Kontekstualisasi Perjalanan Pendidikan Nasional
Kontekstualisasi Perjalanan Pendidikan Nasional
Kontekstualisasi Perjalanan Pendidikan Nasional
Salah seorang tokoh pendidikan nasional, yaitu Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa dasar
pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan
“sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi”
dan “irama”. Di Indonesia, pendidikan selalu dan semakin dikembangkan dan diperbaiki guna
memperoleh pendidikan yang berkuliatas dan pendidikan yang menyeluruh bagi semua murid yang
berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman.
Pendidikan yang kita rasakan saat ini, didahului oleh proses perkembangan peradaban
pendidikan terdahulu. Oleh karena itu, kita harus mengetahui bagaimana perjalanan pendidikan yang
terjadi di Indonesia. Berikut penjelasan mengenai perkembangan pendidikan di Indonesia sebelum
kemerdekaan. Pada masa penjajahan Portugis, pada tahun 1536 berdiri sebuah seminarie di Ternate
yang menjadi sekolah agama anak-anak orang terkemuka. Pada sekolah tersebut pelajaran yang
diberikan, yaitu pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung.
Pada tahun 1546, pada 7 kampung di Ambon juga menyelenggarakan pengajaran untuk rakyat
umum. Pengajaran tersebut sering menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16, yang
menyebabkan kekuatan Portugis menghilang dari Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, pada
tahun 1607 berdiri sekolah pertama di Ambon yang didirikan oleh VOC. Pembelajaran yang diberikan,
yaitu membaca dan menulis. Pada tahun 1617 sekolah pertama didirikan di Jakarta. Sekolah tersebut
memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap sehingga dapat dipekerjakan di
administrasi dan gereja pada pemerintahan.
Pada tahun 1854 ada beberapa bupati yang mendirikan “sekolah-sekolah kabupaten”, tetapi
hanya untuk mendidik calon-calon pegawai. Kemudian pada tahun 1854 itu juga didirikan “sekolah-
sekolah bumiputera”, yang hanya mempunyai 3 kelas. Rakyat hanya diberikan pengejaran membaca,
menulis, dan berhitung. Pada penghujung abad ke-19, ketika berbagai wabah penyakit tersebar di Pulau
Jawa. Pemerintah kolonial Belanda mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah tersebut karena
untuk mendatangkan dokter dari Eropa. membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Oleh karena itu, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan mendirikan STOVIA untuk
menghasilkan dokter-dokter yang berasal dari kalangan pribumi. STOVIA juga berperan menjadi
tempat persemaian para remaja-remaja pribumi dalam menumbuhkan semangat nasionalisme. Pada
1920 timbullah cita-cita baru, yang menghendaki perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan
pengajaran. Cita-cita baru tadi seakan-akan merupakan gabungan kesadaran kultural dan kebangkitan
politik. Harapan kemerdekaan dan kebebasan nusa dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan
kebebasan kebudayaan bangsa, menjadi pokok sistem pendidikan dan pengajaran.
Sehingga pada tahun 1922 dapat tercipta “Taman siswa” di Yogyakarta. Taman siswa hadir
sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. Berjalannya waktu juga menghantarkan berdirinya
perguruan-perguruan Taman siswa di seluruh kepulauan Indonesia, seperti di Jawa, Sumatera, Borneo,
Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku. Selain itu, sekolah-sekolah yang berdasarkan “keagamaan” (Islam,
Kristen, Katolik) juga mulai berdiri sebagai sekolah partikelir yang tidak mendapatkan subsidi dari
pemerintah Hindia Belanda.
Pendidikan yang diberikan pada masa penjajahan Belanda, memberi dampak positif terhadap
masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia mulai dapat belajar membaca dan menghitung. Selain itu
dampak positif dari pendidikan yang diberikan Belanda adalah terbentuknya Lembaga pendidikan di
Indonesia yang dibangun oleh tokoh-tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah: (1)
Bung Tomo yang mendirikan Kweek School, (2) KH Ahmad Dahlan yang mendirikan pendidikan
Muhammadiyah, (3) Trikoro Dharmo yang mendirikan perkumpulan pemuda, (4) Terbentukanya
organisasi Budi Utomo, (5) RA Kartini yang memperjuangkan hak perempuan, serta (6) Ki Hadjar
Dewantara yang mendirikan Taman siswa.
Pada masa panjajahan Jepang terdapat sekolah kejuruan (sekolah guru), yaitu sekolah untuk
mempersipkan tenaga pendidik dalam jumlah yang besar demi memompa dan mempropagandakan
semangat Jepang kepada anak didik. Setelah kemerdekaan Undang-Undang Pokok Pendidikan dan
Pengajaran (UUPP) No. 4 Tahun 1950 merupakan salah satu kebijakan pendidikan pada periode awal
kemerdekaan. Selain itu kegiatan pembelajaran mulai dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang telah
dibuat oleh pemerintah. Beberapa kurikulum yang pernah dijalankan, kurikulum 1994, kurikulum
2000, kurikulum 2002, kurikulum 2006 atau KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan),
kurikulum 2013, dan yang terbaru pada tahun 2022, kurikulum merdeka mulai dilaksanakan.