Referat Oma

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

Referat

OTITIS MEDIA AKUT

OLEH :
Hersaina Ashriannisa Sembiring, S. Ked
712018056

PEMBIMBING :
dr. Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER
RSUD PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

OTITIS MEDIA AKUT


Oleh:

Hersaina Ashriannisa Sembiring, S. Ked


712018056

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher RSUD Palembang BARI
Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang
2020

Palembang, Juni 2020


Pembimbing

dr.Meilina Wardhani, Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis memanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“OTITIS MEDIA AKUT”, sebagai salah satu tugas di bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tengorokan Kepala dan Leher Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.

Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW


beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa Referat ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian Referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :

1. dr.Meilina Wardhani, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah


memberikan banyak ilmu, saran dan bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikann bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.

Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ……………………….….......................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Telinga............................................................................. 3
2.1.1. Telinga Luar....................................................................... 3
2.1.2. Telinga tengah.................................................................... 3
2.1.3. Telinga Dalam.................................................................... 5
2.2. Otitis Media Akut (OMA).............................................................. 6
2.2.1. Definisi............................................................................... 6
2.2.2. Epidemiologi...................................................................... 6
2.2.3. Etiologi............................................................................... 6
2.2.4. Patogenesis......................................................................... 7
2.2.5. Stadium.............................................................................. 7
2.2.6. Diagosis............................................................................. 9
2.2.6.1. Anamnesis................................................................. 9
2.2.6.2. Pemeriksaan Fisik..................................................... 10
2.2.6.3. Penatalaksana............................................................ 10
2.2.6.4. Komplikasi................................................................ 11

BAB III. KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan..................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi peradangan sebagian


atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan
oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas
yang berulang berlangsung kurang dari tiga minggu.4,5Yang dimaksud dengan
telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran
timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui
tuba Eustachius.13
Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.5
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun
bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. 5Berdasarkan
realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak berusia 6-11 bulan
lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring
dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia yang
lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan persentase
kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat tahun dan
awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA menurun
dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu
dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya,
namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan
oleh adanya infeksi virus juga mengalami OMA.4

1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media
sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali
atau lebih.Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu
efusi pada telinga tengah yang akan berkembang menjadi pus yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut,demam,
othalgia.14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Gambar 1. Telinga11

2.1.1 Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira
2,5-3 cm.5Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.5
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani,
prosesus mastoideus dan tuba Eustachius.3,9Membran timpani
merupakan dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm.
Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang
telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal.
Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).3
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian
yaitu pars tensa dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya
dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka),
plika maleolaris posterior (lipatan belakang).3
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang
temporal, bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.1
Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani,
memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis
dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal
dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Lantai
kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai
kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama
sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke
bulbus vena jugularis.1
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga
dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut
aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum
mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum
timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding
anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari
lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat
memasuki tulang tengkorak dan sebelumberbelok ke anterior.
Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior
yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus
dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna.
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba
Eustachius.1Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran
yaitu maleus, inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor
timpani dan muskulus stapedius, saraf korda timpani dan saraf
pleksus timpanikus.1
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis
masuk ke kavum timpani dari analikulus posterior yang
menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan
dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa
pada 2/3 depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus
berasal dari n.timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan
nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik
disekitar arteri karotis interna.3
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa
panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial
dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
telinga tengah.3
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.5Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.5
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah
yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat
sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.5

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi

Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh


mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid.5

2.2.2 Epidemiologi

Otitis media akut sering terjadi pada anak. Di Amerika


Serikat, 70% anak telah mengalami OMA setidaknya satu kali
sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian otitis media akut adalah
pada anak berusia 3-18 bulan.4Epidemiologi seluruh dunia
terjadinya otitis media pada anak berusia 1 thn sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode
otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih.6

2.2.3 Etiologi

Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab


utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
Eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga sehingga terjadi peradangan.
Hal-hal yang menyebabkan sumbatan pada muara tuba antara lain,
infeksi saluran pernafasan, alergi, perubahan tekanan udara tiba-
tiba, tumor, dan pemasangan tampon yang menyumbat muara tuba.
Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah
bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus
Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus
Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media
akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.2,5

2.2.4 Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran


napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke
telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui
saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran
dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga
dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan
yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal
ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain hygiene, terapi
yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan
tubuh yang kurang baik.5

2.2.5 Stadium

OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada


gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga
luar yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi.5
Pada stadium oklusi tuba Eustachius terdapat gambaran
retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi5.

Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar


dan edema pada membran timpani. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat.

Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa


telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisila serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar. Pada keadaan ini, pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini
akan terjadi ruptur. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi
akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka
lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.5

Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti


terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan turun,
dan anak dapat tertidur nyenyak, sering terlihat sekret banyak
keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut.5
Pada stadium resolusi, bila membran timpani tetap utuh
maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang
dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila
virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar
terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala
sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.5

2.2.6 Diagnosis

2.2.6.1 Anamnesis

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium


penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar
atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa
kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA
ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan terkadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga luar,
suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur dengan tenang.5

Pada penelitian dikatakan bahwa anak-anak dengan


OMA biasanya hadir dengan riwayat onset yang cepat dan
gejala seperti otalgia, rewel pada bayi atau balita, otorrhea,
dan/atau demam.1,8

2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Visualisasi dari membran timpani


dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan
untuk menegakkan diagnosis dengan pasti. Untuk melihat
membran timpani dengan baik adalah penting bahwa
serumen yang menutupi membran timpani harus dibersihkan
dan dengan pencahayaan yang memadai. Temuan pada
otoskop menunjukkan adanya peradangan yang terkait
dengan OMA telah didefinisikan dengan baik. Penonjolan
(bulging) dari membran timpani sering terlihat dan memiliki
nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan
(bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA.10

Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten


dan disebabkan oleh edema dari membran timpani.
Kemerahan dari membran timpani yang disebabkan oleh
peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan dari
eritematosa ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika
kehadiran cairan telinga bagian tengah sulit untuk
menentukan, penggunaan timpanometri dapat membantu
dalam membangun diagnosis.7

2.2.6.3 Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung stadium penyakitnya.


Pada stadium oklusi, pengobatan terutama bertujuan untuk
membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif
pada telinga tengah hilang, sehingga diberikan obat tetes
hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan
fisiologik untuk anak > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Sumber infeksi harus diobati, antibiotik diberikan jika
penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi.12

Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes


hidung dan analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin intramuscular
agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,.
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada
anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB
per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB
dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari. 12

Pada stadium supurasi disamping diberikan


antibiotik, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila
membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala–
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. 12

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak


keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut
(pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta antibiotik yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7 – 10 hari.12

Pada stadium resolusi, maka membran timpani


berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi
membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah.
Pada keadaan demikian, antibiotika dapat dilanjutkan sampai
3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih
tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis. 12

2.2.6.4 Komplikasi

Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan


komplikasi yaitu abses sub-periosteal sampai komplikasi
yang berat seperti meningitis dan abses otak. Namun,
sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis komplikasi
itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika
perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau dua bulan.5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau


seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum
mastoid.
2. Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat,
tanda-tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan
memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani,
terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan
cairan di belakang membran timpani, cairan yang keluar dari
telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan
pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur
dan aktivitas normal. Visualisasi dari membran timpani dengan
identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan, temuan pada
otoskopi menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan
OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari
OMA.
3. Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk
antibakteri, Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA,
apabila anak <6 tahun dapat diberi antibiotik walaupun diagnosis
belum pasti, usia 6bulan-2tahun kalau sudah pasti diagnosisnya
OMA dapat diberi antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi
antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi bila gejala
ringan. Untuk usia >2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala
makin berat dan observasi jika gejala ringan, dan apabila diagnosis
belum pasti bisa di observasi dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006.


Available from URL: http://www.pediatrics.org
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004.
3. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62 5.
4. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015
5. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam.
Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74
6. Epidemiology of acute otitis media. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
7. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of
diagnosis and management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :
539
8. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E.
Lack of specific symptomatology in children with acute otitis media.
Pediatr Infect Dis J.1994;13 :765– 768
9. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
10. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis
J.1998;17 :540– 543 15 10.
11. Picture of ear anatomy. Available at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm
12. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 200
13. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA:
Biological Science Textbook. 2012
14. Wald, E. R. (2011). Acute Otitis Media and Acute Bacterial Sinusitis.
Oxford University Journals.

Anda mungkin juga menyukai