Pemberian Informed Concent Dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Patient Savety Pada Pasien Perioperative Di Rsud Leuwiliang

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 134

PEMBERIAN INFORMED CONCENT DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PELAKSANAAN PATIENT SAFETY PADA


PASIEN PERIOPERATIVE DI RSUD LEUWILIANG
TAHUN 2020

TESIS

Disusun Sebagai Salah satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi


Strata Dua (S2)
MAGISTER FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Disusun oleh :
Enggar lesharini
NPM. 2018970030

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020
PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Enggar Lsharini

NPM : 2018970030

Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis : PEMBERIAN INFORMED CONCENT DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PELAKSANAAN PATIENT SAFETY PADA PASIEN
PERIOPERATIVE DI RSUD LEUWILIANG TAHUN 2020

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Sidang Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

TIM PENGUJI :

Pembimbing :
Nama ( .........tanda
tangan...........)

Penguji Ahli :

Nama ( .........tanda
tangan...........)

Penguji Ahli :

Nama ( .........tanda
tangan...........)

Penguji Ahli :

Nama ( .........tanda
tangan...........)

MENGETAHUI :

Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat :

Nama ( .........tanda
tangan...........)

Ditetapkan di Jakarta

Tanggal : ......................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Program
Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta.
2. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Program Studi
Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister
Kesehatan Masyarakat di Program Studi Magister Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Jakarta, September 2022

(Materai)

(Enggar Lesharini)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Jakarta, saya yang


bertandatangan dibawah ini,

Nama*Tanpa Gelar : Enggar Lesharini

NPM : 2018970030

Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat

Peminatan : MARS

Karya :

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan Hak Bebas


Royalti Non-Eksklusif kepada Universitas Muhammadiyah Jakarta atas karya ilmiah saya
yang berjudul :

PEMBERIAN INFORMED CONCENT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN


PATIENT SAFETY PADA PASIEN PERIOPERATIVE DI RSUD LEUWILIANG TAHUN 2020.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Royalti Non- Eksklusif ini
Universitas Muhammadiyah Jakarta berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan
tugas akhir saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 7 September 2022

Yang Menyatakan

(Materai)

(Enggar Lesharini)
5

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN MARS

Tesis, September 2022

Lesharini
Enggar

PEMBERIAN INFORMED CONCENT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


PELAKSANAAN PATIENT SAFETY PADA PASIEN PERIOPERATIVE DI
RSUD LEUWILIANG TAHUN 2020
ABSTRAK

Latar Belakang: Informed Concent adalah langkah penting dalam membatu


pasien mengerti konsekuensi dari keputusan perawatan mereka. Pada
pembedahan, sangat penting bagi pasien untuk memahami risiko dan manfaat
prosedur dan selanjutnya memutuskannya. Keberadaannya merupakan salah
satu unsur terjadinya transaksi terapeutik, dan sebagai perjanjian, transaksi
terapeutik tunduk pada ketentuan hukum perdata
Tujuan: Untuk mengetahui pengalaman pasien dalam proses pemberian
informed concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient safety pada
pasien perioperative di rsud leuwiliang tahun 2020
Metode: Studi fenomenologi deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif
Hasil: Dalam hal pelaksanaan budaya keselamatan pasien pada dasarnya ketika
Informed Concent diberikan dengan baik maka semua tahapan patient safety
goals atau 6 sasaran keselamatan pasien dilaksanakan dengan baik pula. Dalam
hal ini dapat menjamin keselamatan pasien dan mutu pelayanan pasien.
Sehingga ada jaminan keselamatan pasien dan kepuasan terhadap layanan yang
diberikan akan meningkat.
Kesimpulan:
1. Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan informed consent
tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang
dengan cara dua arah atau metoda sokratik dengan empat tahapan
pemberian komunikasi terapeutik yaitu pra interaksi, orientasi, kerja dan
terminasi. Informed concent tindakan pembedahan diberikan tanpa
menggunakan media bantu.
6

2. Pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang tidak menerima semua isi
penting informed consent tindakan pembedahan (pasien hanya menerima
sedikit informasi tentang risiko tindakan yaitu nyeri).
3. Waktu informed consent tindakan pembedahan diberikan pada pasien pre
operatif elektif di RSUD Leuwiliang adalah H-1 operasi dilakukan.
4. Tempat informed consent tindakan pembedahan diberikan pada pasien pre
operatif elektif di RSUD Leuwiliang adalah ruang mahasiswa dan
seringkali bersamaan dengan pasien lain.
5. Harapan utama pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang adalah
sembuh, adapun harapan lainnya adalah tentang adanya media pembantu
yaitu gambar-gambar dan tempat pemberian informed concent tindakan
pembedahan yang lebih tenang. Sedangkan perawat tentang pemberian
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di
RSUD Leuwiliang adanya SOP khusus yang menjelaskan tentang informed
concent tindakan pembedahan, kejelasan informed concent tindakan medis
dengan tindakan keperawatan serta blangko-blangko yang melengkapinya.
Selain itu perawat juga mengharapkan ruangan khusus tersendiri disertai
peraturan tertulis yang berisikan hak dan kewajiban pasien yang
ditempelkan di dinding, serta adanya media bantu komunikasi seperti
leaflet atau lembar balik.
Saran: Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pasien bedah di RSUD
Leuwiliang yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan selalu
memonitor, mengevaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut program-
program yang mendukung keselamatan pasien terutama dalam hal ini adalah
tentang Informed contcent. Dengan kualitas pelayanan perawatan dan medik
yang mendukung dari berbagai aspek pelayanan diharapkan dapat pasien
maupun keluarga pasien tetap terjamin keselamatannya. Perlu diperhatikan
secara khusus indikator-indikator dari aspek pelayanan yang masih dibawah
rata-rata untuk lebih ditingkatkan kualitas pelayanannya sehingga lebih
memuaskan pasien maupun keluarga pasien dan kepuasan untuk aspek-aspek
yang telah lebih dari standar puas merupakan prestasi dan perlu dijaga agar
tetap tinggi.

Kata Kunci : Informed concent, patien safety, perioperative


Daftar Pustaka : 43 (2004 – 2019)
7

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH
JAKARTA
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
HOSPITAL ADMINISTRATION MANAGEMENT

Thesis, August 2022


Lesharini
Enggar

PROVISION OF INFORMED CONCENT AND ITS IMPLICATIONS ON THE


IMPLEMENTATION OF PATIENT SAFETY TO PERIOPERATIVE PATIENTS
IN LEUWILIANG Hospital in 2020

ABSTRACT

Background: Informed consent is an important step in helping patients


understand the consequences of their treatment decisions. In surgery, it is very
important for the patient to understand the risks and benefits of the procedure
and then decide on it. Its existence is one of the elements of the occurrence of
therapeutic transactions, and as an agreement, therapeutic transactions are
subject to the provisions of civil law
Purpose: To find out the patient's experience in the process of giving informed
consent and its implications for the implementation of patient safety in
perioperative patients at the Leuwiliang Hospital in 2020
Methods: descriptive phenomenological study using a qualitative approach
Results: In terms of implementing a patient safety culture, basically when
Informed Concent is given properly, all stages of patient safety goals or 6
patient safety goals are carried out properly as well. In this case, it can ensure
patient safety and the quality of patient care. So that there is a guarantee of
patient safety and satisfaction with the services provided will increase.
Suggestion:
1. The method or method used to provide informed consent for surgery in
elective preoperative patients at Leuwiliang Hospital in a two-way or socratic
method with four stages of providing therapeutic communication, namely pre-
interaction, orientation, work and termination. Informed consent for surgery
was given without the use of assistive media.
2. Elective preoperative patients at Leuwiliang Hospital did not receive all the
important contents of informed consent for surgery (patients received only
little information about the risks of the procedure, namely pain).
8

3. The time when informed consent for surgery was given to elective
preoperative patients at Leuwiliang Hospital was H-1 when the operation was
performed.
4. The place where surgical informed consent is given to elective preoperative
patients at Leuwiliang Hospital is the student room and often together with
other patients.
5. The main hope of elective preoperative patients at Leuwiliang Hospital is to
recover, while the other hope is about the existence of auxiliary media,
namely pictures and places where the informed consent of surgery is quieter.
Meanwhile, nurses regarding giving informed consent for surgery to elective
preoperative patients at Leuwiliang Hospital have a special SOP that explains
the informed consent of surgery, clarity of informed consent of medical action
with nursing actions and the blanks that complete it. In addition, nurses also
expect a separate special room accompanied by written regulations that
contain the rights and obligations of patients posted on the wall, as well as
the existence of communication aids such as leaflets or flipcharts.
Conclusion: Improving the quality of care for surgical patients at Leuwiliang
Hospital which is oriented towards patient safety by always monitoring,
evaluating and preparing follow-up plans for programs that support patient
safety, especially in this case regarding informed consent. With the quality of
care and medical services that support various aspects of service, it is hoped
that patients and their families can still be assured of their safety. It is necessary
to pay special attention to the indicators of the service aspect that are still
below the average to further improve the quality of service so that it is more
satisfying to the patient and patient's family and satisfaction for aspects that are
more than satisfied standards are achievements and need to be kept high.

Keywords : Informed concent, patien safety, perioperative


Bibliography : 43 (2004 – 2019)
9

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mecapai gelar
Magister Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saya menyadari pada penyususnan
tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. dr. Aragar Putri, MRDM, selaku dosen pembimbing yang


telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan tesis ini.
2. Dr. Dewi Purnamawati, SKM, M.KM, selaku dosen penguji
yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam
penyusunan tesis ini.
3. ……………………, selaku dosen penguji yang telah
memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyusunan tesis
ini
4. Dr. Andriyani. M.Ag, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta yang memberikan
fasilitas dan kesempatan untuk belajar.
5. Dr. Dewi Purnamawati, SKM, M.KM, selaku Ketua Program
Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta yang
mengarahkan dalam proses belajar mengajar.
6. Pihak-pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh
penulis.
Akhir kata, saya berdoa kepada Allah SWT agar berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu

Jakarta, Seotember 2022

Penulis
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


PubMed Central (PMC) adalah arsip teks internasional lengkap
gratis dari literatur jurnal ilmu biomedis dan ilmu kehidupan di
Perpustakaan Nasional Kedokteran Amerika Serikat. Dalam jurnalnya
yang di publikasikan pada tanggal 31 Maret 2010 berjudul
“Interventions to Improve Patient Comprehension in Informed Consent
for Medical and Surgical Procedures: A Systematic Review” penelitian
dengan sistem pencarian literatur sistematis artikel berbahasa Inggris di
MEDLINE (1949-2008) dan EMBASE (1974-2008). Selain itu
diadakan peninjauan bibliografi yang diterbitkan dari penelitian empiris
tentang persetujuan berdasarkan informasi dan daftar referensi dari
semua studi yang memenuhi syarat. Hasilnya adalah ada variasi yang
signifikan di seluruh studi sehubungan dengan unsur-unsur pemahaman
informed contcent yang dinilai.
Mayoritas uji coba (39 dari 44 studi) menilai pemahaman
tentang risiko prosedur. Dari 39 studi yang mengukur pemahaman
risiko, intervensi meningkatkan pemahaman dalam 28 studi. Elemen
pengukuran terukur lainnya termasuk pemahaman pasien tentang
manfaat / indikasi potensial (20 dari 44 studi; intervensi meningkatkan
pemahaman dalam 14 studi), alternatif (10 dari 44 studi; intervensi
meningkatkan pemahaman dalam 7 studi), dan pengetahuan umum
tentang prosedur (yaitu , organ apa yang sedang dioperasikan, 28 dari
49 studi; intervensi meningkatkan pemahaman dalam 22 studi).
Mayoritas studi (26 dari 44) menilai hanya 1 atau 2 elemen
pemahaman. Hanya 6 dari 44 studi yang menilai semua 4 elemen
pemahaman29,45,46,60,62,65; Dari jumlah tersebut, 3 studi
menemukan peningkatan pemahaman semua elemen dengan
intervensi.46,60,62. 1

1
Schenker Y at al. ,Interventions to Improve Patient Comprehension in Informed Consent
for Medical and Surgical Procedures: A Systematic Review, PubMED CENTRAL
Published on 2010 Mar 31

2
2

Sebuah studi cross-sectional epidemiologis dilakukan antara


Januari 2016 hingga Juni 2016 untuk menilai kualitas proses Informed
consent di sembilan rumah sakit umum di Wilayah Campania Italia.
Formulir informed concent tertulis diberikan kepada 84,5% dari mereka
yang diwawancarai. Semua penerima formulir menandatanganinya,
baik secara pribadi atau melalui delegasi; Namun, 13,9% tidak tahu /
ingat pernah melakukannya; 51,8% mengatakan bahwa mereka
membacanya dengan seksama. Dari mereka yang dilaporkan telah
membacanya, 90,9% menilai itu sudah jelas. Dari mereka yang
menerima formulir persetujuan tertulis, 52,0% telah mendapatkannya
sehari sebelum operasi paling awal 41,1% menerimanya beberapa jam
atau segera sebelum prosedur. Formulir Informed consent tertulis
dijelaskan kepada 65,6% dari pasien, dan 93,9% dari mereka menerima
informasi oral lebih lanjut yang dianggap dapat dimengerti. Sebagian
besar perhatian diberikan pada diagnosis dan jenis prosedur bedah, yang
dikomunikasikan masing-masing untuk 92,8 dan 88,2% dari pasien.
Hampir satu dari dua pasien percaya bahwa informasi tersebut
memberikan sedikit kelegaan emosional, sementara 23,2% mengalami
peningkatan kecemasan. Pasien yang lebih muda (usia ≤ 60) dan pasien
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih mungkin untuk
membaca formulir.2
Informed consent sebelum operasi merupakan aspek penting
dari operasi, namun belum ada pelatihan formal mengenai hal itu di
Pakistan. Sebuah penelitian dilakukan untuk menilai praktik Informed
consent pra operasi pada pasien yang telah menjalani operasi elektif di
dua rumah sakit pendidikan perawatan tersier besar (Rumah Sakit Sipil
dan Pusat Medis Pasca sarjana Jinnah) di Karachi Pakistan pada Juli
hingga Oktober 2010. Sebanyak 350 pasien dari 4 spesialisasi operasi
diwawancarai, sebagian besar yaitu 307 (87,7%) pasien diberitahu
tentang kondisi mereka tetapi sangat sedikit 12 (3,4%) yang diberi

2
Erminia ogozina at all. Does written informed consent adequately inform surgical
patients? A cross sectional study, bmcmedethics.biomedcentral.com, Published 07 January
2019
3

pengarahan tentang komplikasi. Hanya 17 (4,9%) pasien mengatakan


mereka tahu tentang risiko dan komplikasi dari anestesi yang diusulkan.
Seratus tiga puluh delapan (39,4%) pasien mengatakan bahwa mereka
diizinkan untuk bertanya sambil memberikan persetujuan. Sebagian
besar waktu 196 (56%) persetujuan diberikan satu hari sebelum operasi
tetapi dalam beberapa 2 (0,6%) contoh diberikan pada pagi hari operasi
dan di atas meja operasi dalam beberapa kasus 3 (0,9%) seperti yang
dilaporkan oleh pasien. Formulir persetujuan ditandatangani oleh pasien
sendiri hanya dalam 204 (58,3%) kasus dan oleh saudara mereka di
sisanya. Sekitar setengah dari jumlah pasien 171 (48,9%) yang
diwawancarai puas dari informasi yang mereka terima sebagai proses
informed consent. 3
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota Semarang berdasarkan
hasil pengamatan kelengkapan seluruh lembar tahun 2015 diketahui
bahwa pengisian item jenis tindakan medik yang akan dilakukan yang
seharusnya diisi dokter sebagian besar (44%) tidak lengkap. Begitu juga
dengan pengisian tanda tangan dan nama jelas dokter penanggung
jawab yang tidak mencapai 70 persen kelengkapannya. Hal tersebut
menunjukan masih kurangnya kesadaran dokter dalam melengkapi
lembar informed consent yang merupakan bukti legal pelaksanaan
informed consent. Fakta tersebut menunjukan informed consent hanya
dijadikan sekedar formalitas. Secara legal formal, seharusnya
persetujuan yang dibuktikan dengan adanya tanda tangan yang
dibubuhkan setelah pasien “informed” dan “understand”. Namun
untuk hasil pengamatan kelengkapan pengisian item formulir informed
consent secara keseluruhan, menurut kelengkapannya ternyata tidak ada
formulir yang benar-benar terisi lengkap. Pada setiap formulir yang
diamati pasti terdapat beberapa item yang tidak terisi dengan lengkap. 4

3
M Jawaid At all, Preoperative Informed Consent: Is It Truly Informed? Tehran University
of Medical Sciences Published online 2012 Sep 1.
4
Khasna Fikriya*), Ayun Sriatmi**), Sutopo Patria Jati**) , Analisis Persetujuan Tindakan
Kedokteran (informed consent) Dalam Rangka Persiapan Akreditasi Rumah Sakit di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Kota Semarang , Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
4

Tahun 2015 di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Dalam hal


kelengkapan pengisian formulir Informed Consent masih terdapat
formulir yang tidak terisi dengan lengkap, hal ini dibuktikan dengan
adanya ketidaklengkapan pengisian formulir Informed Consent yang
tinggi terdapat pada point Jenis Informasi yaitu item penjelasan
Prognosis sebesar 54,1% , Alternatif & Resiko sebesar 52,5%, dan
Komplikasi sebesar 50,8%. Sedangkan ketidaklengkapan terbanyak
pada poin Identitas pasien yaitu item Alamat sebesar 31.2%,
ketidaklengkapan terbanyak pada Identitas Keluarga Pasien pada item
Alamat 34,4%, untuk ketidaklengkapan terbanyak pada point identitas
pemberi informasi yaitu pada jabatan dokter yang memberi informasi
sebesar 45.9%, ketidaklengkapan terbanyak pada poin Autentifkasi
pada item Nama dan Tanda Tangan Saksi sebesar 42,6%.5
Berdasarkan data di RSUD Leuwiliang tahun 2019 didapatkan
data total operasi yang dilakukan adalah 5.437 tindakan, terdiri dari
operasi ringan, sedang dan besar.6 Studi pendahuluan dilakukan penulis
pada tanggal 1-5 November 2019 terhadap 8 orang klien yang akan
dioperasi. Berdasarkan hasil observasi pada studi pendahuluan tersebut
didapatkan untuk pelaksanaan informed consent di RSUD Leuwiliang
tahun 2019 baru sebatas blangket concent yaitu pemberian blangko
persetujuan tanpa adanya penjelasan atau pemberian informasi secara
rinci mengenai keadaan dan prognose penyakit. Dari hasil identifikasi
juga didapatkan belum tergambar secara jelas mengenai siapa yang
memberikan, kapan diberikan, apa informasi yang diberikan, apa
kendala saat memberikan informed consent tersebut, dan apa harapan
pasien terhadap pemberian informasi serta implikasinya terhadap
patient savety selama periode perioperative khususnya pada klasifikasi
operasi elektif. 6

5
Leni Herfyanti, Kelengkapan Informed Consent Tindakan Bedah Menunjang Akreditasi
JCI Standar HPK 6 Pasien Orthopedi, Politeknik Piksi Ganesha Jurnal Manajemen
Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 3 No.2
6
Data Rekam Medik RSUD Leuwiliang-Bogor 2019
5

World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa


keselamatan pasien merupakan masalah keseahatan masyarakat global
yang serius. Pasien mengalami resiko infeksi 83.5% di Eropa dan bukti
kesalahan medis menunjukkan 50-72.3%. Berdasarkan hasil
pengumpulan data-data penelitian rumah sakit di berbagai negara,
ditemukan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dengan rentang 3.2 – 16.6
%. Data Patient Safety tentang Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan
Kejadian Tak Diharapkan (KTD) di Indonesia masih jarang, namun di
pihak lain terjadi peningkatan tuduhan malpraktek yang belum tentu
sesuai dengan pembuktian akhir. Insiden pelanggaran patient safety
sebesar 28.3% yang dilakukan oleh perawat. Data kejadian pasien jatuh
di Indonesia berdasarkan Kongres XII PERSI (2012) bahwa kejadian
pasien jatuh tercatat sebesar 14%, padahal untuk mewujudkan
keselamatan pasien angka kejadian pasien jatuh seharusnya 0%. 7
Institute of Medicine pada Tahun 1999 dalam To Err is Human :
Building a Safer Health Care System mengemukakan bahwa 44.000
sampai 98.000 orang setiap tahunnya meninggal di rumah sakit
Amerika akibat insiden keselamatan pasien padahal sebenarnya hal
tersebut dapat dicegah. Kematian akibat insiden keselamatan pasien
menempati urutan kedelapan penyebab kematian pasien di Amerika
Serikat. . Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan
bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication
error) pada tahap ordering (49%),diikuti tahap administration
management (26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%).
Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka –
angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6%.8

7
Mauritz, dkk. Pengaruh Faktor Organisasi Terhadap Maturitas Budaya Keselamatan
Pasien Di Rumah Sakit A.M Parikesit Tenggarong Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Maritim. 2017; 1(1): 22-30
8
Linda T. Kohn, Janet M. Corrigan, and Molla S. Donaldson, Editors; To Err is Human :
Building a Safer Health Care System Committee on Quality of Health Care in America,
Institute of Medicine NATIONAL ACADEMY PRESS Washington, D.C.
6

Di Kuwait dalam jurnal yang dibuat oleh Harnad Alqattan tahun


2018 yang berjudul An evaluation of patient safety culture in a
secondary care setting in Kuwait Sebanyak 1008 kuesioner lengkap
diterima, menghasilkan tingkat respons 75,2%. Tiga dimensi budaya
keselamatan pasien ditemukan sebagai area prioritas untuk perbaikan:
respons non-hukuman untuk kesalahan, staf, dan keterbukaan
komunikasi. Kerja tim dalam unit dan pembelajaran organisasi dengan
perbaikan terus-menerus diidentifikasi sebagai bidang kekuatan.
Responden dari Kuwait dan negara-negara Teluk memiliki persepsi
yang kurang positif tentang budaya keselamatan pasien di rumah sakit
dibandingkan responden Asia. Analisis regresi menunjukkan bahwa
negara asal responden, profesi, usia, dan kursus keselamatan pasien /
kuliah hadir secara signifikan berkorelasi dengan persepsi mereka
terhadap budaya keselamatan pasien rumah sakit. 9
Di Singapura dalam Jurnal Evaluation of the Patient Safety
Leadership Walkabout programme of a hospital in Singapore pada
penelitian yang dilakukan selama periode kerja antara Januari 2005
sampai dengan Oktober 2012 menjelaskan sebanyak 321 masalah
keselamatan pasien diidentifikasi selama periode penelitian. Dari
jumlah tersebut, 308 (96,0%) masalah diselesaikan pada November
2012. Di antara berbagai kategori masalah yang diangkat, masalah yang
terkait dengan lingkungan kerja adalah yang paling umum (45,2%).
Dari semua masalah yang diangkat selama walkabouts, 72,9% tidak
diidentifikasi melalui metode deteksi kesalahan konvensional lainnya.
Sehubungan dengan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, 94,8%
dari peserta melaporkan peningkatan kesadaran dalam keselamatan
pasien dan 90,2% menyatakan kenyamanan dalam secara terbuka dan
jujur membahas masalah keselamatan pasien. 10

9
Harnad Alqattan at all, An evaluation of patient safety culture in a secondary care setting
in Kuwait, Journal of Taibah University Medical Sciences on ScienceDirect", volume 13,
issues 3, juni 2018, pages 272-280’
10
B.T.L Raymond et all , Evaluation of the Patient Safety Leadership Walkabout
programme of a hospital in Singapore, Singapore Med J. 2014 Feb; 55(2): 78–83.
https://europepmc.org/article/med/24570316
7

Di Indonesia sendiri pelaporan insiden keselamatan pasien


berdasarkan propinsi pada tahun 2010 ditemukan Jawa Barat 33,33%,
Banten dan Jawa Tengah 20%, DKI 16,67%, Bali 6,67%, dan Jatim
3,33%. Bidang spesialisasi unit kerja yang paling banyak ditemukan
kesalahan adalah unit Bedah, Penyakit Dalam, dan Anak dibandingkan
unit kerja lainnya. Berdasarkan dari tim kesehatan rumah sakit perawat
dilaporkan melakukan insiden keselamatan sebesar 4,55% (KKP-RS
(2010).11
Tahun 2018 sebuah penelitian dilakukan dengan Populasi yang
sudah ditentukan yaitu semua pasien rawat inap di Laika Waraka Bedah
dan Non Bedah RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak
281 pasien dan sampel 56 orang yang diperoleh dengan Accidental
Sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis
secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 56
responden, pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi
pelaksanaan hak pasien sebagian besar (89,3%) terpenuhi, pelaksanaan
pendidikan pada pasien dan keluarga, sebagian besar (83,9%) dalam
kategori dilakukan, dari aspek kesinambungan pelayanan sebagian
besar (85,7%) dalam kategori dilakukan dan dari aspek komunikasi
sebagian besar (80,4%) dalam kategori dilakukan.12
Hasil penelitian menyebutkan gambaran budaya keselamatan
pasien pada pegawai RS. Anna Medika Kota Bekasi Tahun 2018 adalah
sebesar 71,97%. Data ini diperoleh dari nilai rata-rata respon positif
terhadap harapan dan tindakan atasan dalam mempromosikan
keselamatan pasien sebesar 86,79%, respon positif terhadap
organization learning perbaikan berkelanjutan sebesar 99,79%, respon
positif terhadap kerja sama dalam unit di rumah sakit sebesar 98,33%,
respon positif terhadap komunikasi terbuka sebesar 93,14%, respon

11
Komite Keselamatan Pasien RS (KKPRS).2010. Laporan Insiden Keselamatan Pasien
Kuartal 2. www.inapatsafety-persi.or.id/umpan_balik/laporan_ikp2.pdf
12
Wawan Gunawan1, Narmi2, Sahmad3. Analisis Pelaksanaan Standar Keselamatan
Pasien (Patient Safety) di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,
Corespondensi Author Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan. https://stikesks-
kendari.e-journal.id/JK Volume 03 | Nomor 01| Juni | 2019 ISSN: 2407-4801
8

positif terhadap umpan balik dan komunikasi mengenai kesalahan


93,33%, respon positif terhadap respon tidak menyalahkan sebesar
62,42%. Respon positif terhadap staffing sebesar 40,29%, respon positif
terhadap dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien
sebesar 52,40%, respon positif kerja sama antar unit sebesar 60,75%,
respon positif terhadap pergantian shif dan perpindahan pasien sebesar
77,27%, respon positif terhadap keseluruhan persepsi tentang
keselamatan pasien sebesar 79,54%, dan respon positif terhadap
frekuensi pelaporan kejadian sebesar 25,85%.13
Sedangkan di RSUD Leuwiliang dari data Indikator Mutu SKP
RSUD Leuwiliang selama 2019 diperoleh data pelaksanaan Indikator
Mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu; ketepatan pemasangan gelang
identitas pasien 99,915 %, ketepatan melakukan TUBAKOSI saat
menerima instruksi verbal dari dokter spesialis ke dokter umum 96,44
%, pemberian label obat high alert 98,7 %, surgical savety
checklist78,5 %, kepatuhan dan ketepatan petugas dalam melakukan
cuci tangan66,6 %, dan assesment pasien dengan risiko jatuh 98,2 %.
Dan dari data Indikator Mutu Pelayanan Instalasi Bedah Sentral RSUD
Leuwiliang 2020 diperoleh data Kepatuhan pelaksanaan prosedur site
marking 100 % dan Kepatuhan waktu pelayanan di IBS 93,3 %.14
Terkait dengan tuntutan pelayanan kesehatan yang menekankan
pentingnya pemberian informasi dan pelayanan yang optimal,
meningkatnya kebutuhan akan tindakan operatif serta belum tergambar
secara jelasnya mekanisme pemberian informed consent dan
implikasinya pada pelaksanaan patient savety pada pasien perioperative
di RSUD Leuwiliang khususnya pada pasien-pasien operasi elektif
(terjadwal) maka mendorong penulis untuk memperoleh informasi
mendalam tentang pemberian informed concent dan implikasinya
terhadap pelaksanaan patient savety pada pasien perioperative di RSUD
leuwiliang tahun 2020.

13
Deasy Febriyanty, Desyawati Utami, Gambaran Budaya Keselamatan Pasien
Berdasarkan Metode AHRQ Pada Pegawai RS. Anna Medika Kota Bekasi tahun 2018,
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul, Jakarta Barat Jl. Arjuna Utara No. 9 Tol
Tomang, Kebon Jeruk Jakarta Barat, 11510. DOI:
http://dx.doi.org/10.31289/biolink.v5i2.1972
14
RSUD Leuwiliang. Data based Indikator Mutu SKP dan PMKP RSUD leuwiliang 2019
9

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Dalam memutuskan apakah akan menyetujui tindakan
kedokteran atau tindakan medis tersebut, pasien perlu mendapatkan
informasi yang cukup oleh dokter. Proses pemberian informasi oleh
dokter yang kemudian diikuti dengan pemberian persetujuan tindakan
kedokteran oleh pasien tersebut dikenal sebagai informed consent.
Keberadaannya merupakan salah satu unsur terjadinya transaksi
terapeutik, dan sebagai perjanjian, transaksi terapeutik tunduk pada
ketentuan hukum perdata.15
Bila diperhatikan kasus-kasus gugatan mal praktik yang
mencuat ke permukaan, hampir sebagian besar ketidak jelasan nya
disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan dan
pasien ditambah masih rendahnya pengetahuan pasien terhadap
pelaksanaan operasi dan salah satu aspek pelayanan tindakan prosedural
yang sering dilakukan dan dirasakan penting dalam semua tindakan
operasi adalah pemberian informed concent , terutama pada periode
intra operatif. Informed Concent diperlukan bukan hanya didasarkan
pada kewajiban moral berkaitan dengan hak asasi individu dan
tanggung jawab individu atas kesehatannya, tetapi melindungi manusia
agar tidak termanipulasi sebagai obyek kepentingan.
Informed Concent adalah langkah penting dalam membatu
pasien mengerti konsekuensi dari keputusan perawatan mereka. Pada
pembedahan, sangat penting bagi pasien untuk memahami risiko dan
manfaat prosedur dan selanjutnya memutuskannya. 16 Oleh karena itu
penelitian ini dibuat untuk mengetahui apakah pasien diberikan
informed concent secara tertulis atau membaca dan menandatanganinya,
apakah dikomunikasikan secara lisan dengan dokter dan apakah
komunikasi ini mempengaruhi keputusan pasien, serta implikasinya
terhadap pelaksanaan patient savety.

15
Vicia Sacharissa. (2019) ‘Akibat Ketiadaan Informed Consent Menurut Perspektif
Hukum Perdata’, Hukumonline.com
16
Adriana pakendek, informed concent dalam pelayanan kesehatan, fakultas
hukumuniversitas pamekasan Madura 2010
10

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka
dalam penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebagai berikut :
bagaimana pelaksanaan pemberian informed concent dan implikasinya
terhadap pelaksanaan patient safety pada pasien perioperative di RSUD
Leuwiliang tahun 2020.

1.4 TUJUAN PENELITIAN


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mendalam tentang pemberian
informed concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient
safety pada pasien perioperative di RSUD Leuwiliang tahun 2020.

1.4.2 Tujuan Khusus


a. Untuk memperoleh informasi tentang waktu pelaksanaan
pemberian informed concent dan implikasinya terhadap
pelaksanaan patient safety pada pasien perioperative di RSUD
Leuwiliang tahun 2020.
b. Untuk memperoleh informasi tentang metode atau cara pemberian
informed concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient
safety pada pasien perioperative di rsud leuwiliang tahun 2020.
RSUD Leuwiliang tahun 2020.
c. Untuk memperoleh informasi tentang isi yang pemberian informed
concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient safety pada
pasien perioperative di RSUD Leuwiliang tahun 2020.

1.5 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang dapat di petik dari hasil penelitian ini, diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi dunia kesehatan baik yang bersifat
teoritis, metodologis maupun yang bersifat praktis serta memperkaya
pengetahuan dalam aspek Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
11

1.5.1 Aspek Teoritis


a. Mengembangkan konsep dan kajian yang lebih mendalam tentang
manajemen peningkatan mutu perilaku perawat tenaga kesehatan
melalui pengetahuan pemberian informed concent dan
implikasinya terhadap pelaksanaan patient safety pada pasien
perioperative di sehingga diharapkan dapat menjadi dasar dan
pendorong dilakukannya penelitian yang sejenis tentang masalah
tersebut dimasa mendatang.
b. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori
dan mendapatkan gambaran dan pengalaman praktis dalam
penelitian tentang perilaku organisasi pelayanan

1.5.2 Aspek Metodologis


Memperkaya dunia penelitian dalam hal ini khusus pada
penelitian kualitatif, dengan pengembangan prosedur dan teknik
penelitian yang berbeda.

1.5.3 Aspek Praktis


a. sebagai sumbangan informasi mengenai persepsi pemberian
informed concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient
safety pada pasien perioperative di rsud leuwiliang tahun 2020.
b. sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
c. Memberikan gambaran yang lebih konkrit mengenai tingkat
pengetahuan perawat mengenai penerapan pemberian informed
concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient safety pada
pasien perioperative di rsud leuwiliang tahun 2020 yang
selanjutnya dapat sebagai bentuk masukan dalam mengelola mutu
pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan pemberian informed
concent dan implikasinya terhadap pelaksanaan patient safety pada
pasien perioperative di RSUD Leuwiliang.
12

1.5.4 Aspek Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK)


Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menjadi
masukan bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah lainnya untuk
meningkatkan mutu dan pengembangan Pendidikan Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan dalam dunia kesehatan khususnya pada pasien-
pasien bedah (operasi)
Dalam Surat Al Ahzab ayat 70-71, Allah menjelaskan tentang
pentingnya menjaga ucapan, yaitu yang berbunyi:

‫ّللا اتَّقُوا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها َيا‬


َ َّ ‫ص ِل ْح دِيدًا ََس قَ ْو ًل َوقُولُوا‬ْ ُ‫َو َي ْغف أَ ْع َمالَكُ ْم لَكُ ْم ي‬
َ ِ ‫لَكُ ْم ْر‬
ُ َ َّ ُ‫عظِ ي ًما فَ ْو ًزا فَازَ فَقَدْ َو َرسُولَه‬
‫ّللا يُطِ ِع َو َم ْن َ ذنُوبَكُ ْم‬ َ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu


kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya
Allah akan memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-
dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia akan mendapatkan kemenangan yang besar. 17
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫عنِِّى بَ ِلِّغُوا‬
َ ‫آيَةً َولَ ْو‬
“Sampaikanlah (ilmu ) dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) 18

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN


1.6.1 Jumlah Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu gejala yang mempunyai
variasi, digunakan sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek
antara satu dengna yang lainnya dalam kelompok tersebut. Variable
menjadi focus yang akan diamati oleh peneliti (Sugiyono, 2014).
Variable dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu variable bebas

17
Alqur’an Dan Terjemahannya. (2008) Departemen Agama RI, Bandung; Diponegoro,
Surat Al Ahzab ayat 70-71. Departemen Agama
18
Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi. ( circa 670-an H (1250-an M)) Al-Arba'in An-
Nawawiyah. Imam An-Nawawi Tebal : 164 halaman (12,5 x 17,5cm) Soft Cover Penerbit :
Darul Haq
13

(independent variable) dan variable terikat (dependent variable).


Berikut merupakan variable dalam penelitian ini:
1) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian informed
concent
2) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pelaksanaan patient
safety

1.6.2 Tempat dan Waktu Penelitian


1) Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Bedah (Tulip) dan Ruang Nifas
(Anyelir) RSUD Leuwiliang
2) Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di bulan Maret Tahun 2020
Table 1.1
Matrix Pelaksanaan Penelitian
April Mei Juni Juli
5 12 19 26 3 10 17 24 30 7 14 21 28 5 12 19 26
6 13 2 27 4 11 18 25 1 8 15 22 29 6 13 20 27
7 14 21 28 5 12 19 26 2 9 16 23 30 7 14 21 28
1 8 15 22 29 6 13 20 27 3 10 17 24 1 8 15 22 29
2 9 16 23 30 7 14 21 28 4 11 18 25 2 9 16 23 30
3 10 17 24 1 8 15 22 29 5 12 19 26 3 10 17 24 31
4 11 18 25 2 9 16 23 30 6 13 20 27 4 11 18 25

Keterangan
: Ahad
: Ujian proposal
: Revisi hasil ujian proposal
: Penelitian
: Ujian hasil
: Revisi ujian hasil
: Ujian akhir
: Revisi ujian akhir
14

1.6.3 Populasi dan Sampel


1) Populasi Penelitian
Populasi adalah daerah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang digunakan
peneliti untuk dipelajarinya yang kemudian didapatkan kesimpulannya
(Sugiyono, 2014).
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien perioperative di RSUD
Leuwiliang Tahun 2020

2) Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah obyek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan tehnik purposive sampling. Purposive
sampling adalahsalah satu tehnik sampling dengan cara non
random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel
dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan
penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan
penelitian. Menurut Arikunto (2006) pengertiannya adalah: teknik
mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau
strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang
berfokus pada tujuan tertentu. Menurut Notoatmodjo (2010)
pengertiannya adalah: pengambilan sampel yang berdasarkan atas
suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri
yang sudah diketahui sebelumnya. Menurut Sugiyono (2010)
pengertiannya adalah: teknik untuk menentukan sampel penelitian
dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang
diperoleh nantinya bisa lebih representatif.
Dalam penelitian ini penaliti menggunakan tehnik Purposive
Sampling. Langkah dalam menerapkan teknik Purposive Sampling
adalah sebagai berikut:
15

1. Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria


tertentu pada sampel agar tidak terjadi bias.
2. Tentukan kriteria-kriteria.
3. Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
4. Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek
penelitian serta memenuhi kriteria.
Syarat digunakannya teknik Purposive Sampling antara lain:
1. Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
2. Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Dengan pertimbangan di atas maka peneliti menentukan kriteria
purposivenya sebagai berikut:
Karena peneliti ingin mendapatkan data primer, maka narasumber
yang akan diambil harus memiliki kriteria pasien perioperative
dengan kriteria operasi elective atau terjadwal dimulai dari periode pre
operative (minimal 1 hari pre operasi), intra operative dan post
operative usia dewasa penuh yaitu usia 25-50 th (WHO), yang dapat
memberikan keterangan tentang pelaksanaan pemberian informed
concent pada pasien perioperatif selama periode perioperative
(elective). Untuk sumber selanjutnya peneliti mengambil sampel
sekunder yaitu PPA (Profesional Pemberi Asuhan) yaitu DPJP
(Dokter Penanggung Jawab pelayanan) dan perawat yang bertugas di
Ruang Tulip dan Ruang Anyelir RSUD Leuwiliang yang memberikan
informed concent pada pasien perioperative (elective) tersebut. Dalam
hal ini ditentukan 3 (tiga) pasien bedah dengan kriteria merupakan
tindakan operasi tertinggi di SMF (staf medis fungsional) tersebut.

1.6.4 Cara Pengumpulan Data


1) Metoda Pengumpulan Data
Langkah awal pada proses penelitian ini adalah mengobservasi
pelaksanaan pemberian informed consent selanjutnya informasi
16

didapat dengan wawancara mendalam (indeepth interview)


menggunakan media audio dibuat transkrip kemudian dimasukkan
kedalam matrik setelah itu dikelompokkan sesuai dengan
pertanyaan dan tujuan penelitian. Untuk menjamin keabsahan
informasi dalam penelitian ini, dilakukan triangulasi sumber, yaitu
dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam dan observasi dari sumber primer terhadap
sumber sekunder. Langkah kedua peneliti akan melaksanakan
observasi terhadap kelengkapan dalam penerapan pelaksanaan
patient savety yang di Rumah Sakit dijabarkan dalam 6 standar
Sasaran keselamatan Pasien.

2) Alat Pengumpulan Data


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
sebagai instrumen penelitian dibantu dengan lembar observasi,
pedoman wawancara mendalam dan media audio (recorder). Serta
lembar observasi pelaksanaan patient savety dan berkas rekam
medis pasien.

1.6.5 Analisis Data


Informasi yang didapat dengan menggunakan media audio
dibuat transkrip kemudian dimasukkan kedalam matrik setelah itu
dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Setelah melakukan uji coba wawancara peneliti melakukan pertemuan
dengan narasumber. Pada kontak awal peneliti membina hubungan
saling percaya dengan pendekatan personal dan membicarakan
bagaimana perasaan narasumber sebelum dioperasi dan ikut serta
melaksanakan proses perawatan yang dilaksanakan pada periode pre
operasi. Kemudian peneliti memberikan informed concent penelitian
lalu menjelaskan tujuan penelitian dan wawancara, serta memastikan
narasumber dapat memahami tujuan penelitian dan menandatangani
informed concent penelitian tersebut. Pengumpulan data pada
17

penelitian ini menggunakan tehnik wawancara mendalam (in-depth


interview) dengan pertanyaan terbuka agar narasumber mendapatkan
kesempatan untuk menjelaskan pengalaman mereka secara terbuka
tentang fenomena yang sedang diteliti.
Menurut Bungin (2009), Informasi yang didapatkan adalah
informasi primer, karena peneliti langsung memperoleh dari sumber
informasi yaitu pasien pre operative (minimal 1 hari pre operasi),
intra operative dan post operative usia dewasa penuh yaitu usia 25-50
th (WHO), yang dapat memberikan keterangan tentang pelaksanaan
pemberian informed concent pada pasien perioperative. Untuk sumber
selanjutnya peneliti mengambil sampel sekunder dari PPA
(Profesional Pemberi Asuhan) yaitu DPJP (Dokter Penanggung Jawab
pelayanan) dan perawat yang bertugas di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang yang memberikan informed concent pada pasien
perioperative (elective) tersebut. Dalam hal ini ditentukan 3 (tiga)
pasien bedah dengan kriteria merupakan tindakan operasi tertinggi di
SMF tersebut.Untuk menjamin keabsahan informasi dalam penelitian
ini, dilakukan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan
informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam yang
diperoleh dari suatu sumber dan sumber lainnya dan observasi.
Tehnik trianggulasi lebih mengutamakan efektifitas proses dan
hasil yang diinginkan. Oleh karena itu proses triangulasi dapat
dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metoda yang
digunakan sudah berjalan dengan baik. Adapun prosesnya menurut
Bungin.2009 adalah: Peneliti menggunakan wawancara mendalam
dan observasi partisipasi untuk mengumpulkan data. Pastikan apakah
setiap hari telah terhimpun catatan harian wawancara dengan informan
serta catatan harian observasi. Setelah itu dilakukan uji silang terhadap
materi catatan-catatan harian itu untuk memastikan tidak ada
informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan
catatan harian observasi, dan bila antara catatan harian kedua metoda
ada yang tidak relevan, peneliti harus menginformasi perbedaan itu
18

pada informan. Hasil konfirmasi itu perlu diuji ulang lagi dengan
informasi-informasi sebelumnya karena bisa jadi hasil konfirmasi itu
bertentangan dengan informasi-informasi yang telah terhimpun
sebelumnya dari informanatau dari sumber-sumber lain. Apabila ada
yang berbeda, peneliti terus menelusuri perbedaan-perbedaan itu
sampai peneliti menemukan sumber perbedaan dan materi
perbedaannya, kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan dan
sumber-sumber lain.
19

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informed Consent


2.1.1 Pengertian Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang
berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan
“consent” berarti suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat
informasi dan penjelasan lengkap, akurat dan valid.. Jadi “informed
consent” (Persetujuan Tindakan Medik) diartikan sebagai pernyataan
setuju ijin dari seseorang (pasien) atau keluarganya yang diberikan
secara bebas, rasional dan sadar tanpa paksaan (”voluntary”) tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan pada pasien tersebut
(Guwandi, 2008 ; 1).
Informed Concent (persetujuan tindakan) diartikan sebagai
pernyataan setuju ijin dari seseorang (pasien) atau keluarganya yang
diberikan secara bebas, rasional dan sadar tanpa paksaan (“voluntary”)
tentang tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup (adequat) tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (HIPKABI,
2018 ; 37).
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang
berarti informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. jadi pengertian Informed Consent adalah
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan
demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan
pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas
rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah
menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau
penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus
dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan.

20
20

Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent diterjemahkan


sebagai persetujuan tindakan medik yang terdiri dari dua suku kata
Bahasa Inggris yaitu Inform yang bermakna Informasi dan consent
berarti persetujuan. Sehingga secara umum Informed Consent dapat
diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh seorang pasien
kepada dokter atas suatu tindakan medik yang akan dilakukan, setelah
mendapatkan informasi yang jelas akan tindakan tersebutInformed
Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / IX / 1989,
Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. 19

2.1.2 Dasar Hukum Informed Consent


Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45
Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran.
Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang-
kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya-
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan. Persetujuan tersebut dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan. Disebutkan didalamnya bahwa setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh yang berhak memberikan persetujuan. Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan
tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu: 20
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat

19
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan
tindakan Kedokteran
20
Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran
21

penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau


kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya
disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung
dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah
tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu,
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak
menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah
menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu
berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran
perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit
mental sehingga mampu membuatkeputusan secara bebas.
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
22

3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan


setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang
perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus
yang dibuat untuk itu.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan
kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat
dimintakan persetujuan tertulis.
Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik
antara Dokter dan pasien akan sama-sama terlindungi secara Hukum.
Tetapi apabila terdapat perbuatan diluar peraturan yang sudah dibuat
tentu dianggap melanggar Hukum. Dalam pelanggaran Informed
Consent telah diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter
yang melakukan tindakan tanpa Informed Consent dapat dikenakan
sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
Surat Ijin Praktik. Informed Consent di Indonesia juga di atur dalam
peraturan berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan.
2. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
23

3. PerMenKes RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang


Persetujuan Tindakan Medis.
4. PerMenKes RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang
Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga
Kesehatan.
6. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Informed Consent


Fungsi dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah :
1. Promosi dari hak otonomi perorangan;
2. Proteksi dari pasien dan subyek;
3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk
mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri;
5. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi
sebagai suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam
penyelidikan biomedik.
Informed Consent itu sendiri menurut menurut J. Guwandi sesuai jenis
tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:
1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi
subyek penelitian).
2. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis.
3. Yang bertujuan untuk terapi.
Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah :
1. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasien;
2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat
yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of
treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah
mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat
hati-hati dan teliti.
24

2.1.4 Bentuk Persetujuan Informed Consent


Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :
1. Implied Consent (dianggap diberikan) Umumnya implied consent
diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap
persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency
sedangkan dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien
dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan
keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan
tindakan medik terbaik menurut dokter.
2. Expressed Consent (dinyatakan) Dapat dinyatakan secara lisan
maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasive dan
mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan
secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit
sebagai surat izin operasi.
Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat:
1. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut
resiko atau efek samping yang bermakna.
2. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang
bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi
dan sosial pasien.
4. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.

2.1.5 Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan


Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan
tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/
tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh
secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses
pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung
jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan
bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak Seseorang dokter
apabila akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien
25

atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya
mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan
pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya–
untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan
layak.

2.1.6. Pemberi Persetujuan


Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau
dari segi usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah
berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan
anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum berusia 18
tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang
tidak berrisiko tinggi apabila mereka dapat menunjukkan
kompetensinya dalam membuat keputusan.
Alasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka
seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah
dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat
memberikan persetujuan.
2. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap
sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian
mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang
kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
3. Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun
memang masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan
menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga
diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat
memberikan persetujuan tindakan kedokteran 16 tertentu,
khususnya yang tidak berrisiko tinggi. Untuk itu mereka harus
dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi
26

dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan


atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali
atau penetapan pengadilan. Sebagaimana uraian di atas, setiap
orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap kompeten.
Seseorang pasien dengan gangguan jiwa yang berusia 18 tahun
atau lebih tidak boleh dianggap tidak kompeten sampai nanti
terbukti tidak kompeten dengan pemeriksaan. Sebaliknya,
seseorang yang normalnya kompeten, dapat menjadi tidak
kompeten sementara sebagai akibat dari nyeri hebat, syok,
pengaruh obat tertentu atau keadaan kesehatan fisiknya. Anak-
anak berusia 16 tahun atau lebih tetapi di bawah 18 tahun harus
menunjukkan kompetensinya dalam memahami sifat dan tujuan
suatu tindakan kedokteran yang diajukan. Jadi, kompetensi anak
bervariasi bergantung kepada usia dan kompleksitas tindakan.

2.1.7. Penolakan Pemeriksaan/ Tindakan Pasien


Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya
dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk
menolak suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun
keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini
terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka
keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan
maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi
situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah
mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan,
serta semua kemungkinan efek sampingnya.
Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana
pengobatan yang terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan
untuk mempertanyakan kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu
penolakan dapat mengakibatkan dokter meneliti kembali kapasitasnya,
apabila terdapat keganjilan keputusan tersebut dibandingkan dengan
keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah seperti ini
27

rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan


baik.

2.1.8 Penundaan Persetujuan


Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda
pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan
dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang
masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu
pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu
di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

2.1.9 Pembatalan Persetujuan


Yang Telah Diberikan Prinsipnya, setiap saat pasien dapat
membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau
pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran.
Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai.
Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab
atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu,
pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan.
Kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok
atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien
dan kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila pasien
dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan
persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan
tindakan atau pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi
pada saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu tindakan
menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan
bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara
lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk
melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya
tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan
menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal
28

tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian


tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal
yang membahayakan pasien.

2.1.10 Lama Persetujuan


Bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali
oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi
baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif
tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya
dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jedah waktu antara saat
pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah
lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut
masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien,
terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau
masih memiliki pertanyaan.
Ketiadaan informed consent dipandang dari aspek hukum
perdata dapat dilihat dari tiga sisi;
1. Ketiadaan informed consent yang berakibat pada tidak
terpenuhinya salah satu syarat perjanjian menurut Pasal 1320 KUH
Perdata;
2. Ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai wanprestasi;
dan
3. Ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai perbuatan
melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Pertama, ketiadaan informed consent yang berakibat pada tidak
terpenuhinya salah satu syarat perjanjian menurut Pasal 1320 KUH
Perdata. Transaksi terapeutik tidak diatur secara khusus dalam KUH
Perdata, tetapi sesuai ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata, semua
perjanjian baik perjanjian nominaat maupun innominaat tunduk pada
Bab I Buku III KUH Perdata dan bersumber pada Bab II Buku III
KUH Perdata.
29

Apabila syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata


dijabarkan lebih jauh dan dikaitkan dengan informed consent, maka
berikut penjelasannya:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (toestemming van
degene die zich verbinden): kesepakatan pertukaran informasi
secara timbal balik antara para pihak yang akan terlibat dituangkan
dalam bentuk informed consent. Dengan adanya informed consent,
artinya antara pasien atau yang mewakilkan dan tenaga kesehatan
yang bersangkutan telah ada kesepakatan untuk melakukan
dan/atau tidak melakukan sesuatu;
b. kecakapan guna membuat suatu perikatan (bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan): hal ini berkaitan dengan kecapakan
pasien dalam memberikan persetujuan berkaitan alias kecakapan
bertindak, sehingga pasien yang dalam keadaan tidak memenuhi
syarat untuk melakukan perjanjian dapat diwakilkan oleh walinya,
suami atau istri, ayah atau ibu, kakak atau adik yang sudah dewasa,
anaknya yang sudah dewasa ataupun pihak yang telah diberi surat
kuasa. Sedangkan dokter dan tenaga kesehatan harus mempunyai
kecakapan yang diperlukan oleh pasien, yang dapat dibuktikan
dengan sertifikat atau surat yang relevan.
c. suatu pokok persoalan tertentu (een bepaald onderwerp):
artinya informed consent menimbulkan hak dan kewajiban yang
perlu dipenuhi oleh masing-masing pihak. Perlunya hak dan
kewajiban terkait dengan tindakan hukum yang dapat diambil jika
terjadi perselisihan– dengan adanya hak dan kewajiban yang
timbul, maka pihak yang dirugikan dapat menggugat dengan alasan
pihak lawan lalai melaksanakan kewajibannya.
d. suatu sebab yang tidak terlarang (geoorloofde oorzaak):
bahwa informed consent tidak diberikan atas hal-hal yang
melanggar hukum, seperti pengguguran kandungan yang
bertentangan dengan hukum.
30

Kedua, ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai


wanprestasi. Jika dikaitkan dengan wanprestasi, maka
ketiadaan informed consent dapat dijabarkan lebih jauh menjadi empat
bentuk berikut:
a. Memenuhi prestasi, namun tidak seperti yang diperjanjikan:
misalnya pasien dan dokter telah sepakat untuk melakukan operasi
pengangkatan usus buntu dengan metode paling mutakhir yang
tidak memerlukan operasi besar, namun ternyata akhirnya
pengangkatan usus buntu tersebut dilakukan dengan operasi
konvensional yang tidak sesuai dengan persetujuan pasien dan
merugikan pasien;
b. Memenuhi prestasi, namun terlambat: misalnya pasien dan dokter
telah sepakat untuk melakukan operasi pada hari dan tanggal yang
telah ditentukan, namun pada hari-h, ketika pasien telah siap,
ternyata dokter datang terlambat, operasi ditunda sehingga
merugikan pasien; dan
c. Melakukan apa yang diperjanjikan tidak boleh dilakukan: misalnya
pasien memberikan persetujuan untuk mengambil jenis obat
tertentu dan menolak jenis obat lain yang akan diresepkan oleh
dokter. Namun, dokter tetap menulis obat yang ditolak oleh pasien,
yang mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan oleh
pasien.
Ketiga, ketiadaan informed consent yang digolongkan sebagai
perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad sesuai Pasal 1365
KUH Perdata. Pasal ini menyatakan bahwa “Tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”Demi
mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum, perlu
dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata,
yaitu:
a. Pasien harus mengalami suatu kerugian
31

b. Ada kesalahan
c. Ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian
d. Perbuatan itu melawan hukum
Mengenai kriteria perbuatan apa yang dapat digolongkan
sebagai perbuatan melawan hukum, sejak perkara Lindenbaum Cohen
Arrest Hoge Raad 31 Januari 1919, yurisprudensi menetapkan empat
kriteria perbuatan melawan hukum, yaitu:
a. Perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku ;
b. Perbuatan itu melanggar hak orang lain;
c. Perbuatan itu melanggar kaidah tata susila;
d. Perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta
sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Jika teori di atas diaplikasikan terhadap hubungan sebab akibat
yang terjadi pada tuntutan ketiadaan informed consent, maka pasien
harus dapat membuktikan hal-hal sebagai berikut:
a. Bahwa antara pasien dan dokter atau tenaga kesehatan telah ada
hubungan hukum;
b. Bahwa dokter atau tenaga kesehatan gagal memenuhi informed
consent;
c. Bahwa pasien mengalami kerugian akibat dokter atau tenaga
kesehatan gagal memenuhi informed consent.
Menjadi kesimpulan bahwa ketiadaan informed consent baru
menimbulkan masalah hukum apabila tindakan dokter tersebut
menimbulkan kerugian bagi pasien. Kerugian yang dimaksud
mempunyai lingkup yang cukup luas; baik kerugian materil seperti
rasa sakit atau bekas luka yang menganggu kehidupan sehari-hari
maupun kerugian psikis seperti pelanggaran atas keyakinan atau
agama tertentu-pun dapat dijadikan alas gugat.
Pemberian informasi pada periode perioperative penting
dilakukan, mengingat pada periode ini biasanya pasien dan keluarga
dalam kondisi cemas dikarenakan kurang memahami kondisi
penyakit, prosedur dan kemungkinan yang terjadi pada pasien setelah
dilakukan tindakan operatif selain itu juga informed consent berguna
32

untuk aspek legalitas. Pelaksanaan pemberian informasi pada pasien


pre operatif berkaitan sekali dengan standar prosedur, petugas, waktu,
metode, isi informasi, harapan pasien dan yang tersedia dalam
pemberian informed consent (Achadiat, 2006).

2.2 Keselamatan Pasien (Patient Safety)


2.2.1 Pengertian Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan
(WHO). Keselamatan pasien menurut Sunaryo (2009) adalah ada
tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan.
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan pencegahan terjadiya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI,
2011).

2.2.2 Tujuan Keselamatan Pasien


Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (Depkes RI, 2011) :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit 13
4) Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)

2.2.3 Standar Keselamatan Pasien


Pentingnya akan keselamatan pasien dirumah sakit, maka
dibuatlah standar keselamatan pasien dirumah sakit. Standar
33

keselamatan pasien dirumah sakit ini akan menjadi acuan setiap


asuhan yang akan diberikan kepada pasien. Menurut Depkes RI,
(2011) ada tujuh standar keselamatan pasien yaitu:
1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien daam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.

2.2.4 Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals)


Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin
penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien yaitu sasaran
keselamat pasien atau Patient Safety Goals. Sasaran keselamatan
pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang
diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran
ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari
WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint
Commission International (JCI).
Menurut Joint Commission International (2013) terdapat enam
sasaran keselamatan pasien yaitu:
1) Identifikasi pasien dengan benar
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Pengurangan risiko pasien jatuh.
Hal diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan penerapan atau penentu atau ciri – ciri
atau keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Identifikasi
34

pasien adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan dalam


sebuah pelayanan kesehatan sebagai suatu proses yang bersifat
konsisten, prosedur yang memiliki kebijakan atau telah
disepakati, diaplikasikan sepenuhnya, diikuti dan dipantau untuk
mendapatkan data yang akan 15 digunakan dalam meningkatkan
proses identifikasi (Joint Commission International, 2007).
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
Syarat Proses Komunikasi adalah tepat waktu, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalah pahaman). Metode komunikasi lisan
yang digunakan adalah metode SBAR yang dituliskan di lembar
catatan perkembangan pasien terintegrasi, yaitu:
S : Situation : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien
B : Background : Informasi penting apa yang berhubungan
dengan kondisi pasien terkini
A : Assessment : Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
R : Recommendation : Apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah ini.
Perintah lisan yang diberikan dikonfirmasi menggunakan
TUBAKOSI (Tulis Baca Konfirmasi) seperti dibawah ini :
Handover adalah transfer tentang informasi (termasuk
tanggungjawab dan tanggung gugat) selama perpindahan
perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang
pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Handoffs
juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan,
tanggung jawab utama dan kewenangan perawat dari perawat
sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya perawatan.
Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah
waktu dimana terjadi perpindahan atau transfer tanggungjawab
tentang pasien dari PPA yang satu ke PPA yang lain.
3) Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
Ada dua katagori obat yang perlu diwaspadai yaitu obat-obatan
LASA/ NORUM (look alike sound alike / nama obat rupa mirip)
dan obat-obatan High Allert
35

4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


Dilaksanakan dengan penandaan lokasi operasi/ site marking serta
dengan penggunaan surgical savety checklist
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan terkait
dengan prosedur penanggulangan ijnfeksi nosokomial dengna
pembentukan panitia penanggulangan infeksi
6) Pengurangan risiko pasien jatuh
Dilakukan dengan pengkajian pasien risiko jatuh dan
intervensinya menggunakan skala penilaian yaitu pada dewasa
dengan skala morse, anak-anak dengna skala humpty dumpty dan
poliklinik dengan skala get up and go.

2.3 Perioperative
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah
suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre
operatif, intra operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2014)
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan
untuk mengembangkan rencana asuhan secara individual dan
mengkoordinasikan serta memberikan asuhan pada pasien yang
mengalami pembedahan atau prosedur invasif (AORN, 2013).
Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu
ilmu bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang
akan memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan
perioperatif (Muttaqin, 2009). Perawat kamar bedah (operating room
nurse) adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan
perioperatif kepada pasien yang akan mengalami pembedahan yang
memiliki standar, pengetahuan, keputusan, serta keterampilan
berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah
(AORN, 2013 dalam Hipkabi, 2014). Keperawatan perioperatif
dilakukan berdasarkan proses keperawatan sehingga perawat perlu
36

menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama


periode perioperatif (pre, intra, dan post operasi) (Muttaqin, 2009).

2.4 Hasil Penelitian Terkait


Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sedikit banyak
terinspirasi dan mereferensi dari penelitian-penelitian sebelumnya
yang berkaitan dengan latar belakang masalah pada skripsi ini. Berikut
ini penelitian terdahulu yang berhubungan dengan skripsi ini antara
lain:
Tabel 2.1
No Peneliti Judul Metoda Hasil
.
1. Schenker Y “Interventi- penelitian Ada variasi yang
at al. ons to dengan signifikan di seluruh
PubMed Improve sistem studi sehubungan
Central Patient pencarian dengan unsur-unsur
Comprehen- literatur pemahaman persetujuan
sion in sistematis informasi dinilai.
Informed artikel Mayoritas uji coba (39
Consent for berbahasa dari 44 studi) menilai
Medical and Inggris di pemahaman tentang
Surgical MEDLINE risiko prosedur. Dari 39
Procedures: (1949-2008) studi yang mengukur
A dan pemahaman risiko,
Systematic EMBASE intervensi meningkatkan
Review” (1974-2008) pemahaman dalam 28
studi. Elemen
pengukuran terukur
lainnya termasuk
pemahaman pasien
tentang manfaat /
indikasi potensial (20
dari 44 studi; intervensi
meningkatkan
pemahaman dalam 14
studi), alternatif (10 dari
44 studi; intervensi
meningkatkan
pemahaman dalam 7
studi), dan pengetahuan
umum tentang prosedur
37

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
(yaitu , organ apa yang
sedang dioperasikan, 28
dari 49 studi; intervensi
meningkatkan
pemahaman dalam 22
studi). Mayoritas studi
(26 dari 44) menilai
hanya 1 atau 2 elemen
pemahaman. Hanya 6
dari 44 studi yang
menilai semua 4 elemen
pemahaman29,45,46,60,
62,65; Dari jumlah
tersebut, 3 studi
menemukan
peningkatan
pemahaman semua
elemen dengan
intervensi.46,60,62.
2. Erminia Does Studi cross Formulir informed
ogozina at written sectional concent tertulis
all. informed diberikan kepada 84,5%
consent dari mereka yang
adequately diwawancarai. Semua
inform penerima formulir
surgical menandatanganinya,
patients? baik secara pribadi atau
melalui delegasi;
Namun, 13,9% tidak
tahu / ingat pernah
melakukannya; 51,8%
mengatakan bahwa
mereka membacanya
dengan seksama. Dari
mereka yang dilaporkan
telah membacanya,
90,9% menilai itu sudah
jelas. Dari mereka yang
menerima formulir
persetujuan tertulis,
52,0% telah
mendapatkannya sehari
38

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
sebelum operasi paling
awal 41,1%
menerimanya beberapa
jam atau segera sebelum
prosedur. Formulir
Informed consent
tertulis dijelaskan
kepada 65,6% dari
pasien, dan 93,9% dari
mereka menerima
informasi oral lebih
lanjut yang dianggap
dapat dimengerti.
Sebagian besar
perhatian diberikan pada
diagnosis dan jenis
prosedur bedah, yang
dikomunikasikan
masing-masing untuk
92,8 dan 88,2% dari
pasien. Hampir satu dari
dua pasien percaya
bahwa informasi
tersebut memberikan
sedikit kelegaan
emosional, sementara
23,2% mengalami
peningkatan kecemasan.
Pasien yang lebih muda
(usia ≤ 60) dan pasien
dengan tingkat
pendidikan yang lebih
tinggi lebih mungkin
untuk membaca formulir
3. M Jawaid Preoperati- Obsaervati- Sebanyak 350 pasien
At all, ve Informed onal dari 4 spesialisasi
Consent: Is investigati- operasi diwawancarai
It Truly on study Sebagian besar yaitu
Informed? 307 (87,7%) pasien
diberitahu tentang
kondisi mereka tetapi
sangat sedikit 12 (3,4%)
yang diberi pengarahan
tentang komplikasi.
Hanya 17 (4,9%) pasien
mengatakan mereka
39

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
tahu tentang risiko dan
komplikasi dari anestesi
yang diusulkan. Seratus
tiga puluh delapan
(39,4%) pasien
mengatakan bahwa
mereka diizinkan untuk
bertanya sambil
memberikan
persetujuan. Sebagian
besar waktu 196 (56%)
persetujuan diberikan
satu hari sebelum
operasi tetapi dalam
beberapa 2 (0,6%)
contoh diberikan pada
pagi hari operasi dan di
atas meja operasi dalam
beberapa kasus 3 (0,9%)
seperti yang dilaporkan
oleh pasien. Formulir
persetujuan
ditandatangani oleh
pasien sendiri hanya
dalam 204 (58,3%)
kasus dan oleh saudara
mereka di sisanya.
Sekitar setengah dari
jumlah pasien 171
(48,9%) yang
diwawancarai puas dari
informasi yang mereka
terima sebagai proses
informed consent
4. Khasna Analisis Deskriptif Dokter mengetahui
Fikriya, Persetujuan kualitatif tentang informed
Ayun Tindakan concent dan tujuan dan
Sriatmi, dan Kedokteran fungsinya, tetapi kurang
Sutopo (informed pengetahuan tentang
Patria Jati consent) konsekuensi hukum dari
Dalam informed concen.
Rangka Sedangkan untuk sikap,
Persiapan para dokter setuju untuk
Akreditasi melakukan informed
Rumah concent dan setuju
Sakit di untuk kedua aturan
40

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
Instalasi hukum dan konsekuensi
Bedah dari pelaksanaan
Sentral informed concent.
RSUD Kota Tetapi sampai dengan
Semarang , saat ini kebijakan
organisasi yang ada,
prosedur operasi,
pemantauan dan sanksi
tidak memastikan
kepatuhan dokter dalam
menerapkan informed
concent. Terkait
perisapan akreditasi, ada
regulasi dan
implementasi informed
concent di Rumah Sakit
belum sesuai standar
akreditasi.
5. Hetty Analisis Kualitatif Hasil penelitiannya
Erawaty penerapan dengan menunjukkan bahwa
Siahaan informed analisa secara umum Informed
consent di deskriptif Consent di RSUD Deli
bagian SMF Serdang Lubuk Pakam
bedah dan telah dilaksanakan,
smf tetapi belum optimal
kandungan karena belum adanya
RSUD Deli pengendalian dan
Serdang evaluasi dari pihak
Lubuk manajemen dalam
Pakam mengawasi
pelaksanaannya, tidak
adanya sosialisasi,
format informed consent
yang dipakai belum
memenuhi standar yang
berlaku, serta belum
adanya keseimbangan
pelaksanaan hak dan
kewajiban dalam
pemberian informed
consent.
41

No Peneliti Judul Metoda Hasil

6. Leni Kelengkapan Metoda Hasil penelitian


Herfyanti, Informed deskriptif menunjukkan adanya
Consent dengan ketidaklengkapan
Tindakan pendekatan terbesarterdapat pada
Bedah kualitatif pengisian informed
Menunjang concent item penjelasan
Akreditasi JCI prognosissebesar 54,1%,
Standar HPK alternative dan risiko
6 Pasien sebesar 52,5%, dan
Orthopedi komplikasi 50,8%.
7. Ricky Analisis Deskriptif Kesimpulan yang
yuridis analisys didapat dalam penelitian
pentingnya ini bahwa informed
informed consent sangat penting
consent terutama untuk tindakan
pada berisiko tinggi yang
tindakan dilakukan oleh dokter
medis yang karena terdapat suatu
berisiko risiko yang tidak dapat
tinggi yang dihindari, penerapan
dilakukan informed consent secara
oleh dokter tepat dalam
di rumah penyelenggaraan praktik
sakit kedokteran bertujuan
dihubungka untuk menghindari
n dengan dokter dari tuntutan
undang- perbuatan melawan
undang no hukum, dimana pasien
29 tahun sudah mengerti segala
2004 jenis risiko medis yang
tentang timbul yang tidak
praktik diinginkan, dan dokter
kedokteran. sudah berupaya
semaksimal mungkin
sesuai dengan
kompetensi yang
dimilikinya, serta
hubungan dokter-pasien
sebagai transaksi
terapeutik perlu suatu
perlindungan hukum
dengan informed
consent sebagai
penengah kedua belah
pihak.
42

No Peneliti Judul Metoda Hasil


8. Dian, hubungan Korelasi Ditemukan ada
Dwiana faktor deskriptif hubungan yang
maydinar (2 individu, menggunak bermakna antara usia,
016) organisasi an tngkat pendidikan, masa
dan pendekatan kerja, kepemimpinan,
psikologis cross struktur organisasi,
perawat sectional desain kerja, sikap dan
dengan motivasi dengan
penerapan penerapan patient safety
patient
safety di.
Ruang
Rawat Inap
RSUD
Solok
9. Harnad An Study Tiga dimensi budaya
Alqattan evaluation observasi keselamatan pasien
tahun 2018 of patient cross ditemukan sebagai area
safety sectional prioritas untuk
culture in a perbaikan: respons non-
secondary hukuman untuk
care setting kesalahan, staf, dan
in Kuwait keterbukaan
komunikasi. Kerja tim
dalam unit dan
pembelajaran organisasi
dengan perbaikan terus-
menerus diidentifikasi
sebagai bidang
kekuatan. Responden
dari Kuwait dan negara-
negara Teluk memiliki
persepsi yang kurang
positif tentang budaya
keselamatan pasien di
rumah sakit
dibandingkan responden
Asia. Analisis regresi
menunjukkan bahwa
negara asal responden,
profesi, usia, dan kursus
keselamatan pasien /
kuliah hadir secara
signifikan berkorelasi
dengan persepsi mereka
terhadap budaya
keselamatan pasien
rumah sakit.
43

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
10. B.T.L Evaluation Pendekatan selama periode kerja
Raymond et of the analisis antara Januari 2005
all Patient metoda sampai dengan Oktober
Safety campuran 2012 menjelaskan
Leadership digunakan sebanyak 321 masalah
Walkabout untuk keselamatan pasien
programme menijau dan diidentifikasi selama
of a hospital mengevalua periode penelitian. Dari
in si semua jumlah tersebut, 308
Singapore, dokumen, (96,0%) masalah
protokol diselesaikan pada
notulen November 2012. Di
rapat, antara berbagai kategori
survey masalah yang diangkat,
pasca masalah yang terkait
walkabout, dengan lingkungan kerja
rencana aksi adalah yang paling
dan umpan umum (45,2%). Dari
balik verbal semua masalah yang
terkait diangkat selama
walkabout walkabouts, 72,9% tidak
yang diidentifikasi melalui
dilakukan metode deteksi
dari Januari kesalahan konvensional
2005 hingga lainnya. Sehubungan
Oktober dengan budaya
2012. keselamatan pasien di
rumah sakit, 94,8% dari
peserta melaporkan
peningkatan kesadaran
dalam keselamatan
pasien dan 90,2%
menyatakan
kenyamanan dalam
secara terbuka dan jujur
membahas masalah
keselamatan pasien
11. Cecep Handover analitik Hasil penelitian
triwibowo1, sebagai korelasi menunjukkan 53,2%
sulhah upaya dengan perawat
yuliawati2, peningka- pendekatan melaksanakan handover
nur amri tan cross dengan baik dan 51,6 %
husna3 keselama- sectional patient safety termasuk
tan pasien kategori baik.
(patient Hasil uji Chi Square
safety) di terdapat hubungan yang
44

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
rumah sakit signifikan antara
pelaksanaan handover
patient safety di rumah
sakit (p 0,04).
Kesimpulan bahwa
handover berkontribusi
terhadap
patient safety di rumah
sakit.
12. Edy Pelaksanaan Jenis pelaksanaan pengisian
Susanto, Pengisian penelitian formulir informed
dkk dan adalah consent tindakan operasi
Kelengkap- deskriptif, di RSUD K.R.M.T
an Formulir studi kasus. Wongsonegoro
Informed Menggunak Semarang sudah sesuai
Consent an metode dengan Permenkes 290
Tindakan pendekatan tahun 2008, karena
Operasi cross pelaksanaan pengisian
sectional. formulir informed
consent dimulai dari
pasien diberikan
informasi terkait
tindakan operasi yang
akan dilakukan,
pengisian formulir
informed consent,
sampai dengan proses
penandatanganan
formulir informed
consent. Serta untuk
kelengkapan pengisian
formulir informed
consent tindakan operasi
di RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro
Semarang juga sudah
lengkap, karena semua
kolom pengisian sudah
terisi secara lengkap.
13. Samino Analisis Penelitian Hasil penelitian
Pelaksanaan kualitatif, menunjukkan bahwa (a).
Informed dengan Pelaksanaan informed
Consent pendekatan consent di tiga RS
fenomenolo belum sesuai dengan
gi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
45

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
(b). Informasi medis
yang dijelaskan oleh
dokter kepada
pasien/keluarganya
belum lengkap. (c).
Pada umumnya dokter
dalam menjelaskan
rencana tindakan telah
menggunakan bahasa
yang dipahami
pasien/keluarganya. (d).
Antara pemberi
penjelasan dengan yang
melakukan tindakan
adalah dilakukan oleh
dokter yang sama. (e).
Umumnya penjelasan
tambahan oleh perawat
tidak dibenarkan, namun
ada satu RS yang
memeberi kewenangan
pada perawat senior
untuk memberi
penjelasan jika dokter
tidak ada. (f). Informasi
diberikan secara tertulis
dan dijelaskan secara
lisan akan lebih baik
dibandingkan dengan
hanya diberikan secara
lisan.
14. Yudha Rose Penyampai- Studi Dari hasil penelitian
Satiti, dkk an Informasi observasi didapatkan hanya 50%
oleh tindakan yang ada
Perawat formulir tindakan
dalam dilakukan persetujuan
Persetujuan informasi medis
Tindakan sebelum tindakan dan
Medis di 100% tindakan yang
Rumah tidak ada formulir,
Sakit: semua persetujuan
Permasalah- informasi medis
an dan dilakukan sebelum
Solusi tindakan. Penjelasan
tindakan masih sangat
rendah berkisar antara
46

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
0-30%. Dari hasil
brainstorming
didapatkan akar
permasalahan adalah
pemahaman cara
menjelaskan informasi
medis rendah, belum
ada SK pendelegasian
pada perawat untuk
menyampaikan
informasi medis, sistem
pengawasan belum
berjalan, SOP kurang
jelas atau kurang
spesifik, belum ada alat
bantu untuk
menjelaskan dan
perawat tidak tahu cara
komunikasi atau
penyampaian yang
benar. Hasil penentuan
alternatif solusi dengan
metode McNamara
menemukan bahwa
alternatif solusi terbaik
adalah pembuatan
leaflet terkait penjelasan
informasi medis dan
flyer untuk edukasi
pasien.
15. Yodi Suryo Perbanding- Metode Bahwa tidak terdapat
Arnanto an cross- perbedaan signifikan
Pemberian sectional antara pemberian
Informasi randomized informasi dan metode
Verbal study verbal maupun
dengan presentasi video
Presentasi terhadap pengetahuan
Video prosedur anestesi umum
Terhadap pada pasien (p>0,05).
Pengetahu- Sebagai simpulan,
an Prosedur penelitian ini
Anestesi menunjukkan bahwa
Umum pada presentasi video yang
Pasien yang tidak dibuat sesuai
Akan dengan kaidah
Menjalani pembelajaran kognitif
47

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
Operasi di dan teori multimedia
RSUP Dr. tidak memberikan
Hasan pengetahuan yang lebih
Sadikin baik dibanding dengan
Bandung metode verbal.
16. Eka Wilda Perbanding- Deksriptif Hasil penelitian
Faida an observasio- menunjukkan bahwa
pelaksanaan nal Informed To Consent di
informed Irna Bedah Gladiol lebih
consent baik dibandingkan
di Irna dengan Irna Bedah
Bedah Flamboyan karena di
Flamboyan Irna Bedah Gladiol yang
dengan Irna tidak sesuai dengan
Bedah standar KKI adalah
Gladiol hanya 5% lebih rendah
RSUD. dr. 9% dibandingkan yang
Soetomo ada di Irna Bedah
Surabaya Flamboyan yaitu
berdasarkan sebanyak 14%. Pada
standar aspek Informed Consent
Konsil di Irna Bedah Gladiol
Kedokteran lebih buruk
Indonesia dibandingkan dengan
(KKI) Irna Bedah Flamboyan
karena di Irna Bedah
Gladiol yang tidak
sesuai dengan standar
KKI adalah sebanyak
6% lebih tinggi 1%
dibandingkan yang ada
di Irna Bedah
Flamboyan yaitu hanya
sebanyak 5%.
Sedangkan Informed
Refusal di Irna Bedah
Gladiol adalah sama
dengan Irna Bedah
Flamboyan memiliki
prosedur penolakan
tindakan medis yang
sudah baik karena
memiliki nilai 100%
sesuai berdasarkan
standar KKI.
48

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
17. Yuni Pelaksanaan Penelitian
Sebagian besar
fitriana patient kuantitatif
pelaksanaan patient
safety di ,metode safety di RSUD dan
Rumah pendekatan
RSU Swasta Bantul
Sakit Umum analitik dalam kategori baik
Daerah dan komparatif
yaitu sebanyak 22
Rumah (55,0%) dan 26 (65,0%).
Sakit Umum Tidak terdapat
Swasta perbedaan pelaksanaan
Bantul patient safety di RSUD
Berdasarkan dan RSU Swasta Bantul,
Ketentuan dengan uji wilcoxon
Undang- nilai probabilitas sebesar
Undang 0,475 (α>0,05)
Nomor 44 Kesimpulan : Cara
Tahun 2009 mengatasi hambatan
Tentang dalam pelaksanaan
Rumah patient safety perlu
Sakit adanya pelatihan bagi
Tenaga kesehatan secara
berkala berkaitan
dengan patient safety,
adanya kerjasama dari
berbagai pihak di rumah
sakit serta sarana dan
prasarana penunjang
juga harus dilengkapi
agar pelaksanaan patient
safety dapat berjalan
dengan baik
18. Fridawaty Faktor Yang Jenis Hasil penelitian juga
Rivai, dkk Berhubung- penelitian menunjukkan adanya
an Dengan observasio- hubungan
Implemen- nal dengan kepemimpinan
tasi pendekatan (p=0,015), komunikasi
Keselama- cross (p=0,004) dan supervisi
tan sectional (p=0,000) dengan
Pasien di study. implementasi
RSUD keselamatan pasien oleh
AJJAPPAN perawat pelaksana.
NGE Untuk variabel
SOPPENG kerjasama tim (p=1) dan
Tahun 2015 budaya keselamatan
(p=0,905) tidak
memiliki hubungan
dengan
49

No Peneliti Judul Metoda Hasil


.
implementasi
keselamatan pasien oleh
perawat pelaksana
19. Muhammad Penerapan Deskriptif Hasil penelitian
Yusuf Patient korelatif menunjukkan bahwa
Safety Di dengan penerapan patient safety
Ruang desain oleh perawat di Ruang
Rawat Inap deskripsi Rawat Inap Kelas III
Rumah eksploratif Rumah
Sakit Umum Sakit Umum Daerah dr.
Daerah Dr. zainoel Abidin Banda
Zainoel Aceh yang baik dengan
Abidin frekuensi sebanyak 31
orang
perawat (50,8%).
20. Nur Hubungan metode Hasil penelitian
Hasanah, Beban Kerja survey menunjukan bahwa
dkk Perawat dengan beban kerja perawat di
Dengan analisis ruang rawat inap RSUD
Penerapan statistik Raden Mattaher Jambi
Keselama- deskriptif rendah dan penerapan
tan Pasien dan analisis keselamatan pasien di
(Patient korelasi ruang rawat inap RSUD
Safety) Di product Raden Mattaher
Ruang moment tinggi.Analisi korelasi
Rawat Inap (pearson) menunjukkan adanya
Rumah korelasi positif di antara
Sakit Umum kedua variabel,
Daerah meskipun kekuatan
Raden hubungan kedua
Mattaher variabel tersebut lemah.
Jambi
50

2.5 Kerangka Pikir

Dasar-dasar hukum pemberian informed concent

- SPO
- PPA pemberi Pelaksanaan:
Pasien 6 indikator
informed - Waktu
concent yaitu - Metode perioperative Patient
: DPJP dan - Isi savety
Perawat

Bagan 2.1
Sumber: Achadiat, 2006
51

BAB III
ALUR BERPIKIR, PERTANYAAN PENELITIAN DAN
DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Alur Berpikir


Pemberian informasi pada periode perioperative penting
dilakukan, mengingat pada periode ini biasanya pasien dan keluarga
dalam kondisi cemas dikarenakan kurang memahami kondisi
penyakit, prosedur dan kemungkinan yang terjadi pada pasien setelah
dilakukan tindakan operatif selain itu juga informed consent berguna
untuk aspek legalitas. Pelaksanaan pemberian informasi pada pasien
pre operatif berkaitan sekali dengan standar prosedur, petugas, waktu,
metode, isi informasi, harapan pasien dan yang tersedia dalam
pemberian informed consent (Achadiat, 2006).

Input Proses Ouput Outcome

Pelaksanaan: - Persetujuan
Informed - Waktu - Kesiapan klien
Patient
consent - Metode menghadapi savety
- Isi operasi

Bagan 3.1
Alur Berpikir
Sumber: Achadiat, 2006

3.2 Pertanyaan Penelitian


1) Apakah Pemberian informed concent merimplikasi terhadap
pelaksanaan Patient savety pada pasien perioperative di RSUD
Leuwiliang
2) Apakah Pemberian informed concent tidak memiliki implikasi
terhadap pelaksanaan Patient savety pada pasien perioperative di
RSUD Leuwiliang

51
52

3.3 Definisi Istilah


Definisi istilah atau penjelasan istilah merupakan penjelasan makna
dari masing-masing kata kunci yang terdapat pada judul dan fokus
(rumusan masalah) penelitian berdasarkan maksud dan pemahaman
peneliti.
Table 3.1
Definisi Istilah

No. Variabel Definisi Informan Alat Hasil/


Ukur skala ukur
1. Informed Pernyataan setuju ijin  Pasien Panduan Gambaran
consent dari seseorang (pasien)  DPJP wawancara pengertian
atau keluarganya yang  Perawat mendalam/ pasien,
diberikan secara bebas, dan DPJP dan
rasional dan sadar tanpa pengolahan perawat
paksaan (“voluntary”) data tentang
tentang tindakan yang sekunder informed
akan dilakukan concent
terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi
atau penjelasan yang
cukup (adequat) tentang
tindakan yang akan
dilakukan terhadap
pasien tersebut
(HIPKABI, 2018 ; 37).
2. Waktu Seluruh rangkaian saat  Pasien Panduan Minimal
ketika proses,  DPJP wawancara pemberian
perbuatan, atau  Perawat mendalam/ informed
keadaan berada atau dan concent
berlangsung. Dalam pengolahan diberikan 1
hal ini, skala waktu data jam
merupakan interval sekunder sebelum
antara dua buah dilakukan
keadaan/kejadian, atau operasi
bisa merupakan lama
berlangsungnya suatu
kejadian.40
3. Metode Cara teratur yang  Pasien Panduan Pemberian
digunakan untuk  DPJP wawancara informed
melaksanakan suatu  Perawat mendalam/ concent
pekerjaan agar dan harus
tercapai sesuai dengan pengolahan melibatkan
yang dikehendaki; data pasien dan
cara kerja yang sekunder mengguna-
bersistem untuk kan metoda
53

No. Variabel Definisi Informan Alat Hasil/


ukur skala ukur
memudahkan pelaksanaan suatu komunikasi
kegiatan guna mencapai tujuan dua arah
yang ditentukan41
4. Isi Sesuatu yang ada  Pasien Panduan Isi
(termuat, terkandung,  DPJP wawancara informasi
dan sebagainya) di  Perawat mendalam/ yang
dalam suatu benda dan dan diberikan
sebagainya41 pengolahan kepada
data pasien
sekunder
5. Persetuju- Pernyataan setuju (atau  Pasien Panduan Pasien
an pernyataan  DPJP wawancara mengerti
menyetujui);  Perawat mendalam/ informasi
pembenaran dan yang
(pengesahan, perkenan, pengolahan diberikan
dan sebagainya) atau data dan
kata sepakat (antara sekunder menyatakan
kedua belah pihak); setuju
sesuatu (perjanjian dan terhadap
sebagainya) yang telah tindakan
disetujui oleh kedua yang akan
belah pihak dan dilakukan
sebagainya41
6. Kesiapan Pernyatan pasien siap  Pasien Panduan Pasien
pasien menghadapi operasi  DPJP wawancara menunjuk
mengha- baik secara fisik dan  Perawat mendalam/ -kan
dapi mental dan kesiapan
operasi pengolahan mental
data dan fisik
sekunder menghada
-pi
tindakan
yang akan
dilakukan
dan
menunjuk
-kan sikap
kooperatif
7. Patient Suatu system yang  Pasien Panduan Semua
safety membuat asuhan  DPJP wawancara proses
pasien di Rumah Sakit  Perawat mendalam/ sasaran
menjadi lebih aman. dan keselama-
Sistem ini mencegah pengolahan tan
terjadinya cedera yang data sekunder pasien6
disebabkan oleh standart
kesalahan akibat keselama-
54

No. Variabel Definisi Informan Alat Hasil/


ukur skala ukur
melaksanakan suatu tan pasien)
tindakan atau tidak dilalui
mengambil tindakan dengan baik
yang seharusnya
diambil 42
55

BAB IV.
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Dan Desain Penelitian


Desain penelitian ini merupakan studi fenomenologi
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Digunakanya
rancangan kualitatif untuk mendapatkan informasi mendalam
mengenai pemberian informed concent dan implikasinya terhadap
pelaksanaan patient safety pada pasien perioperative di RSUD
Leuwiliang tahun 2020. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan
wawancara mendalam pada pasien yang akan menjalani operasi untuk
mendapatkan informasi tentang pelaksanaan informed consent.
a. Pengertian Penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan suatu strategi inquiri yang
menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik,
gejala, simbol maupun deskripsi tentang suatu fenomena; fokus dan
multimetoda, bersifat alami dan holistik; mengutamakan kualitas,
menggunakan beberapa cara, serta disajikan secara naratif. Dari sisi
lain dan secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk menemukan jawaban terhadap suatu fenomena
atau pertanyaan melalui aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis
dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Yusuf, 2013: 334).
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu
atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya
penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-
prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan,
menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus
ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir
penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa
pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara
pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna

55
56

individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan


(Creswell, 2010:4).
Menurut Sugiyono (2013:7) Metode penelitian kualitatif
dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama,
dianamakan postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat
postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistik,
karena penelitian lebih bersifat sebi (kurang terpola), dan disebut
sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih
berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(nantural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena
pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena
data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasil penelitian lebih mekankan makna dari pada generalisasi.
Dalam berbagai literatur ilmiah akan ditemukan berbagai
“label” untuk penelitian kualitatif, dengan berbagai jenis/tipenya pula.
Walaupun demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa
penelitian kualitatif yang manapun labelnya, merupakan suatu proses
penemuan dan pengumpulan, analisa dan interpretasi data visual dan
naratif yang komprehensif untuk mendapatkan pemahaman tentang
suatu fenomena atau masalah yang menarik perhatian.
57

b. Aksioma penelitian kualitatif


Meliputi aksioma tentang realitas, hubungan peneliti dengan
yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi, dan
peranan nilai.
Sifat realitas penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat
postpositivisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau obyek
tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah ke dalam beberapa
variabel. Penelitian kualitatif memandang obyek sebagai sesuatu yang
dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala
yang diamati, serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu
mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat meneliti
peformance suatu mobil, peneliti kualitatif akan meneliti semua
komponen dan hubungan satu dengan yang lain, serta kinerja pada
saat mobil dijalankan. Realitas pada penelitian kualitatif tidak hanya
yang tampak (teramati), tetapi sampai dibalik yang tampak tersebut.
Jadi realitas itu merupakan konstruksi atau interpretasi dari
pemahaman terhadap semua data yang tampak di lapangan.
Hubungan peneliti dengan obyek yang diteliti dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik
pengumpulan data participant observation (observasi berperan serta)
dan in depth interview (wawancara mendalam), maka peneliti harus
berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian peneliti kualitatif
harus mengenal betul orang yang memberikan data.
Hubungan antar variabel dalam penelitian kualitatif yang
bersifat holistik dan lebih menekankan pada proses, maka penelitian
kualitatif dalam melihat hubungan antar variabel pada obyek yang
diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling mempengaruhi
(reciprocal/interaktif), sehingga tidak diketahui mana variabel
dependen dan independennya. Contoh hubungan antara iklan dan nilai
penjualan. Dalam hal ini hubungannnya interaktif, artinya makin
banyak uang yang dikeluarkan untuk iklan maka akan semakin banyak
nilai penjualan, tetapi juga sebaliknya makin banyak nilai penjualan
maka alokasi dana untuk iklan juga semakin tinggi.
Dalam penelitian kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi
lebih menekankan ke dalam informasi sehingga sampai pada tingkat
58

makna. Seperti telah dikemukakan, makna adalah data dibalik yang


tampak. Walaupun penelitian kualitatif tidak membuat generalisasi,
tidak berarti hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan di tempat
lain. Generalisasi dalam penelitian kualitatif disebut transferability
dalam bahasa Indonesia dinamakan keteralihan. Maksudnya adalah
bahwa, hasil penelitian kualitatif dapat ditransferkan atau diterapkan
di tempat lain, manakala kondisi tempat lain tersebut tidak jauh
berbeda dengan tempat penelitian.
Penelitian kualitatif memiliki peranan nilai dalam melakukan
pengumpulan data terjadi interaksi antara peneliti data dengan sumber
data. Dalam interaksi ini baik peneliti maupun sumber data memiliki
latar belakang, pandangan, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan dan
persepsi berbeda-beda, sehingga dalam pengumpulan data, analisis,
dan pembuatan laporan akan terikat oleh nilai-nilai masing-masing.
Peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan
terus menerus dengan para partisipan. Keterlibatan inilah yang
nantinya membunculkan serangkaian isu-isu strategis, etis, dan
personal dalam penelitian kualitatif (Locke dalam Creswell 2010:
264). Selain itu, para peneliti kualitatif juga berperan memperoleh
entri dalam lokasi penelitian dan masalah-masalah etis yang bisa saja
muncul tiba-tiba.
c. Karakteristik penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif pada permulaannya banyak digunakan
dalam bidang sosiologi, antropologi, dan kemudian memasuki bidang
psikologi, pendidikan, bahasa dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya.
Penelitian kualitatif, dalam analisis datanya tidak menggunakan
analisis statistik, tetapi lebih banyak secara naratif, sedangkan dalam
penelitian kuantitif sejak awal proposal dirumuskan, data yang akan
dikumpulkan hendaklah data kuantitatif atau dapat dikuantitatifkan.
Sebaliknya dalam penelitian kualitatif sejak awal ingin
mengungkapkan data secara kualitatif dan disajikan secara naratif.
data kualitatif ini mencakup antara lain:
59

1) Deskripsi yang mendetail tentang situasi, kegiatan atau peristiwa


maupun fenomena tertentu, baik yang menyangkut manusianya
atau hubungannya dengan manusia lainnya.
2) Pendapat langsung dari orang-orang yang telah berpengalaman,
pandangannya, sikapnya, kepercayaan serta jalan pikirannya.
3) Cuplikan dari dokumen, dokumen laporan, arsip-arsip dan
sejarahnya.
4) Deskripsi yang mendetail tentang sikap dan tingkah laku
seseorang.
Oleh karena itu untuk dapat mengumpulkan data kualitatif
dengan baik, peneliti harus tahu apa yang dicari, asal mulanya, dan
hubungannya dengan yang lain, yang tidak terlepas dari konteksnya.
Justru karena itu, peneliti kualitatif hendaklah:
1) Upayakan mempelajari fenomena yang belum dipelajari
sebelumnya.
2) Dapat menambah dan memperkaya ilustrasi dengan dokumen-
dokumen lain, antara lain dokumen tertulis.
3) Memahami dengan baik topik yang diteliti dengan mempelajari
secara simultan, melakukan triangulasi atau melakukan penelitian
dengan metode gabungan.
4) Mencoba memahami fenomena sosial dari perspektif keterlibatan
aktor dari pada menerangkan dari luar.
Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen
dalam Sugiyono (2013: 13):
1) Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci.
2) Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada angka.
3) Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada
produk atau outcome.
4) Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
60

5) Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang


teramati)
Menurut Yusuf (2013:336) beberapa ciri umum penelitian
kualitatif, sebagai berikut:
1) Menggunakan natural setting sebagai sumber data penelitian.
2) Peneliti sebagai instrumen penelitian.
3) Teknik-teknik yang sering digunakan peneliti dalam
pengumpulan data di lapangan adalah pengamatan (observasi),
interview, dan analisis dokumen atau analisis isi/wawancara.
4) Data yang dikumpulkan data kualitatif
5) Data disajikan dalam bentuk deskriptif atau naratif
6) Lebih mementingkan proses dari pada hasil
7) Cenderung menganalisis data secara induktif
8) Makna (meaning) adalah sesuatu yang essensial dalam penelitian
kualitatif
9) Mengutamakan rincian kontestual
10) Sebagian besar penelitian kualitatif menggunakan data langsung
dari tangan pertama.
11) Melakukan triangulasi
12) Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti
13) Analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan dilanjutkan
sepanjang penelitian
14) Dalam penelitian kualitatif, verifikasi perlu dilakukan
15) Penelitian kualitatif dipengaruhi oleh pandangan dan keunikan
peneliti
16) Peneliti memandang fenomena sosial secara holistik
17) Rancangan bersifat umum dan fleksibel
d. Proses penelitian kualitatif

Rancangan penelitian kualitatif diibaratkan oleh Bogdan dalam


Sugiyono seperti orang mau piknik, sehingga ia baru tahu tempat yang
akan dituju, tetapi tentu belum tahu pasti apa yang ada di tempat itu.
61

Ia akan tahu setelah memasuki obyek, dengan cara membaca berbagai


informasi tertulis, gambar-gambar, berfikir dan melihat obyek dan
aktivitas orang yang ada di sekelilingnya, melakukan wawancara dan
sebagainya. Proses penelitian kualitatif juga dapat diibaratkan seperti
orang asing yang mau melihat pertunjukan wayang kulit atau
kesenian, atau peristiwa lain. Ia belum tahu apa, mengapa, bagaimana
wayang kulit itu. Ia akan tahu setelah ia melihat, mengamati, dan
menganalisis dengan serius.
Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, dapat dikemukakan
bahwa walaupun peneliti kualitatif belum memiliki masalah, atau
keinginan yang jelas, tetapi dapat langsung memasuki
obyek/lapangan. Pada waktu memasuki obyek, peneliti tentu masih
merasa asing terhadap obyek tersebut, seperti halnya orang asing yang
masih asing terhadapa pertunjukan wayang kulit. Setelah memasuki
obyek, peneliti kualitatif akan melihat segala sesuatu yang ada di
tempat itu, yang masih bersifat umum. Pada tahap ini disebut tahap
orientasi atau deskripsi, dengan grand tour question. Pada tahap ini
peneliti mendeskripsikan apa yang didlihat, didengar, dirasakan dan
ditanyakan. Mereka baru mengenal serba sepintas terhadap informasi
yang diperolehnya. Pada tahap ini data yang diperoleh cukup banyak,
bervariasi dan belum tersusun secara jelas.
Proses penelitian kualitatif pada tahap ke 2 disebut tahap
reduksi/fokus. Pada tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang
tealh diperoleh pada tahap pertama. Pada proses reduksi ini, peneliti
mereduksi data yang ditemukan pada tahap I untuk memfokuskan
pada masalah tertentu. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data
dengan cara memeilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan
baru. Data yang dirasa tidak dipakai disingkirkan. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka data-data tersebut selanjutnya
dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang ditetapkan sebagai
fokus penelitian.
62

Proses penelitian kualitatif pada tahap ke 3 adalah tahap


selection. Pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang telah
ditetapkan menjadi lebih rinci. Pada tahap ini, setelah peneliti
melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang
diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara
mengkonstruksi data yang diperoleh menjadi sesuatu hubungan
pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru.
Hasil akhir penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan
data atau informasi yang sulit dicari melalaui metode kuantitatif, tetapi
juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna,
bahkan hipotesis atau ilmu yang baru dapat digunakan untuk
membantu mengatasi masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia.
Proses memperoleh data atau informasi pada setiap tahapan
(deskripsi, reduksi, seleksi) tersebut dilakukan secara sirkuler,
berulang-ulang dengan berbagai cara dan berbagai sumber. Setelah
peneliti memasuki obyek penelitian atau sering disebut sebagai situasi
sosia, tahapan selanjutnya adalah:
1) Peneliti berfikir apa yang ingin ditanyakan
2) Setelah menemukan apa yang akan ditanyakan, maka peneliti
bertanya pada orang-orang yang dijumpai pada tempat tersebut
3) Stelah mendpatkan jawaban, peneliti akan menganalisis apakah
jawaban yang diberikan itu benar atau tidak
4) Jika jawaban dirasa benar, maka dibuatlah kesimpulan
5) Peneliti mencandra kembali terhadap kesimpulan yang telah dibuat.
Apakah kesimpulan yang dibuat itu kredibel atau tidak. Untuk
memastikan kesimpulan yang telah dibuat tersebut, maka peneliti
masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan dengan cara dan
sumber yang berbeda, tetapi tujuan sama. Kalau kesimpulan telah
diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka pengumpulan data
dinyatakan selesai.
e. Penggunaan metode kualitatif

Metode kualitatif digunakan untuk kepentingan yang berbeda


bila dibandingkan dengan metode kuantitatif. Berikut ini dikemukakan
kapan metode kualitatif digunakan.
63

1) Bila masalah penelitian belum jelas, masing remang-remang atau


mungkin malah masih gelap. Kondisi semacam ini cocok diteliti
dengan metode kualitatif, karena peneliti kualitatif akan langsung
masuk ke obyek, melakukan penjelajahan dengan grant tour
question, sehingga masalah akan dapat ditemukan dengan jelas.
Melalui penelitian dengan model ini, peneliti akan melakukan
eksplorasi terhadap suatu obyek.
2) Untuk memahami makna di balik data yang tampak. Gejala sosial
sering tidak bisa difahami berdasarkan apa yang diucapkan dan
dilakukan orang. Setiap ucapan dan tindakan orang sering
mempunyai makna tertentu. Sering terjadi menurut penelitian
kuantitatif benar, tetapi justru menjadi tanda tanya menurut
penelitian kualitatif.
3) Untuk memahami interaksi sosial. Interaksi sosial yang kompleks
hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian dengan
metode kualitatif dengan cara ikut berperan serta, wawancara
mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.
4) Memahami perasaan orang. Perasaan orang sulit dimengerti kalau
tidak diteliti dengan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan
data wawancara mendalam, dan observasi berperan serta untuk
ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.
5) Untuk mengembangkan teori. Metode ini paling cocok digunakan
untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang
diperoleh melalui lapangan. Teori yang demikian dibangun melalui
grounded research. Dengan metode kualitatif peneliti pada tahap
awalnya melakukan penjelajahan, selanjutnya melakukan
pengumpulan data yang mendalam sehingga dapat ditemukan
hipotesis yang berupa hubungan antar gejala. Hipotesis tersebut
selanjutnya diverivikasi dengan pengumpulan data yang lebih
mendalam. Bila hipotesis terbukti, maka akan menjadi tesis atau
teori.
6) Untuk memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit
dipastikan kebenarannya. Dengan metode kualitatif, melalui teknik
64

pengumpulan data triangulasi/gabungan, maka kepastian data akan


lebih terjamin. Selain itu dengan metode kualitatif, data yang
diperoleh diuji kredibilitasnya, dan penelitian berakhir setelah data
itu jenuh, maka kepastian data akan dapat diperoleh.
7) Meneliti sejarah perkembangan. Sejarah perkembangan kehidupan
seseorang tokoh atau masyarakat akan dapat dilacak melalui
metode kualitatif. Dengan menggunakan data dokumentasi,
wawancara mendalam kepada pelaku atau orang yang dipandang
tahu, maka dapat diketahui sejarah perkembangan kehidupan
seseorang.
f. Jangka waktu penelitian kualitatif
Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama,
karena tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan
sekedar pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif.
Namun demikian kemungkinan jangka penelitian berlangsung
dalam waktu yang pendek, bila telah ditemukan sesuatu dan datanya
sudah jenuh. Ibarat mencari provokator atau mengurai masalah, atau
memahami makna, kalau semua itu dapat ditemukan dalam satu
minggu, dan telah diuji kredibilitasnya, maka penelitian kualitatif
dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama.
g. Kompetensi peneliti kualitatif

Berikut ini dikemukakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh


peneliti kualitatif:
1) Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang
akan diteliti
2) Mampu menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada
konteks sosial yang akan diteliti. Menciptakan rapport berarti
mampu membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang
yang ada pada konteks sosial.
3) Memilik kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada
obyek penelitian (konteks sosial)
65

4) Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipan, dan


wawancara mendalam secara triangulasi, serta sumber-sumber
lain
5) Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif
berkesinambungan mulai dari analisis deskriptif, domain,
komponensial, dan tema kultural/budaya
6) Mampu menguji kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan
transferabilitas hasil penelitian
7) Mampu menghasilkan temuan pengetahuan, hipotesis atau ilmu
baru
8) Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap, dan
rinci
h. Tujuan penelitian kualitatif

Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencakup


informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian,
partisipan penelitian, dan lokasi penelitian. Tujuan penelitian kualitatif
juga bisa menyatakan rancangan penelitian yang dipilih. Tujuan ini
ditulis dengan istilah-istilah “teknis” penelitian yang bersumber dari
bahasa penelitian kualitatif (Creswell, 2010: 167).
Untuk itulah peneliti perlu memperhatikan beberapa hal
mendasar dalam menulis tujuan penelitian kualitatif, seperti berikut
ini:
1) Gunakanlah kata-kata seperti tujuan, maksud, atau sasaran untuk
menandai tujuan penelitian yang ditulis.
2) Fokuslah pada suatu fenomena (atau konsep atau gagasan) utama.
3) Gunakanlah kata-kata tindakan untuk menunjukkan bahwa ada
proses learning dalam penelitian.
4) Gunakan kata-kata dan frasa-frasa yang netral (bahasa tidak
langsung)
5) Sajikan definisi umum mengenai fenomena atau gagasan utama,
khususnya jika fenomena tersebut merupakan istilah yang tidak
dipahami oleh pembaca luas.
66

6) Gunakan kata-kata teknis berbasis strategi/ teori penelitian yang


digunakan ketika sampai pada bagian pengumpulan data, analisis
data, dan proses penelitian.
7) Jelaskan para partisipan yang terlibat dalam penelitian.
8) Tunjukkan lokasi dilakukannya penelitian.
9) Sebagai langkah akhir dalam tujuan penelitian kualitatif, gunakan
beberapa bahasa yang membatasi ruang lingkup partisipan atau
lokasi penelitian.
Meskipun ada banyak variasi dalam mencantumkan poin-poin
di atas pada tujuan penelitian, proposal disertasi atau tesis kualitatif
yang baik, setidaktidaknya harus mencakup beberapa diantara poin-
poin itu.
i. Masalah dalam Penelitian Kualitatif

Setiap penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif


selalu berangkat dari masalah. Namun terdapat perbedaan yang
mendasar antara “masalah” dalam penelitian kuantitatif dan “masalah”
dalam penelitian kualitatif.
Kalau dalam penelitian kuantitatif, “masalah” yang akan
dipecahkan melalui penelitian harus jelas, spesifik, dan dianggap tidak
berubah, tetapi dalam penelitian kualitatif “masalah” yang dibawa oleh
peneliti masih remang-remang, bahkan gelap kompleks dan dinamis.
Oleh kaarena itu “masalah” dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti
berada di lapangan.
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan
terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian, yaitu:
1) Masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal
sampai akhir sama. Dengan demikian judul proposal dengan judul
laporan penelitian sama.
2) Masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian
berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang
67

disiapkan. Dengan demikian tidak terlalu banyak perubahan,


sehingga judul penelitian cukup disempurnakan.
3) Masalah yang dibawa oleh peneliti setelah memasuki lapangan
berubah total, sehingga harus “ganti” masalah. Dengan demikian
judul proposal dengan judul penelitian tidak sama dan judulnya
diganti. Dalam institusi tertentu judul yang diganti ini sering
mengalami kesulitan administrasi. Oleh karena itu institusi yang
menangani penelitian kualitatif, harus mau dan mampu
menyesuaikan dengan karakteristik masalah kualitatif ini
Peneliti kualitatif yang merubah masalah atau ganti judul
penelitiannya setelah memasuki lapangan penelitian atau setelah
selesai, merupakan peneliti kualitatif yang lebih baik, karena ia
dipandang mampu melepaskan apa yang telah difikirkan sebelumnya,
dan selanjutnya mampu melihat fenomena secara lebih luas dan
mendalam sesuai dengan apa yang terjadi dan berkembang pada situasi
sosial yang diteliti. Kemungkinan masalah sebelum dan sesudah ke
lapangan dalam penelitian kualitatif dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 3.1
Masalah penelitian kualitatif

Terdapat perbedaan antara masalah dan rumusan masalah.


Seperti telah dikemukakan bahwa, masalah merupakan
penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi.
Sedangkan rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang
disusun berdasarkan masalah yang harus dicarikan jawabannya
melalui pengumpulan data. Data tentang masalah bisa berasal dari
68

dokumentasi hasil penelitian, pengawasan, evaluasi, pengamatan


pendahuluan, dan pernyataan orang-orang yang patut dipercaya.
j. Ciri- ciri Penelitian Kualitatif

1) Bersifat deskriptif analitis, terlihat dari caranya mengumpulkan dan


merekap data yang bukan dicatat dalam bentuk angka namun
penjelasan sejelas-jelas dan sedalam-dalamnya. (Baca juga: Teori
Efek Media Massa)
2) Bersifat induktif, yaitu peneltiian dimulai dari data atau fenomena
yang ada di lapangan yang kemudian memunculkan teori. (Baca
juga: Teori Komunikasi Politik)
3) Menggunakan teori yang sudah ada sebagai pedoman dan
pendukung, karena meski berangkat dari data namun tetap saja teori
digunakan sebagai fokus pembatas dari objek penelitian. (Baca juga:
Teori Dramaturgi)
4) Berfokus pada makna yang terdapat dalam suatu fenomena yang
diteliti, yang dapat digali dari persepsi objek penelitian. (Baca juga:
Teori Komunikasi Organisasi)
5) Mengutamakan akan pentingnya proses penelitian yang berjalan,
bukan semata mengacu pada hasil yang ingin dicapai. (Baca juga:
Teori Spiral Keheningan)
k. Jenis Penelitian Kualitatif

Setelah memahami apa itu penelitian kualitatif, selanjutnya


kita akan membahas apa saja jenis penelitian yang ada dalam
penelitian kualitatif. Berikut adalah jenis-jenis penelitian kualitatif
yang biasa digunakan dalam penelitian ilmu sosial, termasuk ilmu
komunikasi:
1. Fenomenologi
Jenis Metode Penelitian Kualitatif yang pertama adalah
fenomenologi. Kata fenomenologi Berasal kata dari bahasa Yunani,
phainomenon yang berarti penampakan diri dan logos yang berarti
akal, studi fenomenologi merupakan penelitian yang mengkhususkan
pada fenomena dan realitas yang tampak untuk mengkaji penjelasan
di dalamnya. Fenomenologi sendiri memiliki dua makna yaitu
69

sebagai filsafat sains dan juga metode penelitian, yang bertujuan


mencari arti atau makna dari pengalaman yang ada dalam kehidupan.
Fenomenologi akan menggali data untuk menemukan makna
dari hal-hal mendasar dan esensial dari fenomena, realitas, atau
pengalaman yang dialami oleh objek penelitian. Penelitian
fenomenologi dapat dimulai dengan memperhatikan dan menelaah
fokus fenomena yang hendak diteliti, yang melihat berbagai aspek
subjektif dari perilaku objek.
Kemudian, peneliti melakukan penggalian data berupa
bagaimana pemaknaan objek dalam memberikan arti terhadap
fenomena terkait. Penggalian data ini dilakukan dengan melakukan
wawancara mendalam kepada objek atau informan dalam penelitian,
juga dengan melakukan observasi langsung mengenai bagaimana
objek peneltiian menginterpretasikan pengalamannya kepada orang
lain.
2. Etnografi
Berangkat dari dasar ilmu antropologi atau kajian budaya,
etnografi merupakan metode penelitian yang melihat kajian bahasa
dalam perilaku sosial dan komunikasi masyarakat dan bagaimana
bahasa tersebut diterapkan berdasarkan konsep budaya yang terkait.
Kajian etnografi memiliki dua dasar konsep yang menjadi landasan
penelitian, yaitu aspek budaya (antropologi) dan bahasa (linguistik),
dimana bahasa dipandang sebagai sistem penting yang berada dalam
budaya masyarakat.
Metode penelitian etnografi memiliki tujuan untuk mengkaji
bentuk dan fungsi bahasa yang tersedia dalam budaya serta
digunakan untuk berkomunikasi individu di dalamnya, serta melihat
bagaimana bentuk dan fungsi bahasa tersebut menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat. Selain itu, metode etnografi juga
menginterpretasikan kelompok sosial, sistem yang berlaku dan peran
yang dijalankan, serta interaksi sosial yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
Metode etnografi biasanya digunakan untuk berfokus pada
kegiatan atau ritual tertentu dalam masyarakat, bahasa, kepercayaan,
cara-cara hidup, dan lain sebagainya.
70

3. Studi Kasus
Sesuai dengan namanya, metode penelitian studi kasus
meneliti suatu kasus atau fenomena tertentu yang ada dalam
masyarakat yang dilakukan secara mendalam untuk mempelajari
latar belakang, keadaan, dan interaksi yang terjadi. Studi kasus
dilakukan pada suatu kesatuan sistem yang bisa berupa suatu
program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang ada
pada keadaan atau kondisi tertentu.
Karena khusus meneliti suatu hal atau sistem tertentu,
penelitian studi kasus bukanlah dilakukan untuk menarik kesimpulan
terhadap fenomena dari suatu populasi atau kumpulan tertentu
melainkan khusus untuk kejadian atau fenomena yang diteliti saja.
Meski mencakup satu kesatuan sistem, penelitian studi kasus
tidak harus meneliti satu orang atau idnividu saja, namun bisa
dengan beberapa orang atau objek yang memiliki satu kesatuan
fokus fenomena yang akan diteliti. Untuk mendapatkan data yang
mendalam, penelitian studi kasus menggunakan teknik wawancara,
observasi, sekaligus studi dokumenter yang kemudian akan
dianalisis menjadi suatu teori. Studi kasus akan memahami,
menelaah, dan kemudian menafsirkan makna yang didapat dari
fenomena yang diteliti tersebut.
4. Metode Historis
Penelitian selanjutnya adalah metode historis, yaitu
penelitian yang memiliki fokus penelitian berupa peristiwa-peristiwa
yang sudah berlalu dan melakukan rekonstruksi masa lalu denga
sumber data atau saksi sejarah yang masih ada hingga saat ini.
Sumber data tersebut bisa diperoleh dari berbagai catatan sejarah,
artifak, laporan verbal, maupun saksi hidup yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenaran persaksiannya.
Karena mengkaji peristiwa yang sudah berlalu, ciri khas dari
penelitian historis adalah waktu; dimana fenomena dilihat
perkembangan atau perubahannya berdasarkan pergeseran waktu.
Ciri lain dari metode historis adalah kajian penelitian lebih banyak
bergantung pada data observasi orang lain yang sudah terlebih
dahulu melakukan penelitian, bukan hanya data observasi milik
peneliti itu sendiri.
71

Selain itu, sumber data yang digunakan haruslah bersifat


objektif, sistematis, akurat, serta otentik yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya serta berasal dari sumber
yang tepat. Karena metode historis memiliki konse dasar waktu,
perlu diperhatikan dengan lebih teliti mengenai urutan peristiwa dan
waktu-waktunya dengan detail dan jelas.
5. Metode Teori Dasar (Grounded Theory)
Jenis Metode Penelitian Kualitatif lainnya ada Metode Teori
Dasar. Metode teori dasar merupakan penelitian yang dilakukan
untuk menemukan suatu teori atau menguatkan teori yang sudah ada
dengan mengkaji prinsip dan kaidah dasar yang ada lalu dibuat
kesimpulan dasar yang membentuk prinsip dasar dari suatu teori.
Dalam melakukan metode ini, peneliti perlu memilah mana
fenomena yang dapat dikatakan fenomena inti dan mana yang bukan
untuk dapat diambil dan dibentuk suatu teori. Pengumpulan data
metode teori dasar ini dilakukan dengan studi lapangan, observasi,
pembandingan antara kategori, fenomena, dan situasi berdasarkan
berbagai penilaian, seperti kajian induktif, deduktif, dan verifikasi
hingga datanya bersifat jenuh.
m. Tujuan Penelitian Kualitatif

Tujuan penelitian kualitatif menurut Kriyantono adalah untuk


menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan cara
pengumpulan data sedalam-dalamnya pula, yang menunjukkan
pentingnya kedalaman dan detail suatu data yang diteliti. Pada
penelitian kualitatif, semakin mendalam, teliti, dan tergali suatu
data yang didapatkan maka dapat dikatakan semakin baik pula
kualitas penelitian. Namun dari segi jumlah responden atau objek
penelitian, kualitatif memiliki objek yang lebih sedikit dibanding
kuantitatif karena lebih mengedepankan kedalaman data bukan
kuantitas data.
Karena penelitian mendalam pada objek tertentu yang telah
dipilih dan jumlahnya terbatas, penelitian kualitatif cenderung
bersifat subjektif serta tak dapat digeneralisasi secara umum.
72

Penelitian kualitatif pada prakteknya banyak menggunakan metode


wawancara dan observasi dalam proses pengumpulan data di
lapangan. Tak jarang, peneliti dalam penelitian kualitatif terlibat
langsung dalam proses penelitian terutama observasi lapangan.
Wawancara juga dilakukan secara mendalam baik melalui
wawancara individu atau focus group discussion (FGD).
n. Prinsip Penelitian Kualitatif

1) Mengungkap gejala ttg permasalahan yang akan diteliti


2) Pengujian epindensi2 data induktif yang menggambarkan adanya
kesenjangan antara harapan dan kenyataan
3) Mengemukakan alasan2 penting dan layaknya masalah untuk diteliti:
- Apa yang terjadi dengan fenomena tersebut.
- Bagaimana mereka melakukannya.
- Apa makna bagi mereka.
- Bagaimana mereka menafsirkannya dan mengungkapkan hal ini
pada orang lain.
- Bagaimana menafsirkan dan mendokumentasikan cara mereka
bertindak.
- Apa yang mereka ceritakan kepada kita megenai hal2 yang
mereka ketahui.
- Bagaimana mereka membenarkan tindakannya.
- Apa hubungannya antara qt dengan mereka.
4) Data penunjang keaslian penelitian bahwa penelitian tsb belum
ditelti sebelumnya, atau melanjutkan penelitian sebelumnya.
5) Relevansi masalah yang diteliti dengan permasalahan yang lebih
luas.
6) Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian.
7) Bersifat subjektif.
8) Post positivisme.
Melihat semua hal diatas peneliti memilih melakukan penelitian
kualitatif dengan metoda fenomenologi.
73

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


1) Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Bedah (Tulip) dan Ruang Nifas
(Anyelir) RSUD Leuwiliang
2) Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di bulan Maret Tahun 2020

4.3 Populasi dan Sampel


1) Populasi Penelitian
Populasi adalah daerah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
digunakan peneliti untuk dipelajarinya yang kemudian didapatkan
kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien perioperative di RSUD Leuwiliang tahun 2020
2) Sampel penelitian
Sedangkan sampel penelitian adalah obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan tehnik purposive sampling.
Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non
random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel
dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan
penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan
penelitian. Menurut Arikunto (2006) pengertiannya adalah: teknik
mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau
strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang
berfokus pada tujuan tertentu. Menurut Notoatmodjo (2010)
pengertiannya adalah: pengambilan sampel yang berdasarkan atas
suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-
ciri yang sudah diketahui sebelumnya. Menurut Sugiyono (2010)
pengertiannya adalah: teknik untuk menentukan sampel penelitian
dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data
yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.
74

Langkah-langkah teknik Purposive Sampling adalah sebagai berikut:


1) Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria
tertentu pada sampel agar tidak terjadi bias.
2) Tentukan kriteria-kriteria.
3) Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
4) Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek
penelitian serta memenuhi kriteria.
Syarat Purposive Sampling antara lain:
1) Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
2) Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Dengan pertimbangan di atas maka peneliti menentukan
kriteria purposivenya sebagai berikut:
Karena peneliti ingin mendapatkan data primer, maka
narasumber yang akan diambil harus memiliki kriteria pasien
perioperative dengan kriteria operasi elective atau terjadwal dimulai
dari periode pre operative (minimal 1 hari pre operasi), intra
operative dan post operative usia dewasa penuh yaitu usia 25-50 th
(WHO), yang dapat memberikan keterangan tentang pelaksanaan
pemberian informed concent pada pasien perioperatif selama periode
perioperative (elective). Untuk sumber selanjutnya peneliti
mengambil sampel sekunder yaitu PPA (Profesional Pemberi
Asuhan) yaitu DPJP (Dokter Penanggung Jawab pelayanan) dan
perawat yang bertugas di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang yang
memberikan informed concent pada pasien perioperative (elective)
tersebut. Dalam hal ini ditentukan 3 (tiga) pasien bedah dengan
kriteria merupakan tindakan operasi tertinggi di SMF tersebut.

4.4 Pengumpulan Data


1) Metoda Pengumpulan Data
Langkah awal pada proses penelitian ini adalah mengobservasi
pelaksanaan pemberian informed consent selanjutnya informasi
75

didapat dengan wawancara mendalam (indeepth interview)


menggunakan media audio dibuat transkrip kemudian dimasukkan
kedalam matrik setelah itu dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan
dan tujuan penelitian. Untuk menjamin keabsahan informasi dalam
penelitian ini, dilakukan triangulasi sumber, yaitu dengan
membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara
mendalam dan observasi dari sumber primer terhadap sumber
sekunder. Langkah kedua peneliti akan melaksanakan observasi
terhadap kelengkapan dalam penerapan pelaksanaan patient savety
yang di Rumah Sakit dijabarkan dalam 6 standar Sasaran keselamatan
Pasien.

2) Alat Pengumpulan Data


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri sebagai instrumen penelitian dibantu dengan lembar observasi,
pedoman wawancara mendalam dan media audio (recorder). Serta
lembar observasi pelaksanaan patient savety dan berkas rekam medis
pasien.

4.5 Etika Penelitian


Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian
harus diperhatikan (Hidayat, 2009 ). Masalah etika yang harus
diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Informed Consent (Lembar Persetujuan Penelitian) Informed
consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Pada penelitian ini semua responden akan diberi lembar
persetujuan kemudian peneliti menjelaskan tentang tujuan,
manfaat dan prosedur penelitian terkait dengan pengaruh teknik
pijat oksitosin terhadap penurunan 59 kecemasan, jika responden
76

bersedia maka peneliti menyerahkan lembar persetujuan untuk


ditandatangani oleh responden.
b. Anonimity ( Tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan
masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan. Pada penelitian ini peneliti mengganti nama
responden dengan inisial atau kode tertentu di lembar kuisioner.
c. Confodentiality (Kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah
etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini setelah melakukan
penelitian dan telah diketahui hasilnya, peneliti merahasiakan
hasil penelitian dengan tidak menyebarluaskan data-data
responden serta hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan
identitas responden.
d. Rights to self Determination (Hak untuk tidak ikut menjadi
responden) Rights to self Determination adalah responden diminta
menjadi responden partisipan dalam penelitian ini dan apabila
responden setuju, responden dipersilakan menandatangani surat
persetujuan. Adapun penandatanganan responden dalam keadaan
tenang, cukup waktu untuk berpikir dan memahaminya (Nursalam,
2016).

4.6 Tehnik Pengolahan dan Aanalisis Data


1) Informasi yang didapat dengan menggunakan media audio dibuat
transkrip kemudian dimasukkan kedalam matrik setelah itu
dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.
2) Setelah melakukan uji coba wawancara peneliti melakukan
pertemuan dengan narasumber. Pada kontak awal peneliti membina
hubungan saling percaya dengan pendekatan personal dan
77

membicarakan bagaimana perasaan narasumber sebelum dioperasi


dan ikut serta melaksanakan proses perawatan yang dilaksanakan
pada periode pre operasi. Kemudian peneliti memberikan informed
concent penelitian lalu menjelaskan tujuan penelitian dan
wawancara, serta memastikan narasumber dapat memahami tujuan
penelitian dan menandatangani informed concent penelitian
tersebut.
3) Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tehnik
wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pertanyaan
terbuka agar narasumber mendapatkan kesempatan untuk
menjelaskan pengalaman mereka secara terbuka tentang fenomena
yang sedang diteliti.
4) Informasi yang didapatkan adalah informasi primer, karena peneliti
langsung memperoleh dari sumber informasi yaitu pasien pre
operative (minimal 1 hari pre operasi), intra operative dan post
operative usia dewasa penuh yaitu usia 25-50 th (WHO), yang
dapat memberikan keterangan tentang pelaksanaan pemberian
informed concent pada pasien perioperative. Untuk sumber
selanjutnya peneliti mengambil sampel sekunder dari PPA
(Profesional Pemberi Asuhan) yaitu DPJP (Dokter Penanggung
Jawab pelayanan) dan perawat yang bertugas di Ruang RSUD
Leuwiliang yang memberikan informed concent pada pasien
perioperative (elective) tersebut.
5) Untuk menjamin keabsahan informasi dalam penelitian ini,
dilakukan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan
informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam yang
diperoleh dari suatu sumber dan sumber lainnya dan observasi.
6) Tehnik trianggulasi lebih mengutamakan efektifitas proses dan
hasil yang diinginkan. Oleh karena itu proses triangulasi dapat
dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metoda yang
digunakan sudah berjalan dengan baik. Adapun prosesnya
menurut Bungin.2009 adalah :
7) Peneliti menggunakan wawancara mendalam dan observasi
partisipasi untuk mengumpulkan data. Pastikan apakah setiap hari
78

telah terhimpun catatan harian wawancara dengan informan serta


catatan harian observasi.
8) Setelah itu dilakukan uji silang terhadap materi catatan-catatan
harian itu untuk memastikan tidak ada informasi yang
bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian
observasi, dan bila antara catatan harian kedua metoda ada yang
tidak relevan, peneliti harus menginformasi perbedaan itu pada
informan.
9) Hasil konfirmasi itu perlu diuji ulang lagi dengan informasi-
informasi sebelumnya karena bisa jadi hasil konfirmasi itu
bertentangan dengan informasi-informasi yang telah terhimpun
sebelumnya dari informanatau dari sumber-sumber lain. Apabila
ada yang berbeda, peneliti terus menelusuri perbedaan-perbedaan
itu sampai peneliti menemukan sumber perbedaan dan materi
perbedaannya, kemudian dilakukan konfirmasi dengan informan
dan sumber-sumber lain.
79

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN


5.1.1 Gambaran/ Profil RSUD Leuwiliang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
RSUD Leuwiliang merupakan sarana pelayanan yang
dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dengan tujuan
untuk memberikan pelayanan kesehatan lanjutan kepada
Masyarakat Kabupaten Bogor di Wilayah Barat dengan target
area cakupan sebanyak 14 kecamatan dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Gambar 5.1.1.a
Peta Wilayah Cakupan Pelayanan RSUD Leuwiliang

79
80

RSUD Leuwiliang berada Jalan Raya Cibeber Desa


Cibeber I Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, dibangun
mulai tahun 2003-2009 diatas tanah seluas 3.5 hektar. Pada
masa persiapan tersebut, pernah dioperasikan sebagai
Puskesmas Leuwiliang waktu persiapan awal sebelum
terbentuknya rumah sakit.
Kemudian pada tanggal 23 Februari 2010, Gubernur
Jawa Barat serta Bupati Bogor, meresmikan operasionalnya
RSUD Leuwiliang. Selama setahun lebih setelah diresmikan
tersebut, yaitu pada tanggal 1 Maret 2011 dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2
tahun 2011 tentang Pembentukan RSUD Leuwiliang Kelas C,
sehingga RSUD Leuwiliang telah mendapatkan legalitas hukum
secara administrasi dan operasional kelas .
Berdasarkan kepada Surat Keputusan Bupati Bogor
Nomor 900 tahun 2014 tanggal 23 Februari 2014, RSUD
Leuwiliang ditetapkan sebagai rumah sakit dengan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD).
Pada tahun 2017, RSUD Leuwiliang melakukan
penilaian ulang akreditasi RS versi 2012 dan pada tanggal 12
Juni 2017 Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Kementerian
Kesehatan memberikan Sertifikat kepada RSUD Leuwiliang
dengan LULUS Akreditasi Paripurna diberikan dari 12 Juni
2017 sampai dengan 12 Juni 2021. Untuk itu pada tahun 2021
ini, RSUD Leuwiliang kembali akan melakukan penilaian
kareditasi ulang dengan menggunakan Metoda SNARS Edisi 1.1
karena masa berlaku akreditasi akan habis pada tanggal 12 Juni
2021.
Kemudian pada tanggal 21 Juni 2018, RSUD Leuwiliang
ditetapkan sebagai RS kelas B berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi Jawa Barat Nomor 445.1.KEP.98/02.1.30.0
/DPMPTSP/2018. Kemudian pada tanggal 28 Desember 2018
81

berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 94 tahun 2018


ditetapkan Struktur Organisasi RSUD Leuwiliang Kelas B
Gambar 5.1.1.b
Sejarah Perkembangan RSUD Leuwiliang

Gambar 5.1.1.c
Data Dasar RSUD Leuwiliang Tahun 2021
82

1. Visi Misi Organisasi


a. Visi Organisasi
RSUD Leuwiliang memiliki visi yang tercantum dalam
Rencana Strategis tahun 2018-2023 yaitu “Rumah Sakit
Terpercaya Pilihan Utama Masyarakat”
Adapun penjelasan dari visi tersebut :
Pengertian rumah sakit terpercaya adalah “RS Sebagai
Pemberi pelayanan kesehatan sesuai dengan standar
aturan yang meliputi kesesuaian harga, ketepatan
waktu, yang dikemas dengan santun”.
Pengertian pilihan utama masyarakat adalah
“Masyarakat lebih memilih berobat ke Rumah Sakit
Umum Daerah Leuwiliang dikarenakan profesional,
mudah dijangkau, ramah, dan harga yang kompetitif”.
b. Misi Organisasi
Dari Visi diatas, kemudian dijabarkan dalam bentuk 4
Misi sebagai berikut :
1) Meningkatkan pelayanan yang bermutu dan
responsif.
2) Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya
di Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang.
3) Meningkatkan pengelolaan manajemen yang
professional, inovatif dan dinamis, dan
4) Mengoptimalkan kerjasama dengan fihak ketiga dan
mendukung program Pemerintah
c. Moto Organisasi
“Melayani Dengan Hati Bertindak Dengan logika”,
Motto adalah kata sebagai semboyan atau pedoman
yang menggambarkan motivasi, semangat, dan tujuan
dari RSUD Leuwiliang.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Rumah sakit sebagai suatu badan usaha, tentu
mempunyai misi tersendiri sama seperti badan usaha
83

lainnya. Produk utama rumah sakit adalah (a)


Pelayanan Medis, (b) Pembedahan, dan (c) Pelayanan
perawatan orang sakit, sedangkan sasaran utamanya
adalah perawatan dan pengobatan nyawa dan kesehatan
para penderita sakit.
3. Struktur Organisasi
Pada tanggal 21 Juni 2018, RSUD Leuwiliang
ditetapkan sebagai RS kelas B berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Jawa Barat Nomor
445.1.KEP.98/02.1.30.0/DPMPTSP/2018. Kemudian
pada tanggal 28 Desember 2018 berdasarkan Peraturan
Bupati Bogor Nomor 94 tahun 2018 dan di ganti oleh
Peraturan Bupati No 10 Tahun 2022 ditetapkan
Struktur Organisasi RSUD Leuwiliang Kelas B seperti
yang terlihat pada gambar dibawah ini
Gambar 2.3.1
Struktur Organisasi RSUD Leuwiliang
84

5.1.2 Hasil
a. Karakteristik narasumber
Bab ini menjelaskan tentang pengalaman pemberian
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang. Penelitian
ini menghasilkan suatu fenomena tentang harapan pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang tentang
pemberian informed concent tindakan pembedahan,sekaligus
harapan perawat tentang pemberian informed consent tindakan
pembedahan pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip
RSUD Leuwiliang.
Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian. Bagian
pertama menjelaskan karakteristik narasumber yang terlibat
dalam penelitian secara singkat dan kedua menguraikan
tentang analisis triangulasi mengenai pengalaman pemberian
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang. Dalam hal
ini ditentukan 3 (tiga) pasien bedah dengan kriteria merupakan
tindakan operasi tertinggi di SMF (staf medis fungsional)
tersebut.
Narasumber dipilih berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dan berikut adalah data diri narasumber yang
berkontribusi dalam penelitian ini :
Narasumber 1
Perempuan yang berumur 38 tahun ini menderita tumor karotis
sejak 3 bulan yang lalu. Narasumber adalah lulusan SD,
seorang ibu rumah tangga dengan anak 3. Narasumber
beragama Islam dan mengaku aktif di pengajian ini dirawat di
RSUD Leuwiliang untuk dilakukan operasi tumornya.

Narasumber 2
Pria berusia 37 tahun ini adalah perawat di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang yang memberikan informed concent tindakan
pembedahan pada narasumber 1. Pria yang sudah menjadi PNS
85

ini adalah pria yang cerdas dan senang berbagi ilmu dengan
mahasiswa perawat yang praktik di Ruang Tulip. Beragama
Islam dan bersuku sunda.
Narasumber 3
Pria berusia 42 tahun ini adalah dokter spesialis bedah di
RSUD Leuwiliang. Pria yang sudah menjadi dokter tetap di
RSUD Leuwiliang ini beragama nasrani dan bersuku batak.
Narasumber 4
Pria berusia 36 tahun ini menderita tumor di wajahnya,
tepatnya di ujung alis kiri. Pria yang mengaku sebagai
karyawan di sebuah perusahaan swasta dan sudah 2 tahun
menduda ini mengaku aktif di kegiatan karang taruna. Pria ini
beragama Islam, bersuku sunda dan lulusan SLTA.
Narasumber 5
Pria berusia 34 tahun ini adalah perawat di Ruang IIIA. Sudah
11 tahun menjadi PNS dan sedang sibuk melaksanakan
pendidikan keperawatan lanjutan. Pria yang memiliki satu anak
ini yang memberikan informed concent tindakan pembedahan
pada narasumber 2.
Narasumber 6
Pria berusia 50 tahun ini adalah dokter spesialis bedah di
RSUD Leuwiliang. Pria yang sudah menjadi PNS di RSUD
Leuwiliang ini beragama Islam dan bersuku Jawa.
Narasumber 7
Wanita berusia 28 tahun ini baru saja menikah dan belum
dikaruniai anak. Mengaku sedang belajar menjadi istri yang
baik, dia juga aktif mengikuti pengajian di masjid dekat
rumahnya. Wanita ini akan dioperasi usus buntunya.
Narasumber 8
Wanita berusia 34 tahun ini adalah seorang perawat yang
sudah 6 tahun menjadi PNS. Wanita yang sedang sibuk kuliah
di sebuah PT ini memiliki seorang anak yang berusia 5 tahun.
86

Narasumber 9
Pria berusia 36 tahun ini adalah dokter spesialis bedah di
RSUD Leuwiliang. Pria yang sudah menjadi dokter tetap di
RSUD Leuwiliang ini beragama Islam dan bersuku Jawa.

b. Analisis Trianggulasi
Pada bagian ini akan diuraikan keseluruhan proses
triangulasi yang telah didapatkan berdasarkan informasi yang
diperoleh dari narasumber. Penyajian berdasarkan 5 sub
variabel penting dalam penelitian ini yaitu : a) Metode atau
cara yang digunakan untuk memberikan informed consent
tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di Ruang
Tulip RSUD Leuwiliang, b) Isi informed consent tindakan
pembedahan pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip
RSUD Leuwiliang, c) Waktu pemberian informed consent
tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di Ruang
Tulip RSUD Leuwiliang, d) Tempat pemberian informed
consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif
di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang, e) Harapan pasien dan
perawat terhadap pemberian informed consent tindakan
pembedahan yang diberikan pada pasien pre operatif elektif di
Ruang Tulip RSUD Leuwiliang.
Proses triangulasi akan dijelaskan menjadi tiga proses
dengan masing-masing terdiri dari 5 sub variabel yang telah
didapatkan. Triangulasi yang pertama yaitu antara narasumber
1, narasumber 2 dan narasumber 3 serta hasil observasi,
Triangulasi yang kedua yaitu antara narasumber 4, narasumber
5 dan narasumber 6 serta hasil observasi, Triangulasi yang
ketiga yaitu antara narasumber 7, narasumber 8 dan
narasumber 9 serta hasil observasi. Untuk mempermudah
identifikasi narasumber, peneliti meletakkan pasien sebagai
87

narasumber dengan nomor ganjil dan perawat dengan nomor


genap.

Triangulasi 1
a) Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang:
Narasumber 1 “ Ya,, dijelaskan neng, kalau belum jelas
boleh nanya”
Narasumber 2 “ Penjelasannya dengan dua arah, tentu
saja saya tidak akan membiarkan pasien pasif
mendengarkan saja, akan saya katakan kalau ada yang
tidak jelas tolong tanyakan saja.”
Dan dari observasi yang dilakukan perawat menjelaskan
dengan cara dua arah.
Untuk tahapan pemberian informed consent tindakan
pembedahan semua tahapan dilakukan dengan baik,
perawat memperkenalkan diri dan namanya,
mengorientasikan ruangan dan tata tertib ruangan,
menjelaskan maksud informed consent tindakan
pembedahan dan mengevaluasi apakah pasien mengerti
penjelasan perawat dengan menganjurkan pasien
mengulangi kembali sedikit tentang penjelasan perawat.
Berikut hasil percakapannya :
Narasumber 1 “ Iya neng, si bapak kenalan dulu, terus
njelasin peraturan ruangan, nunjukin toilet, tempat
perawat dan kamar saya. Kata si bapak saya harus tanda
tangan supaya operasi bisa jalan, jadi saya harus tanda
tangan.”
“ Saya, kakak saya juga ditanya sudah jelas apa belum,
saya jawab sudah, eh ternyata sama si bapak suruh
dijelasin lagi (tersenyum), kayak ujian aja (tertawa).”
88

Narasumber 2 “ Tentu saya perkenalkan diri saya dong


(tersenyum), yang paling penting sebelumnya saya harus
cek kelengkapan bangko-blangko yang harus siap untuk
operasi kemudian saya jelaskan tata tertib ruangan, tempat
pasien akan dirawat dan saya orientasikan pasien dengan
ruangan-ruangan, setelah itu saya akan jelaskan apa
maksud saya, terakhir biasa (tertawa) edukasi tentang
perawat luka dirumah.”
“ Tentu, (tertawa) pasien akan saya tanya kembali apakah
pasien sudah mengerti penjelasan saya, keluarga juga,
kalau perlu salah satu dari mereka saya minta menjelaskan
sedikit tentang penjelasan saya sebelumnya.”

Narasumber 3 “Saya bilang kalau saya dokter bedahnya


dengan menyebut nama saya juga. Saya jelaskan apa
penyakit pasien, tindakan apa yang harus kita lakukan,
risiko kalau tindakan dilakukan dan atau dilakukan. Selain
pasien keluarga juga harus ikut mendengarkan penjelasan
saya. Untuk proses selanjutnya masalah kelengkapan
berkas, prosedur dan penanda tanganan blangko IC saya
serahkan ke perawat ”
“pasien dan keluarga saya tanya apakah sudah mengerti
penjelasan saya, saya minta juga menjelaskan kembali
penjelasan yang sudah saya berikan.”

Pasien mendapatkan penjelasan tentang informed concent


tindakan pembedahan tanpa menggunakan alat bantu,
perawat menjelaskannya secara langsung dengan ceramah.
Berikut adalah hasil percakapan dengan narasumber :
Narasumber 1 “ Dijelaskan aja neng, nggak pakai
gambar.”
89

Narasumber 2 “Tidak pakai leaflet atau gambar-gambar,


karena fasilitasnya belum ada.”

Narasumber 3 “nggak teh, saya menjelaskan nggak pakai


leaflet atau alat bantu komunikasi laiannya”

Dari hasil observasi perawat dan DPJP menjelaskan secara


langsung tanpa media

b) Isi informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre


operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang Isi
informed consent tindakan pembedahan yang diberikan
pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang
Isi informasi yang diberikan adalah tentang penyakit dan
akibat tidak dilakukannya tindakan. Tentang tindakan atau
operasi yang akan dilakukan perawat menjelaskan bahwa
tumor harus dioperasi dan mengakibatkan nyeri serta
sedikit tentang apa yang harus pasien lakukan setelah
operasi. Untuk risiko dari tindakan tidak banyak dijelaskan.
Adapun percakapan dengan narasumbernya adalah sebagai
berikut :

Narasumber 1 “Kata bapak saya sakit tumor di leher, apa


teh namanya (diam sejenak berfikir dan tersenyum kecil)
ka,,, karoti apa karotis gitu neng (tertawa)”

Narasumber 2 “Iya dong, biasanya saya jelaskan


penyakitnya apa, seperti si ibu yang tadi kan menderita
tumor karotis, ya saya jelaskan dengan bahasa yang
dimengerti pasien, secukupnya dan tidak panjang lebar.”
90

Narasumber 3 “Maksudnya seperti, tumor karotis itu tumor


di kelenjar karotis yang ada di leher (tersenyum).”
Saya jelaskan apa penyakit pasien, tindakan apa yang
harus kita lakukan, risiko kalau tindakan dilakukan dan
atau dilakukan. Selain pasien keluarga juga harus ikut
mendengarkan penjelasan saya. Untuk proses selanjutnya
masalah kelengkapan berkas, prosedur dan penanda
tanganan blangko IC saya serahkan ke perawat”

Dari hasil observasi yang dilakukan perawat dan DPJP


menjelaskan informasi tentang penyakit pasien.

Sedangkan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan


dijelaskan bahwa nanti akan dilakukan operasi
pengangkatan tumor mengakibatkan nyeri dan jenis
pembiusannya serta apa yang harus dilakukan setelah
pembiusan. Adapun hasil percakapan dengan narasumber
adalah sebagai berikut :

Narasumber 1 “Katanya tumornya harus dioperasi terus


nanti habis operasi pasti nyeri.” “Pas operasi katanya
dibius, saya gak sadar, nanti pas sudah operasi saya harus
miring-miring neng.”

Narasumber 2 “Tindakan operasinya dikamar operasi


tentu saja tidak saya jelaskan, itu cukup tugas perawat
intra operatif, saya jelaskan tumornya harus dioperasi,
nanti setelah operasi pasti nyeri, dan biusnya bius umum,
jadi pasien bisa segera mobilisasi setelah itu.”
91

Narasumber 3 “Saya jalaskan sedikit saja cara


mengangakat tumornya dan pembiusannya dengan bius
umum”

Dan dari hasil observasi perawat dan DPJP menjelaskan


sekilas bagaimana perjalanan operasi di ruang operasi.
Perawat dan DPJP menjelaskan sedikit tentang akibat bila
operasi tidak dilakukan.

Narasumber 1 “Tumornya tambah besar neng, kalau nggak


dioperasi, terus bisa mengakar gitu.”

Narasumber 2 “Saya jelaskan kalau tidak dioperasi


tumornya akan tambah membesar dan bisa mengakibatkan
metastase ke tempat lain.”

Narasumber 3 “Dijelaskan juga kalau nggak diangkat


tumornya akan semakin membesar dan berisiko menyebar
atau metastase”

Dari hasil observasi ditemukan perawat menjelaskan akibat


bila operasi tidak dilakukan.

Untuk risiko tindakan hasil percakapan dengan narasumber


adalah sebagai berikut :

Narasumber 1 “Katanya kalau doperasi ya,, akibatnya


nyeri neng.”

Narasumber 2 “Saya jelaskan akibat operasi itu nyeri,


dengan harapan pasien akan kooperatif setelah operasi.”
92

Narasumber 3 “Saya katakan akibat dari operasi adalah


menjadi sehat dan dapat terjadi nyeri”

Dari hasil observasi risiko dari tindakan dijelaskan oleh


perawat yaitu nyeri.

c) Waktu pemberian informed consent tindakan pembedahan


pada pasien pre operatif elektif dilakukan di Rawat Jalan
Pemberian informed concent tindakan pembedahan
dilakukan H-1 operasi. Adapun percakapan dengan
narasumber adalah sebagai berikut :
Narasumber 1 “Waktu kontrol sebelum operasi si bapak
menjelaskan semuanya neng.”

Narasumber 2 “Saat kunjungan di Poliklinik sebelum


operasi biasanya pasien masuk RS dan dijelaskan tentang
semuanya. Tapi tentu saja sebelum itu pasien kan sudah
bertemu dokter dan saya rasa dokter sudah menjelaskan
pada pasien makanya pasien mengikuti prosedur-prosedur
selanjutnya, seperti periksa lab, rontgen sampai kemudian
pasien ke ruangan ini.”

Narasumber 3 “Saya Jelaskan di Poliklinik”

Dari hasil observasi pemberian informed concent tindakan


pembedahan diberikan saat kunjungan ke Poliklinik
sebelum operasi.

d) Tempat pemberian informed consent tindakan pembedahan


pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang Informed consent tindakan pembedahan
diberikan di sebuah ruangan khusus untuk mahasiswa yang
93

terletak di ujung kiri ruangan bersama-sama dengan pasien


dan keluarga pasien yang lain. Adapun percakapan dengan
narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 1 “Si bapak menjelaskannya di ruangan yang


di ujung itu neng, bareng-bereng sama pasien lain yang
mau dioperasi juga.”

Narasumber 2 “Di Poliklinik Bedah.”

Narasumber 3 “Saya jelaskan di Poliklinik Bedah”

Dari hasil observasi pemberian informed concent tindakan


pembedahan dilakukan di Poliklinik Bedah.

e) Harapan pasien dan perawat tentang pemberian informed


consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif
elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang.

Harapan pasien sangat unik, pasien tidak mengharapkan


lebih, hanya berharap cepat sembuh itu saja. Sedangkan
untuk informed concent tindakan pembedahan pasien
menganggap apa yang dilakukan petugas kesehatan sudah
bagus.
Narasumber 1 “Harapan saya cuma sembuh neng, itu saja
(tersenyum). Penjelasan dari perawat sudah bagus”

Lain hal dengan perawat, meski sudah lebih baik dari


sebelum-sebelumnya perawat menganggap pemberian
informed concent tindakan pembedahan belum optimal.
Narasumber 2 “Sudah lebih baik dari dulu sih, tapi belum
optimal. Harapan saya kedepan akan ada prosedur yang
94

lebih spesifik, selama ini yang ada kan SOP persiapan


pasien pre operasi yang didalamnya harus disisakan
persetujuan tindakan operasi, untuk ruangan juga
sebaiknya tersendiri dan ada tempel-tempelan di dinding
tentang hak dan kewajiban pasien, leaflet tentang 10 besar
penyakit juga harus ada, ada satu format persetujuan
tindakan perawat dan tentunya untuk tindakan medis ada
tersendiri dan yang melakukan dokter (tertawa).”

Dari hasil Observasi pelaksanaan budaya keselamatan


pasien perawat dan dokter melakukan 4 tahap pemberian
informasi yaitu pra interaksi, orientasi, kerja dan terminasi.
Perawat Juga melakukan identifikasi pasien, melakukan
teknik komunikasi efektif dalam asuhannya, Untuk
kewaspadaan obat perawat hanya dapat memferivikasi obat
yang dibawa pasien. Karena jadwal operasi masih satu
minggu lagi penandaan daerah operasi dilakukan di rawat
inap saat pasien masuk Rumah Sakit oleh DPJP. Petugas
melakukan five moment cuci tangan dan pasien dikaji
risiko jatuh.

Triangulasi 2
a) Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang .

Menurut narasumber yang ke 4 ini perawat menjelaskan


dengan cara menganjurkan pasien menandatangai surat
izin operasi dan menanyakan apa yang tidak dimengerti
pasien. Demikian adalah hasil percakapan dengan
narasumber :
95

Narasumber 4 “Dikasih tahu kalau harus menandatangani


surat ijinnya, kalau enggak, operasi nggak bisa lanjut.
Disuruh nanya apa yang nggak ngerti.”

Narasumber 5 “ Akan saya jelaskan maksud saya dan


pasien saya persilahkan bertanya hal yang tidak
dimengerti.”

Narasumber 6 “Saya jelaskan semua hal tentang


operasinya dengan cara verbal .”

Untuk tahap pemberian informasi perawat


memperkenalkan dirinya, mengorientasikan ruangan,
menjelaskan maksud dan tujuannya serta mengevaluasi
hasil penjelasannya pada pasien dan melakukan kontrak
waktu pertemuan selanjutnya. Adapun percakapan dengan
narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 4 “Kenalan dulu teh, habis itu dikasih tahu


ruangan perawat, kamar saya dan wc-nya (tertawa). Si
bapak bilang saya harus tanda tangan kalau tidak
operasinya nggak bisa jalan, kalau dioperasi nyeri dan
lain-lain (tertawa) habis itu dia bilang nanti mau di infus
kira-kira sepuluh menit lagi.”

Narasumber 5 “Biasa (tersenyum)saya cek kelengkapan


form-form yang diperlukan untuk persiapan operasi, saya
memperkenalkan nama saya, saya orientasikan pasien
pada ruangan, tata tertib ruangan, saya jelaskan apa
maksud saya, dan setelah itu saya berterimakasih dan
kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya.”
96

Narasumber 6 “Saya sebutkan nama saya, dan


menjelaskan maksud dan tujuan saya akan bicara.”

Dari hasil observasi perawat melakukan tahap pra


interaksi, orientasi, kerja dan terminasi

Untuk memberikan informed concent tindakan


pembedahan perawat tidak menggunakan media
pembantu, perawat memberikannya secara lengsung.
Berikut percakapan dengan narasumber :

Narasumber 4 “Dikasih tahu aja, nggak pakai gambar”

Narasumber 5 “Tidak ada media, saya jelaskan saja


secara langsung”

Narasumber 6 “Saya jelaskan langsung tanpa media”

b) Isi informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre


operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang
Informasi tentang penyakit tidak di ulas oleh perawat dan
hasil percakapan dengan narasumber adalah sebagai
berikut :
Narasumber 4 “Yang njelasin penyakit saya dokter
puskesmas sebulan yang lalu, perawat tadi ngasih tahu
saya harus operasi dan tanda tangan supaya operasi bisa
jalan.”

Narasumber 5 “Seperti kita tahu itu adalah tugas dokter,


jadi cukup dokter yang ngasih tahu, tugas kita nyiapin
pasien pre operasi.”
97

Narasumber 6 “Pasien masuk lewat UGD jadi sudah


dijelaskan semua oleh petugas sebelumnya dan juga
dokter puskesmas, sya hanya mengulas sedikit saja”

Dari hasil observasi perawat dan DPJP tidak menjelaskan


tentang penyakit pasien.

Informasi tentang tindakan operasi juga tidak diberikan.


Berikut adalah hasil percakapannya :

Narasumber 4 “Nggak dijelasin tu bagaimana operasinya,


dikasih tahu biusnya aja, katanya lokal, jadi saya sadar.”

Narasumber 5 “Tentang perjalanan operasi itu juga tugas


dokter, saya jelaskan kalau anastesinya nanti lokal, jadi
pasien tidak perlu puasa.”

Narasumber 6 “Saya tidak menjelaskan perjalanan


operasinya, saya jelaskan prosedur anastesinya lokal
anastesi”

Dari hasil observasi perawat dan DPJP tidak menjelaskan


tentang tindakan operasi yang akan dilakukan.

Akibat tidak dilakukannya tindakan juga tidak dijelaskan.


Berikut adalah hasil percakapan dengan narasumber:

Narasumber 4 “Nggak dijelaskan akibatnya kalau nggak


dioperasi, mungkin bisa tambah gede ya (tersenyum).”
98

Narasumber 5 “Tidak saya jelaskan, saya rasa itu juga


tugas dokter.”

Narasumber 5 “Saya katakan kalau tidak dioperasi nanti


tumornya bisa membesar dan menyebar”

Dari hasil observasi perawat tidak menjelaskan akibat


tidak dilakukannya tindakan. Akan tetapi DPJP
menjelaskan sekilas.

Risiko tindakan dijelaskan sedikit oleh perawat, bahwa


tindakan operasi akan mengakibatkan nyeri. Berikut
adalah hasil percakapan dengan narasumber :

Narasumber 4 “Katanya operasi bikin nyeri, tapi tenang


aja nanti kan ada obatnya (tertawa).”

Narasumber 5 “Saya jelaskan kalau habis dioperasi akan


nyeri, tapi akan diberi obatnya. Saya rasa penjelasan ini
perlu agar pasien kooperatif di periode post operasi.”

Narasumber 6 “Akibat dioperasi tentunya nyeri, itu saya


jelaskan tapi nanti kan dikasih obat, jadi tidak ada yang
perlu dikhawatirkan.”

Dari hasil observasi risiko tindakan dijelaskan.

c) Waktu pemberian informed consent tindakan pembedahan


pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang
99

Waktu pemberian informed concent tindakan pembedahan


dilakukan sehari sebelum dilakukan operasi. Adapun hasil
percakapan dengan narasumber adalah sebagai berikut:

Narasumber 4 “Perawat memberi penjelasan pada saya


sehari sebelum operasi.”

Narasumber 5 “Di sini sudah biasa pasien masuk H-1


operasi, jadi informed concent diberikan ya saat itu.”

Narasumber 6 “Pasien masuk dari IGD jadi informed


concent diberikan saat itu, H-1.”

Dari hasil observasi informed concent tindakan


pembedahan diberikan 1 hari pre operasi.

d) Tempat pemberian informed consent tindakan


pembedahan pada pasien pre operatif elektif di Ruang
Tulip RSUD Leuwiliang Di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang Informed consent tindakan pembedahan
diberikan di sebuah ruangan khusus untuk mahasiswa
yang terletak di ujung kiri ruangan. Adapun percakapan
dengan narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 4 “Penjelasannya dilakukan di ruangan itu


(menunjuk ruang mahasiswa), lumayan sih saya sama
kakak saya dijelasin tentang semuanya di ruangan itu.”

Narasumber 5 “Biasanya kalau di ruang ini kami


memberikan penjelasan tentang informed concent di
ruang mahasiswa, saya rasa cukup bagus meski agak
berantakan.”
100

Narasumber 6 “Saya menjelaskan saat visite di ruangan”

Dari hasil observasi pemberian informed concent tindakan


pembedahan dilakukan di ruang mahasiswa.

e) Harapan pasien dan perawat tentang pemberian informed


consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif
elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang.
Harapan utama pasien atau narasumber 4 ini sama dengan
narasumber 1 yaitu hanya ingin sembuh, untuk penjelasan
yang telah diberikan sudah bagus, namun demikian
narasumber 4 ini mengatakan kalau ada gambar-gambar
kayaknya akan lebih bagus dan seru. Berikut hasil
percakapan dengan narasumber :

Narasumber 4 “Saya mah, berharap sembuh itu aja.


Perawatnya sudah bagus ngejelasinnya, tapi kalau ada
gambar-gambar bakal lebih seru tuh sus, (tersenyum) bisa
lebih bagus tu.”

Sedangkan perawat berharap lain dalam hal ini. Berikut


adalah hasil percakapan dengan narasumber 5 :
Narasumber 5 “Saya harap ke depan akan lebih jelas
mana informed concent medis dan perawat, sehingga akan
jelas siapa petugas yang memberikannya. Demikian juga
SOP dan blangko-blangkonya harus tersedia, jangan lupa
leaflet atau lembar baliknya kali. Karena sesuatu akan
berjalan dengan baik kalau fasilitasnya juga mendukung.”

Narasumber 6 “Harapan saya ada leaflet atau video


edukasi tentang minimal 10 penyakit terbesar kasus bedah
101

dan tentang pesan-pesan yang bisa diberikan untuk pasien


pulang”

Dari hasil Observasi pelaksanaan budaya keselamatan


pasien perawat dan dokter melakukan 4 tahap pemberian
informasi yaitu pra interaksi, orientasi, kerja dan
terminasi. Perawat Juga melakukan identifikasi pasien,
melakukan teknik komunikasi efektif dalam asuhannya,
Untuk kewaspadaan obat perawat hanya dapat
memferivikasi obat yang dibawa pasien. Karena jadwal
operasi masih satu minggu lagi penandaan daerah operasi
dilakukan di rawat inap saat pasien masuk Rumah Sakit
oleh DPJP yaitu H-1 sebelum operasi. Petugas melakukan
five moment cuci tangan dan pasien dikaji risiko jatuh.

Triangulasi 3
a) Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang Kali ini
metoda yang dipakai perawat untuk memberikan informed
concent juga metoda dua arah. Berikut adalah hasil
percakapan dengan narasumber :

Narasumber 7 “Muhun neng, kata ibu saya mah boleh


nanya-nanya mun nteu faham.”

Narasumber 8 “Pasien saya persilahkan bertanya kalau


ada yang tidak dimengerti dan biasanya kami ngobrol aja
biar enak (tersenyum).”

Narasumber 9 “Saya jelaskan dan saya tanya ulang


apakah pasien faham penjelasan saya”
102

Tahapan pemberian informasi yang dilaksanakan adalah


pre interaksi, orientasi, kerja dan terminasi. Berikut adalah
hasil percakapan dengan narasumber :

Narasumber 7 “Ibu kenalan dulu, teras dijelaskeun


ruangan perawat palih mana, ruang toilet dan kamar saya
dirawat (tersenyum).”

Narasumber 8 “Saya siapkan dulu blangkonya, saya cek


semua sudah lengkap atau belum.”
“Iya dong, saya akan kenalkan diri saya,saya jelaskan
peraturan ruangan, saya tunjukkan ruangan penting
seperti ruang perawat, tempat pasien akan dirawat dan
toilet. Lalu saya jelaskan apa yang perlu saya jelaskan,
tidak lupa pasien saya evaluasi lagi sudah jelaskah
penjelasan saya dan sesudah itu saya ucapkan
terimakasih dan bila pasien membutuhkan bantuan
passien bisa memanggil saya dan saya akan kembali lagi
untuk menginfus pasien.”

Narasumber 9 “Saya sebutkan nama saya dan saya adalah


dokter yang kan membedahnya, setelah penjelasan selesai
saya evaluasi ulang apakah pasien mengerti penjelasan
saya”

Dari hasil observasi perawat dan DPJP melaksanakan


semua fase pemberian informasi yaitu pra interaksi,
orientasi, kerja dan terminasi.

b) Isi informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre


operatif elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang
103

Informed concent yang diberikan berisikan risiko dari


tindakan tersebut. Sedangkan informasi tentang penyakit,
tentang tindakan yang akan dilakukan dan akibat tidak
dilakukannya tindakan tidak dijelaskan. Dan hasil
wawancara dengan narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 7 “Saurna mah, saya harus dioperasi


(tersenyum) diangkat usus buntunya dan nanti saatos
diperasi teh pasti nyeri, jadi saya harus ngerti kalau habis
dioperasi teh nyeri, tapi nanti dikasih obatnya.”
“Nteu neng, akibat kalau nggak diaangkat usus buntuna
nggak dijelasin, tentang penyakitnya juga nggak dijelasin.
Cuma katanya saya teh sakit usus buntu, itu aja.”

Narasumber 8 “Saya jelaskan bahwa pasien harus tanda


tangan dan harus dioperasi usus buntunya dan akibat
operasi pasti nyeri, sehingga dengan tahu demikian nanti
setelah operasi pasien tidak rewel. Tentang penyakit dan
akibat kalau tidak dilakukan operasi itu adalah tugas
dokter.”

Narasumber 9 “Saya katakan kalau tidak segera dioperasi


usus buntunya bisa pecah dan akan mengakibatkan
sulitnya prosedur operasi”

Dari hasil observasi didapatkan perawat dan DPJP


menjelaskan tentang penyakit pasien, informasi tentang
tindakan operasi tidak dijelaskan, akibat tidak
dilakukannya tindakan juga tidak dijelaskan, risiko
dilakukannya tindakan juga dijelaskan sekilas.
104

c) Waktu pemberian informed consent tindakan pembedahan


pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang.
Pemberian informed concent tindakan pembedahan
dilakukan H-1 operasi. Adapun percakapan dengan
narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 7 “Sehari sebelum operasi si ibu menjelaskan


semuanya neng.”

Narasumber 8 “Sehari sebelum operasi biasanya pasien


masuk RS dan dijelaskan tentang semuanya.”

Narasumber 9 “Saya jelaskan semua saat visite sehari


sebelum pasien dioperasi”

Dari hasil observasi pemberian informed concent tindakan


pembedahan diberikan sehari sebelum operasi.
d) Tempat pemberian informed consent tindakan pembedahan
pada pasien pre operatif elektif di Ruang Tulip RSUD
Leuwiliang Informed consent tindakan pembedahan
diberikan di sebuah ruangan khusus untuk mahasiswa yang
terletak di ujung kiri ruangan. Adapun percakapan dengan
narasumber adalah sebagai berikut :

Narasumber 7 “Di ruangan anu eta tah neng (menunjuk


ruangan mahasiswa).”

Narasumber 8 “Biasanya kami memberikan informed


concent di ruang mahasiswa, lumayan dari pada dulu
mah tidak ada ruangan khusus yang bisa dipakai buat
memberikan informed concent.”
105

Narasumber 9 “Saya menjelaskan di ruangan pasien saat


visite”

Dari hasil observasi pemberian informed concent tindakan


pembedahan dilakukan di ruang mahasiswa oleh perawat
dan DPJP menjelaskannya di ruang mahasiswa.

e) Harapan pasien dan perawat tentang pemberian informed


consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif
elektif di Ruang Tulip RSUD Leuwiliang.
Narasumber 7 ini berharap ruangan pemberian informed
concent tindakan pembedahan lebih tenang dan tidak gaduh.
Berikut adalah hasil wawancara dengan narasumber :

Narasumber 7 “Enaknya mah ruangan tempat njelasinnya


lebih tenang dikit neng, tapi yang paling utama saya mah
pengen sembuh neng.”
Sedangkan harapan perawat tertuang dalam hasil
wawancara berikut :
Narasumber 8 “Saya mah pengennya kedepan SOP lebih
jelas mana pekerjaan perawat dan mana pekerjaan dokter,
saat ini kan belum tertuang jelas di SOP mana informed
concent tentang tindakan medis dan tindakan keperawatan.
Tentu saja blangkonya juga harus ada, iya nggak?
(tertawa).”

Narasumber 8 “ Harapan Saya ada leaflet atau video


edikasi tentang perawatan pasien post operasi minimal
tentang pentingnya mobilisasi, nutrisi dan apa saja yang
perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan pasien post
operasi”
106

Dari hasil Observasi pelaksanaan budaya keselamatan


pasien perawat dan dokter melakukan 4 tahap pemberian
informasi yaitu pra interaksi, orientasi, kerja dan terminasi.
Perawat Juga melakukan identifikasi pasien, melakukan
teknik komunikasi efektif dalam asuhannya, Untuk
kewaspadaan obat perawat hanya dapat memferivikasi obat
yang dibawa pasien. Karena jadwal operasi masih satu
minggu lagi penandaan daerah operasi dilakukan di rawat
inap saat pasien masuk Rumah Sakit oleh DPJP yaitu H-1
sebelum operasi. Petugas melakukan five moment cuci
tangan dan pasien dikaji risiko jatuh

5.2 KETERBATASAN
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan menggunakan
data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam.
Keterbatasan pada penelitian ini meliputi subyektifitas yang ada
pada peneliti. Penelitian ini sangat tergantung kepada interpretasi
peneliti tentang makna yang tersirat dalam wawancara sehingga
kecenderungan untuk bias masih tetap ada. Untuk mengurangi
bias maka dilakukan proses triangulasi, yaitu triangulasi sumber
dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross
check data dengan fakta dari informan yang berbeda dan dari
hasil penelitian lainnya. Sedangkan triangulasi metode dilakukan
dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan
data, yaitu metode wawancara mendalam dan observasi.

5.3 PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tiga hal. Bagian pertama
menjelaskan interpretasi hasil temuan penelitian yang kemudian
akan dibandingkan dengan konsep dan teori. Bagian kedua
mengemukakan berbagai keterbatasan selama proses penelitian
107

yang telah dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan.


Bagian ketiga membahas tentang implikassi penelitian yang telah
dilakukan bagi ilmu keperawatan baik dalam pelayanan,
pendidikan maupun dunia keperawatan.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi mendalam tentang pengalaman pemberian informed
consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di
RSUD Leuwiliang. Secara khusus penelitian ini adalah untuk
mengetahui metode atau cara pemberian informed consent
tindakan pembedahan, isi informed consent tindakan
pembedahan yang diberikan, untuk mengetahui tentang waktu
pemberian informed consent tindakan pembedahan pada pasien
pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang yang kemudian
dituangkan pada sub variabel yang akan di cari pada awal
penelitian ini. Pada proses penelitian selanjutnya berkembang
dan bertambah dua sub variabel yaitu Tempat informed consent
tindakan pembedahan diberikan dan harapan pasien dan perawat
tentang pemberian informed consent tindakan pembedahan pada
pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang.
Interpretasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan
lima sub variabel penelitian. Demikian adalah interpretasi dari
subvariabel subvariabel tersebut :
a) Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan
informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di RSUD Leuwiliang Dari hasil penelitian
menunjukkan pemberian informed concent tindakan
pembedahan pada pasien pre operatif di RSUD Leuwiliang
diberikan dengan metoda percakapan dua arah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tamsuri (2006) bahwa komunikasi efektif
adalah komunikasi yang dilakukan dua arah. Maulana (2009)
dalam bukunya yang berjudul Promosi Kesehatan
108

menjelaskan metoda sokratik atau metoda komunikasi dua


arah memungkinkan komunikan dan komunikator berperan
aktif dan kreatif, menurutnya metoda ini merupakan metoda
yang dapat dipilih untuk promosi kesehatan yang baik.
Menurut peneliti komunikasi dua arah adalah metoda
yang paling tepat untuk memberikan informed concent
tindakan pembedahan. Hal ini karena dengan metoda ini
memungkinkan komunikator (perawat) mendapatkan feed
back dari komunikan (pasien) dan memungkinkan
komunikan dan komunikator berperan aktif dan kreatif,
sehingga komunikasi akan efektif.
Dari hasil penelitian semua pasien mandapatkan
informasi dari perawat dengan melalui tahap pemberian
informasi yang terdiri dari pra interaksi, orientasi, kerja dan
terminasi.
Dalam praktik keperawatan, komunikasi seringkali
digunakan pada aspek pemberian terapi pada pasien sehingga
komunikasi banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau
dikenal dengan komunikasi terapeutik. Menurut Tamsuri
(2006) komunikasi terapeutik terdiri dari 4 tahapan. Tahap
pertama adalah pra interaksi yang merupakan tahap pertama
yang terdiri dari kegiatan internal (orientasi tugas,
peningkatan kesadaran terhadap peran, tugas) dan kegiatan
eksternal (mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang
pasien dan konsep). Tahap kedua adalah tahap orientasi yaitu
memperkenalkan diri, kontrak waktu dan identifikasi
masalah dengan pasien yang paling penting adalah
terciptanya hubungan saling percaya antara petugas dengan
pasien. Tahap ketiga adalah fase kerja dimana tugas perawat
sebagai edukator dan konselor sangat penting dalam fase ini.
Yang ke empat adalah tahap terakhir yang merupakan tahap
109

terminasi yaitu evaluasi tercapainya tujuan komunikasi dan


kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya.
Dari hasil penelitian pasien di Ruang Bedah/ Tulip
mendapat informed concent tindakan pembedahan tanpa
media atau alat bantu karena keterbatasan fasilitas.
Maulana (2009) membagi alat peraga berdasarkan
fungsinya menjadi media cetak (leaflet, buklet, flyer, flip
chart, poster dan foto), media elektronik (TV, radio, video,
slide dan film strip), media papan atau billboard dan media
hiburan seperti panggung terbuka atau sosiodrama.
Terkadang untuk efektifitas sebuah komunikasi diperlukan
media-media pembantu seperti media elektronik atau media
cetak.
Pemilihan media yang benar dapat membantu petugas
kesehatan untuk mencapai tujuan komunikasi atau
pendidikan kesehatan. Penggunaan gambar-gambar, leaflet
dan atau lembar balik sangat diperlukan untuk tercapainya
sebuah informed concent tindakan pembedahan.
b) Isi informed consent tindakan pembedahan pada pasien pre
operatif elektif di RSUD Leuwiliang
Guwandi (2008) menuliskan secara garis besar dalam
melakukan tindakan medis petugas kesehatan harus
menjelaskan beberapa hal yaitu, garis besar, prognosis dan
risiko penyakit,tindakan yang akan dilakukan, hal yang akan
terjadi bila tindakan tidak dilakukan, risiko dari tindakan
serta alternatif tindakan lain.
Dari hasil penelitian semua pasien tidak menerima
semua isi penting informed concent seperti yang Guwandi
utarakan. Pasien hanya menerima sedikit tentang akibat
dilakukannya operasi yaitu nyeri. Dari hasil wawancara yang
telah dilakukan hal ini terjadi karena belum ada persepsi
yang sama tentang siapa yang harus memberikan informasi
110

serta manakah informasi yang mengandung unsur tindakan


medis dan unsur tindakan keperawatan.
Menurut Perry & Potter (2005) karena perawat tidak
menerima pendidikan medis atau melakukan prosedur bedah
atau prosedur medis langsung, meminta persetujuan tindakan
dari pasien untuk prosedur medis adalah tidak tepat. Bahkan
jika perawat berada dalam ruangan dimana dokter
memberikan informasi yang diperlukan, perawat tidak
memiliki latihan medis untuk mengetahui apakah informasi
persetujuan tindakan secara menyeluruh diberikan kepada
pasien. Perawat tidak disiapkan untuk mengetahui semua
risiko medis, keuntungan dan alternatif tindakan medis.
Oleh karena hal tersebut diatas perawat harus
memperhatikan kebijakan institusional seperti SOP dan
menghindari risiko yang berhubungan dengan salah
informasi.
c) Waktu pemberian informed consent tindakan pembedahan
pada pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang
Di RSUD Leuwiliang kebijakan pasien masuk RS untuk
pasien pre operasi elektif adalah H-1 atau sehari sebelum
operasi. Dari hasil penelitian semua pasien pre operasi yang
elektif di RSUD Leuwiliang diberikan informed concent
tindakan pembedahan oleh petugas sehari sebelum operasi.
Waktu diberikannya informed concent tindakan
pembedahan sangatlah relatif dan tidak ada ketentuan
pastinya, akan tetapi mengingat pentingnya informasi yang
harus disampaikan dalam hal informed concent tindakan
pembedahan serta banyaknya keterbatasan baik dari fihak
komunikan dan komunikator, maka kapan informasi itu
harus diberikan sangatlah penting terutama untuk pasien
yang akan dilakukan operasi elektif atau terencana agar
tujuan dari penyampaian informasi dapat tercapai optimal.
111

Akan sangat tidak baik bila pasien dianjurkan


menandatangani surat ijin operasi di ruang operasi, padahal
pasien adalah pasien yang operasinya terencana. Dalam
Brunner & Suddarth (2001) dengan mempertimbangkan
segala keunikan, ansietas, kebutuhan dan harapannya,
pemberian informasi kesehatan diinstruksikan pada waktu
yang tepat, penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum
operasi. Menurut Maulana (2009) Waktu yang dibutuhkan
untuk pemberian informasi sangat relatif dan individual,
namun demikian dikatakan bahwa pemberian informasi
akan sangat baik jika diberikan sesegera mungkin saat
petugas bertemu dengan pasien.
Batasan waktu untuk persiapan operasi terencana
tidak jelas dan tergantung dari kebijakan institusi atau
Rumah Sakit yang akan berbeda-beda, tetapi pada
umumnya ditetapkan batasan waktunya adalah lebih dari 2
jam (HIPKABI, 2010). Sedangkan kebijakan institusi
RSUD Leuwiliang untuk persiapan pasien pre operasi
dilakukan pada H-1 pre operasi.
Mengingat hal di atas informed concent tindakan
pembedahan sebaiknya diberikan saat pasien pertama kali
kontak dengan petugas kesehatan baik di poliklinik dan/
atau di ruangan tempat pasien akan dirawat.
d) Tempat pemberian informed consent tindakan pembedahan
pada pasien pre operatif elektif di Ruang IIIA RSU Kota
Tasikmalaya
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Pasien pre
op elektif di RSUD Leuwiliang mendapatkan informed
concent tindakan pembedahan di ruang mahasiswa yang
agak sempit dan bersatu dengan mahasiswa sehingga
ruangan terkadang agak bising atau di ruang perawatan
pasien.
112

Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian


informasi menurut Ruslan (2001) adalah faktor ekologis
atau lingkungan. Suara riuh atau kebisingan, tempat yang
sempit dan tidak kondusif dapat memberikan dampak yang
negatif pada penyampaian informasi. Lain hal ketika
ruangan tempat diberikan informasi terasa aman dan
nyaman, tidak bising dan adanya gambar-gambar yang
menarik atau peraturan-peraturan yang tertempel di dinding
yang dapat dibaca, semua ini akan memberikan efek positif
pada penyampaian informasi yang akan dilakukan. Dalam
praktik keperawatan salah satu hal penting yang harus
diperhatikan adalah hak privacy pasien. Perry & Potter
(2005), menuliskan bahwa hak privacy pasien salah satunya
adalah mengenai diagnosa penyakit dan keadaan diri pasien
harus dijaga kerahasiannya. Maulana (2009) menuliskan
bahwa salah satu pertimbangan etis yang harus
dipertimbangkan dalam promosi kesehatan adalah promotor
kesehatan harus menghargai kerahasiaan informasi kecuali
atas permintaan hukum dan demi kepentingan pasien.
Jadi pemberian informed concent tindakan
pembedahan secara bersamaan antara beberapa pasien
dalam satu ruangan adalah tindakan yang tidak tepat. Dan
sebaiknya petugas memberikan informed concent tindakan
pembedahan secara terpisah pada setiap pasien, hal ini harus
dilakukan untuk melindungi hak akan privasi klien tentang
diagnosa penyakitnya dan segala informasi yang berkaitan
dengan penyakitnya tersebut.
e) Harapan pasien dan perawat tentang pemberian informed
consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif
elektif di RSUD Leuwiliang.
Keinginan atau hasrat yang diungkapkan atau
ditunjukkan oleh individu adalah harapan (Nurrachmah
113

Elly, 2005).Harapan merupakan salah satu domain


pemahaman dan spiritual dari individu terhadap kehidupan.
Penelitian ini menemukan harapan untuk sembuh
adalah harapan utama dari pasien. Adapun harapan lain dari
pasien adalah tentang media pembantu yaitu gambar-
gambar dan tempat memberikan informed concent yang
lebih tenang.
Sedangkan harapan perawat dalam pemberian
informed concent tindakan pembedahan adalah adanya SOP
khusus yang menjelaskan tentang informed concent
tindakan pembedahan, kejelasan informed concent tindakan
medis dengan tindakan keperawatan serta blangko-blangko
yang melengkapinya. Selain itu perawat juga mengharapkan
ruangan khusus tersendiri disertai peraturan tertulis yang
berisikan hak dan kewajiban pasien yang ditempelkan di
dinding, serta adanya media bantu komunikasi seperti
leaflet atau lembar balik.

f) Pelaksanaan budaya keselamatan pasien


Dalam hal pelaksanaan budaya keselamatan pasien pada
dasarnya ketika Informed Concent diberikan dengan baik
maka semua tahapan patient safety goals atau 6 sasaran
keselamatan pasien dilaksanakan dengan baik pula. Dalam
hal ini dapat menjamin keselamatan pasien dan mutu
pelayanan pasien. Sehingga ada jaminan keselamatan pasien
dan kepuasan terhadap layanan yang diberikan akan
meningkat.
114

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mendalam
tentang pemberian informed consent tindakan pembedahan pada
pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang. Berdasarkan
subvariabel yang didapatkan dalam penelitian pasien pre operatif
elektif mempunyai harapan utama yaitu sembuh. Adapun
kesimpulan yang dapat diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Metode atau cara yang digunakan untuk memberikan informed
consent tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di
RSUD Leuwiliang dengan cara dua arah atau metoda sokratik
dengan empat tahapan pemberian komunikasi terapeutik yaitu
pra interaksi, orientasi, kerja dan terminasi. Informed concent
tindakan pembedahan diberikan tanpa menggunakan media
bantu.
2. Pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang tidak menerima
semua isi penting informed consent tindakan pembedahan
(pasien hanya menerima sedikit informasi tentang risiko tindakan
yaitu nyeri).
3. Waktu informed consent tindakan pembedahan diberikan pada
pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang adalah H-1
operasi dilakukan.
4. Tempat informed consent tindakan pembedahan diberikan pada
pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang adalah ruang
mahasiswa dan seringkali bersamaan dengan pasien lain.
5. Harapan utama pasien pre operatif elektif di RSUD Leuwiliang
adalah sembuh, adapun harapan lainnya adalah tentang adanya
media pembantu yaitu gambar-gambar dan tempat pemberian
informed concent tindakan pembedahan yang lebih tenang.
Sedangkan perawat tentang pemberian informed consent

114
115

tindakan pembedahan pada pasien pre operatif elektif di RSUD


Leuwiliang adanya SOP khusus yang menjelaskan tentang
informed concent tindakan pembedahan, kejelasan informed
concent tindakan medis dengan tindakan keperawatan serta
blangko-blangko yang melengkapinya. Selain itu perawat juga
mengharapkan ruangan khusus tersendiri disertai peraturan
tertulis yang berisikan hak dan kewajiban pasien yang
ditempelkan di dinding, serta adanya media bantu komunikasi
seperti leaflet atau lembar balik.
6. Dalam hal pelaksanaan budaya keselamatan pasien pada
dasarnya ketika Informed Concent diberikan dengan baik maka
semua tahapan patient safety goals atau 6 sasaran keselamatan
pasien dilaksanakan dengan baik pula. Dalam hal ini dapat
menjamin keselamatan pasien dan mutu pelayanan pasien.
Sehingga ada jaminan keselamatan pasien dan kepuasan terhadap
layanan yang diberikan akan meningkat

6.2 Saran
Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pasien bedah di RSUD
Leuwiliang yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan selalu
memonitor, mengevaluasi dan menyusun rencana tindak lanjut
program-program yang mendukung keselamatan pasien terutama
dalam hal ini adalah tentang Informed contcent. Dengan kualitas
pelayanan perawatan dan medik yang mendukung dari berbagai
aspek pelayanan diharapkan dapat pasien maupun keluarga pasien
tetap terjamin keselamatannya. Perlu diperhatikan secara khusus
indikator-indikator dari aspek pelayanan yang masih dibawah rata-
rata untuk lebih ditingkatkan kualitas pelayanannya sehingga lebih
memuaskan pasien maupun keluarga pasien dan kepuasan untuk
aspek-aspek yang telah lebih dari standar puas merupakan prestasi
dan perlu dijaga agar tetap tinggi.
116

DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an Dan Terjemahannya. (2008) Departemen Agama RI, Bandung;


Diponegoro, Surat Al Ahzab ayat 70-71. Departemen Agama

Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi. ( circa 670-an H (1250-an M)Al-


Arba'in An-Nawawiyah. Imam An-Nawawi Tebal : 164 halaman
(12,5 x 17,5cm) Soft Cover Penerbit : Darul Haq

Adriana Pakendek, (2010) ‘informed concent dalam pelayanan kesehatan’,


Fakultas Hukum Universitas Pamekasan Madura.

Arnanto Yodi Suryo, dkk. (2018) ‘Perbandingan Pemberian Informasi


Verbal dengan Presentasi Video Terhadap Pengetahuan Prosedur
Anestesi Umum pada Pasien yang Akan Menjalani Operasi di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung’, Jurnal Anastesi Perioperatif,
FK. UNPAD, Bandung

Bahder Johan Nasution. (2005) ‘Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban


Dokter’, Rineka Cipta, Jakarta.

B.T.L Raymond et all . (2014) ‘Evaluation of the Patient Safety Leadership


Walkabout programme of a hospital in Singapore’, Singapore Med
J. Feb; 55(2): 78–83.
https://europepmc.org/article/med/24570316

Deasy Febriyanty. (2018) ‘Gambaran Budaya Keselamatan Pasien


Berdasarkan Metode AHRQ Pada Pegawai RS. Anna Medika Kota
Bekasi tahun 2018’, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa
Unggul, Jakarta Barat Jl. Arjuna Utara No. 9 Tol Tomang, Kebon
Jeruk Jakarta Barat, 11510. DOI:
http://dx.doi.org/10.31289/biolink.v5i2.1972

Dian, Dwiana maydinar. (2016) ‘Hubungan Faktor Individu, Organisasi


Dan Psikologis Perawat Dengan Penerapan Patient Safety di Ruang
Rawat Inap RSUD Solok’, Masters thesis, Universitas Andalas.
117

Erminia ogozina at all. (2019) ‘Does written informed consent adequately


inform surgical patients? A cross sectional study’,
bmcmedethics.biomedcentral.com, Published 07 January 2019
https://bmcmedethics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12910-
018-0340-z

Faida Eka Wilda.(2015) ‘PerbandinganPpelaksanaan Informed Consent Di


IRNA Bedah Flamboyan Dengan IRNA Bedah Gladiol rsud. DR.
Soetomo Surabaya Berdasarkan Standar Konsil Kedokteran
INDONESIA (KKI), JURNAL MANAJEMEN KESEHATAN
Yayasan RS Dr. Soetomo, Volume 1, No. 1, Oktober 2015: 1-9

Harnad Alqattan at all, (2018) ‘An evaluation of patient safety culture in a


secondary care setting in Kuwait, Journal of Taibah University
Medical Sciences on ScienceDirect’, volume 13, issues 3, juni
2018, pages 272-280’

Hasanah Nur, dkk. (2018) ‘Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan


Penerapan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi’. Home
Archives Vol 7 No 01 (2018): Jurnal Manajemen Terapan dan
Keuangan, Volume 07 No.01 Januari-April 2018 Hal 1-107

Hetty Erawaty Siahaan, (2014), tesis ‘Analisis Penerapan Informed Consent


Di Bagian SMF Bedah Dan SMF Kandungan RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam’, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan
2014

Hutcheson JC. Male. (2004) ‘Neonatal Circumcision: Indications,


Controversies, and Complications’. Urologic Clinics of North
America. 2004: 31; 461-467.

J. Guwandi. (2003) ‘Informed Consent dan Informed Refusal’, Penerbit


Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring


(dalam jaringan) Pranala
(link):https://kbbi.web.id/metode

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), (2013) ‘Dokumen Panduan


DPJP’ diterbitkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
edisi 1 tahun 2013, Jakarta.

Khasna Fikriya, Ayun Sriatmi, Sutopo Patria Jati, (2016) ‘Analisis


Persetujuan Tindakan Kedokteran (informed consent) Dalam
Rangka Persiapan Akreditasi Rumah Sakit di Instalasi Bedah
118

Sentral RSUD Kota Semarang ‘, Jurnal Kesehatan Masyarakat


(e-Journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-
3346) (http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm.

Komite Keselamatan Pasien RS (KKPRS). (2010) ‘Laporan Insiden


Keselamatan Pasien Kuartal 2’. Jakarta
www.inapatsafety-persi.or.id/umpan_balik/laporan_ikp2.pdf

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Efektik Dokter – Pasien.


Jakarta

Leni Herfyanti. (2015) ‘Kelengkapan Informed Consent Tindakan Bedah


Menunjang Akreditasi JCI Standar HPK 6 Pasien Orthopedi’, Politeknik
Piksi Ganesha Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia
Vol. 3 No.2 Oktober 2015 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X

Linda T. Kohn, Janet M. Corrigan, and Molla S. Donaldson, Editors; ‘To Err
is Human : Building a Safer Health Care System Committee on
Quality of Health Care in America’, Institute of Medicine
NATIONAL ACADEMY PRESS Washington, D.C.

M. Jawaid At all. (2012) ‘Preoperative Informed Consent: Is It Truly


Informed?’, Tehran University of Medical Sciences Published online
2012 Sep 1.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3494211/

Mauritz, dkk. (2017) ‘Pengaruh Faktor Organisasi Terhadap Maturitas


Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit A.M Parikesit
Tenggarong Tahun 2017’. Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim.
2017; 1(1): 22-30

Metode Penelitian Kualitatif


https://www.gurupendidikan.co.id/metode-penelitian-kualitatif/

Ninik Mariyanti. (1988) ‘Malapraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana dan
Perdata’, Bina Aksara, Jakarta.

Permenkes RI Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan


Kedokteran, Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 29 Tentang Praktik Kedokteran,.


Jakarta.

Republik Indonesi. 2009. Undang-undang No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Ricky. (2017) Tesis,’ Analisis Yuridis Pentingnya Informed Consent Pada


Tindakan Medis Yang Berisiko Tinggi Yang Dilakukan Oleh Dokter Di
119

Rumah Sakit Dihubungkan Dengan Undang-Undang No 29 Tahun


2004 Tentang Praktik Kedokteran’. UNPAS. Jawa Barat.

Rivai Fridawaty. (2016) ‘FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


IMPLEMENTASI KESELAMATAN PASIEN DI RSUD
AJJAPPANNGE SOPPENG TAHUN 2015’, JURNAL KEBIJAKAN
KESEHATAN INDONESIA, Bagian Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, VOLUME 05
No. 04 Desember, 2016 Halaman 152 - 157

RSUD Leuwiliang. (2019) Data Rekam Medik RSUD Leuwiliang-Bogor 2019

RSUD Leuwiliang. (2019) Data based Indikator Mutu SKP dan PMKP RSUD
Leuwiliang-Bogor 2019

Samino. (2016), ‘Analisis Pelaksanaan Informed Consent’, Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Malahayati, ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id ›
index.php › article › download

Schenker Y at al.( 2010) ‘Interventions to Improve Patient Comprehension in


Informed Consent for Medical and Surgical Procedures: A Systematic
Review’, PubMED CENTRAL Published on 2010 Mar 31. Doi
10.1177/0272989X10364247,

Susanto Edi, dkk. (2018) Pelaksanaan Pengisian Dan Kelengkapan Formulir


Informed Consent Tindakan Ooperasi, Jurnal Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan, Semarang, Jawa Tengah

Triwibowo Cecep, Yuliawati Sulhah, Husna Nur Amri. (2016) Handover


Sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien (patient safety) di
Rumah Sakit, Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal
of Nursing), Volume 11, No.2, Juli 2016)

Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran

Vicia Sacharissa. (2019) ‘Akibat Ketiadaan Informed Consent Menurut


Perspektif Hukum Perdata’, Hukumonline.com
Wawan Gunawan1, Narmi2, Sahmad3. (2019) ‘Analisis Pelaksanaan Standar
Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,, Corespondensi Author
Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan. https://stikesks-
kendari.e-journal.id/JK Volume 03 | Nomor 01| Juni | 2019 ISSN:
2407-4801
Wikipedia Kamus Bahasa Indonesia https://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan
Yudha Rose Satiti, Harsono Susilo, Aryo Dewanto. (2015) ‘Penyampaian
Informasi oleh Perawat dalam Persetujuan Tindakan Medis di Rumah
120

Sakit: Permasalahan dan Solusi’. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol


28, No 2, pp.169-173

Yusuf Muhammad. (2018) ‘Penerapan Patient Safety Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin’ Jurnal Ilmu Keperawatan (2017)
5:1.ISSN: 2338-6371, e-ISSN 2550-018X

Lampiran 1

Pedoman Wawancara
Wawancara kepada pasien:
1. Bu, apakah ada petugas yang menjelaskan tentang informed concent
atau persetujuan tindakan? Apakah ibu mengerti apa maksudnya?
2. Kapan ada petugas yang menjelaskan tentang informed concent atau
persetujuan tindakan?
3. Petugas mana saja yang menjelaskan tentang informed concent atau
persetujuan tindakan?
4. Apa saja yang dijelaskan?
5. Cara menjelaskannya dengan apa?
6. Apa saja yang sempat ibu tanyakan kepada petugas pemberi informed
concent?
7. Apa yang ibu rasakan setelah diberikan informed concent?
8. Apakah identitas yang ibu pakai untuk pelayanan di Rumah Sakit?
9. Menurut ibu bagaimana komunikasi petugas Rumah Sakit?
10. Adakah petugas yang menjelaskan obat-obatan apa saja yang diberikan
kepada ibu dan bagaimana cara mengkonsumsinya
11. Bagaimanakah cara petugas melakukan penandaan luka operasi pada
ibu dan siapa petugas yang melakukannya?
12. Apakah ibu tahu cara mencuci tangan dengan enam langkah/ hand
hygiene? Ibu, bisa mempraktekkan? Adakah petugas yang melakukan
hand hygiene saat akan melakukan dan setelah melakukan tindakan
121

kepada ibu dan ke pasien lain, atau beralih dari pasien satu ke yang
lainnya!
13. Adakah petugas yang memberikan penjelasan ke ibu bagaimana
menghindari risiko jatuh?

Lampiran 1
Wawancara kepada dokter/ perawat
1) Apakah anda mengerti tentang informed concent atau persetujuan
tindakan? Coba tolong anda jelaskan apa maksudnya sesuai pengertian
anda
2) Kapan anda memberikan informed concent kepada pasien?
3) Oleh siapa saja informed concent diberikan kepada pasien?
4) Apa saja yang dijelaskan?
5) Cara menjelaskannya dengan apa?
6) Apa saja yang sempat anda tanyakan kepada pasien saat memberi
informed concent?
7) Apa yang anda rasakan setelah memberikan informed concent?
8) Bagaimana cara anda melakukan identifikasi pasien?
9) Jelaskan penilaian anda tentang komunikasi petugas Rumah Sakit
tentang pemberian informed concent !
10) Saat pemberian informed concent obat-obatan apa saja yang perlu
dijelaskan dan perlu diwaspadai pemberiannya kepada pasien? Kapan
saja dijelaskannya?
11) Bagaimanakah cara anda melakukan penandaan luka operasi pada anda
dan siapa petugas yang melakukannya?
12) Apakah anda tahu cara hand hygiene? Coba jelaskan! Bagaimana
prosedur kewaspadaan transmisi!
122

13) Penjelasan apa yang petugas berikan tentang pasien risiko jatuh? Aapa
yang petugas lakukan pada pasien terkait pengurangan risiko jatuh?

Lampiran 2
Lembar observasi

No. Kriteria Hasil


1. Apakah pasien terlihat mengerti tentang Iya Tidak
informed concent atau persetujuan tindakan?
2. Pasien bisa menjelaskan maksud informed Iya Tidak
concent

3. Waktu pasien diberikan informed concent? < 1 jam >1 jam

4. Oleh siapa saja informed concent diberikan perawat dokter


kepada pasien?

5. Dijelaskan tentang diagnosa Iya Tidak

6. Dijelaskan tentang tindakan yang akan Iya Tidak


dilakukan

7. Dijelaskan tentang efek samping tindakan Iya Tidak

8. Dijelaskan tentang alternatif tidakan lain Iya Tidak

9. Menggunakan tehnik komunikasi 2 arah Iya Tidak


123

10. Melibatkan pasien Iya Tidak

11. Melibatkan keluarga pasien Iya Tidak

12 Petugas mengevaluasi penjelasan yang telah Iya Tidak


diberikan kepada pasien

13. Pasien dapat menjelaskan kembali penjelasan Iya Tidak


yang diberikan oleh petugas

No. Kriteria Hasil


14 Apakah pasien mengerti identitas yang dipakai Iya Tidak
untuk pelayanan di Rumah Sakit? Dapat
menyebutkan minimal 2 faktor identitas
pasien sesuai gelang identitasnya

15 Apakah petugas melakukan identifikasi Iya Tidak


terhadap pasien dengan tepat

16 Apakah pasien bekerjasama untuk melakukan Iya Tidak


komunikasi efektif dengan petugas Rumah
Sakit!

17 Petugas Rumah Sakit melakukan tehnik Iya Tidak


komunikasi SBAR

18 Petugas Rumah Sakit melakukan tehnik Iya Tidak


komunikasi TUBAKOSI

19 Pasien mengerti dan menyebutkan obat-obatan Iya Tidak


apa saja yang diberikan kepadanya dan
bagaimana cara mengkonsumsinya

20 Petugas melakukan double chek pada obat- Iya Tidak


obatan yang perlu diwaspadai sebelum
diberikan kepada pasien
124

21 Petugas mengerti penata laksanaan obat-obatan Iya Tidak


LASA/NORUM

22 Petugas mengerti alfabeth ejaan internasional Iya Tidak

23 Pasien diberikan penandaan pada daerah yang Iya Tidak


akan dioperai

24 Penandaan daerah operasi melibatkan pasien Iya Tidak


dan pasien menandatangani formulirnya

No. Kriteria Hasil


25 Penandaan area operasi melibatkan keluarga Iya Tidak
turut menandatangani formulir penandaan area
operasi

26 Petugas melaksanakan prosedur surgical savety Iya Tidak


checkhlis

27 Pasien mengerti prosedur hand hygiene Iya Tidak

28 Petugas melakukan prosedur hand hygiene:


-sebelum kontak dengan pasien Iya Tidak

-sebelum tindakan aseptic Iya Tidak

-Setelah terkena cairan tubuh pasien Iya Tidak

-setelah kontak dengan pasien Iya Tidak

-Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien Iya Tidak

29 Petugas menggunakan APD yang diperlukan Iya Tidak

30 Pasien dilakukan pengkajian risiko jatuh Iya Tidak


125

31 Pasien diberi penanda risiko jatuh Iya Tidak

Anda mungkin juga menyukai