninjau kelompok masyarakat yang dapat
membantu dalam pemecahan masalah dan pebuatan keputusan.
b. Tawarkan pasien bahan-bahan bacaan yang mungkin membantu dalam
pemecahan masalah.
c. Ajarkan klien akibat negative membicarakan hal-hal yang negatif.
d. Ajarkan keterampilan resolusi konflik.
e. Ajarkan pasien pertahanan melawan serangan orang lain.
f. Rujuk sumber-sumber yang tersedia dalam mengidentifikasi kesempataan
untuk bekerja.
g. Bentuk lingkungan yang memberikan dukungan berdasarkan realitas untuk
pemecahan masalah dan umpan balik yang efektif.
h. Bantu pasien dalam menggambarkan tingkat penampilan kerja saat ini dan
dampaknya terhadap aspek lain dalam kehidupan sehari-hari.
i. Bantu pasien mengidentifikasi strategi pemecahan yang lalu, kekuatan,
keterbatasan serta potensi yang dimiliki.
j. Tawarkan harapan bahwa situasi akan dapat diatasi dengan menggambarkan
orang lain yang mempunyai masalah yang sama.
k. Sarankan pasien untuk selalu menyimpan bacaan agar dapat membantu dalam
pemecahan masalah dan mendapatkan umpan balik.
l. Berikan dukungan terhadap upaya pembuatan keputusan.
m. Tingkatkan kesadaran tentang hubungan yang positif antara harga diri dan
kesehatan fisik.
n. Kaji status kesehatan fisik dan perasaan positif antara harga diri dan kesehatan
fisik.
o. Ajarkan pasien tentang hubungan antara kesehatan fisik dengan perasaan
positif tentang diri.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial.


Jakarta:
Salemba Medika.

Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran.


Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic


course).
Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
“ANSIETAS”

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
A. Pengertian
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-
akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda
dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu
yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap
penilaian tersebut (Keliat, 2012).
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir)
seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai
gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan
Laraia,1998)dalam buku (Pieter,dkk,2011).

B. Faktor Predisposisi :
1. Biologis
a. Latar belakang genetik :
 Riwayat ansietas dalam keluarga, ada komponen genetik yang
sedang dan dihubungkan dengan fobiasosial dan depresi mayor
 Sensitivitas laktat
 Kembar monozigot 5 x > dizigot
 Sindrom kromosom 13 terkait dengan gangguan panik, sakit
kepala berat, hipotiroid
b. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal
(overweight).
c. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki riwayat penyakit fisik
 Riwayat penyakit kanker
 Riwayat gangguan pada paru-paru : (penyakit paru obstruksif
kronik, oedema paru, sumbatan jalan nafas, asma, embolus).
 Riwayat gangguan jantung (Penyakit jantung bawaan atau
demam rhematik, riwayat serangan jantung, dan hipertensi,
kondisi arteriosclerosis).
 Riwayat penyakit endokrin (Hipertiroid, hipoglikemi, hipotiroid,
premenstrual sindrom,menopause).
 Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi, Huntington’s disease,
Multiple Sclerosis, Organic Brain Syndrome).
 Riwayat penyakit gastrointestinal : Gastritis, Ulkus Peptik, CH
 Riwayat penyakit integumen : Herpes, Varisela, Eskoriasis
 Riwayat penyakit muskuloskletal : Fraktur dengan Amputasi,
 Riwayat penyakit reproduksi : Impoten, Frigid, Infertil,
 Riwayat penyakit kelamin :Gonorhoe, Sipilis
 Riwayat penyakit imunologi : HIV/AIDS, Sindrom Steven
Johnson
 Riwayat penggunaan zat Intoksikasi : obat antikoli nergik,
aspirin, kafein, kokain, halusinogen termasuk phenchiclidine,
steroid dan simpatomimetik.
 Riwayat putus zat : alkohol, narkotik, sedatif-hipnotik
Sensitivitas biologi :
 Secara anatomi :gangguan pada system limbik, talamus, korteks
frontal.
 Sistem neurokimia :GABA (Gama Amino Butiric Acid)
defisiensi relative atau ketidakseimbangan GABA.
 Norepinephrin : terlalu aktif atau kurang aktif di bagian otak
yang berkaitan dengan ansietas. Serotonin :kekurangan atau
ketidakseimbangan.
d. Paparan terhadap racun
2. Psikologis
a. Intelegensia
 Retardasi mental ringan IQ 50-70
 Retardasi mental sedang IQ 35-50
 Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan
 Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi
b. Kemampuan verbal
 Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran: buta
dan tuli.
 Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman :
perbedaan budaya dan lokasi tempat tinggal.
 Proses pengobatan yang menyebabkan gangguan bicara : ICU,
NGT, ETT, trakeostomi.
c. Kepribadian : ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen,
obsesif kompulsif/ kepribadian pencemas.
d. Pengalaman masa lalu Pengalaman yang tidak menyenangkan :
 Keluarga: masa kecil yang kacau, berpisah dengan orang tua
pada usia awal/dini, proses imitasi dan identifikasi diri terhadap
kedua orang tua.
 Tempat kerja : mutasi, PHK, pensiun, turun jabatan, konflik di
tempat kerja.
 Sekolah : tinggal kelas, tidak lulus, sering pindah sekolah.
 Masyarakat : riwayat pasca trauma yang buruk (pengalaman
berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, deprivasi atau
penyiksaan yang buruk).
e. Konsep diri
 Gambaran diri
 Tidak menyukai tubuhnya
 Merasa tidak sempurna
 Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, fungsi,
penampilan danpotensi yang dimiliki
 Identitas diri
 Kerancuan identitas
 Peran
 Konflik peran
 Peran ganda
 Ketidakmampuan menjalankan peran
 Tuntutan peran tidak sesuai usia
 Ideal diri
 Ideal diri tidak realistis
 Ideal diri terlalu rendah
 Ambisius
 Harga diri : harga diri rendah situasional
 Motivasi : motivasi rendah
 Pertahanan psikologis
 Self kontrol (kadang tidak mampu menahan diri
terhadap dorongan yang kurang positif).
 Menurut pandangan Psikoanalitik, ansietas adalah
konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, id dan super ego.
3. Sosial Budaya
a. Usia : remaja, dewasa awal
b. Gender :wanita : pria = 2 : 1
c. Pendidikan : kurang/ rendah
d. Pendapatan : kurang/ rendah
e. Pekerjaan : tidak tetap, tidak punya pekerjan,
tidakmandiridalamekonomi, bebankerja yang terlalutinggi
f. Status sosial : belum bisa memisahkan diri dari autokritas keluarga
g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis, nilai budaya yang
bertentangan dengan nilai kesehatan dan nilai dirinya
h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran
agama dan keyakinannya/mempunyai religi dan nilai agama yang buruk
i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power
syndrome
j. Pengalaman sosial : adanya perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan
bencana, kriminalitas, kadang tidak mampu berhubungan secara intim
dengan lawan jenis.
k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial
l. Keluarga : proses imitasi dan identifikasi diri terhadap kedua orang tua
C. Faktor Presipitasi
1. Nature
Faktor-faktor biologis
a. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal
(overweight).
b. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki sakit fisik (kehilangan salah
satu bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh).
c. Sensitivitas biologi :
 Secara anatomi : gangguan pada sistem limbik, talamus, korteks
frontal.
 Sistem neurokimia : GABA (Gama Amino Butiric Acid),
norepinephrin, serotonin.
d. Paparan terhadap racun
Faktor-faktor psikologis
a. Intelegensia
 Retardasi mental ringan IQ 50-70
 Retardasi mental sedang IQ 35-50
 Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan
 Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi
b. Kemampuan verbal
 Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran: buta
dan tuli.
 Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap.
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman :
perbedaan budaya ,lokasi tempat tinggal yang terisolasi
 Proses pengobatan : ICU, NGT, ETT, Trakeostomi

c. Moral
 Konflik dengan norma atau peraturan di masyarakat, tempat
kerja
 Pelanggaran norma dan nilai di masyarakatTerlibat masalah
hukum
d. Kepribadian :ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen,
obsesifkompulsif/ kepribadian pencemas.
e. Pengalaman yang tidak menyenangkan :(korban perkosaan, kehilangan
pekerjaan/ pensiun, kehilangan sesuatu/ orang yang dicintai, saksi
kejadian traumatis, ketegangan peran, kekerasan,
penculikan,perampokan, kehamilan di luar nikah, perselingkuhan).
f. Konsep diri
 Gambaran diri
 Tidak menyukai tubuhnya
 Merasa tidak sempurnaketidakpuasan terhadap ukuran
tubuh, fungsi, penampilan danpotensi yang dimiliki.
 Identitas diri
 Kerancuan identitasperan
 Konflik peran
 Peran ganda : ketidak mampuan menjalankan peran
tuntutan peran tidak sesuai usia
 Ideal diri
 Ideal diri tidak realistis
 Ideal diri terlalu rendah
 Ambisius
 Harga diri : harga diri rendah situasional
 Motivasi : motivasi rendah
g. Pertahanan psikologis : self kontrol
Faktor sosial budaya
a. Usia : remaja, dewasa awal
b. Gender : wanita : pria = 2 : 1
c. Pendidikan : kurang/ rendah
d. Pendapatan : kurang/ rendah
e. Pekerjaan : tidak tetap, tidak punya pekerjan, beban kerja yang terlalu
tinggi
f. Status sosial : menengah ke bawah
g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis
h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran
agama dan keyakinannya
i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power
syndrome
j. Pengalaman sosial : berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan kriminalitas,
bencana alam, peperangan/ konflik, kecelakaan).
k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial, gagal membentuk
keluarga baru, belum menikah.
2. Origin
Internal:Persepsi Individu yang buruk tentang dirinya dan orang lain
Eksternal
a. Kurang dukungan kelompok/ peer group
b. Kurang dukungan keluarga
c. Kurang dukungan masyarakat
3. Timing
a. Stres terjadi dalam waktu dekat
b. Stres terjadi dalam waktu yang cukup lama
c. Stres terjadi secara berulang-ulang/terusmenerus
4. Number
a. Sumberstreslebihdarisatu (semua stressor yang
adaselamausiatumbang)
b. Stresdirasakansebagaimasalah yang sangatberat

D. Klasifikasi Ansietas
Klasifikasi ansietas adalah :
1. Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah.
3. Ansietas berat
Ansietas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan perhatian pada hal kecil saja dan
mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan/ tuntutan.
4. Panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Lahan persepsi
sudah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi
dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/
tuntutan.
E. Tanda dan Gejala Ansietas
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang
khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Fase 1 
Keaadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (larisecepat-
cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu,
maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan
kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam
persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku
dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan
punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada
jari-jaritangan.  Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme
peningkatan dari system syaraf yang mengingatkan kita bahwa system
syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar
2. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan
otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa
mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri.
F. Penilaian Stressor
a. Kognitif
 Kerusakan perhatian
 Kurang konsentrasi
 Pelupa
 Kesalahan dalam menilai
 Preokupasi
 Bloking
 Penurunan lapangan pandang
 Berkurangnya kreativitas
 Produktivitas menurun
 Bingung
 Sangat waspadai
 Berkurangnya objektivitas
 Takut kehilangan kontrol
 Takut bayangan visual
 Takut akan terluka atau kematian
 Kesadaran diri meningkat
 Mimpi buruk
a. Afektif
 Mudah terganggu
 Tidak sabar
 Gelisah
 Tegang
 Nervous
 Takut
 Alarm
 Frustasi
 Teror
 Gugup
 Gelisah
 Merasa bersalah
 Pemalu
 Frustasi
b. Fisiologik
Cardiovaskuler
 Palpitasi
 Jantung berdebar
 TD meningkat
 Rasa mau pingsan
 Pingsan
 TD menurun
 Denyut nadi menurun
Pernafasan
 Nafas cepat
 Nafas pendek
 Tekanan pada dada
 Nafas dangkal
 Pembengkakan pada tenggorok
 Sensasi tercekik
 Terengah-engah
Neuromuskular
 Refleks meningkat
 Reaksi kejutan
 Mata berkedip-kedip
 Insomnia
 Tremor
 Rigiditas
 Gelisah
 Wajah tegang
Gastrointestinal
 Kehilangan nafsu makan
 Menolak makanan
 Rasa tidak nyaman pada abdomen
 Mual
 Rasa terbakar di perut
 Diare
 Perut melilit
Traktus Urinarius
 Tidak dapat menahan kencing
 Sering berkemih
Reproduksi
 Tidak datang bulan (amenore)
 Darah haid berlebihan
 Darah haid amat sedikit
 Masa haid berkepanjangan
 Masa haid amat pendek
 Haid beberapa kali dalam sebulan
 Menjadi dingin
 Ejakulasi dini
Integumen
 Wajah kemerahan
 Berkeringat setempat (telapak tangan)
 Gatal
 Rasa panas dan dingin pada kulit
 Wajah pucat
 Berkeringat seluruh tubuh
a. Behavioral
 Gelisah
 Ketegangan fisik
 Tremor
 Gugup
 Bicara cepat
 Kurang koordinasi
 Cenderung mendapat cedera
 Menarik diri dari hubungan interpersonal
 Menghalangi
 Melarikan diri dari masalah
 Menghindar
 Hiperventilasi
b. Respon Sosial
 Kadang - kadang menghindari kontak sosial/ aktivitas
sosialmenurun
 Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan

G. Sumber Koping
Personal ability
1. Kurang komunikatif
a. Hubungan interpersonal yang kurang baik
b. Kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu
c. Mengalamigangguanfisik
d. Perawatan diri yang kurang baik
e. Tidakkreatif
2. Sosial Support
a. Hubungan yang kurangbaikantar : indiv, keluarga , kelp dan
masyarakat
b. Kurang terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya
c. Ada konflik nilai budaya
3. Material Assets
a. Kurang memilki penghasilan secara individu
b. Sulit mendapat pelayanan kesehatan
c. Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi
4. Positive beliefs
a. Tidakmempunyaikeyakinan dan nilai yang positif
b. Kurang memiliki motivasi
c. Kurang berorientasi kesehatan pada
d. Pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan )
H. Mekanisme koping
1. Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya
sebagai suatu pilihan untuk pemecahan masalah. Seperti : negosiasi/
kompromi, meminta saran, perbandingan yang positif, penggantian
rewards.
2. Destruktif
Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik
tersebut. Seperti denial, supresi atau proyeksi, menyerang, menarik diri
I. POHON MASALAH

J. PENATALAKSANAAN

Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan


terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :

a.       Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

1)      Makan makan yang bergizi dan seimbang

2)      Tidur yang cukup.

3)      Cukup olahraga.

4)      Tidak merokok.

5)      Tidak meminum minuman keras. 


b.        Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan


memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-
transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANPADA


KLIEN ANSIETAS
K. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ny. N (30 tahun), bekerja, dirawat di Rumah Sakit B untuk pertama
kalinya dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah. Ny. N
merasa gelisah, cemas, tidak bisa tidur karena baru pertama kalinya
dirawat di Rumah Sakit
2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas
3. Tujuan :
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenal ansietas
c. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
d. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi
untuk mengatasi ansietas
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Tindakan Keperawatan pada
Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Identifikasi stressor cemas. 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Identifikasi koping maladaptif dirasakan keluarga dalam
dan akibatnya. merawat pasien
3. Bantu perluas lapang persepsi. 2. Menjelaskan pengertian, tanda
4. Konfrontasi positif (jika perlu). dan gejala ansietas sedang
5. Latih teknik relaksasi: nafas yang dialami pasien beserta
dalam. proses terjadinya.
6. Membimbing memasukkan dalam 3. Menjelaskan cara-cara
jadwal kegiatan. merawat pasien cemas.
SP II p SP II k
1. Validasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga
sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Latih koping: beraktivitas. pasien cemas sedang.
3. Membimbing memasukkan dalam 2. Melatih keluarga melakukan
jadwal kegiatan. cara merawat langsung pasien
cemas sedang.
SP III p SP III k
1. Validasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya. jadual aktivitas di rumah
2. Latih koping: olah raga. termasuk minum obat
3. Membimbing memasukkan dalam 2. Mendiskusikan sumber
jadwal kegiatan. rujukan yang bisa dijangkau
oleh keluarga

a. bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah :
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien
b. Bantu pasien mengenal ansietas
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya
 Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
 Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
 Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
 Pengalihan situasi
 Latihan relaksasi
 Tarik nafas dalam
 Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot
 Teknik 5 jari
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas
muncul
L. Proses pelaksanaan tindakan
Orientasi :
”Assalamualaikum mbak, perkenalkan nama saya susilowati, panggil saja
saya susi Ibu , saya perawat yang akan merawat mbak selama di rumah sakit
ini, saya akan datang setiap hari dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore, Apa betul
ini mbak LS ? Mbak lebih suka dipanggil siapa?”
”Tujuan saya merawat mbak untuk membantu mengatasi masalah yang mbak
rasakan”
”Bagaimana perasaan Mbak L pagi ini?”
”O, jadi Mbak L semalam tidak bisa tidur?”
”Baiklah, mbak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang Mbak rasakan?”
’Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit?”
”Kita berbincang-bincang disini saja ya mbak, di ruangan mbak?”
Kerja
”Coba mbak ceritakan apa yang mbak rasakan?”
”Oh, jadi mbak merasa gelisah, cemas karena harus dirawat di RS?”
”Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami sakit sehingga perlu dirawat di
RS?”
”Jadi mbak baru pertama kali dirawat di RS ?”
“Selama ini, bila mbak punya masalah yang mengganggu, apa yang mbak
lakukan?”
”Jadi kalau mbak punya masalah, mbak akan memikirkan terus masalah itu
sehingga mbak merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
“Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami masalah yang mbak anggap
cukup berat?”
“Apakah mbak mampu menyelesaikan masalah tersebut?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu mbak pernah mampu menyelesaikan masalah
yang cukup berat, saya yakin sekali mbak sekarang juga akan mampu
menyelesaikan kecemasan yang mbak rasakan”
“Baiklah mbak, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan
cara tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu
untuk mengurangi kecemasanyang mbak rasakan. Bagaimana kalau kita
latihan sekarang, Saya akan lakukan, mbak perhatikan saya, lalu mbak bisa
mengikuti cara yang sudah saya ajarkan. Kita mulai ya mbak.”
“Mbak silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, mbak tarik
nafas dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga
setelah itu bapak hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara
perlahan-lahan. Nah, sekarang coba mbak praktikkan. Wah bagus sekali,
mbak sudah mampu melakukannya. Mbak bisa melakukan latihan ini selama
5 sampai 10 kali sampai mbak merasa relaks atau santai”
Terminasi
”Bagaimana perasaan mbak setelah kita ngobrol tentang masalah yang mbak
rasakan dan latihan relaksasi?”
”Bagus sekali, jam berapa mbak akan berlatih lagi melakukan cara ini? Mari,
kita masukkan dalam jadual harian mbak. Jadi, setiap mbak merasa cemas,
mbak bisa langsung praktikkan cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai
jadwal yang telah kita buat. Latihan relaksasi ini hanya salah satu cara yang
bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan atau ketegangan, masih ada cara
lain dengan latihan mengerutkan dan mengendurkan otot, bagaimana kalau
kita latihan cara yang kedua ini besok pagi, seperti biasa jam 10 pagi di
ruangan ini? Assalamualaikum, mbak”

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, DiagnosaKeperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)

Hawari, D., 2008, ManajemenStresCemas dan Depresi, BalaiPenerbitFKUI :


Jakarta.

Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As :
Jakarta.

Nurjannah, I., 2004, PedomanPenanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,


Proses Keperawatan dan HubunganTerapeutikPerawat-Klien, Penerbit
MocoMedia : Yogyakarta.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar KeperawatanKesehatan Jiwa, EGC :

Jakarta.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.


LAPORAN PENDAHULUAN
“GANGGUAN CITRA TUBUH”

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022

A. Masalah Utama
Gangguan Citra tubuh
B. Kondisi Klien (Kasus)
seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas
setelah pulang dari sekolah sehingga kaki kirinya harus diamputasi. AT sangat
marah, kecewa dan sedih karena dokter telah mengamputasi kakinya saat dia
masih tidak sadarkan diri dari peristiwa kecelakaan tersebut. Tindakan
amputasi yang dilakukan medis sudah atas persetujuan kedua orang tua AT.
Bd dalam kehidupan sehari-harinya termasuk anak yang pendiam dan
setiap ada masalah selalu dipendam sendiri. Setelah mendapat perawatan
selama 10 hari AT masih diam dan tidak mau melihat apalagi menyentuh
kakinya yang telah diamputasi. Sekarang AT sudah pulang dari rumah sakit
tetapi sikap dan perilaku AT tetap saja seperti di rumah sakit lebih banyak
diam bahkan mudah tersinggung serta cepat marah dan tidak mau keluar
rumah apalagi bergaul dengan orang lain atau tetangga. AT juga menolak
untuk dijenguk oleh teman-teman sekelasnya.
C. Proses Terjadinya Masalah
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart-Laraia, 2005). Konsep
diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan
dengan realitas dunia. Kosep diri terdiri atas komponen : Citra tubuh (Body
image), Ideal diri (Self ideal), Harga diri (Self esteem), Identitas diri (Personal
identity) dan Penampilan peran (role performance).
Pengertian Citra Tubuh (Body image)
1. Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu
tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-
bagiannya yang digambarkan dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine,
2003).
2. Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang,
serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh
(Stuart-Laraia, 2005).
Pengertian Gangguan Citra tubuh( Body image, disturbed)
1. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan
bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang
diinginkan (Stuart-Laraia, 2005).
2. Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan diri dalam cara memandang
dan menerima gambaran tubuh (Nanda, 2005).
3. Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan secara mental dalam
memandang fisik diri sendiri (Nanda, 2008).
D. Etiologi
Faktor Predisposisi
Adanya riwayat :
1. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa
bayi, anak dan remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau
berlebih dari berat badan ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan
penuaan, pembedahan elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan
organ dan fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain,
pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine,
Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat,
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
3. Sosial budaya
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya
bertentangan dengan nilai individu, pengalaman sosial yang tidak
menyenangkan, kegagalan peran sosial.
Faktor Presipitasi
1. Trauma
2. Penyakit, kelainan hormonal
3. Operasi atau pembedahahan
4. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
5. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
6. Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ; radioterapi,
kemoterapi.
Sumber Koping
1. Hubungan interpersonal dengan orang lain.
2. Support dari keluarga, teman dan masyarakat dan jaringan sosial.
3. Bakat tertentu
4. Pekerjaan, penghasilan.
5. Keyakinan diri yang positif.
E. Tanda dan Gejala
1. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis
digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu
banyak dan kenyataan peru bahan tubuh membuat klien menggunakan
mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi
untuk mempertahankan keseimbangan diri.
2. Menarik Diri
Menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan ,tetapi karena
tidak mungkin maka lari atau menghindar secara emosional, menjadi
pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan
dalam perawatannya.
3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka
muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan
gambaran diri yang baru.
4. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
5. Tidak menerima perubahan yang terjadi
6. Menolak penjelasan perubahan tubuh
7. Persepsi negatif terhadap tubuh
F. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
a. Berfokus pada masalah : negosiasi, konfrontasi dan meminta
nasehat/saran.
b. Berfokus pada kognitif : perbandingan yang positif, penggantian
rewards, antisipasi.
2. Destruktif
Berfokus pada emosi : Denial, Proyeksi, Represi, Kompensasi, Isolasi.
G. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik yang dikemukakan Nanda (2008) pada klien dengan
Gangguan Citra Tubuh adalah sebagai berikut :
1. Perilaku mengakui bagian tubuh.
2. Perilaku menghindari bagian tubuh.
3. Perilaku memonitor bagian tubuh.
4. Respon nonverbal terhadap perubahan tubuh yang aktual (misalnya
penampilan, struktur atau fungsi)
5. Respon nonverbal terhadap penerimaan perubahan tubuh (misalnya
penampilan, struktur atau fungsi).
6. Verbalisasi perasaan sebagai refleks terhadap perubahan penampilan
bagian tubuh (misalnya penampilan, struktur, fungsi).
7. Verbalisasi persepsi sebagai refleks terhadap perubahan penampilan
bagian tubuh yang terlihat.
Objektif :
1. Perubahan fungsi yang aktual.
2. Perubahan struktur yang aktual.
3. Perilaku mengakui bagian tubuh
4. Perilaku memonitor bagian tubuh.
5. Perubahan dalam kemampuan memperkirakan jarak untuk berhubungan.
6. Perubahan keterlibatan dalam sosial.
7. Perluasan batasan tubuh yang digabungkan dengan objek lingkungan.
8. Menyembunyikan bagian tubuh dengan sengaja.
9. Memperlihatkan bagai tubuh secara berlebihan dengan sengaja.
10. Lepasnya bagian tubuh.
11. Tidak tampak bagian tubuh.
12. Tidak tersentuh bagian tubuh.
13. Trauma yang menghilangkan fungsi bagian tubuh.
14. Tersembunyinya bagian tubuh yang tidak disengaja.
15. Penampakan bagian tubuh secara berlebihan yang tidak disengaja.
Subjektif :
1. Kehilangan depersonalisasi
2. Berfokus pada penampilan masa lalu.
3. Berfokus pada fungsi masa lalu.
4. Berfokus pada kekuatan masa lalu.
5. Perasaan negatif tentang tubuh (misalnya perasaan tidak berguna, tidak
ada harapan atau tidak ada kekuatan)
6. Berfokus (Preocupasi) pada masalah perubahan.
7. Berfokus (Preocupasi) pada masalah kehilangan.
8. Verbalisasi perubahan gaya hidup.

H. Faktor Yang Berhubungan


1. Fisik Injury
2. Kognitif Persepsi
3. Budaya Psikososial
4. Perubahan Perkembangan Spiritual
5. Penyakit Pembedahan
6. Tindakan pengobatan Trauma

I. Pohon Masalah
Gangguan harga diri ; harga
Akibat diri rendah

Masalah utama Gangguan Citra tubuh

Penyakit, trauma, pembedahan, efek


pengobatan, proses tumbuh kembang,
Penyebab perubahan hormonal

J. Data Yang Perlu Dikaji


1. Objektif :
b. Hilangnya bagian tubuh.
c. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
d. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
e. Menolak melihat bagian tubuh.
f. Menolak menyentuh bagian tubuh.
g. Aktifitas sosial menurun.
2. Subjektif :
a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas
dengan hasil operasi.
b. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak
berfungsi.
c. Menolak berinteraksi dengan orang lain.
d. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh
yang terganggu.
e. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
f. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
3. Konsep diri :Ideal diri ; tidak realistis, ambisius
4. Sosial budaya :
a. Nilai budaya yang ada di masyarakat.
b. Nilai budaya yang dianut individu
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang ditegakkan adalah : Gangguan Citra
Tubuh(Body Image, Disturbed)
L. Tindakan Keperawatan
1. Intervensi Generalis
Tindakan Keperawatan pada Individu
a. Tujuan
 Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya.
 Pasiendapatmeningkatkanpenerimaanterhadapcitratubuhnya.
 Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif) dirinya.
 Pasien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra
tubuh.
 Pasien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra
tubuh.
 Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu.
b. Tindakan Keperawatan
 Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya ; dulu dan
saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan
terhadap citra tubuhnya saat ini.
 Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap, bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
 Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
 Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu.
 Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
 Gunakan protesa, wig, kosmetik atau yang lainnya
sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru.
 Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang
mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal
 Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
 Susun jadwal kegiatan sehari-hari.
 Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat
dalam aktifitas keluarga dan sosial.
 Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain
yang berarti/mempunyai peran penting baginya.
 Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan
interaksi.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan :
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh.
 Keluarga mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra
tubuh.
 Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh.
 Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan
memberikan pujian atas keberhasilannya.
b. Tindakan Keperawatan
 Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang
terjadi pada pasien.
 Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan
citra tubuh.
 Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
 Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
pasien di rumah.
 Memfasilitasi interaksi di rumah.
 Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial.
 Memberikan pujian atas kegiatan yang telah
dilakukan pasien.
 Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan
keluarga dalam gangguan citra tubuh.
 Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga.
2. Intervensi Spesialis
a. Terapi Individu : Terapi CBT, Terapi Kognitif.
b. Terapi Keluarga : Family System Therapy, Terapi
Komunikasi.
c. Terapi Kelompok : Logoterapi, Terapi Suportif.
d. Terapi Komunitas : Psikoedukasi
M. Evaluasi
1. Evaluasi kemampuan pasien
2. Evaluasi kemampuan keluarga
3. Evaluasi kemampuan perawat
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat di
identifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya,
termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian,
mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh,
memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat,
memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan
perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang
disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan
rekonstruksi (Keliat, 1998).

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1993, Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di


Indonesia. III Depkes RI.

Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta : EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN
“KEPUTUSASAAN”

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022

A. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan
tidak dapat memobilisasi energy yang dimilkinya (NANDA, 2005).

B. Etiologi
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus – menerus
3. Faktor lingkungan
4. Orang terdekat
5. Status kesehatan
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman
C. Tanda dan Gejala
1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa
(“saya tidak dapat melakukan”)
2. Sering mengeluh dan Nampak murung.
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan.
6. Kontak mata kurang.
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
8. Nampak selalu murung atau blue mood.
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur.
12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.

D. Akibat
1. Stres
2. Depresi
3. Galau
4. Sakit
5. Pola hidup tidak teratur
6. Letih, lesu dan lemah
7. Hilang kesempatan yang ada
8. Trauma
9. Kematian
E. Pencegahan
1. Berbaik sangkalah kepada ALLAH,Ingat bahwa setiap yang kita alami
ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan
tuhan kepada kita.
2. Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3. Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk
mengatasi masalah yg tengah kita hadapi.
4. Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan.
Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka
ketegangan kita kan berkurang.
5. Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri
"KESEMPATAN APA BAGI SAYA DI SINI ? JALAN MANA YANG
TERBUKA BAGI SAYA ?"
6. Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar
bisa di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7. Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang  merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada  memikirkan kerugian yang kita alami, lebih
baik fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8. Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain  jika gagal,tapi
perhatikan baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan
pada diri sendiri bagaimana mengatasinya?
9. Pelihara selera humor dan tertawa memang tidak segera memecahkan
masalah,tetapi akan membantu kita melihat masalah secara perspektif.
Hal itu bagaikan cahaya dalam kegelapan.
10. Ingatlah bahwa kegagalan adalah guru yang paling berharga kita bisa
belajar tentang bagaimana kita bisa gagal dan bagaimana kita mengatasi
sebuah kegagalan.
F. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
2. Psikoterapi
3. Terapi Psikososial
4. Terapi Psikoreligius
5. Rehabilitasi
G. Data yang Perlu diKaji
1. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
2. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
3. Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan
H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
a. Persepsi yang adekuat tentang rasa keputusasaan
b. Dukngan yang adekuat ketika putus asa terhadap suatu masalah
c. Perilaku koping yang adekuat selama proses
3. Faktor predisposisi
a. Faktor genetik
b. Kesehatan jasmani
c. Kesehatan mental
d. Struktur kepribadian
e. Individu dengan konsep negatif
4. Faktor presipitasi
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor lingkungan
d. Orang terdekat
e. Status kesehatan
f. Adanya tekanan hidup
g. Kurangnya iman
5. Respon emosional
6. Respon kognitif

Diagnosa Keperawatan :

1. Keputusaasaan
2. Koping Individu Tidak Efektif
3. Isolasi Sosial
Intervensi Generalis
Tujuan Khusus
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengenal masalah keputusasaannya
3. Berpartisipasi dalam aktivitas
4. Menggunakan keluarga sebagai system pendukung

Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
e. Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
f. Klien mengenal masalah keputusasaannya
g. Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
h. Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap
kondisinya dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien.
i. Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus
asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasi dalam aktivitas.
j. Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi
masalah, tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
k. Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini
digunakan oleh klien.
l. Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.Bantu klien
mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative.
m. Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah
factor risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang
rencana, metode dan cara bunuh diri.
2. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a. Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon
RS setiap hari untuk menanyakan keadaanmu ?”
b. Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa
putus asa.
c. Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung
pikiran dan perasaan yang positif.
d. Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien
dalam mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi
dalam aktivitas.
e. Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung
3. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a. Ucapkan salam.
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
c. Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hubungan dengan
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Buat kontrak pertemuan.
f. Identifikasi maslaah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa
klien
g. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu
klien mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya.
h. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien mengatasi
masalahnya.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan :
a. Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi.
b. Psikofarmaka yang diperoleh klien : manfaat, dosis, efek samping,
akibat bila tidak patuh minum obat.
c. Cara keluarga merawat klien
d. Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien
(Puskesmas, RS).

STRATEGI PELAKSANAAN KEPUTUSASAAN


Stategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi Bu/Pak ? . Perkenalkan Saya
susilowati, mahasiswa dari Profesi UNISSULA,senang dipanggil susi,
Nama Ibu/Bapak siapa? Senangnya dipanggil siapa ?”.Saya datang ke
sini untuk membantu Ibu/Bapak menyelesaikan masalah Ibu/Bapak “.
b. Evaluasi / validasi :“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ?
Bagaimana tidurnya semalam ? “
c. Kontrak :
 Topik :” Bagaimana Bu /Pak , kalau kita berbincang-bincang
tentang perasaan sedih yang Ibu / Bapak rasakan saat ini ?”.
 Tempat : “Menurut Ibu/Bapak dimana enaknya kita
berbincang – bincang ? Bagaimana kalau di tempat ini saja”.
 Waktu : “Bagaimana kalo kita berbincang-bincang selama 30
menit saja. Apakah Bapak/Ibu bersedia ?”.

2. Kerja
“Coba Ibu/Bapak ceritakan kepada saya tentang perasaan sedih yang
Ibu/Bapak rasakan saat ini”. “ Suster sangat mengerti perasaan
Ibu/Bapak”.
“ Sudah berapa lama perasaan itu Ibu/Bapak rasakan ?”.
“ Coba Ibu/Bapak ceritakan apa yang terjadi sehingga Ibu/Bapak merasa
seperti itu ?”.
“ Kapan masalah tersebut terjadi ?” apa yang Ibu/Bapak pikirkan tentang
orang lain di sekitar Ibu/Bapak ?”.
“Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang kondisi Bapak/Ibu saat ini”
“Menurut suster sendiri, Bapak/Ibu saat ini mengalami hal yang disebut
dengan keputusasaan”.
“keputusasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang itu melihat
keterbatasan atau tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelesaikan
masalahnya. Namun, di balik semua itu, sebenarnya ia masih memiliki
potensi untuk menyelesaikan masalah”
“Saat Bapak/Ibu merasa sangat sedih dan merasa putus asa, apa yang
Bapak/Ibu lakukan ?”
“ Begitu yaPak/Bu, menurut suster, dengan Bapak/Ibu menyendiri di
kamar, menghindari berbicara dengan orang lain dan berbicara hal-hal
yang negatif, akan menambah rasa putus asa yang Bapak/Ibu rasakan.
Selama ini apakah seperti itu yang Bapak/Ibu rasakan ?”.
“Cara apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan saat Bapak/Ibu lagi ada
masalah ?”.
“ Apa manfaat dari cara yang Bapak/Ibu gunakan tersebut ?”.
“ Pak/Bu, bagaimana kalau suster memberitahukan tentang cara yang baik
untuk menyelesaikan masalah ?”
“Ada beberapa hal yang Bapak/Ibu bisa lakukan, misalnya, menceritakan
masalah Bapak/Ibu kepada orang lain yang Bapak/Ibu percaya. Dengan
demikian beban yang Bapak/Ibu rasakan setidaknya bisa berkurang. Selain
itu, Bapak/Ibu juga bisa meminta masukan dari orang lain untuk
penyelesaian masalah Bapak/Ibu”. Yang kedua, mungkin Bapak/Ibu bisa
mengikuti kegiatan-kegiatan ibadah, atau memperbanyak membaca buku-
buku pembangun jiwa, atau bisa mengikuti perkumpulan-perkumpulan
sosial yang positif dan lain sebagainya”
“Bapak/Ibu tadi mengatakan bahwa bila Bapak/Ibu punya masalah
biasanya Bapak/Ibu banyak melakukan aktivitas-aktivitas fisik seperti
olahraga. Betul yach Pak/Bu. Nah, itu juga bisa menjadi salah satu cara
yang bisa Bapak/Ibu lakukan bila lagi sedih atau murung”.
“Bapak/Ibu, tiap cara-cara tadi memiliki kelebihan dan kekurangan,
misalnya kalau tiap ada masalah Bapak/Ibu hanya bisa olahraga, capek
juga, tetapi di balik itu, ia bisa meningkatkan kebugaran tubuh yang akan
menjernihkan pikiran dan mengarahkanBapak/Ibu ke arah yang positif.
Sebaiknya, beberapa cara tersebut bisa digunakan secara bergantian”.
“Selama ini, apa Bapak/Ibu pernah berpikir ingin mengakhiri hidup ?”
“bagus sekali Pak/Bu kalau memang belum pernah ada pikiran seperti itu”.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif :Nah ... Pak/Bu, bagaimana perasaannya setelah
kita berbincang – bincang tentang perasaan Ibu/Bapak tadi ?”.
b. Evaluasi objektif
“ Coba Ibu/Bapak menyebutkan apa sebenarnya yang Bapak/Ibu
alami saat ini ?”.
“ Coba Ibu ulangi, apa yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan
masalah?”.
“Bagus sekali Pak/Ibu”.
c. Rencana tindak lanjut
“BaiklahIbu/Bapak, sesuai dengan janji kita telah berbincang –
bincang selama 30 menit. Dan tadi Bapak/Ibu telah mengetahui cara
untuk menyelesaikan masalah, setelah ini, Bapak/Ibu bisa mencoba
untuk mulai menerapkannya. Bagaimana, apa Bapak/Ibu bersedia
melakukannya ?”.” Bagus sekali Pak/Bu”.
d. Kontrak yang akan datang
 Topik : Ibu/Bapak, bagaimana kalau saya ke sini lagi untuk
membicarakan tentang kegiatan-kegiatan yang bisa
mengurangi/menghilangkan rasa putus asa.
 Tempat : Dimana sebaiknya kita bertemu nanti bu?
Bagaimana kalau di ruangan ini lagi.
 Waktu : Bapak/Ibu maunya jam berapa? Bagaimana kalau
minggu depan jam 9 saya datang? Baiklah bu .... Saya
permisi dulu . Assalamualaikum . Selamat Pagi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda. (2014). Nursing care plans: Transitional patient and family
centered care. 6thEd. USA : Lippincott Williams and Wilkins.

Cotton, C., Range, M. (1996). Suicidality, hopelessness, and attitudes toward life
and
death in clinical and nonclinical adolescents
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10169709 diakses pada 15/10/2014
pukul 19:34 WIB.

Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC


Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y.,
dkk.
(2006). Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP
Jiwa).Jakarta :
FIK UI dan WHO.

Wilkinson, J.M & Ahern, N.R. (2011). Prentice Hall Nursing Diagnosis
Handbook :
NANDA Diagnosis, NIC Interventions, NOC OutcomeTerj Esti
Wahyuningsih & Dwi Widiarti. Jakarta : EGC
-
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN JIWA

Oleh:
Mochammad Saiqul Ulum
20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :
M. Saiqul Ulum 20902100100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
A. Masalah utama
Defisit perawatan diri

B. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah kelemahan kemampuan untuk melakukan
atau melengkapi aktifitas mandi/kebersihan diri (NANDA 2012-2014).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air
Kecil(BAK)} secara mandiri (WHO & FIK UI, 2006).

C. Tanda dan Gejala


1. Subyektif
a. Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur
b. Perawatan diri harus dimotivasi
c. Menyatakan Bab/bak di sembarang tempat
d. Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan
2. Obyektif
a. Tidak mampu membersihkan badan
b. Penampilan tidak rapi, pakaian kotor, tidak mampu berpakaian secara
benar
c. Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai, setelah
melakukan toileting
d. Makan hanya beberapa suap dari piring/porsi tidak habis

D. Etiologi
Menurut Depkes (2000), Penyebab defisit perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d) Sosialisasi
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perwatan diri.
Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah :
1) Body Image
Gambaran individu terhdap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.

4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
E. Pohon Masalah

Gangguan Pemeliharaan Akibat


Kesehatan

Defisit Perawatan Diri Core Problem

Isolasi Soasial
Penyebab

F. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Defisit Perawatan Diri
2) Isolasi Sosial
3) Gangguan Pemeliharaan Kesehatan
b. Data yang dikaji
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
1) Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak
bias melakukan apa-apa,
2) Data obyektif: Klien terlihat lebih kurang memperhatikan
kebersihan, halitosis, badan bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial
1) Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan,
Kurang memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri

1) Data subyektif
a) Pasien merasa lemah
b) Malas untuk beraktivitas
c) Merasa tidak berdaya.
2) Data obyektif
a) Rambut kotor, acak – acakan
b) Badan dan pakaian kotor dan bau
c) Mulut dan gigi bau.
d) Kulit kusam dan kotor
e) Kuku panjang dan tidak terawat

G. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

H. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum: Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan
arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2
kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan
dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku
jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan


perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara


mandiri.
Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju
dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan


kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum :klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I :Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II :Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
TUK III :Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Berireinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

TUK IV :Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

TUK IV :Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah


berhubungan dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,


berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien :
1. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum,
BAB/BAK
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3. Jalaskan cara dan alat kebersihan diri
4. Latih cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci
rambut, potong kuku
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi (2 kali per hari),
cuci rambut (2 kali per minggu), potong kuku (satu kali per minggu)

ORIENTASI:
”Selamat pagi, kenalkan saya Mahasiswa keperawatan STIKES TELOGOREJO
SEMARANG yang akan merawat bapak Nama Saya Firda Vinanda, senang
dipanggil Firda. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Dari tadi saya lihat pak... menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
”Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri?”
”Berapa lama kita bicara? 20 menit ya...? mau dimana..? disini aja ya,”

KERJA:
”Berapa kali bapak... mandi dalam sehari? Apakah pak... sudah mandi hari ini?
menurut pak... apa kegunaannya mandi? Apa alasan pak... sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut pak... apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan
diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti
apa ya..? badan gatal, mulut bau, apa lagi..? kalau kita tidak teratur menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut pak... yang bisa muncul?” betul ada kudis,
kutu.. dsb.

”Apa yang pak... lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja pak...
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud tujuan sisiran dan
bedakan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
”Berapa kali pak... cukuran dalam seminggu? Kapan pak... cukuran terakhir?
Apa gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran
2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.

”Berapa kali pak... makan sehari?


”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.”

”Dimana biasanya pak... berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya...


kita kencing dan berak harus di WC, Nach.. itu Wc di ruang ini, lalu jangan lupa
membersihkannya pakai air dan sabun”.
”menurut pak... kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang
perlu kita siapkan? Benar sekali.. pak.. perlu menyiapkan pakain ganti, handuk,
sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.

”Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi, suster akan membimbing pak...
melakukannya. Sekarang pak... siram seluruh tubuh pak... termasuk rambut lalu
ambil shampo gosokkan pada kepala pak... sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih. Bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara
merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..
giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi pak... mulai
dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir
siram lagi seluruh tubuh pak... sampai bersih lalu keringkan dengan handuk.
Pak... bagus sekali melakukannya. Selanjutnya pak... pakai baju dan sisir
rambutnya dengan baik”.

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan pak... setelah mandi dan mengganti pakaian?”coba pak...
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah pak... lakukan
tadi?”
”Bagaimana perasaan pak... setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi? Sekarang coba pak... ulangi lagi tanda-tanda bersih dan
rapi”.
”Bagus sekali mau berapa kali pak... mandi dansikat gigi...? dua kali pagi dan
sore, mari... kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach.. lakukan ya
pak... dan beri tanda kalau sudah dilakukan seperti M (mandiri) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan pak... (tidak)
melakukan? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” pagi-pagi sehabis
makan.

SP 2 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk
perempuan; sisiran, cukuran untuk pria
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan

Orientasi:
“Selamat pagi bapak ? Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana
mandinya?” sudah dilakukan? Sudah ditandai di jadual hariannya?
”Hari ini kita akan latihan brdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau
diruang tamu? Lebih kurang setengah jam”.

Kerja:
“Apa yang pak... lakukan setelah selesai mandi?” apa pak... sudah ganti baju?
”untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. ya, bagus seperti itu”.
”Apakah pak... menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir?” coba kita
praktekkan, lihat kecermin , bagus... sekali!
”Apakah pak... suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur?” betul 2 kali
perminggu.
”Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan! Ya,
bagus!”.
(catatan : jangan dirapikan bila pasien tidak memelihara janggut)
Terminasi:
”Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan?”.
”Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”.
”Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti
tadi ya!
Mari kita masukkan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam
berapa?
”Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan
pasien yang lain”.

SP 3 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat makan dan minum
3. Latih cara makan dan minum yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan
makan & minum yang baik

Orientasi:
“Selamat siang bapak...”.
“Bagaimana pak sudah mandi dan berdandan dengan baik kan?” bagus pak kalau sudah
dilakukan..”
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini?”
”wow... masih rapi deh bu...”.
”siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya...! Mau berapa lama pak? mari... itu sudah datang makanan”.

Kerja:
”bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun stelah makan? Dimana bapak... makan?”
”sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!”. Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silahkan pak...
yang pimpin!. Bagus...
”mari kita makan... saat makan kita harus menyuap maknan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
ayo... sayurnya dimakan.” “setelah makan kita bereskan piring, dan gelas yang kotor.
Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” itu suster A sedang bagi obat, coba
bapak... minta sendiri obatnya.”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak... setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada sat makan,( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dengan gelas, lalu cuci tangan).”
”nach... coba bapak... lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?.
Besok kita ketemu lagilatian BAB/BAK yang baik, bagaimana kalau jam 10.00 disini saja ya..?”

SP 5 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan & minum. Beri pujian
2. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik
3. Latih BAB dan BAK yang baik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan & minum dan
BAB&BAK

ORIENTASI:
“Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu... hari ini?”
Baik..! sudah dijalankan jadwal kegiatannya mandi, berdandan dan makan minum yang
baik?”Bagus pak..
”Sekarang kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik.”
”kira-kira 20 menit ya bu... dan dimana kita duduk? Baik disana deh..!”

KERJA:
Untuk persiapan :
”dimana biasanya ibu... berak dan kencing?”“benar ibu... berak atau kencing yang baik itu di
WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya. Jadi
kita tidak berak/kencing sembarangan tempat ya...”
”Sekarang, coba pak... jelaskan kepada saya bagaimana cara pak... cebok?”
”Sudah bagus ya pak... yang perlu diingat saat pak... cebok adalah tono memebersihkan anus atau
kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/ air kencing yang masih tersisa di
tubuh pak...”
”Setelah pak... selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di WC dibersihkan. Caranya
siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa
di WC.
Jika pak... membersihkan tinja/air kencing seperti ini, pak...ikut mencegah menyebarnya kuman
yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing”.
”Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, pak... perlu merapikan kembalipakaian sebelum
keluar dari WC/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutuprapi, lalu cuci tangan
menggunakan sabun.

TERMINASI:
”bagaimana perasaan pak... setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?”
”coba pak... jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik”. Bagus!.
”untuk lanjutnya pak... bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi”.
”nah... besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana pak... bisa melakukan jadual
kegiatannya.”
“mau ketemu dimana?mau jam berapa?”

SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan perawatan diri: kebersihan diri, berdandan,
makan & minum, BAB & BAK. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah perawatan diri telah baik

SP 1 Keluarga:
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya defisit
perawatan diri (gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri
4. Latih dua cara merawat : kebersihan diri dan berdandan
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 2 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri.
Beri pujian
2. Latih dua (yang lain) cara merawat : Makan & minum, BAB & BAK
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian
SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri
dan berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan makan &
minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian
SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri,
berdandan, makan & minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB dan BAK pasien
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien dalam
perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan & minum, BAB &
BAK. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM

DAFTAR PUSTAKA
Keliat. B.A. (2006). Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. (2010) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rasmun S. Kep. M. (2008). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token
Ekonomi Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki
Mahdi Bogor. FIK UI : Depok

Sari, H., Keliat.,B.,A., & Mustikasari. (2009). Pengaruh Family Psychoeducation


Therapy terhadap Beban dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien
Pasung di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. FIK UI : Depok
1. Teori Penyakit
1.1 Pengertian halusinasi
Suatu kondisi seseorang mengalami perubahan jumlah atau pola dari
suatu rangsangan yang diterima dihubungakan dengan
turunny/meningkatnya penyimpangan respons rangsang
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
1.2 Etiologi
Faktor predisposisi
Menurut stuart (2007)
 Biologis
Abnormalitas perkembanagan system syaraf yang berhubungan
dengan respon neurologis yang maladaktif baru mulai dipahami.
 Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas dalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
 Social budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik social budaya(perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress
Faktor presipitasi
Menurut stuart (2007)
 Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
 Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku
 Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi individu dalam menanggapi
stressor
1.3 Tanda dan gejala
 Bicara, senyum dan tertawa sendiri
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain
 Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
 Tidak dapat memusatkan perhatian
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya)
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(budi anna keliat, 2005)
1.4 Pathway

Halusinasi

Isolasi sosial
Resiko perilaku
kekerasan
Resiko bunuh diri
1.5 Komplikasi
Isolasi sosial: menarik diri
Resiko perilaku kekerasan
Resiko bunuh diri
1.6 Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui strukturotak, jenis alat yang dapat digunakan yaitu:
CT scan, Magnetic resonance imaging(MRI),
1.7 Terapi
1. Terapi farmakologi
Obat anti psikosis: phenotizin
Obat anti depresi: amitriptyline
Obat anti ansietas: diazepam
2. Terapi modalitas:
Terapi keluarga
Terapi perilaku kognitif
2. Diagnosa keperawatan
2.1 Gangguan persepsi: halusinasi
2.2 Isolasi social: menarik diri
2.3 Resiko perilaku kekerasan
2.4 Resiko bunuh diri
3. Rencana keperawatan
3.1 Gangguan persepsi: halusinasi
Intervensi pada pasien:
SP I P
1. Mendiskusikan jenis halusinasi pasien
2. Mendiskusikan isi halusinasi pasien
3. Mendiskusikan waktu halusinasi pasien
4. Mendiskusikan frekuensi halusinasi pasien
5. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mendiskusikan respons pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien mengontrol halusinasi: menghardik halusinasi
8. Memotivasi pasien memasukan cara mengontrol dengan
menghardik pada jadwal harian
SP II P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP III P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi yaitu
dengan cara menghardik, dan ngobrol
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan
3. Memotivasi pasien masukkan dalam jadwal harian
SP IV P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi yaitu
dengan cara menghardik, dan ngobrol serta kegiatan teratur
2. Memberikan pendkes tentang minum obat secara teratur
3. Memotivasi pasien memasukan dalam jadwal harian
Intervensi pada keluarga:
SP I K
1. Identifikasi permasalahan yang dialami keluarga saat merawat
pasien halusinasi
2. Jelaskan hal terkait halusinasi (definisi, sebab, simptoms, dan
akibat yang ditimbulkan serta jenis)
3. Jelaskan bagaimana merawat pasien halusinasi
SP II K
1. Latih keluarga praktek merawat pasien
SP III K
1. Latih secara langsng keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
SP IV K
1. Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan dirumah untuk klien
dan obat (discharge planning)
2. Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang
3.2 Isolasi sosial
Intervensi pada pasien:
SP I P
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
3. Berdiskusi dengan
4. pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien memberikan
kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan
satu orang
2. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan pasien berkenalan dengan dua orang
atau lebih
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan jadwal harian.

Intervensi pada keluarga:


SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaaskan pengertian isolasi sosial, tanda dan gejala, serta
proses terjadinya isolasi sosial
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
SP II K
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial
SP III K
1. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien dengan isolasi social
SP IV K
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivita dirumah termasuk
minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up setelah pulang.
3.3 Resiko perilaku kekerasan
Intervensi pada pasien:
SP I P
1. Jelaskan sebab terjadi PK
2. Kenalkan simptom PK
3. Identifikasi jenis PK
4. Diskusikan akibat ketika PK
5. Ajarkan cara mengontrol PK
6. Latih mengontrol PK cara fisik pertama: tarik napas dalam
7. Susun jadwal harian
SP II P
1. Evaluasi kemampuan pasien
2. Latih cara fisik II (pukul bantal/kasur)
3. Buat jadwal keiatan harian
SP III P
1. Evaluasi kemampuan pasien
2. Latih cara verbal
3. Tulis jadwal kegiatan harian
SP IV P
1. Evaluasi kemampuan pasien
2. Latih cara spiritual
3. Buat jadwal kegiatan harian
Intervensi pada keluarga:
SP I K
1. Identifikasi permasalahan yang dialami keluarga saat merawat
2. Jelaskan hal terkait pk (definisi,sebab, simtoms, dan akibat yang
akan ditimbulkan)
3. Jelaskan bagaimana merawat pasien PK
SP II K
1. Latih keluarga praktek merawat pasien
SP III K
1. Latih secara langsung keluarga mempraktekan cara merawat
pasien
SP IV K
1. Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan dirumah untuk klien
dan obat (discharge planning)
2. Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang
3.4 Resiko bunuh diri
Intervensi pada pasien:
SP I P
1. Menyusun perjanjian untuk berobat
2. Mengajarkan cara mengontrol stimulus bunuh diri
3. Melatih cara mengontrol stimulus bunuh diri
4. Mendiskusikan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
5. Mendiskusikan cara mengamankan beda-benda yang dapat
membahayakan pasien
SP II P
1. Mencari hal positif pada pasien
2. Mendorong pasien berfikir positif
3. Memotivasi pasien untuk menghargai hidupnya
SP III P
1. Memilih pola koping yang bisa digunakan
2. Menilai strategi koping yang digunakan selama ini
3. Mencari pola koping yang membangun
4. Memotivasi pasien supaya memilih pola koping yang
membangun
5. Menyarankan pasien agar menggunakan pola koping yang
mambangun dalam aktivitas harian
SP IV P
1. Menyusun paling masa depan yang realistis
2. Memilih cara untuk memperoleh planing masa depan yang
realistis
3. Memotivasi pasien untuk beraktivitas untuk mencapai masa
depan yang realistis.
Intervensi pada Keluarga:
SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian RBD, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya RBD
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan RBD
SP II K
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
RBD
SP III K
1. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien
SP IV K
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas diirumah
termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed)
Philadelphia: Elsevier Mosby
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic
Course. Jakarta: EGC
NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014.
Philadelphia: NANDA international
A. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Pengertian
Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu
lama dan terus menerus (NANDA, 2012). Stuart (2013) menyatakan harga diri
rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan perasaan yang
lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan
tidak memadai. Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak
berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi penurunan gejala dan peningkatan kemampuan
klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah diberikan tindakan
keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013).

C. Tanda dan Gejala


1. Data Subjektif
a. Sulit tidur
b. Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna
c. Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif
d. Merasa menilai diri negatif
e. Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun
f. Merasa malu
2. Data Objektif
a. Kontak mata berkurang dan Murung
b. Berjalan menunduk dan Postur tubuh menunduk
c. Menghindari orang lain
d. Bicara pelan dan Lebih banyak diam
e. Lebih senang menyendiri dan Aktivitas menurun
f. Mengkritik orang lain

D. Etiologi
Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) faktor yang mempengaruhi harga diri
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kurangnya
pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang atau orang tua, serta ideal diri
yang tidak realistik.
Stressor pencetus dari munculnya harga diri rendah adalah, gangguan fisik dan
mental salah satu anggota keluarga, pengalaman tarumatik berulang seperti
penganiayaan seksual dan psikologis, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam, dan
perampokan.

E. Akibat
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan
gangguan interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku
kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.Tanda dan
gejala:
Data Subyektif :
1. Klien mengatakan kesepian
2. Klien mengatakan tidak mempunyai teman
3. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
4. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social

Data Obyektif :
1) Menyendiri
2) Diam
3) Ekspresi wajah murung, sedih
4) Sering larut dalam pikiranya sendiri
Sedangkan perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala :
Data subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar suara-suara yang mengancam,
menyuruh melakukan pencederaan pada diri sendiri, orang lain atau
lingkungan
b. Mengatakan takut, cemas atau khawatir.

Data Obyektif :
a. Wajah tegang dan merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang menutup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

F. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Core Problem

Gangguan citra tubuh

G. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Isolasi sosial : menarik diri
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Berduka disfungsional
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan harga diri rendah
1) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.

H. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

I. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
c) Utamakan memberi pujian yang realistis
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga


E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien:
1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat
daftar kegiatan).
2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk
dilatih.
4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.

ORIENTASI :
“Selamat pagi”
“Perkenalkan nama saya Firda Vinanda, Saya senang dipanggil Firda, saya
mahasiswa STIKES TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat bapak.”
“Siapa nama Bapak?Senang dipanggil siapa?”
”Bagaimana keadaan bapak hari ini ?.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
KERJA :
” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”.
“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada
3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu,
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari
kita lihat tempat tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !.
Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan.
Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita
lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau
bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan bapak bapak (tidak) melakukan.

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ?
“Coba bapak lakukan kembali tadi latihan merapihkan tempat tidur”Yah,
ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah bapak praktekkan dengan
baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
2. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
3. Latih kegiatan kedua kedua (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2 dua kali
per hari
ORIENTASI :
“Selamat pagi”
“Masih ingat dengan saya pak?”
“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Kemarin kita sudah janjian kan pak untuk bertemu hari ini, kita akan latihan
mencuci piring di dapur”
”Bapak mau berapa lama waktunya!”
“oh yaa nanti kita akan melakukan 15 menit ya pak di dapur”

KERJA :
”oh ya pak, bapak sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
“Sekarang, coba bapak lakukan kembali merapikan tempat
tidurnya” ..wah..bagus bapak sudah bisa.
“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring,
dan air untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran
ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian
Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah
diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur.
Nah selesai…
“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya

TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”
“Coba bapak lakukan kembali tadi latihan cuci piringnya”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari
Bapak Mau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring tiga
kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan
latihan mengepel”
”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

SP 3 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih .
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara).
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan, masing-masing
dua kali per hari

SP 4 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan berikan
pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih .
3. Latih kegiatan keempat (alat dan cara).
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: empat kegiatan masing-
masing dua kali per hari.

SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian.
2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga.
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri.
4. Nilai apakah harga diri pasien meningkat

Tindakan keperawatan pada keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di
rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
6. Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien


2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji
pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan
sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1 Keluarga :
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah
(gunakan booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki sebelum
dan setelah sakit
4. Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian semua
hal yang positif pada pasien
5. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien:
bimbing dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian

ORIENTASI :
“Selamat pagi !”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak?
Berapa lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan
wawancara!”
KERJA :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri
dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah
yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus seperti itu, Bapak bisa
mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya t jadi malu bertemu dengan
orang lain dan memilih mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah t dapat menjadi masalah serius, maka kita
perlu memberikan perawatan yang baik untuk Bapak”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan
Bapak)
” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat
mengingatkan Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. tolong
bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian
agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang
kegiatannya”.
”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap
perlu memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya kembali
muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah
sakit”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada
Bapak”
”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian
yang yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil
mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan bagaimana
cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada Bapak”
“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”
SP 2 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua yang
dipilih pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat keluarga BapakIbu seperti yang kita
pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui Bapak”

KERJA:
”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar Bapak cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan
keluarga Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti
yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan keluarga?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)

TERMINASI:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada
Bapak»
« tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang Pak/Bu »
« Sampai jumpa »
SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian
SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama, kedua dan ketiga. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang dipilih.
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian.
SP 5 Keluarga:
1. Membimbing pasien melakukan kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri
pujian.
2. Nilai kemampuan keluarga mmbimbing pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.
DAFTAR PUSTAKA

Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap
Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI :
Depok
Rahayuningsih, Atih., Hamid, A. Y., & Mulyono., S. (2007). Pengaruh terapi kognitif
terhadap tingkat harga diri dan kemandirian klien dengan kanker payudara. FIK
UI : Depok
Rochdiat, Daulima, & Nuraini. (2011). Pengaruh Tindakan Keperawatan Generalis dan
Terapi Kelompok Suportif Terhadap Perubahan Harga Diri Klien Diabetes
Melitus di RS Panembahan Senopati Bantul. FIK UI : Depok
Sasmita, Keliat, B, A., & Budiharto. (2007). Efektifitas Cognitive Behaviour Therapy
Pada Klien Harga Diri Rendah Di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Tahun
2007. FIK UI : Depok
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed)
Philadelphia: Elsevier Mosby
Wahyuni, S., Keliat, B.A., & Budiharto. (2007). Pengaruh Logoterapi Terhadap
Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Perilaku Pada lansia Dengan Harga Diri
Rendah di Panti Wredha Pekanbaru Riau. FIK UI : Depok 100
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic
Course. Jakarta: EGC
Lelon, S. K., Keliat, B., A., & Besral. (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien Perilaku
Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor. FIK UI : Depok
Maryatun,S., Hamid, A.Y., & Mustikasari. (2011). Pengaruh Logoterapi terhadap
Perubahan Harga Diri Narapidana Perempuan dengan Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Palembang. FIK UI : Depok
NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014.
Philadelphia: NANDA international
Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif
Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi
Jawa Timur. FIK UI : Depok
A. Masalah utama
Gangguan isolasi sosial : menarik diri

B. Pengertian
Isolasi Sosial adalah kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negatif atau mengancam (NANDA, 2012). Townsend, M.C. (2006)
menjelaskan isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan
mengancam dirinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
baik verbal dan nonverbal pada klien yang menarik diri di Rumah Sakit Dr.
Marzoeki Mahdi Bogor dan RSJP Jakarta (Keliat dkk, 2008).

C. Tanda dan Gejala


1. Subyektif
a. Tidak berminat
b. Perasaan berbeda dengan orang lain
c. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
d. Merasa sendirian
e. Menolak interaksi dengan orang lain
f. Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
g. Merasa tidak diterima
2. Obyektif
a. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
b. Afek tumpul
c. Adanya kecacatan ( missal fisik, mental)
d. Tindakan tidak berarti
e. Tidak ada kontak mata
f. Menyendiri / menarik diri
g. Tindakan berulang
h. Afek sedih , Tidak komunikatif

D. Etiologi
Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh factor predisposisi dan factor
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Menurut (Fitria, 2009) factor predisposisi yang mempengaruhi masalah
isolasi sosial yaitu :
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial.Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya
dapat menimbulkan suatu masalah.
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam fitria : 2009) :

Tahap perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa prasekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani.
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan berkompromi.
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
kelamin.
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, pasangan, menikah dan mempunyai anak.
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui.
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan ketertarikan dengan budaya.

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana
seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
betentangan dalam waktu bersamaan yang menghambat dalam
hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Norma norma yang salah dalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial,dimana setiap anggota yang tidak
produktif (Usia lanjut,penyakit kronis, dan cacat) diasingkan
dalam lingkungan sosial.
4) Factor biologis
Merupakan salah satu yang mempengaruhi dalam hubungan
sosial. Organ tubuh yang dapat menggangu yang mempengaruhi
hubungan sosial adalah otak.
b. Faktor Presipitasi
Menurut (Herman Ade, 2011) Terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokkan sebagi berikut.
1) Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya(disebabkan oleh factor
sosial seperti keluarga)
2) Internal
Stresor psikologis terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhi kebutuhan individu.

E. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau
persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat
bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang
dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri


Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

G. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Isolasi sosial : menarik diri
Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. Harga diri rendah
Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
Data subyektif
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak
tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri.
H. Diagnosa keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Isolasi sosial: menarik diri

I. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa 1
Tujuan umum: tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
1) Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak
menjawab
2) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
2) Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.

d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:


klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga.
Tindakan:
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
2) Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
3) Tingkatkan interaksi secara bertahap
4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
6) Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 2
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terpeutik
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampun yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya
Tindakan :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

J. Strategi Pelaksanaan
Masalah Utama : Isolasi Sosial

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

a.) Data obyektif:


Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang
(menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

b.) Data subyektif:


Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan :Isolasi sosial : menarik diri

B. Strategi pelaksanaan tindakan:

Tujuan khusus :
1. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinya
isolasi sosial
2. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
3. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain
4. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
Tindakan keperawatan.
1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap
SP 1 Pasien:
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang serumah, siapa yang dekat, yang tidak dekat,
dan apa sebabnya
2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
4. Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan

ORIENTASI (PERKENALAN):
“Selamat pagi ”
“Saya Firda Vinanda, Saya senang dipanggil Firda, Saya mahasiswa STIKES
TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat Bapak.”
“Siapa nama Bapak? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan Bapak hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman Bapak? Mau dimana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, pak? Bagaimana kalau 15
menit”

KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Bapak?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak? Apa yang membuat bapak
jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang bapak rasakan selama bapak dirawat disini? O.. bapak merasa
sendirian? Siapa saja yang bapak kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa bapak lakukan dengan teman yang bapak kenal?”
“Apa yang menghambat bapak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
”Menurut bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya pak ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah ya bapak? belajar bergaul dengan orang lain ?
«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain”
“Begini lho pak?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya
T, senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo bapak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut bapak bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan bapak bicarakan. Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan berkenalan?”
“Coba sekarang bapak praktekkan kembali cara berkenalannya” bagus pak..
” Bapak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga bapak lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S
mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita
masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak bapak berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, bapak mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 2- 3 orang pasien,
perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian

SP 3 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan (berapa orang) & bicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian
SP 4 Paien:
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat kegiatan
harian. Beri pujian
2. Latih cara bicara sosial: meminta sesuatu, menjawab pertanyan
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan >5 orang, orang
baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi

1. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien
isolasi sosial.
Tindakan:
a. Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
b. Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat
membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena
keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di


rumah meliputi:
1.) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2.) Menjelaskan tentang:
 Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.

 Penyebab isolasi sosial.


 Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara
bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
- Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu
dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian
yang wajar.
- Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3.) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4.) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
5.) Menjelaskan perawatan lanjutan

SP 1 Keluarga :
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya isolasi sosial
(gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat isolasi sosial
4. Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian saat besuk
ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak”
”Perkenalkan saya perawat firda, saya yang merawat, anak bapak”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan
cara perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana
kalau setengah jam?”

KERJA:
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah
dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu
gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung
diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan
saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau
berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak
ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga
lainnya harus sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak,
keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina
hubungan saling percaya dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap
peduli dengan anak bapak dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada anak bapak untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan
jangan mencela kondisi pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-
cakap dengan anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi
bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.” 
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang kamu
sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan
lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu
bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai
sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana?
Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola
kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
TERMINASI:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan
tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-
tanda orang yang mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan
tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. »
«  Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada
S ? »
« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

SP 2 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan dan
berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian

2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien berbicara


(makan, sholat bersama) di rumah

3. Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian

4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual saat besuk

SP 3 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri puji
2. Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja,
meminta sesuatu dll
3. Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian saat besuk

SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual kegiatan dan memberikan pujian

SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja & kegiatan lain dan
follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM

DAFTAR PUSTAKA

Jumaini, Keliat, B.A, Hastono, S.P (2010). Pengaruh Cognitive Behavior Social
Skill Tarining (BCSST) terhadap peningkatan kemampuan sosialisasi klien
isolasi sosial di BLU RS. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak
dipublikasikan.
Keliat, B.A, Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan
Kesehatan Jiwa : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Cetakan 2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustika sari. (2012). Pengaruh Terapi Perilaku
Kognitif terhadap kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr.
Amino Gonhutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Renidayati, Keliat, B., A., & Sabri., L. (2008). Pengaruh Social Skills Training
Pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang
Sumatera Barat. FIK UI : Depok
Sukma, Keliat, B., A., Mustikasari. (2015). Pengaruh Cognitive Behaviour
Therapy dan Cognitive Behavioural Social Skills Training terhadap Gejala
Klien Halusinasi dan Isolasi Sosial di Rumah Sakit. FIK UI : Depok
Surtiningrum. A., Hamid, A., Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh terapi suportif
terhadap kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang. FIK UI : Depok
1.) PENGERTIAN

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien
melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : “Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. ( Jenny, dkk. 2016)

2.) TANDA DAN GEJALA


Menurut Fitria, Nita (2017) tanda dan gejala tindakan bunuh diri
diantaranya :
1. Mempunyai ide untuk bunuhdiri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

3.) ETIOLOGI

1. Faktor Biologis
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke,
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Penyakit arteri
koronaria, Kanker, HIV / AIDS
2. Faktor Psikososial dan Lingkungan:

a) Teori Psikoanalitik/Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa


kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial. (Iyus, 2016)

4.) KLASIFIKASI

Menurut Yoseph (2017) klasifikasi bunuh diri tebagi menjadi 3 jenis


diantaranya:

1. Bunuh diri anomik


Merupakan suatu perilaku bunuhdiri yang didasari oleh factor
lingkungan yang penuh tekanan (stresfull) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistic
Merupakan tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya
3. Bunuh diri egostik
Merupakan tindakan bunuh diri yang diakibatkan factor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
5.) PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bias dilakukan jika dicurigai
adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
2. Psikofarmako
1) Haloperidol (HLP)
2) Trihexyphenidiyl (THP)
3) Chlorpromazine (CPZ)
3. Psikoterapi
1) Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah penerapan secara sistematis teknik yang
diambil dari prinsip belajar (pengkondisian dan teori belajar sosial)
untuk membantu orang-orang melakukan tingkah laku yang adaptif
2) Token ekonomi
Sistem token ekonomi berdasarkan prinsip reinforsmen secara umum.
Asumsi yang mendasari token ekonomi adalah dimana kunci harapan
utama dalam terapi kesehatan jiwa adalah menginginkan klien dapat
berperilaku atau berperan sesuai dengan harapan sosial atau keadaan
sosial. (Dalami & dkk, 2017)

6.) POHON MASALAH

Resiko menciderai diri


sendiri, orang lain, dan
lingkungan

RESIKO BUNUH
DIRI

HARGA DIRI
RENDAH
7.) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah
 Resiko bunuh diri
 Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Data yang perlu dikaji
a) Resiko bunuh diri
Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada gunanya hidup.
Data objektif : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subjektif :
 Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
 Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
 Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
 Mengungkapkan dirinya tidak berguna
 Mengkritik diri sendiri

Data objektif :

 Merusak diri sendiri


 Merusak orang lain
 Menarik diri dari hubungan sosial
 Tampak mudah tersinggung
 Tidak mau makan dan tidak tidur
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.

Data obyektif :

 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,


melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Diagnosa keperawatan
a) Resiko bunuh diri
3. Fokus intervensi keperawatan
Tujuan umum  : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus           :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain-lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan :
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis suratdll.)
2) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., & dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.

Iyus, Y. (2016). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira.

Harawi, D. (2016). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2.


Jakarta: Gaya Baru.

Jenny., dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
8.) PENGERTIAN

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien
melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
4. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : “Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”
5. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
6. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. ( Jenny, dkk. 2016)

9.) TANDA DAN GEJALA


Menurut Fitria, Nita (2017) tanda dan gejala tindakan bunuh diri
diantaranya :
7. Mempunyai ide untuk bunuhdiri
8. Mengungkapkan keinginan untuk mati
9. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
10. Impulsif
11. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
12. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

10.) ETIOLOGI

3. Faktor Biologis
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke,
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Penyakit arteri
koronaria, Kanker, HIV / AIDS
4. Faktor Psikososial dan Lingkungan:

d) Teori Psikoanalitik/Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa


kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri, dan terakhir depresi.
e) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri.
f) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial. (Iyus, 2016)

11.) KLASIFIKASI

Menurut Yoseph (2017) klasifikasi bunuh diri tebagi menjadi 3 jenis


diantaranya:

1. Bunuh diri anomik


Merupakan suatu perilaku bunuhdiri yang didasari oleh factor
lingkungan yang penuh tekanan (stresfull) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistic
Merupakan tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya
3. Bunuh diri egostik
Merupakan tindakan bunuh diri yang diakibatkan factor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
12.) PENATALAKSANAAN
4. Pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bias dilakukan jika dicurigai
adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
5. Psikofarmako
4) Haloperidol (HLP)
5) Trihexyphenidiyl (THP)
6) Chlorpromazine (CPZ)
6. Psikoterapi
3) Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah penerapan secara sistematis teknik yang
diambil dari prinsip belajar (pengkondisian dan teori belajar sosial)
untuk membantu orang-orang melakukan tingkah laku yang adaptif
4) Token ekonomi
Sistem token ekonomi berdasarkan prinsip reinforsmen secara umum.
Asumsi yang mendasari token ekonomi adalah dimana kunci harapan
utama dalam terapi kesehatan jiwa adalah menginginkan klien dapat
berperilaku atau berperan sesuai dengan harapan sosial atau keadaan
sosial. (Dalami & dkk, 2017)

13.) POHON MASALAH

Resiko menciderai diri


sendiri, orang lain, dan
lingkungan

RESIKO BUNUH
DIRI

HARGA DIRI
RENDAH
14.) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
4) Masalah keperawatan
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah
 Resiko bunuh diri
 Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5) Data yang perlu dikaji
c) Resiko bunuh diri
Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada gunanya hidup.
Data objektif : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri.
d) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subjektif :
 Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
 Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
 Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
 Mengungkapkan dirinya tidak berguna
 Mengkritik diri sendiri

Data objektif :

 Merusak diri sendiri


 Merusak orang lain
 Menarik diri dari hubungan sosial
 Tampak mudah tersinggung
 Tidak mau makan dan tidak tidur
6) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.

Data obyektif :
 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
4. Diagnosa keperawatan
b) Resiko bunuh diri
4. Fokus intervensi keperawatan
Tujuan umum  : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus           :
f) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
6) Perkenalkan diri dengan klien
7) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
8) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
9) Bersifat hangat dan bersahabat.
10) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
g) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
4) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
5) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
6) Awasi klien secara ketat setiap saat.
h) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
6) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
7) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
8) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
9) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain-lain.
10) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
i) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
5) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
6) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
j) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan :
4) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis suratdll.)
5) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
6) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., & dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.

Iyus, Y. (2016). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira.

Harawi, D. (2016). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2.


Jakarta: Gaya Baru.

Jenny., dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
I. KASUS (MASALAH UTAMA)
Perubahan Proses Pikir: Waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham

E. Akibat Yang Sering Muncul


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik
diri, pada keluarga: mengingkari.

G. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat
miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft
ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan
dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa
ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat
tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,
menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal  yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat
rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara
saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya
pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada
orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

I. Rentang Respon

III. A. POHON MASALAH


Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham
1) Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


 Perubahan Proses Pikir: Waham

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.

3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.

4) Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6) Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK, Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1.
Bandung, RSJP Bandung.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Anda mungkin juga menyukai