Bab I
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang multikultural karena terdapat
beranekaragam agama, budaya, suku, adat istiadat dan bahasa. Masyarakat
di negara ini juga memiliki latar belakang agama yang berbeda beda.
Walaupun mayoritas masyarakat menganut kepercayaan agama Islam, tetapi
ada juga masyarakat yang menganut agama Kristen, Hindu, Budha, dan
Konghucu yang semuanya menyatu dalam satu semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” (Walaupun Berbeda-bebda tetapi tetap satu jua).
Keanekaragaman ini didukung dengan Pancasila sebagai Ideologi bangsa.
Terdapat beberapa makna yang terkandung dalam sila pertama
pancasila yaitu tentang pengakuan adanya Tuhan (Allah SWT) sebagai
pencipta alam semesta dan segala yang ada didalamnya, tentang perintah
agar manusia taat beragama dan mengikuti ajaran sesuai dengan agama
yang dianutnya, tentang kebebasan bagi setiap warga Negara berhak
memeluk agama apa saja yang dikehendaki nya serta mengamalkannya
tanpa adanya paksaan, tentang perintah untuk hidup rukun antar umat
beragama denganr berasaskan Ketuhanan. Kerukanan antar umat beragama
bisa diciptakan dengan saling menghormati dan menghargai antar umat
beragama tanpa membeda-bedakan latar belakang, serta menjauhi sikap
diskriminasi.
Sebab itu, kehidupan beragama di Indonesia bukanlah hal mudah. Agar
tidak saling menegasikan satu sama lain, umat beragama harus mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sebab, dalam menjalani
kehidupan, manusia tidak bisa hidup sendiri, akan tetapi membutuhkan
orang lain. Keberagaman yang dimiliki manusia dianggap sebagai hukum
14
Allah SWT karena merupakan kehendak-Nya. 1 Pernyataan tersebut juga
dijelaskan dalam Q.S Al- Hujurat ayat 13 yang menjelaskan tentang Tuhan
menciptakan manusia berpasang pasangan untuk saling kenal mengenal dan
bekerjasama. Karena itu, dalam menjalani kehidupan yang masyarakatnya
memiliki keyakinan berbeda, setiap masyarakat harus saling kenal mengenal
serta menanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan yang ada.
Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Agama
bisa dikatakan sebagai suatu bentuk keyakinan terhadap sesuatu yang
bersifat adikrodati. Dalam agama terdapat norma serta nilai kemanusiaan
yang mengontrol setiap perilaku manusia, baik sebagai makhluk individu
maupun makhluk dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat. Tidak hanya
memberikan nilai nilai yang bersifat moralitas tetapi agama juga dijadikan
sebagai pondasi dari keyakinan. Dengan kata lain, agama berfungsi sebagai
pedoman hidup setiap manusia.
Tidak bisa menafikan bahwa perbedaan agama bisa memberi
sumbangsih positif maupun negatif tergantung interpetasi dan aktualisasi
dari manusia yang melaksanakannya. Sumbangsih positif yang diberikan
agama terhadap perbedaan yaitu dapat mempererat persaudaraan, sedangkan
di sisi lain yaitu menimbulkan perpecahan yang seiring berjalannya waktu
agama digunakan sebagai alat untuk memprovokasi yang menyebabkan
konflik antar umat beragama.
Dalam lingkungan sosial yang multikultural, seringkali dijumpai
konflik yang mengatas namakan agama, sehinga perbedaan keyakinan
sering dipahami sebagai hal yang menghendakai perpecahan. Faktor faktor
yang menyebabkan terjadinya konflik yaitu perlakuan yang tidak adil
terhadap masing masing pemeluk agama, kecemburuan social dan ekonomi
serta fanatisme agama. Fanatisme agama dapat menjadikan motivasi bagi
seseorang dalam melakukan tindakan tanpa memperdulikan rasa
1
Muhammad Nawawi, “Pluralisme Dalam Bingkai Islam Dan Negara,” Jurnal Agama dan
Hak Azazi Manusia 3, no. 2 (2014).
15
kemanusiaan dan moralitas kolektif masyarakat.2 Tindakan dari fanatisme
agama ini tentu saja memicu terjadinya intoleransi dikalangan masyarakat.
Terdapat 4 bentuk konflik yang bersumber pada agama yaitu perbedaan
suku, dan ras pemeluk agama, perbedaan budaya, adanya mayoritas dan
minoritas dalam kelompok agama, serta adanya perbedaan doktrin.3
Fenomena mengenai intoleransi beragama bukanlah hal yang baru di
Indonesia. Konflik yang bernuansa agama seakan menguatkan pendapat
bahwa agama merupakan salah satu penyebab konflik berupa kekerasan,
kebencian, serta permusuhan. Beberapa contoh peristiwa intoleransi
beragama di Indonesia yaitu penolakan pembangunan tempat beribadha
umat Kristen di Tlogosari Kulon, kota Semarang pada tahun 2019.
Penolakan tersebut dilakukan oleh warga setempat dengan alasan tidak
menginginkan adanya tempat beribadah baru karena mayoritas warga
memeluk agama Islam dan hanya terdapat satu keluarga yang non Islam.
Tidak hanya itu, penolakan tersebut juga didasari dengan kisah yang terjadi
pada tahun 1998 mengenai pembangunan tempat beribadah umat Kristiani.
Pada saat itu warga merasa ditipu karena diminta untuk menandatangani
kertas kosong yang ternyata kertas kosong tersebut digunakan sebagai surat
pesetujuan untuk mendirikan tempat beribadah.4
Salah satu kunci keberhasilan kehidupan masyarakat yang aman dan
tentram dalam negara yang memiliki perbedaan keyakinan adalah toleransi
beragama. Masalah keyakinan merupakan suatu hal yang sensitif dikalangan
masyarakat, jika dalam diri tidak tertanam sikap saling pengertian, saling
memahami, maka akan timbul berbagai permusuhan antar golongan
pemeluk agama. Karena itu, sebagai negara yang multikultural harus
mampu mengelola perbedaan yang terdapat dalam negera dengan baik.
2
Sindung Haryanto, “Dari Klasik Hingga Post Modern” (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016).
Khotimah, “Interaksi Komunitas Muslim Dan Budha Di Kota Pekanbaru,” TOLERANSI:
3
16
Selain itu hal yang perlu di perhatikan agar tidak terjadi konflik yaitu
dengan menanamkan serta membangun rasa toelransi dalam lingkungan
sosial masyarakat. Menenbarkan cinta kasih, bersikap salling menghormati
serta bersikap belas asih.
Apabila penghayatan tentang keyakinan dan keberagaman tidak di
imbangi dengan sikap belas kasih dan rasa saling mencintai satu sama lain,
maka yang nampak dari agama hanyalah wajah marah, sementara
wajahnya yang ramah akan hilang. Sungguh sangat disayangkan
apabila ditengah keragaman dan perbedaan sebagian umat beragama justru
menampilkan agamanya dengan orieantasi dan motivasi kebencian.
Sebagaimana yang dikatakan Husein Ja’far Al-Hadi , mereka amat sangat
dan terus mencari cela untuk membenci serta membuat orang lain tak
selamat. Ia memonopoli kebenaran dan, ia kavling syurga. Ia membenci
seorang Ateis karena tidak bertuhan. Jika bertuhan, ia membenci mereka
karena tidak seiman. Jika seiman, ia membenci mereka karena tidak
seagama. Jika seagama, ia membenci meraka karena tidak semazhab. Jika
satu mazhab ia membenci mereka karena tidak satu pandangan. Dan
seterusnya hingga mungkin saat bercermin, ia melihat bayangan dirinya di
cermin, maka dia benci atas bayangan itu karena bayangan itu berbeda
dengan dirinya. 5
Untuk itu, menampilkan agama dengan wajah ramah yang penuh kasih
sayang dan rasa cinta pada sesama sangat perlu agar setiap penganut agama
terhindar dari kebencian yang burujung pada perpecahan dan sikap
kekerasan. Dalam islam Sendiri mengajarkan cinta kasih kepada sesama dan
seluruh alam. Allah SWT. Adalah penuh dengan Cinta kasih sebagaimana
namanya Ar-Rahmah dan Ar-Rahm yang meliputi semua mahluk.
Nabi Muhammad sebagai Tauladan umat Muslim juga penuh dengan
cinta kasih. Bahkan dalam salah satu sabdanya dikatakan bahwa; Cinta
adalah Asasku. Tidak heran jika dimadinah Nabi Muhammad mampu
menyatukan berbagai keyakinan yang berbeda dengan berasaskan Cinta.
5
Husein Ja’far Al Hadar., Apalagi Islam Itu Kalau Bukan Cinta, 2018.
17
Dalam konteks Indonesia, cinta kasih dan rasa persaudaraan sebagai satu
bangsa dan Negara sangat urgent untuk di tebar, ditanam dan ditumbuh
kembangkan agar sikap benci dan saling memusuhi tidak ada dalam
fenmomena social.
Sikap cinta kasih dan rasa persaudaraan akan melahirkan masyarakat
yang toleran. Sementara mengenai toleransi yang harus diterapkan ialah
toleransi yang otentik sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Mu’ti,
toleransi yang otentik ialah toleransi yang melampaui hubungan formal
transaksional dan hubungan non teologis. Toleransi yang mengatas namakan
hal demikian akan mudah pudar seperti toleransi karena satu pekerjaan, satu
instansi dan satu bisnis atau lain sebagaianya. Tetapi toleransi yang
Otentik itu justru lahir karena dilandasi oleh kesadaran terhadap ajaran
agama (teologis).6
Fenomena intoleransi beragama juga terjadi di dunia pendidikan.
intolernasi merupakan salah satu factor yang menyebabkan adanya
radikalisme dan terorisme. Hal ini tentu saja membutuhkan perhatian khusus
bagi pemerintah maupun masyarakat sekolah. Membangun kerjasama dan
mensinergikan masyarakat sekolah maupun luar sekolah agar intoleransi
beragama tidak tumbuh subur di dunia pendidikan.
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya intoleransi di sekolah yaitu
dengan mengajarkan sikap saling menghormati dan memahami kepada
siswa di sekolah. Guru sebagai pengganti orangtua di sekolah wajib
mengajarkan, membina, mendidik, serta membentuk kepribadian siswa agar
menjadi cerdas, berilmu pengetahuan, dan berakhlak mulia. Melalui mata
pelajaran agama guru dapat mengajarkan pentingnya nilai nilai toleransi
serta bagaimana cara berinteraksi dengan pemeluk agama lain.
SMA Negeri 1 Karamat terletak di Desa Monano Kecamatan Karamat
Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Sekolah ini merupakan salah
satu sekolah yang tergolong baru di kabupaten Buol. Berdasarkan hasil
observasi awal dengan salah satu guru di SMA 1 Karamat yaitu Risnandar,
6
Ibid.
18
sekolah ini berdiri dan resmi digunakan pada tahun 2013. memiliki siswa
yang tidak hanya beragama Islam tetapi juga beragama Kristen karena
sekolah ini merupakan sekolah Nasional sehingga siapa saja bisa sekolah di
SMA 1 Karamat tanpa memandang latar belakang agama. Risnandar juga
mengatakan bahwa perbedaan ini bisa untuk melatih siswa agar saling
mengahargai dan menerima perbedaan.
Berbeda dengan fenomena yang sering terjadi yaitu tentang kurangnya
toleransi beragama di sekolah yang memiliki siswa muslim dan non muslim
yang menyebabkan adanya konflik agama, tetapi SMA Negeri 1 Karamat
yang bisa dikatakan sebagai sekolah yang baru didirkan, tidak pernah terjadi
konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan keyakinan. Hal ini tentu saja
menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Ketika pada masa ini
banyak terjadi konflik yang dipicu oleh perbedaan keyakinan (agama), akan
tetapi masyarakat SMAN 1 Karamat sangat menjunjung tinggi nilai
toleransi. Hal ini dibuktikan dengan sikap yang ditunjukkan oleh peserta
didik seperti selalu menyapa guru, satpam, penjaga kantin ataupun
masyarakat sekitar sekolah dengan hormat dan santun tanpa membedakan
atau memandang status sosial. Selain itu, peserta didik di SMA Negeri 1
Karamat peserta didik SMA Negeri 1 Karamat juga suka membantu teman
yang mengalami kesulitan seperti menjenguk teman yang terkena bencana
dan melakukan penggalangan dana di sekolah untuk membantu teman
tersebut. Peserta didik SMAN 1 Karamat juga menunjukkan sikap yang
saling menghargai ketika temannya belajar maupun beribadah sesuai dengan
agama yang dianut nya, serta berteman tanpa membedakan latar belakang
agama yang dianut. Berdasarkan wawancara dengan ibu Fitri dikatakan
bahwa di SMA Negeri 1 Karamat terdapat 2 orang siswa yang menjadi
mualaf. Karena itu, peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang
“Penanaman Nilai Nilai Toleransi Antar Umat Beragama di SMAN 1
Karamat Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah”.
B. Rumusan Masalah
19
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian yaitu :
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi toleransi beragama masyarakat
di SMAN 1 Karamat Kecamatan Karamat Kabupaten Buol Provinsi
Sulawesi Tengah ?
2. Bagaimana bentuk penanaman nilai nilai toleransi beragama di
SMAN 1 Karamat Kecamatan Karamat Kabupaten Buol Provinsi
Sulawesi Tengah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
daripenelitian ini yaitu :
1. Untuk mendeskripsikan faktor faktor yang mempengaruhi toleransi
beragama Masyarakat di SMAN 1 Karamat Kecamatan Karamat
Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Untuk mendeskripsikan bentuk penanaman nilai nilai toleransi
beragama di SMAN 1 Karamat Kecamatan Karamat Kabupaten Buol
Provinsi Sulawesi Tengah
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi dua antara
lain :
1. Manfaat Teoretis
a) Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat mengetahui
apa saja bentuk bentuk penanaman nilai nilai toleransi
beragama yang dilakukan oleh guru kepada siswa, baik siswa
beragama muslim maupun nonmuslim.
b) Diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan pemikiran
mengenai penanaman nilai nilai toleransi beragama di SMAN
1 Karamat
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Peneliti
20
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
pengetahuan dan memberikan pemahaman khususnya mengenai
penanamannilai nilai toleransi beragama di SMAN 1 Karamat
b) Bagi Tenaga Pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
wawasan pemikiran mengenai penanaman nilai nilai toleransi
beragama di SMAN 1 Karamat
c) Bagi Peserta Didik
Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peserta didik
agar selalu memperbaiki sikap toleransi antar umat beragama.
d) Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
sebagai referensi bacaan untuk melakukan penelitian di masa
yangakan datang.
E. Definisi Istilah
1. Penanaman Nilai Nilai
Penanaman diartikan sebagai proses, cara, penanaman, atau menanamkan
sesuatu yang diperoleh dari pendidikan dan kemudian di transformasikan
kedalam perilaku sehari hari. Penanaman yang dimaksud dalam hal ini
yaitu usaha yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik untuk
menanamkan nilai nilai toleransi antar sesama tanpa memandang latar
belakang agama.
Nilai diartikan sebagai etika. Kata etika sendiri berasal dari bahasa
Prancis yaitu Etiquete yang artinya tata cara pergaulan yang baik
antar manusia. 7 Kata etika sama halnya dengan tatakrama, sopan santun,
norma sopan santun, dan tatacara berperilaku baik, serta berperilaku yang
menyenangkan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
penanaman nilai yaitu suatu proses atau cara menanamkan suatu tindakan
7
Sri Hudiarini, “Penyertaan Etika Bagi Masyarakat Akademik Dikalangan Dunia
Pendidikan Tinggi,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–1699.
21
yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan. Dalam hal ini nilai yang
dimaksud adalah nilai yang berhubungan dengan akhlak atau perilaku
baikdalam kehidupan bermasyarakat yaitu toleransi.
22