Referat THT Fix - Putri Caroline 712020042

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh:

Putri Caroline, S.Ked


71 2020 042

Pembimbing:
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN KEPALA-LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:
OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Oleh:
Putri Caroline, S.Ked

Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2022 sebagai salah satu syarat dalam me
ngikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Telinga
Hidung dan Tenggorokan Kepala-Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Palemba
ng BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Agustus 2022


Dosen Pembimbing

dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan k
arunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Otitis
Media Akut” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Seni
or (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Kepala-
Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, Fakultas Kedokteran Uni
versitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sa
mpai akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :
1. dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggoroka
n Kepala-Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa yan
g tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak kesal
ahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat memb
angun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
1.3.1. Manfaat Teoritis.................................................................................3
1.3.2. Manfaat Praktisi.................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga..............................................................4

2. 2 Definisi Otitis Media Akut....................................................................7

2.3 Epidemiologi Otitis Media Akut............................................................7

2. 4 Etiologi dan Faktor Resiko Otitis Media Akut.......................................8

2.5 Patofisiologi Otitis Media Akut...........................................................10

2.6 Klasifikasi Otitis Media Akut..............................................................11

2.7 Diagnosis Otitis Media Akut................................................................14

2.8 Diagnosis Banding Otitis Media Akut.................................................16

2.9 Penatalaksanaan Otitis Media Akut.....................................................17

2.10 Komplikasi Otitis Media Akut...........................................................19

2.11 Prognosis............................................................................................20

BAB III. PENUTUP.............................................................................................21


3.1. Kesimpulan..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media merupakan sekelompok penyakit infeksi dan kondisi inflamasi
yang terjadi di bagian telinga tengah, dengan disertai berbagai gejala, komplikasi dan
penatalaksaan yang berbeda pada tiap presentasi penyakitnya. Telinga tengah adalah k
avitas yang terdiri dari tulang pendengaran (malleus, incus, stapes), dengan tuba eusta
chius yang berada pada bagian depan, bagian bawah adalah vena jugularis, bagian bel
akang adalah aditus ad antrum, kanalis fasialis, bagian luar adalah membran timpani
dan bagian atas adalah meningen/otak.1,2
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga bagian tengah y
ang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang dari 3 minggu disertai dengan
gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan. OMA
memiliki lima stadium, yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium
supuratif, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Penurunan pendengaran adalah salah
satu gejala klinis dari OMA. 3,8
Otitis Media Akut (OMA) disebabkan oleh bakteri dan
virus yang paling sering ditemukan pada penderita OMA yaitu bakteri Streptococcus p
neumaniae, diikuti oleh virus Haemophilus influenza. Apabila penderita OMA kurang
mendapatkan penanganan yang adekuat maka akan mengalami komplikasi lanjutan yait
u Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) yaitu peradangan pada mukosa telinga tenga
h yang disertai keluarnya cairan melalui perforasi membran timpani selama lebih dari 2
bulan.3
Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit infeksi telinga bagian tengah
yang sering dijumpai terutama pada anak-anak. Anak-anak lebih rentan terhadap OMA
dikarenakan anatomi dan sistem kekebalan anak berbeda dengan orang dewasa, anak-
anak yang terkena terutama pada usia 2 tahun. Dua pertiga dari semua anak mengalami
episode otitis media akut pada 3 tahun pertama kehidupan. Infeksi Saluran Pernapasan
Atas (ISPA) merupakan salah satu faktor risiko paling sering menyebabkan Otitis Medi
a Akut (OMA) pada anak. Hal ini karena proses inflamasi yang terjadi pada ISPA men
yebabkan kerusakahan mukosilia, sel-sel goblet, dan kelenjar mukus pada epitel nasofa

1
ring dan telinga tengah. Anak usia dibawah 5 tahun biasanya akan mengalami infeksi s
aluran pernapasan atas sebanyak dua sampai tujuh episode per tahunnya. Anak yang se
ring mengalami episode ISPA memiliki kemungkinan yang besar mengalami episode O
MA.4,5
Walaupun OMA paling sering terjadi pada usia enam bulan sampai tiga tahun
tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa. Patofisiologi terjadinya otitis media terdiri
dari berbagai faktor, yaitu: faktor individu, faktor anatomi/fisiologi, dan faktor
lingkungan. Komplikasi dapat terjadi akibat OMA yang tidak diobati, pengobatan yang
tidak adekuat, dan adanya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.6
Beberapa negara maju menjelaskan bahwa otitis media akut merupakan infeksi
yang umum pada usia dini dan merupakan alasan umum untuk berobat. Prevalensi otiti
s media akut di setiap negara berbeda-beda, namun biasanya berada pada kisaran 2,3 %
– 20 %. Salah satu laporan Active Bacterial Core Surveilance (ABCs) dari Center for
Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan kasus OMA terjadi sebanyak ena
m juta kasus per tahun. Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di Afrika Barat dan T
engah (43,37%), Amerika Selatan (4,25%), Eropa Timur (3,96%), Asia Timur (3,93%),
Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa Tengah (3,64%). Di Inggris, sebanyak 30% anak – ana
k mengunjungi dokter anak setiap tahunnya karena OMA.7
Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi gang
guan telinga tertinggi (4,6%).Di Indonesia sendiri belum ada data baku tentang prevale
nsi otitis media akut. Berdasarkan survei kesehatan indra pendengaran tahun 1993-199
6 pada 7 provinsi di Indonesia didapatkan prevalensi penyakit telinga tengah populasi s
egala umur di Indonesia sebesar 3,9%.7
Oleh karena itu, penting bagi dokter dan keluarga khususnya orang tua untuk
dapat mendeteksi secara dini gejala OMA dan melakukan pengobatan untuk mencega
h komplikasi lebih lanjut.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami mengenai Otitis Media Akut.
2. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat me

2
ngenai Otitis Media Akut selama menjalani kepaniteraan klinik dan seterusnya.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1. Manfaat Teoritis
1. Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan sebag
ai tambahan referensi dalam bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Te
nggorokan Kepala-Leher terutama mengenai Otitis Media Akut.
2. Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penilaian karya
ilmiah selanjutnya.
1.3.2. Manfaat Praktisi
Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari refer
at ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan diterapkan dikemudian har
i dalam praktik klinik.

3
BAB II TINJA
UAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga

Gambar 1. Telinga

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelahlat


eral dan kapsul otik di sebelah medial telinga tengah. Membrana timpani terletak pad
a akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga. Membran ini be
rukuran sekitar 1 cm dengan selaput tipis yang normalnya berwarna kelabu mutiara d
an translusen. Telinga tengah adalah rongga berisi udara yang merupakan rumah bagi
osikuli (tulang telinga tengah), dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring dan
berhubungan dengan beberapa sel berisiudara di bagian mastoid tulang temporal.

4
5

Gambar 2. Membran Timpani

Gambar 3. Struktur Membran Timpani.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malle


us, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, ot
ot, dan ligamen yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil
(jendela oval dan dinding medial telinga tengah) yang memisahkan telin
ga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jen
dela oval, di mana suara dihantarkan telinga tengah. Jendela bulat mem
berikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membran san
gat tipis dan dataran kaki stapes ditahan oleh struktur tipis atau struktur
berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah me
ngalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami ke
bocoran ke telinga tengah dan kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
6

Tuba eustachii memiliki lebar sekitar 1 mm dan panjangnya sekitar 35 m


m, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tert
utup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakuka
n manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tenga
h dengan tekanan atmosfer.

Gambar 4. Osikuli & Tuba Eustachii

FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi ol
eh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara a
tau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dit
eruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang a
kan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran d
an perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga cairan perilimfe pada skala ves
tibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang m
endorong cairan endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif an
tara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan ran
gsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermua
tan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
7

sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yan


g akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutka
n ke nukleus auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

2.2 Definisi Otitis Media Akut


Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga
bagian tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang
dari 3 minggu disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri, penden
garan berkurang, dan keluarnya cairan. Otitis Media Akut disebabkan ole
h bakteri dan virus yang paling sering ditemukan pada penderita OMA y
aitu bakteri Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh virus Haemophilus i
nfluenza.8,1
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan pada mukosa telin
ga tengah yang bisa terjadi pada semua usia dan terutama pada anak.
Otitis media akut (OMA) didefinisikan sebagai infeksi telinga tengah
dan merupakan diagnosis pediatrik kedua yang paling umum di unit
gawat darurat setelah infeksi saluran pernapasan atas. Meskipun otitis
media akut dapat terjadi pada semua usia, paling sering terlihat antara
usia 6 hingga 24 bulan.9

2.3 Epidemiologi Otitis Media Akut4


Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih se
ring terjadi pada pria daripada wanita. Jumlah spesifik kasus per tahun sul
it ditentukan karena kurangnya pelaporan dan insiden yang berbeda di ba
nyak wilayah geografis yang berbeda. Insiden puncak otitis media terjadi
antara enam dan dua belas bulan kehidupan dan menurun setelah usia lim
a tahun. Sekitar 80% dari semua anak akan mengalami kasus otitis media
selama hidup mereka, dan antara 80% dan 90% dari semua anak akan me
ngalami otitis media dengan efusi sebelum usia sekolah. Otitis media kur
ang umum pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, meskipun l
8

ebih sering terjadi pada sub-populasi tertentu seperti mereka dengan riwa
yat masa kanak-kanak OM berulang, langit-langit mulut sumbing, imuno
defisiensi atau status immunocompromised, dan lain-lain.10
Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di Afrika Barat dan Te
ngah (43,37%), Amerika Selatan (4,25%), Eropa Timur (3,96%), Asia Ti
mur (3,93%), Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa Tengah (3,64%). Di Inggr
is, sebanyak 30% anak – anak mengunjungi dokter anak setiap tahunnya
karena OMA. Di Amerika Serikat, sekitar 20 juta anak – anak menderita
OMA setiap tahunnya. Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat n
egara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara l
ainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).11
Di Indonesia sendiri belum ada data baku tentang prevalensi otiti
s media akut. Berdasarkan survei kesehatan indra pendengaran tahun 199
3-1996 pada 7 provinsi di Indonesia didapatkan prevalensi penyakit telin
ga tengah populasi segala umur di Indonesia sebesar 3,9%. 4 Penelitian O
MA di Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2013 di dapatkan penderi
ta OMA terbanyak pada kelompok toddles (40,4%), anak laki- laki (52
%), anak-anak dengan pekerjaan orang tua ibu rumah tangga (48,1%). Di
dapatkan bahwa dari 52 kasus OMA di Rumah Sakit Immanuel Bandung
tahun 2013 didapatkan 43 kasus dengan faktor risiko ISPA yaitu sebanya
k 82,7%.12
Penelitian OMA juga dilakukan di Poli THT- KL RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2015 di dapatkkan 192 pasien OMA dengan kejadi
an tertinggi, pada musim hujan (65,6%), usia 6-12 tahun (30,7%), laki-la
ki (56,3%), keluhan otalgia (57,3%), stadium hiperemis (unilateral) (46,7
%) dan hiperemis-hiperemis (bilateral, sinistra- dextra) (36,8%), serta ri
wayat infeksi saluran nafas atas (85,9%).13

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Otitis Media Akut


Otitis media merupakan penyakit multifaktorial. Faktor infeksi, a
lergi, dan lingkungan berkontribusi terhadap otitis media. Telinga tengah
9

biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Sec


ara fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dal
am telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim, dan antibodi
Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh tergang
gu. Faktor penyebab utama dari otitis media adalah sumbatan tuba eustac
hius1 . Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, se
hingga invasi kuman ke dalam telinga tengah lebih mudah. Selain itu, pe
ncetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas (ISPA). Pada a
nak, semakin sering terkena infeksi saluran napas atas, kemungkinan terj
adinya OMA semakin besar. Anak lebih mudah terserang OMA dibandin
gkan orang dewasa karena beberapa hal, yaitu bentuk tuba eustachius pa
da bayi atau anak lebih pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal, siste
m kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, adenoid pada anak
relatif lebih besar, posisi dekat muara tuba sehingga mengganggu terbuk
anya tuba. Infeksi adenoid juga dapat menyebar ke telinga tengah melalu
i tuba eustachius.14,15
Otitis media akut (OMA) didefinisikan sebagai infeksi telinga
tengah dan merupakan diagnosis pediatrik kedua yang paling umum di
unit gawat darurat setelah infeksi saluran pernapasan atas. Meskipun
otitis media akut dapat terjadi pada semua usia, paling sering terlihat
antara usia 6 hingga 24 bulan. Anak-anak lebih rentan terhadap OMA
dikarenakan anatomi dan sistem kekebalan anak berbeda dengan orang
dewasa, anak-anak yang terkena terutama pada usia 2 tahun. Dua pertiga
dari semua anak mengalami episode otitis media akut pada 3 tahun perta
ma kehidupan.10
Mikroorganisme penyebab utama OMA adalah bakteri piogenik,
seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus influenzae (16-52%), St
aphylococcus aureus (2%), Streptococcus pneumoniae (27-52%), Morax
ella catarrhalis (2-15%). Haemophilus influenzae adalah bakteri patogen
yang sering ditemukan pada anak-anak di bawah usia 5 tahun1,8. Selain
itu, kadang-kadang ditemukaan juga Escherichia colli, Streptococcus anh
10

emoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa. 10

Faktor risiko otitis media akut diantaranya : 10


1. Penurunan kekebalan karena human immunodeficiency virus (HIV),
diabetes, dan defisiensi imun lainnya
2. Predisposisi genetik
3. Musin yang termasuk kelainan ekspresi gen ini, terutama upregulasi
MUC5B
4. Kelainan anatomi palatum dan tensor veli palatini
5. Disfungsi silia
6. Implan koklea
7. Kekurangan vitamin A
8. Bakteri patogen, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza
dan Moraxella (Branhamella) catarrhalis bertanggung jawab atas le
bih dari 95%
9. Patogen virus seperti virus pernapasan syncytial, virus influenza, vir
us parainfluenza, rhinovirus, dan adenovirus
10. Alergi
11. Kurang menyusui
12. Paparan asap pasif
13. Kehadiran penitipan anak
14. Status sosial ekonomi rendah
15. Riwayat keluarga dengan OMA berulang pada orang tua atau saudar
a kandung

2.5 Patofisiologi Otitis Media Akut


Otitis media dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi viru
s saluran pernapasan atas yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring,
mukosa telinga tengah, dan saluran Eustachius. Karena ruang anatomi tel
inga tengah yang menyempit, edema yang disebabkan oleh proses inflam
asi menyumbat bagian tersempit dari tuba Eustachius yang menyebabkan
11

penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan kaskade kejadian yang menga


kibatkan peningkatan tekanan negatif di telinga tengah, peningkatan eks
udat dari mukosa yang meradang, dan penumpukan sekresi mukosa, yan
g memungkinkan kolonisasi organisme bakteri dan virus di telinga tenga
h. Pertumbuhan mikroba ini di telinga tengah kemudian menyebabkan na
nah dan akhirnya purulen di ruang telinga tengah. Hal ini ditunjukkan se
cara klinis oleh membran timpani yang menonjol atau eritematosa dan ca
iran telinga tengah purulen. Ini harus dibedakan dari otitis media serosa
kronis (OMSK), yang muncul dengan cairan kental berwarna kuning di r
uang telinga tengah dan membran timpani yang retraksi pada pemeriksaa
n otoskopi. Keduanya akan menghasilkan penurunan mobilitas TM pada
timpanometri atau otoskopi pneumatik.10

Gambar 5. Patofisiologi OMA

2.6 Stadium Otitis Media Akut


Pada dasarnya otitis media Akut memiliki lima stadium, yaitu
stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supuratif, stadium
12

perforasi, dan stadium resolusi.10


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat
dibagi atas 5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran memb
ran timpani yang diamati melalui liang telinga luar. Stadium OMA ant
ara lain :1
1. Stadium oklusi tuba eustachius
Tanda adanya oklusi tuba adalah gambaran retraksi membran timpa
ni akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat
absorpsi udara. Kadang- kadang membran timpani tampak normal
(tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin tela
h terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak kemeraha
n/hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masi
h bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurn
ya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di
cavum timpani. Menyebabkan membran timpani menonjol (bulgin
g) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang,
maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta tim
bul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan s
ubmukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini
akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpni (miringotomi)
13

pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan


ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Adanya keterlambatan pemberian antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi rupur di membran timpani dan nana
h keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tad
inya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun, dan anak
dapat tertidur nyenyak
5. Stadium resolusi
Bila sekret membran timpani tetap utuh, maka keadaan sekret perl
ahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh b
aik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walau
pun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforas
i menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang tim
bul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otisis media seros
a bila ecret menetap di cavum timpani tanpa terjadi perforasi.

Gambar 6. Stadium OMA1

Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit serta umur p
asien. Pada anak yang sudah bicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di d
alam liang telinga, dapat disertai suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terda
pat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar, atau pa
da orang dewasa, rasa nyeri dirasakan pada telinga dan dapat terjadi gan
gguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar
14

Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA ialah suhu tubuh yang tingg
i hingga 39,5 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tib
a-tiba anak menjerit waktu tidur, keluar cairan dari telinga, diare, kejang-
kejang, sulit makan, rewel, dan kadang-kadang anak memegang/menarik
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret aka
n mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang. T
anda klinis yang dapat ditemukan, seperti kemerahan dan gerakan terbata
s pada membran timpani, membran timpani menonjol, nyeri tekan teling
a, cairan keluar dari telinga, efusi/pengumpulan cairan di telinga tengah. 1,
14

2.7 Diagnosis Otitis Media Akut


Penegakan diagnosis OMA dilakukan dengan anamnesis, pemeriks
aan fisik, dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis
Pasien biasanya mengeluhkan gejala rasa penuh dan nyeri di telinga. Kel
uhan seringkali diawali dengan batuk dan pilek pada anak atau adanya o
bstruksi/sumbatan pada tuba eustachius. Pada stadium supurasi, pasien ta
mpak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga b
ertambah hebat, sedangkan setelah terjadinya perforasi membran timpani,
anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan anak d
apat tertidur nyenyak.14

 Pemeriksaan fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik dapat sesuai dengan stadium
OMA:1
 Stadium oklusi: retraksi membran timpani. Kadang-kadang membra
n timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh
pucat.
 Stadium hiperemis: pembuluh darah yang melebar di membran tim
15

pani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema.


 Stadium supuratif: Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah d
an hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang
purulen di cavum timpani menyebabkan membran timpani menonjo
l (bulging) ke arah liang telinga luar. Nekrosis pada membran timpa
ni terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekunin
gan, dan tempat ini mudah terjadi rupture.
 Stadium perforasi: ruptur membran timpani dan nanah keluar meng
alir dari telinga tengah ke telinga luar.
 Stadium resolusi: Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan
membran perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi p
erforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. OMA be
rubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang ke
luar terus menerus atau hilang timbul.

 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis otitis media harus selalu dimulai dengan pemeriksa
an fisik dan penggunaan otoskop, idealnya otoskop pneumatic.16,17
 Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium jarang diperlukan. Pemeriksaan sepsis leng
kap pada bayi kurang dari 12 minggu dengan demam dan tidak a
da sumber yang jelas selain otitis media akut yang terkait mungki
n diperlukan. Studi laboratorium mungkin diperlukan untuk men
gkonfirmasi atau mengecualikan kemungkinan penyakit sistemik
atau kongenital terkait.
 Pencitraan
Pencitraan tidak diindikasikan kecuali komplikasi intra-temporal
atau intrakranial menjadi perhatian. Ketika komplikasi otitis medi
a dicurigai, computed tomography dari tulang temporal dapat me
ngidentifikasi mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus sig
moid, meningitis, abses otak, abses subdural, penyakit tulang pen
16

dengaran, dan kolesteatoma. Pencitraan resonansi magnetik dapat


mengidentifikasi kumpulan cairan, terutama pada kumpulan telin
ga tengah.
 Timpanosentesis
Timpanosentesis dapat digunakan untuk menentukan adanya cair
an telinga tengah, diikuti dengan kultur untuk mengidentifikasi p
atogen. Tympanocentesis dapat meningkatkan akurasi diagnostik
dan memandu keputusan pengobatan tetapi dicadangkan untuk ka
sus ekstrim atau refrakter.
 Tes lainnya
Timpanometri dan reflektometri akustik juga dapat digunakan unt
uk mengevaluasi efusi telinga tengah.

2.8 Diagnosis banding Otitis Media Akut


Kondisi berikut berada di bawah diagnosis banding otitis media 18,
19,20

1. Kolesteatoma
2. Demam pada bayi dan balita
3. Demam tanpa fokus
4. Gangguan pendengaran
5. Polip hidung anak
6. Kanker nasofaring
7. Otitis eksterna
8. Virus parainfluenza manusia (HPIV) dan virus parainfluenza lainn
ya
9. Perokok pasif dan penyakit paru-paru
10. Rinitis alergi anak
11. Meningitis bakterialis pada anak
12. Refluks gastroesofageal anak
13. Infeksi Haemophilus influenzae pada anak
14. Infeksi HIV pada anak
17

15. Mastoiditis pediatrik


16. Infeksi pneumokokus pediatrik
17. Diskinesia silia primer
18. Infeksi virus syncytial pernapasan
19. Infeksi Rhinovirus (RV) (flu biasa)
2.9 Tatalaksana Otitis Media Akut
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya:1,14
1. Stadium oklusi tuba: pengobatan bertujuan untuk membuka kemba
li tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Terapinya diberikan obat tetes hidung, seperti HCl efedrin 0,5% dal
am larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam l
arutan fisiologik (>12 tahun). Sumber infeksi dapat diobati dengan p
emberian antibiotik apabila penyebab penyakit adalah bakteri, bukan
karena virus atau alergi.
2. Stadium presupurasi: pemberian antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgetik. Antibiotik yang dianjurkan adalah golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapa
tkan konsentrasi yang adekuat dalam darah, sehingga tidak terjadi m
astoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, da
n kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 h
ari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 500-100 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dala
m 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.
3. Stadium supurasi: selain terapi antibiotik, idealnya harus disertai m
iringotomi, jika membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. An
algetik juga perlu diberikan untuk mengurangi nyeri.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpan
i, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Lokasi miringotomi adalah kuadran posterior-inferior.
18

4. Stadium perforasi: sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang


terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang di
berikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta anti
biotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dap
at menutup kembali dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi: membran timpani berangsur normal kembali, sek
ret tidak ada lagi, dan perforasi membran timpani menutup. Bila tida
k terjadi resolusi, biasanya akan tampak sekret mengalir di liang teli
nga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat di
sebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada k
eadaan demikian, antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bil
a 3 minggu setelah pengobatan sekret tetap banyak, kemungkinan tel
ah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluar sekret dari
telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap kel
uar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif kronik.

Penatalaksanan komplikasi OMA yaitu pemberian antibiotik s


pektrum luas (broad spektrum), seperti ampisilin, metronidazol deng
an sefalosporin generasi ketiga, atau pembedahan seperti mastoidekt
omi.
Untuk pasien yang gejalanya tidak membaik setelah pengobata
n dengan amoksisilin dosis tinggi, amoksisilin-klavulanat dosis ting
gi (komponen amoksisilin 90 mg/kg per hari, dengan klavulanat 6,4
mg/kg per hari dalam 2 dosis terbagi) harus diberikan. Pada anak-an
ak yang muntah atau jika ada situasi di mana antibiotik oral tidak da
pat diberikan, ceftriaxone (50 mg/kg per hari) selama tiga hari bertur
ut-turut, baik secara intravena atau intramuskular, merupakan piliha
n alternatif. Steroid sistemik dan antihistamin belum terbukti memili
ki manfaat yang signifikan.10
19

Pasien yang telah mengalami empat atau lebih episode OMA d


alam dua belas bulan terakhir harus dipertimbangkan sebagai kandid
at untuk miringotomi dengan penempatan tabung (grommet), menur
ut pedoman American Academy of Pediatrics. Infeksi berulang yang
membutuhkan antibiotik merupakan bukti klinis disfungsi tuba Eust
achius, dan penempatan tuba timpanostomi memungkinkan ventilasi
ruang telinga tengah dan pemeliharaan pendengaran normal. Selanju
tnya, jika pasien mengalami otitis media saat selang yang berfungsi t
erpasang, mereka dapat diobati dengan obat tetes antibiotik ototopic
al daripada antibiotik sistemik.10

2.10 Komplikasi Otitis Media Akut10


Karena susunan struktur yang kompleks di dalam dan di sekitar t
elinga tengah, komplikasi yang telah berkembang menjadi sulit untuk di
obati. Komplikasi dapat dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan int
rakranial.
Komplikasi komplikasi intratemporal;
 Gangguan pendengaran (konduktif dan sensorineural)
 Perforasi TM (akut dan kronis)
 Otitis media supuratif kronis (dengan atau tanpa kolesteatoma)
 Kolesteatoma
 Timpanosklerosis
 mastoiditis
 Petrositis
 Labirinitis
 Kelumpuhan wajah
 Granuloma kolesterol
 Dermatitis eksematoid menular

Komplikasi intrakranial :
20

 Meningitis
 Empiema subdural
 Abses otak
 Abses ekstradural
 Trombosis sinus lateral
 Hidrosefalus otitis

2.11 Prognosis Otitis Media Akut


Prognosis untuk sebagian besar pasien dengan otitis media san
gat baik. Kematian akibat OMA adalah kejadian langka di zaman mo
dern. Karena akses yang lebih baik ke perawatan kesehatan di negara
maju, diagnosis dan pengobatan dini telah menghasilkan prognosis ya
ng lebih baik dari penyakit ini. Terapi antibiotik yang efektif adalah p
engobatan utama. Beberapa faktor prognostik mempengaruhi perjalan
an penyakit. Anak-anak yang mengalami kurang dari tiga episode OM
A tiga kali lebih mungkin untuk mengatasi gejalanya dengan antibioti
k tunggal dibandingkan dengan anak-anak yang mengembangkan kon
disi ini di musim selain musim dingin.10,15
Anak-anak yang mengalami komplikasi bisa sulit diobati dan
cenderung memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Komplikasi intr
atemporal dan intrakranial, meskipun sangat jarang, memiliki angka k
ematian yang signifikan. Anak-anak dengan riwayat otitis media preli
ngual berisiko mengalami gangguan pendengaran konduktif ringan hi
ngga sedang. Anak-anak dengan otitis media dalam 24 bulan pertama
kehidupan sering mengalami kesulitan memahami konsonan yang mel
engking atau berfrekuensi tinggi, seperti desisan.10
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga bagian
tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang dari 3 mingg
u disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran berkurang, d
an keluarnya cairan. OMA paling banyak terjadi pada anak-anak, dua pertiga d
ari semua anak mengalami OMA pada 3 tahun pertama kehidupan.
Otitis media Akut memiliki lima stadium, yaitu stadium oklusi,
stadium hiperemis, stadium supuratif, stadium perforasi, dan stadium resolusi.
Penegakan diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana pada OMA tergantung dari
penyebab yang mendasari penyakitnya dan tergantung pada stadium yang
sedang diderita, pengobatan berupa medikamentosa dan non medikamentosa.

21
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kese
hatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 2018. Edisi ke 7. Jaka
rta: Balai Penerbit FKUI.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. 2006. Sing
apore. Elsevier Inc.

3. Arief, T., Triswanti, N., Wibawa, F. S., & Rulianta Adha, G. A. Karakteristik
Pasien Otitis Media Akut. 2021. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
10(1), 7–11. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.492. Diakses pada 19
Agustus 2022.

4. Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., Wulan, S., Sutanegara, D., & Denpasar,
S. KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2014 terutama pada anak-anak . Anak-anak lebih rentan terhadap
OMA dikarenakan anatomi dan sistem. 2015. Acute Otitis Media is a disease
that affec. 8(1), 51–55. hhtps://ojs.unud.ac.id/index.php.eum

5. Purba, L. A., Imanto, M., & Angraini, D. I. Hubungan Otitis Media Akut
Dengan Riwayat Infeksi Saluran Pernapasan Atas Pada Anak. 2021. Medula,
10(4), 670–676.

6. Nazarudin, N. Otitis Media Akut Dengan Komplikas mastoiditis akut dan


labirintitis akut pada dewasa. 2020. Laporan Kasus, 4(1), 23–34.

7. Yuniarti, D., Triola, S., & Fitriyasti, B. Prevalensi Otitis Media Akut di RS
Islam Siti Rahmah Padang Tahun 2017. Health & Medical Journal, 1(1), 59–
63. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.220

8. Arief, dkk. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut. 2021. JIKSH. Vol 10
No.1. doi:%20https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.492
23

9. Mangunkusumo E. Buku Teks Komprehensif ILMU THT - KL (Telinga,


Hidung, Tenggorok, Kepala- Leher). In: Balfas A. Helmi HB, ed. Buku Teks
Komperhensif Ilmu THT. EGC; 2019:Hal: 37-52, 64, 82-84,

10. Danishyar A, Ashurst JV. Acute Otitis Media. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

11. Samuel S, Kardinan B, Soeng S. Karakteristik Pasien Rawat Inap Otitis Medi
a Akut di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2013.
2014. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
12. Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran. 2006. Departeme
n Kesehatan RI Ditjen pembinaan kesehatan masyarakat Direktorat bina upay
a kesehatan puskesmas.
13. Aini PD. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut Pada Anak di Poliklinik TH
T-KL RSUP Dr. M.Djamil Padang Periode 2010-2014. 2015. Padang: Fakult
as Kedokteran Universitas Andalas.

14. Ghanie, A. Penatalaksanaan Otitis Media Akut pada Anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Teggorokan, Kepala dan Leher. Fakultas
Kedokeran Universitas Sriwijaya. 2010.

15. Aljohani, Z., et al. Otitis Media Causes and Management. International
Journal of Community and Medicine and Public Health. 2018, 5(9): pp. 1-6

16. Chiappini E, Ciarcià M, Bortone B, Doria M, Becherucci P, Marseglia GL,


Motisi MA, de Martino M, Galli L, Licari A, De Masi S, Lubrano R,
Bettinelli M, Vicini C, Felisati G, Villani A, Marchisio P., Italian Panel for
the Management of Acute Otitis Media in Children. Updated Guidelines for
the Management of Acute Otitis Media in Children by the Italian Society of
Pediatrics: Diagnosis. Pediatr Infect Dis J. 2019 Dec;38(12S Suppl):S3-
S9. [PubMed]
24

17. Homme JH. Acute Otitis Media and Group A Streptococcal Pharyngitis: A
Review for the General Pediatric Practitioner. Pediatr Ann. 2019 Sep
01;48(9):e343-e348. [PubMed]

18. Abdelaziz AA, Sadek AA, Talaat M. Differential Diagnosis of Post Auricular
Swelling with Mastoid Bone Involvement. Indian J Otolaryngol Head Neck S
urg. 2019 Nov;71(Suppl 2):1374-1376. [PMC free article] [PubMed]
19. Suri NA, Meehan CW, Melwani A. A Healthy Toddler With Fever and Let
hargy. Pediatrics. 2019 May;143(5) [PubMed]
20. Dorner RA, Ryan E, Carter JM, Fajardo M, Marsden L, Fricchione M, Higg
ins A. Gradenigo Syndrome and Cavitary Lung Lesions in a 5-Year-Old Wi
th Recurrent Otitis Media. J Pediatric Infect Dis Soc. 2017 Sep 01;6(3):305-
308. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai