Kelompok 1 Tugas Sistem Perawatan Dan Perbaikan Permesinan
Kelompok 1 Tugas Sistem Perawatan Dan Perbaikan Permesinan
Kelompok 1 Tugas Sistem Perawatan Dan Perbaikan Permesinan
Kelas T7D
Kelompok 1 :
1. ALUSIUS RISKI HERNANDA
2. ANARTA FUADI ARDIANSYAH
3. ANGGARA FEBRANU RIFANI
4. ANNAS IBNU MALIK
5. BONANTA SRI ARYANI
6. DAMAR SRI ARYANI
7. DEFRI RESPATI PRADANA
8. FAJAR NUR FALAH FAHMI
9. JAVIER DELLYTERO F KAYADOE
10. KARAN DWO WIDAGHO
11. M. LUTFI KHAKIM
12. MOCHRIZAL APRILIANTO
SILABUS I
Pemeliharaan kapal tersebut diawasi oleh personel yang ada di atas kapal, yang
kemudian dicatat sebagai item pemeriksaan untuk survei periodic kapal. Rencana dan
penjadwalan dari pemeliharaan kapal didokumentasikan sesuai dengan sistem yang
disetujui oleh badan klasifikasi kapal. Mempunyai Planned Maintenance System atau
Sistem Pemeliharaan Terencana di kapal pada saat ini merupakan mandatory sesuai
dengan ISM (International Safety Management) Code.
Planned Maintenance System berbasis perangkat lunak pada saat ini sangat
berkembang, berbagai program untuk pemeliharaan kapal muncul semakin banyak
jenisnya. Para pemilik atau operator kapal dapat memilih modul pada software
Planned Maintenance System sesuai dengan kebutuhan. Program pada Planned
Maintenance System sekarang ini tidak hanya perihal pemeliharaan kapal tetapi juga
mencakup semua kebutuhan di dalam atau di luar kapal.
SILABUS II
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan pelayaran Peraturan Safety Of Life At Sea (SOLAS) adalah
peraturan yang mengatur keselamatan maritim paling utama dengan tujuan untuk
meningkatkan jaminan keselamatan hidup di laut yang dimulai sejak 1914, mengingat
saat itu banyak terjadi kecelakaan kapal yang menelan banyak korban jiwa. Pada
tahap permulaan, dimulai dengan fokus pada peraturan kelengkapan navigasi,
kekedapan dinding penyekat kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian
berkembang pada konstruksi dan peralatan lainnya. Modernisasi peraturan SOLAS
sejak 1960 adalah menggantikan Konvensi 1914 dengan SOLAS 1960. Sejak saat itu,
peraturan mengenai desain untuk meningkatkan faktor keselamatan kapal mulai
dimasukan seperti: desain konstruksi kapal, permesinan dan instalasi listrik, pencegah
kebakaran, alat-alat keselamatan, alat komunikasi dan keselamatan navigasi. Adapun,
usaha penyempurnaan peraturan tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan
tambahan (amandement) hasil konvensi IMO yang dilakukan secara berturut-turut
pada 1966, 1967, 1971 dan 1973. Namun usaha untuk memberlakukan peraturan-
peraturan tersebut secara internasional kurang berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, terutama karena hambatan prosedural, yaitu: diperlukannya persetujuan
2/3 dari jumlah negara anggota untuk meratifikasi peraturan dimaksud, ternyata sulit
dicapai pada waktu yang diharapkan. Selanjutnya pada rentang 1974, dibuat konvensi
baru SOLAS 1974, yakni pada setiap amandemen diberlakukan sesuai target waktu
yang sudah ditentukan, kecuali ada penolakan dari 1/3 jumlah negara anggota atau 50
% dari pemilik tonnage yang ada di dunia.
ISM CODE
ISM Code atau kependekan dari International Safety Management Code
adalah standar internasional Sistem Manajemen Keselamatan untuk pengoperasian
kapal secara aman dan usaha pencegahan pencemaran di laut.
Tujuan dari penerapan ISM Code adalah menjamin keselamatan di laut untuk
menghindari kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa serta kerusakan kapal
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan di laut.
ISM Code merupakan produk IMO (International Maritime Organization) yang
akhirnya diadopsi oleh SOLAS (Safety of Life at Sea) pada tahun 1994.
Disamping persyaratan teknis dan non teknis, dalam manajemen keselamatan
pelayaran ada beberapa persyaratan atau kelengkapan administrasi yang harus
dipenuhi diantaranya :
1. Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document Of Compliance )
Merupakan audit dari Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan yang telah
memenuhi ketentuan dari Koda Manajemen Intemasional untuk Keselamatan
Pengoperasian Kapal dan Pencegahan Pencemaran (ISM-Code), dokumen
tersebut berlaku selama 5 ( lima) tahun dan wajib dilakukan verfikasi secara
berkala setiap 1 (satu) tahun sekali.
2. Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management Certificate)
Sertifikat Manajemen Keselamatan diterbitkan oleh Menteri Perhubungan
berdasarkan Konvensi Intemasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut 1974,
sertifikat diterbitkan setelah dilakukan audit Sistem Manajemen Keselamatan
perusahaan yang telah memenuhi ketentuan dari Koda Manajemen
Internasional untuk Keselamatan pengoperasian kapal dan Pencegahan
Pencemaran.
Tujuan ISM Code adalah untuk menjamin keselamatan dilaut, mencegah kecelakaan
dan hilangnya jiwa manusia serta menghindari kerusakan lingkungan khususnya
lingkungan laut dan hilangnya harta benda. Penerapan ISM CODE pada semua pihak
yang terlibat dalam proses pelayaran baik pemerintah, perusahaan dan lingkungan
dan kesemuanya itu bersatu untuk menciptakan pelayaran yang aman sehingga
keselamatan pelayaran dapat tercapai.
Beberapa alasan untuk menjalankan ISM Code yaitu:
ISM Code menjadikan kapal sebagai tempat yang aman untuk bekerja.
ISM Code melindungi laut dan lingkungan/ wilayah perairan.
ISM Code mendefinisikan tugas secara jelas dan ISM Code adalah hukum.
Dengan diterapkannya ISM CODE di dunia pelayaran maka akan melindungi
crew kapal, perusahaan dan lingkungan.
Perawatan Kapal
Pengertian Perawatan adalah memelihara kapal agar selalu dalam keadaan
yang siap operasional dan dapat memenuhi jadwal pelayaran kapal yang telah
ditentukan tepat pada waktunya. Perawatan adalah gabungan dari suatu kegiatan yang
bertujuan untuk menjaga atau mengembalikan suatu peralatan menjadi seperti
sediakala pada kondisi yang baik untuk dapat dipergunakan kembali. Lebih lanjut
pengertian perawatan adalah suatu usaha kegiatan untuk merawat suatu materil atau
mesin agar supaya materil atau mesin itu dapat dipakai secara produktif dan
mempunyai umur yang lama.
Menurut pasal 309 ayat (1) KUHD, “kapal” adalah semua alat berlayar, apapun nama
dan sifatnya. Termasuk didalamnya adalah: kapal karam, mesin pengeruk lumpur,
mesin penyedot pasir, dan alat pengangkut terapung lainnya. Meskipun benda-benda
tersebut tidak dapat bergerak dengan kekuatannya sendiri, namun dapat digolongkan
kedalam “alat berlayar” karena dapat terapung/mengapung dan bergerak di air.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, “kapal” adalah
kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin,
tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang
berdaya
dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan
terapung yang tidak berpindah-pindah. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1857
mengenai 2 (dua) macam kapal laut, yaitu kapal laut biasa dan kapal niaga. “Kapal
niaga ialah setiap kapal laut yang digerakkan secara mekanis dan yang digunakan
untuk mengangkut barang dan/atau orang untuk umum dengan pungutan biaya. Untuk
menjaga kapal agar dapat beroperasi maka perawatan kapal merupakan hal yang harus
dilakukan.
Pemeliharaan Kapal adalah kegiatan perawatan dan perbaikan kapal yang
dilaksanakan sendiri atau pihak lain baik pada masa operasi atau diluar masa operasi
kapal, dalam rangka mempertahankan kelayakan kapal sehingga dapat beroperasi
secara maksimal. Para pemilik kapal pada saat ini dalam melakukan penjadwalan
pemeliharaan kapal menggunakan sistem yang bernama Planned Maintenance
System.
Sistem perawatan dan pemeliharaan kapal terbagi atas dua yaitu
1. Rencana Kerja Docking Repair
Schedule docking repair disusun dan ditetapkan berdasarkan masa laku surat-
surat kapal atau sesuai dengan ketentuan Badan Klasifikasi dan Pemerintah. Sesuai
regulasi schedule docking dilaksanakan setiap 2 tahun untuk Annual Survey dan
setiap 5 tahun untuk Special Survey. Owner superintendant (OS) menyiapkan dan
menyusun rencana kegiatan pemeliharaan kapal atau Plan Maintenance System
(PMS) berdasarkan informasi:
a. Jenis Survey
b. Last docking report
c. Outstanding class recommendations
d. Due date class items.
e. Informasi terakhir dari Ship Board Management.
f. Kumpulan permasalahan dari running repair yang masih ada.
Terdapat berbagai macam special service tool (SST) yang digunakan untuk proses
perbaikan dan perawatan kapal. Untuk lebih jelasnya berikut merupakan pembahasan
mengenai jenis special service tools (SST).
Universal puller biasanya terdiri dari dua kaki atau arm dan tiga kaki. Setiap kaki universal
puller dihubungkan ke baut tengah. Kaki-kaki ini dipasangkan pada sisi komponen yang akan
dilepas. Baut tengah diputar menggunakan kunci ring seperti mengencangkan baut seperti
biasanya. Semakin kedalam baut masuk, maka komponen akan semakin tertarik sehingga
akan terlepas.
Sliding hammer terdiri dari handle, dan hammer. Pada bagian ujung handel terdapat pengait
yang dihubungkan ke bagian komponen yang akan ditarik. Apabila tidak ada bagian yang
dikaitkan maka dapat membuat pengait dengan cara dilas pada komponen. Kemudian
gerakkan hammer agar terjadi hentakan sehingga komponen akan terlepas.
7. Ring Compressor
Ring Compressor adalah salah satu jenis special service tools yang berfungsi untuk menekan
ring piston pada saat pemasangan agar mudah masuk kedalam silinder. Piston ring
compressor terbuat dari plat yang dibentuk silindris dan dapat disetel ukurannya disesuaikan
dengan ukuran piston.
Cara penggunaan ring compressor sangat sederhana. Ring compresor tinggal dimasukkan
kedalam piston yang telah dipasangi ring piston dan ring oli. Kemudian menggunakan kunci
L sampai ring compressor menekan ring piston. Piston yang sudah ditekan dimasukkan
kedalam lubang silinder dan tekan piston sampai masuk kedalam silinder secara keseluruhan.
BACA JUGA
2. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran
uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air
atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin,
misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin,
maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan
menjadi kondensat.
3. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan
mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa,
dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan
media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).
4. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap.
Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair
menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan
adalah air atau refrigerant cair.
5. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering
digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat
dilihat pada penyulingan minyak pada ambar 2.1, diperlihatkan sebuah reboiler dengan
mempergunakan minyak (665 F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar
dari boiler dan mengalir didalam tube.
6. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran
fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu :
• Memanaskan fluida
• Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya.
Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam
tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah kerosene yang
semuanya berada didalam shell.
Satu bagian terpenting dari heat exchanger adalah permukaan kontak panas. Pada
permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain. Semakin luas
bidang kontak total yang dimiliki oleh heat exchanger tersebut, maka akan semakin tinggi
nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi tertentu, ada satu komponen tambahan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas total bidang kontak perpindahan panas ini.
Komponen tersebut adalah sirip.
o Gas-Liquid Exchanger
Pada tipe ini, ada dua fluida kerja dengan fase yang berbeda yakni cair dan
gas. Namun umumnya kedua fluida kerja tersebut adalah air dan udara. Salah
satu aplikasi yang paling umum dari heat exchanger tipe ini adalah pada
cooling tower tipe basah. Cooling tower biasa dipergunakan pada
pembangkitpembangkit listrik tenaga uap yang terletak jauh dari sumber air.
Udara bekerja sebagai media pendingin, sedangkan air bekerja sebagai media
yang didinginkan. Air disemprotkan ke dalam cooling tower sehingga terjadi
percampuran antara keduanya diikuti dengan perpindahan panas. Sebagian air
akan terkondensasi lagi sehingga terkumpul pada sisi bawah cooling tower,
sedangkan sebagian yang lain akan menguap dan ikut terbawa udara ke
atmosfer.
Wet Cooling Tower Termasuk ke Dalam Heat Exchanger Tipe Direct-Contact
o Liquid-Vapour Exchanger
Perpindahan panas yang terjadi antara dua fluida berbeda fase yakni uap air
dengan air, yang juga diikuti dengan pencampuran sejumlah massa antara
keduanya, termasuk ke dalam heat exchanger tipe kontak langsung. Heat
exchanger tipe ini dapat berfungsi untuk menurunkan temperatur uap air
dengan jalan menyemprotkan sejumlah air ke dalam aliran uap air tersebut
(pada boiler proses ini biasa disebut dengan desuperheater spray; baca artikel
berikut), atau juga berfungsi untuk meningkatkan temperatur air dengan
mencampurkan uap air ke sebuah aliran air (proses ini terjadi pada bagian
deaerator pada siklus pembangkit listrik tenaga uap).
Sebagian besar proses perpindahan panas antar fluida, melibatkan hanya dua
jenis fluida yang berbeda. Semisal air dengan air, uap dengan air, uap dengan air laut,
dan lain sebagainya. Namun ada pula heat exchanger yang melibatkan lebih dari dua
fluida kerja yang berbeda jenis. Umumnya heat exchanger jenis ini digunakan pada
proses-proses kimiawi, seperti pada contoh sistem di bawah ini yaitu proses
penghilangan kandungan nitrogen dari bahan baku gas alam. Pada sistem ini
dihasilkan gas alam dengan kandungan nitrogen yang lebih rendah sehingga
penggunaan gas alam tersebut pada kebutuhan porses pembakaran selanjutnya dapat
lebih efisien.
Proses Pengolahan Gas Alam Melibatkan Multi Fluid Heat Exchanger (eBook Multi Fluid
Heat Exchanger)
Komponen-komponen utama dari heat exchanger tipe shell & tube adalah
sebagai berikut:
Tube.
Pipa tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak digunakan pada
heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian pipa tube dapat bermacam-macam sesuai
dengan fluida kerja yang dihadapi.
Macam-macam Rangkaian Pipa Tube Pada Heat Exchanger Shell & Tube
Shell.
Bagian ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang mengalir di
dalam tube. Umumnya shell didesain berbentuk silinder dengan penampang
melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter
desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6 meter,
maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan disambung dengan
proses pengelasan.
Tipe-tipe desain dari shell ditunjukkan pada gambar di atas. Tipe E adalah yang
paling banyak digunakan karena desainnya yang sederhana serta harga yang relatif
murah. Shell tipe F memiliki nilai efisiensi perpindahan panas yang lbih tinggi dari
tipe E, karena shell tipe didesain untuk memiliki dua aliran (aliran U). Aliran sisi
shell yang dipecah seperti pada tipe G, H, dan J, digunakan pada kondisi-kondisi
khusus seperti pada kondenser dan boiler thermosiphon. Shell tipe K digunakan pada
pemanas kolam air. Sedangkan shell tipe X biasa digunakan untuk proses penurunan
tekanan uap.
Fluida yang mengalir di dalam sebuah heat exchanger bisa berupa single-pass atau
juga multi-pass. Dikatakan single-pass yakni apabila fluida mengalir hanya satu kali di
dalam heat exchanger. Sedangkan dikatakan multi-pass apabila fluida mengalir lebih
dari satu kali di dalam sebuah heat exchanger. Dari konsep multi-pass tersebut, berikut
adalah beberapa tipe heat exchanger berdasarkan bentuk aliran fluida:
1. Heat Exchanger Tipe Single-Pass
Desain aliran fluida yang searah pada heat exchanger tipe ini, menghasilkan
tingkat efisiensi perpindahan panas yang buruk di antara semua heat exchanger tipe
single-pass. Oleh karena itu tipe ini digunakan pada kondisi-kondisi khusus yakni:
a. Heat exchanger menggunakan material yang sensitif terhadap temperatur,
penggunaan fluida dengan viskositas tinggi, atau temperatur inlet fluida panas yang
mencapai 1100oC.
b. Jika fluida sumber panas akan mencapai titik beku pada saat didinginkan
pada heat exchanger.
c. Dibutuhkan kondisi heat exchanger yang lebih bersih, karena temperatur
dinding heat exchanger tipe paralel flow yang lebih dingin dibandingkan dengan tipe
yang lain menyebabkan lebih sulitnya terbentuk kerak di dalam elemennya.
d. Membantu mencapai fase terbentuknya nucleat boiling pada proses
pembentukan uap air.
e. Jika dibutuhkan efisiensi perpindahan panas yang rendah dan laju
perpindahan panas yang stabil di sepanjang permukaan elemen heat exchanger.
7. Vaporizer, secara umum vaporizer digunakan untuk menguapkan cairan. Uap yang
dihasilkan digunakan untuk proses kimia, bukan sebagai sumber panas seperti halnya steam
dan menggunakan elemen pemanas listrik.
Jenis-Jenis Vaporizer :
a. Vaporizer dengan sirkulasi paksa Cairan diumpankan ke dalam vaporizer dengan
menggunakan pompa.
b. Vaporizer dengan sirkulasi alamiah Cairan umpan dapat mengalir sendiri dalam
vaporizer dengan bantuan gaya gravitasi.
Prinsip Kerja
Cairan diumpankan ke dalam vaporizer kemudian dipanaskan dengan suatu media
pemanas (umpan tidak kontak langsung dengan media pemanas). Biasanya tidak
semua umpan dapat teruapkan dengan sempurna. Produk yang dihasilkan (uap dan
cairan) dipisahkan dalam suatu tangki pemisah. Uap yang dihasilkan kemudian
digunakan untuk proses selanjutnya, cairan yang tidak menguap di recycle kembali.
8.Heater merupakan salah satu alat penukar kalor yang berfungsi memanaskan fluida
proses, dan sebagai bahan pemanas a1at ini menggunakan steam.