Makalah Askep Keluarga Kejang Demam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh
karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit,
lebih – lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara
6 bulan hingga 5 Tahun (ME. Sumijati 2000 :72-73) dengan durasi kejang
selama beberapa menit. Namun begitu, walaupun terjadi hanya beberapa
menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan, menakutkan dan terasa
berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang sebenarnya.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya
peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang
demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada
tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan
angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan
insiden kejadian sebesar 37%.
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual.
B. Tujuan penyusunan Askep
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada Klien dengan Masalah kejang Demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi,
2008).
Keluarga adalah dua atau tiga individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
peranannya masing-masing, menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Bailon dan Maglaya,1989 dalam Setiadi, 2008).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social diri tiap anggota keluarga (Duval dan Logan,
1986 dalam Setiadi, 2008).
2. Pengertian Keluarga Resiko Tinggi
Keluarga resiko tinggi dalam kesehatan adalah keluarga dimana
salah satu anggota keluarga mempunyai masalah krisis kesehatan dan
memerlukan penanganan khusus, dimana tidak dapat dipecahkan dengan
sendirinya.
Effendi (2004) mengatakan, dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kesehatan keluarga yang menjadi prioritas utama adalah
keluarga-keluarga yang tergolong risiko tinggi dalam bidang kesehatan,
meliputi :
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan
masalah sebagai berikut :
1) Tingkat sosial ekonomi rendah
2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah sendiri
3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik / keluarga dengan
penyakit keturunan.
b. Keluarga ibu dengan resiko tinggi kehamilan. Waktu hamil :
1) Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun)
2) Menderita kekurangan gizi / anemia
3) Menderita epilepsi
4) Primipara atau multipara
5) Riwayat persalinan dengan komplikasi
c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena :
1) Lahir prematur / BBLR
2) Berat badan sukar naik
3) Lahir dengan cacat bawaan
4) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau
anaknya
d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota
keluarga:
1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan
2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering
timbul cekcok dan ketegangan
3) Ada anggota keluarga yang sering sakit
4) Salah satu orang tua (suami / isteri) meninggal, cerai atau lari
meninggalkan keluarga
Faktor penyebab resiko tinggi (Effendi, 2004):
a. Kemiskinan
Kemiskinan erat sekali hubungannya dengan kesehatan dimana
keluarga dengan penghasilan yang rendah akan mempengaruhi keadaan
sanitasi lingkungan, gizi kurang, dan pendidikan rendah. Keadaan
diatas akan mempengaruhi daya tahan tubuh yang efeknya adalah tubuh
menjadi peka terhadap penyakit.
b. Lingkungan kurang sehat
Lingkungan fisik terdiri atas benda – benda tak hidup yang berada
disekitar manusia, termasuk pada golongan ini adalah udara, sinar
matahari, tanah, air, perumahan ,sampah.
c. Kebodohan ( Pendidikan yang rendah )
d. Kecacatan fisik dan mental
e. Perilaku dan gaya hidup yang merugikan
f. Penyakit menular dan kronis
g. Masalah psikososial misalnya situasi krisis dalam keluarga seperti
perceraian
3. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga
melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Menurut
Friedman (2010) mengatakan ada empat struktur keluarga, yaitu :
a. Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila secara jujur,
terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan
secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik.
Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan
valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi
pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas dan komunikasi
tidak sesuai.

b. Struktur Peran
Merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal.
c. Struktur Kekuatan
Adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, mempengaruhi,
atau mengubah perilaku orang lain.
d. Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah system ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial, lingkungan keluarga,
dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
4. Fungsi Keluarga
Dalam satu keluarga ada beberapa fungsi dan tugas keluarga yang dapat
dijalankan. Friedman (2010) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga,
diantaranya adalah :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga. fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi afektif merupakan sumber
energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Adapun komponen
yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif antara lain : (1)
memelihara saling asuh, (2) keseimbangan saling menghargai, (3)
pertalian dan identifikasi, (4) keterpisahan dan kepaduan.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
dimana individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai
respons terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Pada
setiap tahap perkembangan keluarga dan individu (anggota keluarga)
dicapai melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam
sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga
individu mampu berperan di masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga
berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol.
d. Fungsi Ekonomi Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti :
makanan, pakaian, dan perumahan, maka keluarga memerlukan
sumber keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi oleh keluarga yang berada
di bawah garis kemiskinan. Perawat bertanggung jawab untuk sumber-
sumber di masyarakat yang dapat digunakan oleh keluarga dalam
meningkatkan status kesehatan.

e. Fungsi Perawatan Keluarga / Pemeliharaan Kesehatan


Guna menempatkan dalam sebuah perspektif, fungsi ini merupakan
salah satu fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-
kebutuhan fisik, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
perawatan kesehatan.
5. Tugas Keluarga Dibidang Kesehatan
Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebagai
berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-
perubahan yang dialami anggota keluarga, perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung mejadi perhatian
orang tua / keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa
yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan tepat
Tugas ini merupakan upaya yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan
oleh keluarga diharapkan tepat agar ma

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit


Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar
tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Jika demikian, anggota
keluarga perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan
dipelayanan kesehatan atau dirumah apabila telah memiliki
kemampuan untuk melakukan tindakan pertolongan pertama.
d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, bersosialisasi bagi
anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu
lebih banyak dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu,
kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang kertenangan,
keindahan, ketentraman, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi
anggota keluarga.
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya.
6. Tipe Keluarga (Friedman, 2010)
Tipe keluarga dibagi kedalam beberapa tipe yaitu :
a. Nuclear family
(keluarga inti) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.
b. Extended family
Yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih ada
hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).
c. Dyadic family
Yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau
kehilangan pasangannya.
d. Single parent family
Yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak
akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
e. The unmarried teenage mother
Yaitu keluarga yang terdiri dari ibu dengan anak tanpa perkawinan.
f. The single adult living alone
Yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa laki-laki atau perempuan
yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah.
g. The non-marital heterosuxual cohabiting family
Yaitu keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya.
h. Gay and lesbian family
Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin
sama.
7. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap Perkembagan Keluarga dan Tugas Perkembangan Keluarga
menurut Duvall (1997, dalam Friedman, 2010), yaitu :

Tabel 2.1
Tahap Perkembangan Keluarga
No Tahap perkembangan Tugas perkembangan
1. Keluarga baru menikah a. Membina hubungan intim yang
memuaskan
b. Membina hubungan dengan
keluarga lain, teman, dan kelompok
sosial.
c. Mendiskusikan rencana memiliki
anak
2. Keluarga dengan anak a. Mempersiapkan menjadi orang tua
baru lahir
adaptasi dengan perubahan adanya
anggota baru, hubungan sexual.
b. Mempertahankan hubungan dalam
rangka memuaskan pasangan.
3. Keluarga dengan anak a. Memenuhi kebutuhan anggota
usia pra-sekolah keluarga
b. Membantu untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru
lahir,
d. Sementara kebutuhan anak lain
juga
harus terpenuhi.
e. Mempertahankan hubungan yang
sehat,baik dalam atau luar keluarga
f. Pembagian waktu untuk individu,
pasangan dan anak.
g. Pembagian tangung jawab anggota
keluarga.
h. Merencanakan kegiatan dan waktu
untuk menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan anak.
4. Keluarga dengan anak a. Membantu sosialisasi anak
usia sekolah terhadap lingkungan luar rumah,
sekolah dan
lingkungan lebih luas.
b. Mempertahankan keintiman
pasangan.
c. Memenuhi kebutuhan yang
meningkat, termasuk biaya
kehidupan dan kesehatan anggota
keluarga
5 Keluarga dengan anak a. Memberikan kebebasan yang
remaja seimbang dan bertanggung jawab
mengingat remaja adalah seorang
dewasa muda dan mulai memiliki
otonomi.
b. Mempertahankan hubungan intim
dalam keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi
terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan.
d. Mempersiapkan perubahan sistem
peran dan peraturan untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh
kembang anggota keluarga.
6. Keluarga mulai a. Memperluas jaringan keluarga dari
melepas anak sebagai keluarga inti menjadi keluarga
dewasa besar
b. Mempertahankan keintiman
pasangan
c. Membantu anak untuk mandiri
sebagai keluarga baru
dimasyarakat.
d. Penataan kembali peran orang tua
dan kegiatan dirumah
7. Keluarga usia a. Mempertahankan kesehatan
pertengahan individu dan pasangan usia
pertengahan
b. Mempertahankan hubungan yang
serasi dan memuaskan dengan anak
– anaknya yang sebaya
c. Meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga usia tua a. Memperthankan suasana kehidupan
rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangannya.
b. Adaptasi dengan perubahan yang
akan terjadi
c. Mempertahankan keakraban
pasangan dan saling merawat
d. Melakukan life review masa lalu
Suprajitno, 2008.

B. Konsep Dasar Kejang Demam


1. Pengertian
a. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (rectal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 2007).
b. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Mansjoer, 2007).
c. Kejang demam adalah gangguan sementara yang terjadi pada anak-anak
yang ditandai dengan demam (Wong, 2007).
d. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s, 2006).
2. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2007), etiologi dari kejang demam adalah:
a. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu
timbul pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui
atau enselofati toksik sepintas.
3. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
4. Manifestasi Klinik
a. Kejang parsial ( fokal, lokal )
1) Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini :
a) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

b. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


1) Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung


kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada dan
konsentrasi penuh
2) Kejang mioklonik
a) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal


4) Kejang atonik
a) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan
5. Penatalaksanaan Medis
a. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan
penunjang
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen,
bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
4) Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

c. Pengobatan rumat
1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan
sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira
sampai anak umur 4 tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
a) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
b) Kejang demam yang mempunyai ciri :
(1) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali
(2) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau
diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
(3) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
(4) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
(5) Mencari dan mengobati penyebab

Anda mungkin juga menyukai