Proposal Regia Rara Bab I-III

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

HUBUNGAN IBU PRIMIGRAVIDA DAN BERAT BADAN LAHIR


DENGAN KEJADIAN RUPTURE PERINEUM PADA IBU BERSALIN
DI RSUD ANUGERAH KOTA TOMOHON

PENYUSUN

REGIA RARA WAHYU NINGRUM (B.22.03.131)

PROGRAM STUDY SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia terbilang masih tinggi. Berdasarkan

data Sampling Registration System (SRS) tahun 2018, sekitar 76% kematian ibu terjadi

di fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24% terjadi saat hamil, 36% saat

persalinan dan 40% pasca persalinan. Yang mana lebih dari 62% Kematian Ibu dan Bayi

terjadi di rumah sakit. Artinya akses masyarakat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan

rujukan sudah cukup baik. (Website https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/ tahun 2021).

Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator yang dapat

menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Menurut data World Health

Organization (WHO), angka kematian ibu di dunia pada tahun 2015 adalah 216 per

100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian ibu adalah 303.000 kematian

dengan jumlah tertinggi berada di negara berkembang yaitu sebesar 302.000 kematian.

Angka kematian ibu di negara berkembang 20 kali lebih tinggi dibandingkan angka

kematian ibu di negara maju yaitu 239 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara

maju hanya 12 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (WHO, 2015).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian

Kesehatan, terdapat 7.389 kematian ibu di Indonesia pada 2021. Jumlah tersebut

melonjak 56,69% dibanding jumlah kematian tahun sebelumnya sebanyak 4.627 jiwa.

Tingginya jumlah kematian ibu saat melahirkan pada tahun lalu disebabkan oleh

tertularnya virus Covid-19 yang mencapai 2.982 jiwa. Terdapat pula 1.320 ibu meninggal

karena pendarahan, sebanyak 1.077 meninggal karena hipertensi dalam kehamilan,

sebanyak 335 meninggal karena penyakit jantung.

Ada pula 207 ibu meninggal ketika melahirkan karena infeksi, sebanyak 80

meninggal akibat gangguan metabolik, sebanyak 65 meninggal karena gangguan sisistem

peredarah darah, sebanyak 14 meninggal karena abortus, dan ada 1.309 ibu meninggal

karen lain-lain.

Angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan tren turun sepanjang periode

1991-2015. Pada 1991, angka kematian mencapai 390 per 100 ribu kelahiran hidup.

Angka tersebut turun menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup.
Namun, pada 2012 angka kematian bayi kembali meningkat menjadi 359 pada

2012 dan kemudian turun menjadi 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Meskipun

menunjukkan penurunan,AKI di Indonesia masih tergolong tinggi serta masih di atas

target MDGS sebesar 102 pe 100 ribu kelahiran hidup.

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tercatat sebesar 177 kematian per 100

ribu kelahiran hidup pada 2017. Rasio itu sudah lebih baik dari belasan tahun sebelumnya

yang lebih dari 200 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kendati demikian, AKI

Indonesia masih ketiga tertinggi di Asia Tenggara.

Negara yang punya AKI lebih besar dari Indonesia adalah Myanmar (250

kematian per 100 ribu kelahiran hidup) dan Laos (185 kematian per 100 ribu kelahiran

hidup). AKI di Kamboja, Timor Leste, dan Filipina juga masih di atas 100 kematian per

100 ribu kelahiran hidup.

Sementara, lima negara lain di Asia Tenggara memiliki AKI yang lebih baik

karena sudah di bawah 100 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Negara kelima

tersebut adalah Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura.

Perdarahan post partum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia.

Penyebab perdarahan utama adalah atonia uteri sedangkan penyebab yg kedua adalah

rupture perineum yang hampir terjadi pada setiap persalinan pervaginam. Lapisan

mukosa dan perineum pada seorang ibu primipara mudah terjadi rupture yang bisa

menimbulkan perdarahan pervaginam. (Wiknjosastro,2006)

Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran

bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Ruptur perineum

disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak

sebagaimana mestinya, ekstraksi cunam, ekstraksi fakum, trauma alat dan episiotomi.

(Winkjosastro, 2009).

Ruptur perineum merupakan perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat keahiran

bayi baik menggunakan alat maupun tidak (Pemiliana, PD dkk 2019). Ruptur perineum

terjadi pada hampir semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang juga pada

persalinan berikutnya (multipara). Perineum pada paritas primipara yang membentuk otot

dasar panggul belum pernah mengalami peregangan atau kaku sehingga mempunyai

resiko tinggi terhadap terjadinya ruptur perineum. Robekan biasanya ringan tetapi kadang
terjadi juga luka yang luas dan berbahaya yang mengakibatkan perdarahan banyak

(Syamsiah, S & Malinda, R 2018).

Persalinan dengan rupture perineum apabila tidak ditangani secara efektif

menyebabkan pendarahan dan infeksi menjadi lebih berat, serta pada jangka waktu

panjang dapat menganggu ketidaknyamanan dalam hubungan seksual (Mochtar,1998).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah dalam

penelitian ini yaitu adakah hubungan ibu primigravida dan berat badan lahir dengan

kejadian rupture perineum pada ibu bersalin di RSUD Anugerah Tomohon?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan ibu primigravida dan berat badan lahir dengan kejadian

rupture perineum pada ibu bersalin primigravida di RSUD Anugerah Tomohon.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan ibu primigravida dengan kejadian rupture perineum

pada ibu bersalin

b. Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian rupture perineum pada

ibu bersalin

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menambah referensi dan bahan

informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya dan bermanfaat sebagai bahan bacaan

yang berguna bagi mahasiswa dan masyarakat umum.

b. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu maternitas

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian rupture perineum di RSUD

Anugerah Tomohon.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Persalinan Normal

A. Pengertian

Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian

pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta

dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,

berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri). (Ari

Kurniarum, S.SiT., 2016).

Ada beberapa pengertian persalinan, yaitu sebagai berikut :

a) Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian

perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melaui jalan

lahir (Moore, 2001)

b) Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi

yang diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat

pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana

proses persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam (Mayles,

1996).

c) Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada

ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2002)

B. Macam-macam persalinan

a) Persalinan Spontan

Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui jalan

lahir ibu tersebut.

b) Persalinan Buatan

Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forceps,

atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.

c) Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah

pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin. (Ari

Kurniarum, S.SiT., 2016)

C. Faktor penting yang berperan pada persalinan berdasarkan Wiknjosastro 2006

adalah :

1. Kekuatan yang ada pada ibu bersalin

2. Keadaan jalan lahir

3. Keadaan janin

2. Rupture Perineum

1. Anatomi perineum wanita

Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus,

panjangnya rata-rata 4 cm. Saat persalinan, tidak hanya ditentukan

oleh organ-organ genitalia interna saja seperti uterus dan vagina,

tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-jaringan ikat dan ligamen-

ligamen juga mempengaruhi jalan lahir. Otot-otot yang menahan dasar panggul

dibagian luar adalah musculus sphincter ani externus, musculus bulbocavernosus

yang melingkari vagina, dan musculus perinei transversus superfisialis. Lebih ke

dalam lagi ditemukan otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis,

terutama musculus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. Letak

musculus levator ani ini sedemikian rupa dan membentuk sebuah segitiga di

bagian depan, disebut trigonum urogenitalis. Di dalam trigonum ini terdapat

uretra, vagina dan rektum (Wiknjosastro, 2005).

Perineum terdiri atas diafragma urogenital dan bagian

bawah dari genitalia eksterna (White, 2006). Regio urogenital

berhubungan dengan pembukaan dari sistem urinaria dan sistem

reproduksi. Sedangkan regio anal terdiri atas anus dan musculus

sphincter ani externus (Drake, et al., 2010).

2. Pengertian rupture perineum

Rupture perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada saat

bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat

atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis


tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu

cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara dan

tidak jarang pada persalinan berikutnya.

Menurut Prawirohardjo (2011), tempat yang paling sering mengalami

perlukaan akibat persalinan adalah perineum. Ruptur perineum adalah robekan

yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan

menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi hampir pada semua primipara

(Prawirohardjo, 2009). Pada dasarnya, robekan perineum dapat

dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui

kepala janin terlalu cepat (Wiknjosastro, 2005).

3. Faktor yang mempengaruhi rupture perineum

Rupture perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi

terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur derajat 3

sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II, posisi persisten

oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan anestesi lokal (Cunningham, et

al., 2005). Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:

1) Paritas

Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang

pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka

dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir

terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada

persalinan berikutnya (multipara) (Sumarah,2008).

2) Berat lahir bayi

Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko

terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir

memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar

berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur

perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi

dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi

dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.

Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu
menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi

besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal

adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008).

3) Cara mengejan

Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan

untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala

dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi.

Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh

karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan

dapat meluas sampaisphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang

benar sangat penting, dua kekuatan yang bertanggung jawab untuk lahirnya

bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan mengejan (Oxorn, 2010).

4) Elastisitas perineum

Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala

II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan

perineum yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada

primigravida berumur diatas 35 tahun (Mochtar, 2011).

5) Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun

Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian

ruptur perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun), sedangkan

responden yang mengalami ruptur perineum adalah responden yang berumur

resiko tinggi sebanyak 11 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi chi

square dengan ρ value 0,022 < α 0,05 yang artinya Ho ditolak, menunjukan

ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur

<20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna,

sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami

komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum

bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet

yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu

yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun

dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari
kelompok umur

reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika & Suryani,2010)

4. Klasifikasi rupture perineum

1. Ruptur Perineum Spontan

Menurut Cunningham, et al. (2010), laserasi (rupture) perineum dapat

diklasifikasikan menjadi :

a. Derajat 1

Pada ruptur perineum derajat 1 akan mengenai fourchette, kulit

perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia

dan otot.

b. Derajat 2

Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai kulit dan membran mukosa,

fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai sphincter ani.

c. Derajat 3

I. Derajat 3a: <50% spinchter ani externa

II. Derajat 3b: >50% spinchter ani externa

III. Derajat 3c: spincter ani externa & interna

d. Derajat 4

Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa rektum

sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra yang

dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin terjadi. Menurut

Chapman (2006), robekan mengenai kulit, otot dan melebar sampai

sphincter ani dan mukosa rektum.

2. Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)

Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di

perineum untuk memudahkan proses kelahiran (Norwitz &

Schorge, 2008). Pada persalinan spontan sering terjadi

robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir

yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat penyembuhan

sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk

melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi


pada perineum saat kepala janin tampak dari luar dan mulai

meregangkan perineum. Insisi tersebut dilakukan pada garis tengah

(episiotomi medialis) atau ke jurusan lateral (episiotomi mediolateralis)

(Wiknjosastro, 2008). Perlu diketahui bahwa episiotomi medial dan

mediolateral dengan sudut <30 atau >60 derajat akan sangat berkaitan dengan

OASI (Obstetric Anal Spinchter Injury). Studi menyatakan bahwa dokter dan

bidan pada umumnya tidak bisa menempatkan sudut yang aman dan benar,

oleh sebab itu lah dalam melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati

hati (Freeman, et al., 2014). Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa

tidak ada manfaat yang signifikan dari prosedur episiotomi. Faktanya,

episiotomi akan menyebabkan morbiditas dibandingkan persalinan tanpa

episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk nyeri dan dispareunia yang

signifikan pada kelompok penelitian (Islam, et al., 2013). Indikasi dilakukan

episiotomi adalah sebagai persiapan persalinan operatif dimana hal ini

biasanya dilakukan untuk mempermudah kelahiran dengan komplikasi

distosia bahu. Tujuan episiotomi adalah untuk mengurangi komplikasi

trauma dasar panggul saat kelahiran, yang mencakup perdarahan, infeksi,

prolaps genital, dan inkontinensia akibat OASI. Meskipun demikian kadang

tak terlihat manfaat ibu yang menjalani proses episiotomi (Norwitz &

Schorge, 2008)

3. Berat Bayi Lahir

Menurut Saifuddin (2008), berat badan lahir adalah berat badan

bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran, dengan klasifikasi:

a. Berat bayi lahir sangat rendah

Bayi berat sangat rendah adalah bayi dengan berat badan 1000 sampai 1500 gram.

b. Berat bayi lahir rendah

Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai 2500 gram. BBLR

tidak hanya terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang

mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan (KEMENKES RI, 2015).

c. Berat bayi lahir normal

Bayi cukup atau bayi normal adalah bayi berat badan lebih 2500 sampai 4000 gram.
d. Berat bayi lahir lebih

Berat bayi lahir lebih atau bayi besar adalah bayi lebih 4000 gram.

4. Primigravida

a. Pengertian primigravida

Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam

prosesnya, perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul penuh

perjuangan (Mirza, 2008). Primigravida adalah keadaan dimana soerang wanita

mengalami masa kehamilan untuk pertama kalinya (Mirza, 2008). Perbedaan

mendasar kehamilan primigravida dengan multigravida yaitu pada primigravida

ostium urteri internum belum terbuka, sehingga serviks akan mendatar dan menipis

kemudian ostium urteri internum baru akan membuka. Sedangkan pada multigravida,

ostium urteri internum dan ostium urteri eksternum sudah sedikit terbuka

(Prawirohardjo, 2010).

b. Usia primigravida

Usia terbaik seorang wanita untuk hamil adalah 20 tahun hingga 35 tahun.

Apabila seorang wanita mengalami primigravida (masa kehamilan pertama kali) di

bawah usia 20 tahun, maka disebut primigravida muda. Sedangkan apabila

primigravida dialami oleh wanita di atas usia 35 tahun, maka disebut primigravida

tua. Bukti menunjukkan bahwa patofisiologi primigravida dengan preeklamsia

berbeda dari observasi pada multigravida, yang menunjukkan bahwa risiko

preeklamsia pada primigravida lima belas kali lebih besar daripada multigravida

(Barden et al., 1999). Beberapa peneliti menggunakan istilah “advanced maternal

age” pada ibu hamil usia 35 tahun atau lebih, tanpa melihat paritas. Atau Older

woman atau Gravida tua atau Elderly gravid (Cunningham,1995). Sedangkan dalam

Jurnal Naqvi et al. (2004) menyebut older primigravida pada ibu yang hamil pertama

pada usia 35 tahun atau

lebih.

c. Primigravida tua

Older primigravida adalah seorang wanita dimana mengalami kehamilan pertama

pada usia lebih dari 35 tahun. Reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Wanita hamil pada umur muda (< 20
tahun) dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya

optimal. Dari segi psikis belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril,

dan emosional, dan dari segi medis sering mendapat gangguan. Sedangkan pada usia

lebih dari 45 tahun, elastisitas dari otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat

reproduksi pada umumnya mengalami kemunduran, juga wanita pada usia ini besar

kemungkinan akan mengalami kelelahan.

5. Kerangka Konsep

Ibu primigravida Kejadian Rupture


Perineum pada Ibu
Bersalin
Bayi Baru Lahir

Ket : : Variabel Independen

: Variabel Dependen

6. Definisi Opersional dan Kriteria Objektif

Definisi Cara
Nama Variabel Alat Ukur Kriteria Objektif Skala
Operasional Ukur

Variabel Independen

- Ibu PrimigravidaPrimigravida Data Pengumpula Ibu bersalin Skala

adalah keadaan n Data primigravida Ordinal

dimana soerang

wanita

mengalami masa

kehamilan untuk

pertama kalinya

(Mirza, 2008).

- Berat Badan Berat badan lahir Data Pengumpula a. Berat bayi lahir Skala

Lahir adalah berat badan n Data sangat rendah adalah Ordinal

bayi yang bayi dengan berat

ditimbang 24 jam badan 1000 sampai

pertama kelahiran 1500 gram.

b. Berat bayi lahir

rendah adalah bayi

berat badan 1500

sampai 2500 gram.


BBLR tidak hanya

terjadi pada bayi

prematur, tapi juga

pada bayi cukup

bulan yang

mengalami hambatan

pertumbuhan selama

kehamilan.

c. Berat bayi lahir

normal Bayi cukup

atau bayi normal

adalah bayi berat

badan lebih 2500

sampai 4000 gram.

d. Berat bayi lahir lebih

Berat bayi lahir lebih

atau bayi besar

adalah bayi lebih

4000 gram.

Variabel Dependen Rupture perineum Data Pengumpula Klasifikasi derajat Skala

Kejadian Rupture adalah robekan n Data rupture perineum : Nominal

Perineum Pada Ibu perineum yang a. Derajat 1

Bersalin di RSUD terjadi pada saat Pada ruptur perineum

Anugerah Tomohon bayi lahir baik derajat 1 akan

secara spontan mengenai fourchette,

maupun dengan kulit perineum, dan

menggunakan alat membran mukosa

atau tindakan. vagina, tetapi tidak

mengenai fasia dan

otot.

b. Derajat 2

Pada ruptur perineum

derajat 2 mengenai

kulit dan membran


mukosa, fasia dan

otot-otot perineum,

tetapi tidak mengenai

sphincter ani.

c. Derajat 3

- Derajat 3a: <50%

spinchter ani

externa

- Derajat 3b: >50%

spinchter ani

externa

- Derajat 3c:

spincter ani

externa & interna

d. Derajat 4

Pada ruptur perineum

derajat 4, meluas

sampai ke mukosa

rektum sehingga

lumen rektum.

7. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara ibu primigravida dan berat badan lahir dengan kejadian

rupture perineum ibu bersalin di RSUD Anugerah Tomohon.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian menggunakan chi

Squere, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ibu primigravida dan berat

badan lahir dengan kejadian rupture perineum ibu bersalin di RSUD Anugerah Tomohon.

Variabel yang di teliti adalah variabel bebas (independent variable) yaitu ibu

primigravida dan berat badan lahir. Variabel terikat (dependent variable) yaitu kejadian

rupture perineum ibu bersalin.

B. Lokasi dan Waktu Penelitan

1. Lokasi

Penelitian ini akan di laksanakan di RSUD Anugerah Kota Tomohon.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Januari 2021 sampai November 2022.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, populasi yang diteliti adalah ibu primigravida dan

berat badan lahir bayi yang mengalami kejadian rupture perineum RSUD Anugerah Kota

Tomohon.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat inap dengan di RSUD Anugerah

Kota Tomohon.

D. Pengumpulan Data

1. Sumber data

a. Data primer

b. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yaitu: hubungan ibu

primigravida dan berat badan lahir dengan kejadian rupture perineum pada ibu bersalin

di Rumah Sakit Umum Daerah Anugerah Kota Tomohon.

c. Data sekunder
d. Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari Rumah Sakit Umum Daerah

Anugerah Kota Tomohon.

E. Proses Pengumpulan Data

Langkah-langkah dalam pengumpulan data sebagai berikut;

1. Editing (Pemeriksaan data)

Setiap lembar dari rekam medik diperiksa untuk memastikan bahwa setiap data

diperlukan untuk penelitian telah terpenuhi.

2. Coding (Memberi kode)

Pemberian kode pada setiap data yang diperoleh dari rekam medik untuk mempermudah

proses data.

3. Processing

Melakukan pemindahan atau memasukkan data dari rekam medik ke dalam komputer

untuk diproses.

F. Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan adalah data rekam medik


DAFTAR PUSTAKA

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20210914/3738491/kemenkes-

perkuat-upaya-penyelamatan-ibu-dan-bayi/

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/29/jumlah-kematian-ibu-capai-

7-ribu-pada-2021-terbesar-karena-covid-19

Anda mungkin juga menyukai