Proposal-Penelitian Status Gizi Bayi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN FAMILY EFFI CACY 

 DENGAN POLA ASUH NUTRISI DALAM


MENINGKATKAN STATUS GIZI BAYI UMUR 0-1 TAHUN
DI WILAYAH PUSKESMAS KAMBANGAN
KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2014

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh :

ALI
MUAKHOR
211.C.1031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA
CIREBON
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses ingesti, digesti, absobsi, metabolisme dan

 pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,

 pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status

gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang akan

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,

 perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal

(Depkes RI, 2003).

Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi

kurang dan lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh faktor

kemiskinan, kurangnya persediaan makanan, kurang baiknya kualitas lingkungan

(sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan

kesehatan dan adanya daerah miskin gizi. Adapun masalah gizi lebih disebabkan

karena peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di

 perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup dan pola makan. Pola

makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar, dan rendah

lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar
dan tinggi lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak seimbang,

yang akan berakibat mengalami kegemukan dan obesitas (Almatsier, 2007).

Faktor penyebab gizi buruk pada balita menurut UNICEF telah digunakan secara

internasional yang meliputi penyebab langsung seperti asupan energi dan protein,

faktor infeksi dan penyebab tidak langsung seperti pengetahuan ibu tentang gizi,

 pendidikan gizi, pola asuh, sikap, pendapatan keluarga dan pelayanan kesehatan

(Hadi, 2004).

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena

kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan

mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan

menganggu sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun

 pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar,

dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berbagai disfungsi

yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan)

karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang di

 bawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh

(Proverawati, 2010).

Prevalensi gizi buruk pada tahun 2011 adalah 49% dan gizi kurang 13,0%,

masih dibawah indikator prevalensi gizi buruk  Millenium Development Goals

( MDG`s) pada tahun 2015 yaitu 3,6 persen di Indonesia. Adapun status gizi baik

mencapai 76,2% dan gizi lebih 5,8%. Jumlah gizi buruk dengan indikator berat

 badan dan tinggi badan berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila dibandingkan
tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 (Dinas

Kesehatan Provinsi Jateng, 2012). Sedangkan menurut Dinas Kesehatan

Kabupaten Tegal, terdapat 92.660 balita dengan status gizi lebih sebanyak 841

 balita (0,91%), status gizi baik 84.772 (91,49%), status gizi kurang 6.114 (6,60%)

dan status buruk sebanyak 912 balita (0,98%) pada tahun 2012. Hal ini

menunjukkan bahwa prevalensi balita dengan status gizi buruk di Kabupaten

Tegal lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi jawa tengah.

Menurut data status gizi di wilayah kerja Puskesmas Kambangan tahun

2013 per bulan Nopember 2013 terdapat 3840 balita yang terdiri dari status gizi

 baik 3762 (97,96%), status gizi kurang 72 kasus (1,87%) dan status gizi buruk 6

kasus (0,15%), dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 1.1
Status Gizi Balita di Wilayah Puskesmas Kambangan
Per Bulan Nopember Tahun 2013
Status Gizi
Usia Jumlah
Buruk % Kurang % Baik %
0 - 6 bulan 2 33.33 24 33.33 359 9.54 385
> 6 bulan – 12 bulan 3 50.00 23 31.94 357 9.49 383
>12 bulan – 3 tahun 1 16.67 13 18.06 754 20.04 768
>3 tahun – 5 tahun 0 0.00 12 16.67 2292 60.93 2304
Jumlah 6 100 72 100 3762 100 3840
Prosentase (%) 0,16 1,88 97.97
Sumber : Puskesmas Kambangan 2013

Pada tabel diatas terlihat bahwa status gizi kurang dialami oleh hampir

setengah bayi usia 0 – 6 bulan (33,33%) dan (31,94 %) bayi usia > 6 – 12 bulan.

Kondisi ini akan berubah menjadi buruk apabila tidak segera ditangani karena
usia bayi merupakan usia yang berisiko dalam periode tumbuh kembang anak.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu yang memiliki bayi dengan status gizi

kurang di Wilayah Puskesmas Kambangan bahwa ibu tidak mengetahui bayinya

termasuk dengan status gizi kurang karena tampak dalam keadaan sehat dan

 jarang memeriksakan bayinya.

Upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi kurang dan buruk meliputi

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tatalaksana gizi buruk secara

garis besar dibagi menjadi tiga kegiatan, meliputi penentuan status gizi,

intervensi, dan pelaporan. Intervensi gizi buruk dilakukan secara klinis maupun

dengan diet. (Depkes RI, 2011). Upaya kesehatan keluarga terhadap gizi buruk

diantaranya memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan makanan pendamping

ASI (MP-ASI), gizi seimbang, memberikan pola asuh serta pemantauan

 pertumbuhan anak (Depkes, 2011).

Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan

tertentu untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta

mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998

dalam setiadi, 2008). Keluarga memiliki berbagai peran dan tugas penting dalam

seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarganya. keluarga

memiliki suatu kemampuan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas

atau situasi khusus atau disebut sebagai family efficacy (Woolfolk, 2004).

Menurut Bandura (1995 dalam Feist & Feist, 2008)  family efficacy

merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh keluarga terhadap kemampuannya


status gizi kurang dan buruk di Puskesmas Kambangan Kabupaten

Tegal

c. Mengetahui hubungan family efficacy dengan pola asuh nutrisi dalam

meningkatkan status gizi bayi kurang dan buruk di Puskesmas

Kambangan Kabupaten Tegal

D. Urgensi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

terkait didalamnya antara lain:

1. Bagi Institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur tentang faktor yang

mempengaruhi peningkatan status gizi bayi bagi kegiatan pembelajaran dan

sebagai referensi untuk penelitian selanutnya.

2. Bagi Institusi kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam rangka

meningkatkan status gizi balita dan memodifikasi peran keluarga dalam pola

asuh nutrisi.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan

 pembelajaran peneliti dalam penerapan konsep dan teori untuk menghasilkan

karya ilmiah.
4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang pentingnya family efficacy terhadap pemberian pola asuh

nutrisi dalam meningkatkan status gizi bayi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

Konsep Teori

1. Family Efficacy

a. Definisi

Efikasi adalah efektifitas yakni kemampuan untuk mencapai hasil

yang diinginkan (Dorland, 2005).  Family Efficacy  atau efikasi keluarga

adalah keyakinan keluarga mengenai kemampuan dalam melakukan tugas

atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu (Adicondro,

2010).

Menurut Bandura (1995 dalam Feist & Feist, 2008)  family efficacy

adalah kepercayaan yang dimiliki oleh keluarga terhadap kemampuannya

untuk mengatur dan memutuskan tindakan yang harus diambil untuk

menyelesaikan tugas instruksional spesifik, atau, dengan kata lain,

kapasitas keluarga untuk mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang

lebih baik. Sementara itu, Guskey dan Passaro (1994) dalam Jensen

(2009) mendefinisikan  family efficacy  sebagai kepercayaan keluarga

 bahwa mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di

antara anggota keluarga, sedangkan keluarga dengan efikasi diri rendah

menganggap bahwa keluarga pada dasarnya tidak mampu mengerjakan

segala sesuatu yang ada. Dalam situasi yang sulit, keluarga dengan efikasi
yang rendah cenderung mudah menyerah. Sementara dengan keluarga

efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi

tantangan yang ada.

Berdasarkan tiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa family

efficacy  merupakan keyakinan yang dimiliki keluarga mengenai

kemampuan keluarga dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam

menjaga keluarga dengan kehidupan yang baik yang sesuai dengan fungsi

keluarga untuk menjalankan fungsi kehidupan bagi anggotanya, yaitu

fungsi biologis, psikologis, sosialisasi, ekonomi, dan pendidikan.

 b. Perkembangan family efficacy

Menurut Bandura (1997) dalam Feist & Feist (2008), family efficacy

dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi utama

yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi verbal

dan kondisi fisiologis.

1) Pengalaman keberhasilan (mastery experience)

Sumber informasi ini memberikan pengaruh besar pada efikasi diri

individu karena didasrkan pada pengalaman-pengalaman pribadi

individu secara nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan.

Pengalaman keberhasilan akan menaikkan efikasi diri individu,

sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya. Setelah

efikasi diri yang kuat berkembang melalui serangkaian keberhasilan,

dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan

terkurangi.
Bahkan kemudian kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang

dapat memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat

 pengalaman bahwa hambatan tersulit pun dapat di atasi melalui usaha

yang terus-menerus (Feist & Feist, 2008).

2) Pengalaman orang lain (vicarious experience)

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan

yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan

efikasi diri individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula

sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan

menurunkan penilaian individu mengenai kemampuannya dan

individu akan mengurangi usaha yang akan dilakukan (Feist & Feist,

2008).

3) Persuasi verbal (verbal persuasion)

Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan

 bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang

kemampuan-kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu

mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara

verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu

keberhasilan. Pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena

tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung dialami atau

diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-


menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami

 pengalaman yang tidak menyenangkan (Feist & Feist, 2008).

4) Kondisi fisiologis (psysiological state)

Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis

mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi

yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda

ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan perfomansi kerja

individu (Feist & Feist, 2008).

c. Aspek-Apek family efficacy

Menurut Bandura (1997) dalam Feist & Feist (2008), family efficacy

akan berbeda didasarkan pada tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut yaitu

tingkat level, kekuatan dan generalisasi.

1) Dimensi tingkat level (level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu

merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan

 pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka

efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang

mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit,

sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi

tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.

Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang

dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang


anggota dari kelompok sosialnya serta anggota masyarakat dari

lingkungan.

2) Peran ibu

Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai

 pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah

satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan

sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

3) Peran anak

Anak- anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat

 perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.

3. Pola Asuh Nutrisi

a. Definisi

Menurut Effendy (1998) dalam Setiadi (2008) dijelaskan bahwa

asuh adalah keluarga memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan

anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan anak-anak

menjadi sehat baik fisik, mental, sosila dan spiritual.

Pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk memberikan makanan

 bayi dan anak atau untuk tumbuh kembang anak. Seorang anak balita

mengalami gizi buruk dapat disebabkan oleh pola asuh yang salah atau

factor genetik. Sedangkan pola asuh yang salah terjadi pada keluarga tidak
mampu atau kurang memperhatikan keseimbangan gizi makanan anaknya

(Waryono, 2010)

Lie Goan Hong dalam Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne lies

(2009) mengemukakan bahwa pola asuh nutrisi adalah berbagai informasi

yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan

yang dimakan tiap hari keluarga dan merupakan ciri khas untuk suatu

kelompok masyarakat tertentu. sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi,

psikologi,

 budaya dan sosial.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pola

asuh adalah kemampuan keluarga untuk memberikan makanan bayi dan

anak atau untuk tumbuh kembang anak dengan macam dan jumlah bahan

makanan yang dimakan tiap hari keluarga.

 b. Aspek yang terkait dalam Pemberian Makanan Bayi

Menurut Hidayat (2005), aspek dalam pemberian makanan bayi:

1) Aspek Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi merupakan data sosial meliputi keadaan

 penduduk, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur,

 penyimpanan makanan, sumber air, kakus. Sementara data ekonomi

meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan, pengeluaran, dan

harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim

(Supariasa, 2001). Menurut Dalimunthe (1995) bahwa kehidupan

sosial ekonomi adalah suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat


yang menggunakan indikator pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan

sebagai tolak ukur.

2) Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang

mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi

dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi.

Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin

mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, maka

 pengetahuan gizinya akan lebih baik (Foster, 2006). Tetapi, status

 pendidikan rendah keluarga akan sulit untuk menerima arahan dalam

 pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini

 pentingnya kebutuhan gizi dalam membantu pertumbuhan dan

 perkembangan (Hidayat, 2005).

3) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan.

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang

 benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh

semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan

melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau

 percobaan-percobaan yang bersifat empiris (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan seseorang tentang masalah gizi diperoleh dari

 pengalaman empiris dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan

dalam menyediakan, mengolah, menyajikan makanan bagi dirinya

sendiri dan orang lain. Oleh karena penguasaan pengetahuan tentang


tubuh mereka atau pola makan yang salah dan adanya penyakit infeksi

atau status kesehatan.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan

 pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

 badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling

sering menderita akibat kekurangan gizi (KKP). Beberapa kondisi dan

anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makan

 bagi kelompok balita ini :

1) Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke

makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2) Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi

keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah

keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dan

pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua,

tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan

ketrampilan untuk mengurus anak dengan baik.

3) Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja

penuh, sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak

balita, apalagi mengurusnya.

4) Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan

 belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya

untuk makanannya.
5) Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai

kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal

tubuhnya

 belum cukup mempunyai immunitas atau daya tahan untuk melawan

 bahaya kepada dirinya (Sediaoetama, 2000).

Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan

atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna makanan. Parasit

dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh

dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi

ke dalam arus darah. Keadaan yang demikian membantu terjadinya

kurang gizi (Suhardjo dkk, 2006).

5. Bayi

a. Pengertian

Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan

 pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan

dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi

sepenuhnya tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh

ibunya.

 Nursalam, dkk (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan

 pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan

masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa bayi merupakan

 bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi


terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya

organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami

 pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).

 b. Pertumbuhan bayi

1) Masa Neonatal (0-28 hari)

Pertumbuhan dan perkembangan bayi setelah lahir adalah

terjadinya adaptasi pada semua sistem organ tubuh. Proses adaptasi

tersebut dimulai dari sistem pernapasan yaitu pertukaran gas dengan

frekuensi pernapasan antara 35-50 kali per menit, penyesuain denyut

 jantung antara 120-160 kali per menit dengan ukuran jantung lebih

 besar apabila dibandingkan dengan rongga dada. (Hidayat, 2005).

2) Masa Bayi (28 hari-1 tahun)

a) 1-4 bulan

Pertumbuhan diawali dengan perubahan berat badan mencapai

700-1000 gram per bulan sedangkan tinggi badan tidak mengalami

kecepatan dalam pertumbuhan. (Hidayat, 2005).

 b) 4-8 bulan

Pertumbuhan berat badan dapat terjadi 2 kali dari berat badan lahir

dan rata-rata kenaikan 500-600 gram per bulan apabila anak

mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan tinggi badan tidak

mengalami kecepatan dalam pertumbuhan. (Hidayat, 2005).

c) 8-12 bulan
BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

A. BIAYA
Kebutuhan anggaran penelitian ini didanai oleh institusi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Mahardika Cirebon melalui lembaga Penelitian dan Pengabdian
masyarakat. Rincian anggaran penelitian dijabarkan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Ringkasan anggaran Biaya Penelitian
 No Kegiatan Rincian Jumlah
1 Honor penelitian 30% 1 Rp. 1.500.000,-
2 Lembaga penelitian 5% 1 Rp. 250.000,-
3 Operasionak Kegiatan
• Perjanjian 1 x Rp. 500.000,- Rp. 500.000,-
• Transportasi 10 x Rp. 50.000,- Rp. 500.000,-

• Pengumpulan Data 8 x Rp Rp. 1.200.000,-


150.000,-
• Sosialisasi hasil Rp. 1.050.000,-
1 x 1.050.000,-
penelitian di Yayasan

Rp. 5.000.000,-

B. JADWAL PENELITIAN

Agustus Septembe
Maret April Juni Juli
No Jenis Kegiatan r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Bimbingan proposal
skripsi
2. Sidang proposal
3. Revisi Proposal
4. Pengurusan perijinan
 penelitian
5. Pelaksanaan penelitian
6. Bimbingan hasil penelitian
dan
pembahasan 7.
Sidang skripsi
8. Revisi skripsi
9. Penyerahan hasil skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Adicondro, 2010. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo

Almatsier, 2007. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Arikunto. 2006.  Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.  Jakarta: Rineka


Cipta.

Artarya, 2009.  Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Terhadap


 Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk Di Kabupaten Pati Tahun
2009. Skripsi. Semarang: Undip

Badriah. 2009. Metodologi Penelitian Ilmu-ilmu kesehatan. Bandung : Multazam.

Bandura. 1997. Self Efficacy : The Exercise of Control . New York: Freemanand
Company.

Budiarto, Eko. 2001.  Biostatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta : EGC

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Pusat Bahasa Departemen


 Pendidikan Nasional.  Jakarta : Balai Pustaka

Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta : Depkes

 .......................... Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta : Depkes RI

  . 2012. Profil Kesehatan Jawa Tengah

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007. Makanan Pendamping Air Susu Ibu. MP – 
 ASI.. Jakarta : DKK RI

Dorland, 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC

Feist & Feist. 2008. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


 Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Firmansyah. 2010.  Panduan Pintar Merawat Bayi Dan Balita.  Jakarta: Agromedia
Pustaka
Lampiran 2

KUESIONER

HUBUNGAN FAMILY EFF ICACY   DENGAN POLA ASUH NUTRISI DALAM


MENINGKATKAN STATUS GIZI BAYI UMUR 0-1 TAHUN DI WILAYAH
PUSKESMAS KAMBANGAN KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014

Kode Responden :
Tanggal Wawancara :
Usia bayi :
Jenis Kelamin :

Petunjuk pengisian kuesioner:


1. Sebelum menjawab pertanyaan, terlebih dahulu isilah identitas anda dengan
lengkap.
2. Bacalah masing-masing pertanyaan dengan teliti.
3. Jawablah pertanyaan dengan runtut dan jelas.
4. Berilah tanda lingkaran pada jawaban yang paling tepat dan sesuai dengan
keadaan anda sebenarnya.
5. Apabila ingin mengganti jawaban, menggunakan tanda lingkar
6. Jawablah semua pertanyaan tanpa ada yang terlewatkan (kecuali ada
 pengecualian).
7. Selamat mengisi dan terima kasih.
A. FAMIL Y EFFI CACY 
Petunjuk : Jawablah Pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda  pada salah
satu pernyataan, Ya dan Tidak

 No Daftar Pernyataan Ya Tidak


A. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)
1 Keluarga mempunyai anak yang sehat sampai usia 1 tahun
 jarang terkena penyakit seperti cacingan
2 Keluarga dapat menyediakan solusi cara untuk hidup sehat,
walaupun dengan cara tidak mahal
3 Keluarga dapat mengatasi atau memberikan pertolongan
 pada bayi yang mengalami sakit ringan seperti demam,
diare, penurunan berat badan
4 Keluarga memberikan ASI saja pada bayi saat bayi usia 0-6
 bulan
5 Keluarga memberikan ASI dan susu formula pada bayi saat
usai 8-12 bulan
B. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
6 Keluarga menjalankan kebiasaan keluarga atau adat istiadat
dalam mengasuh bayi
7 Keluarga selalu menerima hal yang baik walaupun
 bertentangan dengan adat istiadat
8 Keluarga mengasuh anak sendiri tanpa bantuan orang lain
9 Keluarga menjadikan para tokoh masyarakat sebagai
 panutan untuk kesuksesan mengasuh anak
C. Persuasi verbal (verbal persuasion)
10 Keluarga berkonsultasi dalam pemberian makanan bagi
bayi, agar tercapainya status gizi yang ideal
11 Keluarga membawa bayi ke tenaga kesehatan jika anaknya
sakit
12 Keluarga mengikuti nasihat tenaga kesehatan untuk
memberikan makanan sesuai usia bayi
D. Kondisi Psikologis (psysiological state)
13 Keluarga akan sedih jika kondisi kesehatan bayi menurun
seperti terkena diare, penurunan berat badan
14 Keluarga akan gembira jika anaknya tumbuh dan
 berkembang sesuai dengan usia bayi.
15 Keluarga selalu memperlihatkan situasi yang menyenangkan
 pada bayi dalam keadaan apapun
16 Keluarga memilih makanan yang sehat untuk bayi
17 Keluarga merasa bahagia jika tidak mengalami ganguan
kesehatan dan tidak rewel
18 Keluarga senang jika anak suka makan makanan yang telah
disediakan
B. POLA ASUH NUTRISI
Petunjuk : Jawablah Pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda  pada salah
satu pertanyaan, Ya dan Tidak

 No Daftar Pertanyaan Ya Tidak


1 Apakah ibu memberikan ASI saja pada bayi usia 0-6
 bulan?
2 Selain ASI, apakah ibu memberikan susu formula?
3 Apakah ibu dalam memberikan ASI pada bayi mengikuti
 jadwal tertentu (misal 2-3 jam sehari)?
4 Apakah ibu pada bayi berumur 6-9 bulan diberikan ASI
dan susu formula?
5 Selain ASI dan susu formula apakah ibu memberikan
makanan lumat seperti bubur susu, bubur sumsum?
6 Selain ASI dan susu formula apakah ibu memberikan
makanan seperti pisang saring, pepaya saring?
7 Selain ASI dan susu formula, apakah ibu memberikan
makanan tambahan seperti tomat saring dan nasi tim
saring?
8 Apakah ibu memberikan buah-buahan seperti jeruk +
 papaya pada bayi saat usia lebih dari 6 bulan?
9 Apakah makanan pendamping selalu diberikan setiap 2
 jam sekali?
10 Apakah pemberian susu formula diberikan setiap 3 jam
sekali?
11 Apakah bayi yang berusia 6-8 bulan, jika menangis harus
diberi bubur?
12 Apakah bayi berumur 9-12 bulan harus diberikan
makanan pendamping?
13 Apakah bayi berusia 9-12 bulan diberikan makanan lunak
setiap 2 jam sekali?

Anda mungkin juga menyukai