Bab 1-2
Bab 1-2
Bab 1-2
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Badan sering lemas
1
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat alergi disangkal
STATUS GENERALIS :
KEPALA
A/I/C/D : -/-/-/-
Leher : Kaku kuduk (-), tidak ada pembesaran KGB
THORAX
Pulmo:
Gerak nafas : Simetris normal
Suara nafas : Vesikuler/vesikuler , Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor :
Ictus cordis : Tidak tampak
Suara jantung : S1 S2 tunggal, reguler Murmur (-), Gallop (-)
ABDOMEN
Soefl, Bising usus (+) dbn, timpani pada seluruh dinding abdomen, nyeri
tekan (-) , massa (-).
2
EKSTREMITAS
Akral Hangat, Kering, Merah:
+ +
+ +
- - Edema:
- -
1.6 Resume
Pasien datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan badan sering lemas
dan kesemutan pada tangan sebelah kiri sejak 1 minggu. Kedua tangan
dirasakan baal/ kebas, kadang terasa nyeri. Pasien banyak makan minum dan
3
sering buang air kecil dan merasa sering haus. Nyeri kepala sejak 1 minggu.
Pada awalnya pasien mengeluh leher belakang terasa berat lalu diikuti nyeri
kepala.Pasien sering sulit tidur malam hari karena perasaan cemas yg sering
muncul ingin menjaga rumahnya saat malam hari. Riwayat penyakit dahulu
DM (+).Pasien pernah konsumi obat glimepiride. Riwayat penyakit keluarga
ayah pasien DM (+). Hasil Laboratorium GDP 153 mg/dl, G2PP 274 mg/dl,,
Trigliserida 180 mg/dl.
1.7 Tatalaksana
Glimepiride 1 mg 1-0-0
Amlodipin 10 mg 0-0-1
Candesartan 8 mg 1-0-0
Neurobion 1x 5000
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
1.8 Prognosis
dubia ad bonam
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
5
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes melitus sebanyak 2-
3 kali lipat pada tahun 2035.1
2.1.3 Patogenesis
6
Gambar 1. Ominous Octet, delapan organ yang dianggap berkaitan
Peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA = free fatty
acid) dalam plasma diakibatkan oleh sel lemak yang resisten terhadap efek
antilipolisis dari insulin. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
7
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxicity.1
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon, yaitu GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependentinsulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP- 1 dan
resistensi terhadap GIP. Selain itu, incretin juga segera dipecah enzim DPP-4,
sehingga incretin hanya bekerja dalam beberapa menit. Saluran pencernaan
juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim
alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan menyebabkan meningkatnya glukosa darah
setelah makan.1
6. Sel Alpha Pankreas
Ketika keadaan puasa, sel Alpha akan meningkat kadarnya di dalam plasma
dan berfungsi dalam sintesis glukagon. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding orang normal.1
7. Ginjal
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa per hari. Sembilan puluh persen
dari glukosa yang terfiltrasi akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus
proksimal. Sedangkan 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT1
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT- 2.1
8. Otak
Insulin berperan sebagai penekan nafsu makan yang kuat, akan tetapi pada
individu dengan DM asupan makanan justru meningkat karena adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak.1
Polidipsia dan poliuria terjadi akibat tingginya kadar gula dalam aliran
darah sehingga menyebabkan cairan ditarik keluar dari jaringan, sehingga
menyebabkan penderita DM sering buang air kecil dan sering minum sebagai
kompensasinya. Polifagia disebabkan karena glukosa tidak bisa masuk ke sel
dan digunakan oleh sel, sehingga otot dan organ tubuh menjadi kekurangan
energi. Terganggunya penggunaan glukosa terjadi akibat terganggunya
kinerja insulin. Penurunan berat badan terjadi karena ketidakmampuan tubuh
untuk memetabolisme glukosa, sehingga tubuh menggunakan energi alternatif
yang diambil dari yang tersimpan di otot maupun lemak tubuh.11
2.1.5 Diagnosis
10
3. Jasmani
11
absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
13
2.1.7 Komplikasi
A. Komplikasi Akut
- Krisis Hiperglikemia
B. Komplikasi Kronik
- Makroangiopati
14
merupakan kelainan yang bisa dapat ditemukan pada
penderita.1
- Mikroangiopati
15
2.2 Hipertensi
2.2.1 . Definisi
JNC ESC/ISH
VII (2007)
Klasifika
si
Sistoli Diastoli Sistoli Diastoli
k k k
k
Normal < 120 < 80 Optimal < 120 < 80
Pre- 130- 80-89 Normal 120- 80-84
129
Hipertensi 139
Tahap 1 140- 90-99 Normal 130- 85-89
Tinggi 139
159
Tahap 2 >160 >100 Tingkat 1 140- 90-99
159
Tingkat 2 160- 100-
179 109
Tingkat 3 > 180 > 110
Hipertensi > 140 < 90
Sistolik
17
2.2.3. Faktor Resiko Hipertensi
c. Asupan Garam
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah.
Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita
hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah
untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya
d. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah.
19
dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.23
20
Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi23
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan
perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer
akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor
genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan
perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium
kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem
yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan
oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah
sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat
misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon
iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot
polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem
pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara
sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam
jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang
dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi
oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan
membran sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang
mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme
natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan
dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah
dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan
oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan
mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat
menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan
pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan,
sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras
atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah,
hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga
21
berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.23
23
disarankan adalah target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling
tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi
farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai tujuan
terapi pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada
ada atau tidaknya usia, ras, serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila
terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu
dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.21,24
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan
yang termasuk golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
5. Beta blocker
25
Gambar 2.3 Tata Laksana Menurut JNC
VII
26
Gambar 2.3 Algoritma penanganan hipertensi (JNC
8)
27
2.3. Dislipidemia
2.3.1. Definisi
Dislipidemia merupakan abnormalitas metabolisme lipid; dapat
berupa salah satu ataupun kombinasi tingginya kadar LDL-c, trigliserida,
dan/atau HDL-c.4 ASCVD merupakan proses inflamasi kompleks ditandai
dengan peningkatan inflamasi, akumulasi lipid pada dinding vaskular, dan
penyempitan lumen arteri.25
2.3.3. Klasifikasi
Dislipidemia terbagi menjadi dislipidemia primer dan sekunder.25
Dislipidemia primer terjadi karena masalah genetik berupa mutasi protein
reseptor yang mungkin disebabkan oleh cacat gen tunggal (monogenik)
atau beberapa gen (poligenik).28 Sedangkan dislipidemia sekunder terjadi
akibat perubahan pola makan dan kurangnya aktivitas fisik yang tepat.26
Dislipidemia sekunder muncul akibat penyakit yang mendasari seperti
diabetes melitus,sindrom nefrotik, konsumsi alkohol menahun, dan
penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, kontrasepsi oral, serta
penyekat beta.
28
2.3.4. Faktor Resiko
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama penyakit jantung
koroner (PJK) dan stroke di samping faktor risiko lain, baik faktor risiko
konvensional (diabetes melitus, hipertensi,obesitas, inaktivitas fisik,
merokok, jenis kelamin, dan umur) maupun faktor risiko non-
konvensional (inflamasi, stres oksidatif,gangguan koagulasi, dan
hiperhomosistein).25
29
2.3.6. Diagnosis
Penapisan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor risiko kardiovaskular
terutama PJK, PAD, serta neurisma aorta abdominal.25 Anamnesis dan
pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada :29
Laki-laki usia ≥ 45 tahun, wanita usia ≥ 55 tahun
Riwayat keluarga dengan PJK dini (infark miokard atau kematian
mendadak usia <55 tahun pada bapak atau <65 tahun pada ibu)
Perokok aktif
Hipertensi
Kadar HDL-c rendah (<40 mg/dL)
2.3.7. Tatalaksana
Non-Farmakologi
Gaya hidup sehat mengurangi risiko ASCVD di segala usia.29 Beragam
jenis modifikasi gaya hidup sehat dan pengaruhnya tertera pada Tabel 4
30
Farmakologi
Statin Merupakan obat utama dalam tatalaksana dislipidemia;
dikenal sebagai HMG-CoA Reductase Inhibitor (atorvastatin, fluvastatin,
lovastatin, pravastatin, rosuvastatin, simvastatin) yang akan menghambat
reductase 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA),
mengganggu konversi biosintesis HMG-CoA serta mengurangi sintesis
LDL dan peningkatan katabolisme LDL melalui reseptor LDL.8 Statin
memiliki efek pleiotropik yang secara independen berperan dalam
pencegahan ASCVD.11 Efek pleiotropik akan memperbaiki fungsi
endotel, menghambat proses remodelling, menstabilkan plak
aterosklerosis, dan menurunkan stres oksidatif serta respons inflamasi
pada dinding vaskular.10Non-Statin Obat penurun kadar LDL-c selain
statin, yaitu penghambat absorpsi kolesterol, bile acid sequestrants, dan
PCSK9 inhibitor.29 Alur pemberian terapi farmakologi menurunkan kadar
lipid dapat dilihat pada Gambar 2.
31
32
33
34
DAFTAR PUSTAKA
36