Islam Dan Kebudayaan Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ISLAM DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

Disusun Oleh:

1. Ikrom Habibi (2124058)


2. Mauladi (2124057)

i
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2022

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Islam Dan Kebudayaan Indonesia”. Salawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen
pengampu yang sudah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini
dengan baik.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas kami sebagai
mahasiswa dan makalah ini digunakan sebagai sumber berdiskusi sebagaimana
mestinya. Kami menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini karena itu kami memohon maaf atas segala kekurangan. Sekian kata pengantar
yang dapat kami sampaikan
Wassalamualaikum Wr. Wb.

ii
Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFATR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam dan Kebudayaan .............................................2
B. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan Islam.........................2
C. Proses Perkembangan Kebudayaan Islam ..................................5
D. Islam dan Kebudayaan Indonesia................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................13
B. Saran...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Agama dan kebudayaan adalah dua unsur yang saling mempengaruhi,
karena keduanya sama-sama mengandung nilai dan simbol. Namun antara agama
dan kebudayaan terdapat perbedaan yang menonjol, karena agama merupakan
sesuatu yang final, bersifat universal, abadi dan absolut. Sedangkan kebudayaan
bersifat partikular, relatif dan temporer.
Agama kebudayaan sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang
dalam menyikapi kehidupan agar sesuai dengan asas ketuhanan dan kemanusiaan.
Ketika kelahiran seorang anak, misalnya, maka agama memberikan pandangan
agar melaksanakan aqiqah untuk anak tersebut, sementara kebudayaan yang
dikemas dalam marhabanan, asyraqalan atau bacaan barjanji, memberikan cara
pandang lain, akan tetapi memiliki tujuan yang tidak berbeda, yaitu sama-sama
dalam rangka mendoakan kesalehan anak tersebut agar sesuai dengan harapan
ketuhanan dan kemanusiaan. Begitu juga halnya upacara tahlilan, baik agama
maupun budaya lokal, sama-sama saling memberikan cara pandang dalam
menyikapi orang yang meninggal.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Islam dan Kebudayaan
2. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan Islam
3. Proses Perkembangan Kebudayaan Islam

iv
4. Islam dan Kebudayaan Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam dan Kebudayaan


1. Islam
Dari segi bahasa Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk
Aslama yang berarti berserah diri atau tunduk dan patuh.
Adapun pengertian Islam Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat
dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya
yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang
ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
2. Kebudayaan
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari
unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral
adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dan ada juga kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batil (akal budi) manusia kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan
berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan
sesuatu yang termasuk hasi kebudayaan.1

1
Fitriyani. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Al- Ulum, Institut Agama Islam Negeri Ambon. 2012. Hal.
1-2

v
Parsudi suparlan (A.W. Wijaya (ed) 1986:65-6) menjelaskan bahwa
kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep,
rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian atas
modelmodel kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakan secara selektif
dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan
tindakan-tindakannya.

B. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan Islam


Hubungan agama dan kebudayaan adalah dua bidang yang dapat di bedakan
tetapi tidak dapat di pisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena
perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama,
dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar
budaya di dasarkan pada agama, tidak pernah terjadi sebaliknya.
Oleh karena itu agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya
bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena budaya merupakan sub ordinat
terhadap agama, dan tidak pernah sebaliknya.
Dalam pandangan Harun Nasution, agama pada hakikatnya mengandung
dua kelompok pengajaran, yaitu :
1. Ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui para Rasul-Nya kepada
masyarakat manusia. Ajaran dasar yang terdapat dalam kitab-kitab suci.
Yang bersifat absolute, mutlak, benar, kekal dan tidak bisa diubah. Ajaran
kitab suci memerlukan penjelasan, baik mengenai arti maupun cara
pelaksanaannya.
2. Merupakan penjelasan dari hasil pemikiran-pemikiran atau ahli agama,
pada hakikatnya tidak absolute, tidak mutlak benar dan tidak kekal.

Dalam buku Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Harun Nasution


mengutip hasil penelitian ‘Abd Al-Wahab Khallaf, guru besar Islam Universitas
Kairo, yang mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur hidup
kemasyarakatan tidak lebih dari 5,8% dari seluruh ayat Al-Qur’an. Dengan rincian
sebagai berikut.

vi
Al-Qur’an terdiri atas 30 juz, 114 surat, sekitar 6000 ayat, ayat hukumnya
hanya 368 ayat, Harun Nasution.
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang periwayatannya Shahih bukan termasuk
budaya. Tetapi paham ulama’ terhadap ajaran dasar agama merupakan hasil karsa
ulama’. Oleh karena itu, ia merupakan dari kebudayaan, akan tetapi umat islam
meyakini bahwa kebudayaan yang nerupakan hasil upaya ulama’ dalam
memahami ajaran dasar agama islam, dituntun oleh petunjuk tuhan yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunah.
Dan ada juga hubungan islam dan kebudayaan yang biasa kita lihat dari segi
ekonomi, dalam ayat alquran di jelaskan, “Allah menghalallkan jual beli dan
mengharamkan riba (Q.S Al-Baqarah [2]: 275). Halalnya jual beli dan haramnya
riba merupakan ajaran dasar agama islam.
Tetapi dalam suatu keadaan contoh: Dalam dunia pertanian petani biasa
membeli kotoran hewan baik kotoran sapi maupun kotoran ternak lainya yang
berguna untuk Pupuk tanaman. ini di sebut sebagai cultur, salah satu syarat yang
di tentukan Ulama benda yang di perjual belikan bukan benda najis, tetapi
hakikatnya contoh jual beli petani tersebut yang di perjual belikan adalah benda
najis dan ini adalah sebuah penyimpangan. dan ini menyebabkan banyak atau
berbeda-bedanya pendapat ulama ada yang berpendapat ini haram dan ada pula yg
memperbolehkan dan ini yang membuat berkesinambunganya hadist dan Al-
Quran yang menimbulkan sebuah pemikiran, itu pun bisa di sebut suatu
kebudayaan.
Dengan demikian, agama (menurut pendapat di atas) merupakan gagasan
dan karya manusia. Bahkan lebih jauh Koentjaraningrat menyatakan bahwa unsur-
unsur kebudayaan tersebut dapat berubah dan agama merupakan unsur yang
paling sukar untuk berubah. Ketika Islam diterjemahkan sebagai agama (religi)
berdasar pandangan di atas, maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan
gagasan dan karya manusia. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan
dengan peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan

vii
berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produk kebudayaan.
Islam tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah.2
Secara umum konsep Islam berangkat dua pola hubungan yaitu hubungan
secara vertikal yakni dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia.
Hubungan yang pertama berbentuk tata agama (ibadah), sedang hubungan kedua
membentuk sosial (muamalah). Sosial membentuk masyarakat, yang jadi wadah
kebudayaan.12 Konsep tersebut dalam penerapannya tidak terlepas dari tujuan
pembentukan hukum Islam (baca: syari’at) secara umum, yaitu menjaga
kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. 3 Lebih spesifik lagi, tujuan agama
ialah selamat diakhirat dan selamat ruhaniah dunia, sedang tujuan kebudayaan
adalah selamat di dunia saja. Apabila tidak dilaksanakan, terwujud ancaman Allah
SWT, hilang kekuasaan manusia untuk mewujudkan selamat di akhirat.
Sebaliknya apabila mengabaikan hubungan sosial berarti mengabaikan
masyarakat dan kebudayaan. Maka hilanglah kekuasaan untuk mewujudkan
selamat di dunia, yang di bina oleh kebudayaan.

C. Proses Perkembangan Kebudayaan Islam


Sebagaimana di ketahui bahwa agama dan kehidupan beragama telah ada
dan tumbuh dan berkembang sejak tahap awal manusia berbudaya di muka bumi.
Agama dan kehidupan beragama tersebut merupakan unsur yang tak terpisahkan
dari kehidupan sosial-budaya tahap awal manusia. Boleh dikatakan bahwa agama
dan kehidupan beragama tersebut merupakan pembawaan atau fitrah bagi
manusia. Artinya bahwa dalam diri manusia, baik secara sendiri maupun secara
kelompok terdapat kecenderungan dan dorongan lainnya, yang dalam kehidupan
bersama suatu kelompok atau masyarakat yang hidup dalam suatu lingkungan
tertentu membentuk suatu sistem budaya tertentu. Sistem budaya tersebut
terbentuk secara berangsur-angsur sebagai hasil dari upaya atau budi daya
manusia untuk merealisasikan kecenderungan dan dorongan-dorongan, serta

2
Koentjaraningrat, seperti yang dikutip http://komunitas-nuun.blogspot.com
3
Abu Ishak Al-Syâthibiy, Al-Muwâfaqât fî Ushûl Al-Syari’ah, Juz II, (Cet. III; Beirut: Dar Al-Kutub
Ilmiyah.

viii
memenuhi kebutuhankebutuhan kehidupannya secara bersama-sama sesuai dan
serasi dengan lingkungan alam sekitarnya.4
Baik agama (kehidupan beragama) maupun kehidupan budaya manusia,
keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu merupakan potensi fitrah
(pembawaan) manusia, bertumbuh dan berkembang secara terpadu bersama-sama
dalam proses kehidupan manusia secara nyata di muka bumi dan secara bersama
pula menyusun suatu sistem budaya dan peradaban suatu masyarakat/bangsa.
Namun keduanya memiliki sifat dasar “ketergantungan dan kepasrahan”,
sedangkan kehidupan budaya mempunyai sifat dasar “kemandirian dan
keaktifan”. Oleh karena itu, dalam setiap tahap/fase pertumbuhan dan
perkembangannya menunjukkan adanya gejala, variasi, dan irama yang berbeda
antara lingkungan masyarakat/bangsa yang satu dengan lainnya.5
Agama dan kebudayaan dapat saling memepengaruhi sebab keduanya
adalah nilai dan simbol. Agama adalah simbol ketaatan kepada Tuhan. Demikian
pula kebudayaan, agar manusia dapat hidup dilingkungannya. 6 Jadi kebudayaan
agama adalah simbol yang mewakili nilai agama.
Terkait dengan perkembangan kebudayaan Islam, jauh sebelum Islam
masuk, budaya-budaya lokal disekitar semenanjung Arab telah lebih dulu
berkembang, sehingga budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi dengan
budaya-budaya lokal tersebut. Salah satu kebudayaan yang cukup berpengaruh
terhadap masyarakat Hijaz adalah kebudayaan Abissinia. Populasi rumpun Semit
yang menghuni pesisir daya Laut Merah masuk kesana secara bertahap dari arah
Barat daya Arab dan kebudayaan Persia turut mewarnai keadaan penduduk Hijaz
dan perkembangannya pada masa-masa berikutnya. Budaya ini mulai memasuki
tanah Arab pada abad kemunculan Islam. Sedikit demi sedikit orang-orang Arab
berasimilasi dengan milliu Persia. Orang Arab bercakap dengan menggunakan
bahasa Persia, merayakan hari-hari besar bangsa Persia dan menikahi perempuan-
perempuan Persia.7
4
Muhaimin, (et al), Op.Cit., h. 44.
5
Ibid., h. 53-54.
6
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai
Strukturalisme Transedental (Cet. II; Bandung: Mizan, 2001), h. 201.
7
Philip K. Hitti, History of The Arabs (Cet. II: Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 182.

ix
Setelah kurun Nabi, dengan perubahan sosial budaya, di negerinegeri luar
Jazirah Arab, yang sosial-budayanya berbeda, sunnah yang merupakan pola laku
Nabi menjadi pola cita utama. Nabi memberikan teladan bagaimana mewujudkan
pola cita al-Qur’an dalam kehidupan yang riil. Dalam ruang dan waktu beliau.
Dengan mengasaskan unsurunsur kebudayaan Arab kepada prinsip-prinsip al-
Qur’an disamping menumbuhkan unsur-unsur baru, terbentuklah kebudayaan
Islam yang pertama. Selanjutnya setelah masa Rasul, kelompok-kelompok
Muslim mengijtihadkan pola cita (dengan tetap berpegang pada alQur’an dan
hadis), bagi negeri dan masanya masing-masing, yang bermakna membentuk
kebudayaannya masing-masing. Perubahan sosial budaya dan ijtihad yang
berbeda-beda, berdampak pada perbedaan kebudayaan, walaupun predikatnya
sama yaitu Islam. Pembentukan kebudayaan Islam dalam ruang dan waktu
tertentu, mengambil unsur-unsur kebudayaan yang telah ada ketika Islam datang,
menjadi bahan-bahan kebudayaan Islam dengan mengalihkan atau mengubah
unsur-unsur itu sesuai dengan pola cita Islam.
Perubahan sesuai dengan pola cita Islam disebut juga Islamisasi (proses
pembentukan kebudayaan Islam diatas kebudayaan yang telah ada). Hal itu
dilakukan dengan cara sosialisasi dan enkulturasi, dengan tetap mengacu pada
prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh alQur’an dan al-Hadis.
Perubahan kebudayaan (culture transformation) mencakup semua bagian
kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, tekhnologi
filsafat dan lain-lain. Sedangkan perubahan sosial (social transformation) terkait
perubahan norma-norma sosial, sistem nilai sosial, pola perilaku stratifikasi
sosial, lembaga sosial dan lain-lain. Dengan demikian perubahan sosial
merupakan bagian penting dalam perubahan kebudayaan.
Namun secara umum perkembangan budaya kita kenal dilakukan dengan
dua cara yaitu invantion dan acomodation. Invantion adalah menggali budaya dari
luar sedangkan acomodation adalah menerima budaya luar, terkait penerimaan
budaya terdapat tiga cara pula yaitu:
1. Absorption (penyerapan), yaitu penyerapan budaya dan pemikiran dari
luar seperti pemikiran Yunani dan Romawi.

x
2. Modification (modifikasi) yaitu penyesuaian budaya luar sehingga
diterima oleh Islam, contoh pembuatan masjid dengan kubah, menara
dan undakan
3. Elimination (penyaringan) yaitu penyaringan budaya antara diterima atau
dikeluarkan apabila bertentangan dengan Islam.
Dalam Islam sendiri dikenal zona-zona kebudayaan, dan masing-masing
zona mempunyai ciri sendiri-sendiri. Di antaranya Afrika Utara, Afrika Tengah,
Timur Tengah, Turki, Iran, India, Timur Jauh, dan zona Asia Tenggara misalnya,
kita memiliki kebudayaan Islam Aceh, Jawa, Malaysia, Filipina, dan sebagainya.8
Namun hal yang disepakati oleh para ahli terkait kebudayaan Islam
(Muslim) yaitu bahwa berkembangnya kebudayaan menurut Islam bukanlah
value free (bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai). Keterikatan
terhadap nilai tersebut bukan hanya terbatas pada wilayah nilai insani, tetapi
menembus pada nilai Ilahi sebagai pusat nilai, yakni keimanan kepada Allah
SWT, dan iman mewarnai semua aspek kehidupan atau memengaruhi nilai-nilai
Islam.9

D. Islam dan Kebudayaan Indonesia


Agama dan kebudayaan adalah dua unsur yang saling mempengaruhi,
karena keduanya sama-sama mengandung nilai dan simbol. Namun antara agama
dan kebudayaan terdapat perbedaan yang menonjol, karena agama merupakan
sesuatu yang final, bersifat universal, abadi dan absolut. Sedangkan kebudayaan
bersifat partikular, relatif dan temporer.
1. Persentuhan Islam Dengan Kebudayaan Melayu dan Jawa
Dalam Islam terhadap ajaran tauhid, sesuatu konsep sentral yang berisi
ajaran bahwa Tuhan adalah pusat segala sesuatu, dan manusia harus mengabdikan
dirinya sepenuhnya kepada-NYA. Konsep ini dijelaskan dalam beberapa literatur
dengan penjelasan yang berbeda. Di pesantren-pesantren tradisional salafi,
kalimat lailaha illa Allah sering ditafsirkan sebagai berikut: pertama, la mujudu

8
Kuntowijoyo, Op.Cit., h. 200.
9
Muhaimin, (et al), Op.Cit., h. 341.

xi
illa Allah (tidak ada yang “wujud” kecuali Allah); kedua, la ma'buda illa Allah
(tidak ada yang disembah kecuali Allah); ketiga, la maqsud illa Allah (tidah ada
yang dimaksud kecuali Allah); dan keempat, la mathlub illa Allah (tidak ada yang
diminta kecuali Allah).
Pada dasarnya Indonesia pernah mengalami dualisme kebudayaan, yaitu
antara kebudayaan keraton dan kebudayaan populer yang keduanya merupakan
kebudayaan tradisional.
Kebudayaan keraton, yang disebut juga sebagai kebudayaan istana,
dikembangkan oleh para pegawai istana (abdi-dalem), mulai dari pujangga sampai
arsitek. Simbol-simbol budaya diciptakan oleh raja guna melestarikan
kekuasaannya. Kebudayaan tersebut biasanya berupa mitos yang dihimpun dalam
babad, hikayat dan lontara, yang kesemuanya berisi tentang kesaktian dan
kesucian sang raja.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar rakyat loyal terhadap kekuasaan raja.
Dalam babad Jawa misalnya, digambarkan bahwa raja dianggap sebagai
pemegang wahyu dan wakil Tuhan dalam memerintah rakyatnya. Hal ini juga
didukung oleh sastra mistik yang diciptakan oleh pegawai istana guna
mempertahankan status kerajaan yang mutlak. Di suatu saat para raja pun
mengklaim bahwa dirinya adalah keturunan para dewa atau para Nabi SAW,
Konsep kekuasaan Jawa sungguh berberbeda dengan konsep kekuasaan
islam. Dalam kebudayaan Jawa dikenal konsep Raja Absolut, islam justru
mengutamakan konsep Raja Adil, al-Malik al-Adil. Akan tetapi, sesuatu hal yang
perlu dicatat adalah kebudayaan karaton diluar jawa memiliki konsep yang lebih
dekat dengan gagasan Islam.10
Di Aceh, misalnya, raja memiliki sebutan al-Malik al-Adil. Ini berarti
kebudayaan keraton di Jawa lebih mengutamakan kekuasaan, sedangkan
kebudayaan kebudayaan keraton diluar pulau Jawa lebih mengutamakan keadilan.
Perbedaan lain antara kebudayaan masyarakat berdasarkan atas kemutlakan
kekuasaan raja, ketertiban masyarakat berdasarkan atas kemutlakan kekuasaan

10
Hasyimi, A..1993. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan Prasaran
pada Seminar di Aceh. Hal. 5-6

xii
raja, sedangkan dalam islam, ketertiban sosial akan terjamin jika
peraturanperaturan syariat ditegakan.
Dengan kata lain, kebudayaan karaton di Jawa mementingkan kemutlakan
kekuasaan raja untuk ketertiban sosial, sedangkan Islam mementingkan hukum
yang adil untuk ditegakannya ketertiban sosial. Karna terjadi perbedaan yang
begitu tajam, yang sering terjadi ketegangan antara Islam dengan kebudayaan
keraton jawa.11
Sedangkan dalam kebudayaan populer, dijumpai pula mitos-mitos, seperti
cerita batu bekas sujudnya wali songo di pantai-pantai utara Jawa. Hal ini terus
terbangun hingga sekarang, sehingga masih sering terdengar adanya kiai-kiai sakti
yang mampu shalat di Mekah dan kembali dalam waktu sekejap, berkhutbah di
dua tempat secara bersamaan, dan sebagainya. Pengaruh Islam terhadap
kebudayaan ini dapat dilihat pula pada ritual-ritual kegamaan, seperti ritual
perkawinan, kelahiran dan kematian. begitu juga acara maulid, seni musik
qasidah, gambus dan sebagainya.

2. Inovasi dan Pengaruh Islam dalam Sastra, Seni, dan Arsitek


Ekspresi astentik Islam di Indonesia, paling tidak, dapat dilihat dalam dua
bidang: sastra dan arsitek. Kecendrungan sastra sufistik (transendental) telah
muncul di Indonesia sekitar tahun 1970. kemunculan sastra berkecendrungan
sufistik ditandai munculnya karya-karya yang ditulis pada tahun tuju puluhan, di
antaranya Godlod dan Alam Makrifah kumpulan cerpen Danarto; Khotbah di atas
bukit karya kuntowijoyo, dan Arafah karya M. Fudoli Zaini. Disusul karya-karya
berikutnyaseperti Sanu Infinitina Kembar (1985) karya Motinggo busye (alm)
(Abdul Hadi WM dalam Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 74)
Eksperesi estetik Islam lainnya tergambarkan dalam arsitek masjid-masjid
tua. Citra masjid tua adalah contoh dari interaksi agama dengan teradisi arsitek
pra-Islam di Indonesia dengan konstruksi kayu dan atap tumpang bentuk limas.
Umpamanya Masjid Demak, Masid Kudus, Masjid Cirebon, dan masjid Banten

11
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai
Strukturalisme Transedental (Cet. II; Bandung: Mizan, 2001), h. 232.

xiii
sebagai cikal-bakal masjid di Jawa. Sedangkan di Aceh dan Medan, corak masjid
tua memperhatikan sistem atap kubah. Menurut para ahli, masjid-masjid tua di
Aceh dan Medan merupakan penerus dari gaya masjid Indo-Persi dengan ekspresi
struktur bangunan yang berbeda dengan corak masjid atap tumpang (Wiyoso
yodoseputro dalam Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 11-3)
Menurut Nurcholish madjid (dalam budhy Munawar Rachman (ed.), 1994:
463-4), asitektur masjid indonesia banyak diilhami oleh gaya arsitektur kuil Hindu
yang atapnya bertingkat tiga. Seni arsitektur sering ditafsirkan sebagai lambang
tiga jenjang perkembangan penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar
atau pemulaan (purwa), tingkat menengah (madya), tingkat terakhir yang maju
dan tinggi (wusana). Damnbar itu dianggap sejajar dengan vertikal islam, iman,
dan ihsan. Selain itu, hal itu dianggap sejajar dengan syari'at, thariqat, dan
ma'rifat.

3. Aceh Sebagai Sentral Dakwah Dan Budaya Islam

Sejarah telah mencatat bahwa daerah pertama yang dihadiri oleh Islam di
Nusantara adalah Aceh dan kerajaan Islam pertama di wilayah Asia tenggara
adalah kerajaan Islam Perlak, Samudera dan Pasai. Pernyataan ini didukung oleh
berbagai literatur dan merupakan hasil kesepakatan seminar sejarah masuknya
Islam ke Indonesia yang di adakan di Medan.
Pada masa awal Islam hadir, pendakwah pertama langsung menerapkan apa
yang terkandung dalam ayat yang paling pertama turun, yaitu konsep perintah
untuk membaca (iqro’) yang mengarah kepada pendidikan. Maka diajarkanlah
kepada masyarakat tentang tata-cara bercocok tanam yang benar, cara berdagang
yang sah, dan cara berumah tangga yang tentram. Sementara kepada para
penguasa ditanamkan sistem kepemimpinan yang dapat dapat memakmurkan
rakyatnya.
Kemudian setelah benih awal tertanam pada diri masyarakat, maka
dijelaskanlah bahwa semua itu merupakan sebagian kecil dari konsep ajaran
Islam. Dengan metode persuasif semacam ini, para penguasa dan segenap

xiv
rakyatnya pun segera meninggalkan agama nenek moyangnya dan memeluk Islam
secara berduyun-duyun.
Setelah kerajaan Islam terbentuk dan agama terjiwai, baik dalam diri
penguasa maupun rakyatnya, lembaga-lembaga pendidikan pun mulai dibangun,
sehingga dalam waktu yang relatif singkat, sistem pendidikan pun terbentuk dan
terbagi menjadi beberapa struktur yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat.

Lembaga-lembaga tersebut terbagi menjadi lima tingkatan, yaitu:


1. Meunasah
Meunasah merupakan tempat belajar ilmu-ilmu dasar setingkat SD yang
terdiri dari kurikulum baca tulis huruf Arab dan al-Qur’an, dasar-dasar
ilmu fiqih dan akhlak. Bahasa yang digunakan pada tingkat ini biasanya
bahasa daerah dan tulisan jawi.
2. Rangkang
Pada tingkat ini, kurikulum meliputi ilmu-ilmu agama dan umum, seperti
ilmu Fiqih, Matematika, Sejarah dan lain-lain. pendidikan tingkat
Rangkang ini setara dengan prndidikan tingkat SLTP.
3. Dayah
Mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat Dayah meliputi ilmu Fiqih,
Tauhid, Akhlak, Matematika, Faraid, Sejarah, Hukum dan sebagainya.
Tingkatan ini setara dengan tingkatan SLTA.
4. Dayah Teungku Syhik
Pendidikan yang setara dengan akademik ini difokuskan pada bidang
Tafsir, Hadis, Fiqih, Bahasa, Sastra Arab, Logika, sejarah dan lain-lain.
Buku pegangan pada tingkat Dayah dan Dayah Teungku Syhik berupa
buku-buku yang berbahasa Arab.
5. SAl-Jami’ah
Pada tingkatan ini didirikan beberapa fakultas, antara lain Fakultas Tafsir
dan Hadis, Kedokteran dan Kimia, Sosial dan Politik, Filsafat, dan
sebagainya. Pendidikan ini ditunjang oleh beberapa guru besar yang
datang dari Arab, Turki, Persia, dan India.

xv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang Islam dan Kebudayaan, maka dapat disimpulkan
Pertama, Agama (Islam) bersumberkan wahyu dan memiliki norma-norma
sendiri. Karena bersifat normatif, maka cenderung menjadi permanen. Sedangkan
budaya adalah buatan manusia. Oleh sebab itu ia berkembang sesuai dengan
perkembangan
Zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Sehingga budaya Islam adalah
budaya yang berdasar pada nilai-nilai Islam yaitu al-Qur’an dan Hadis. Kedua,
dalam perkembangannya, Kebudayaan Islam banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan lokal disekitar semenanjung Arab yang telah lebih dulu berkembang,
sehingga budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi dengan budaya-budaya lokal
tersebut. Namun perkembangan kebudayaan menurut Islam bukanlah value free
(bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai).
Pada masa awal penetrasi atau masuknya Islam di Indonesia, penyebarannya
masih bersifat terbatas di daerah-daerah pelabuhan. Namun dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama, Islam pun mulai meluas ke wilayah pesisir dan pedesaan.
Para pedagang dan ulama-ulama memegang peranan penting dalam penyebaran
Islam pada tahap ini. Secara umum, pada tahap ini Islam sangat diwarnai oleh
ajaran mistik Islam (tasawuf) hingga akhir dari abad ke-17. Hal ini disebabkan
adanya kecocokan antara Islam tasawuf dengaan latar belakang masyarakat lokal
yang dipengaruhi oleh asketisme atau konsep tasawuf Hindu-Budha;

xvi
Agama dan kebudayaan adalah dua unsur yang saling mempengaruhi,
karena keduanya sama-sama mengandung nilai dan simbol. Namun antara agama
dan kebudayaan terdapat perbedaan yang menonjol, karena agama merupakan
sesuatu yang final, bersifat universal, abadi dan absolut. Sedangkan kebudayaan
bersifat partikular, relatif dan temporer. Hal ini dapat dilihat pada beberapa
kebudayaan di Indonesia.

B. Saran
1. Mari kita pelajari dan kita pahami tentang keperbedaan mana yang
dinamakan keislaman dan mana yang dinamakan kebudayaan.
2. Lebih memahami Tentang pembagian hukum hukum yang ada di dalam
al-qur’an, sehingga kita lebih mudah untuk membedakan dan mencari
solusi dalam permasalahan kita.
3. Makalah ini hanya membahas secara singkat tentang Islam dan
kebudayaan di indonesia. Dengan demikian, diharapkan kepada para
pembaca agar memperdalam kembali pada buku-buku yang lebih luas
dan terperinci. Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini
memberikan manfaat yang besar kepada para pembaca umumnya dan
kepada penulis khususnya. Penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya jika masih dan selalu terdapat kekurangan dalam penulisan
kata dan maksud. Kritik dan saran dari para pembaca, khususnya dari
dosen pembimbing mata kuliah Metodologi Studi Islam selalu penulis
nantikan.

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyani. 2012. Islam dan Kebudayaan. Jurnal Al- Ulum, Institut Agama Islam
Negeri Ambon.
Hakim Atang Abd Dan Mubarrok Jaih. 2010. Metodologi Study Islam. Bandung :
PT.Remaja Rosda Karya
Hasyimi, A..1993. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia:
Kumpulan Prasaran pada Seminar di Aceh, Cet. III, PT al-Ma’arif.
Kuntowijoyo. 2001. Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik
Dalam Bingkai Strukturalisme Transedental. Cet. II; Bandung: Mizan.
Nata, Abuddin. Metedologi Study Islam. 1998. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Philip K. Hitti. 2006. History of The Arabs (Cet. II: Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta.

xviii

Anda mungkin juga menyukai