Jurnal Muhammad Arief
Jurnal Muhammad Arief
Jurnal Muhammad Arief
Muhammad Arief
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
1
Abstract
Zakat and tax are state revenues that aim to prosper society. Zakat and taxes
at the time of the Prophet were managed and allocated by the State.
However, in Indonesia zakat and tax have different positions therefore, the
purpose of this paper is to describe zakat and taxes according to Islam and
the position of zakat and tax in Indonesia. This writing uses a qualitative
method with a descriptive approach. This writing data uses secondary data
reviewed from books, articles, and information relating to the topic of the
article. The position of zakat and tax in Indonesia runs separately and
separately. A Muslim is obliged to pay zakat and is also obliged to pay taxes.
Tax must be paid by all citizens and managed by the government and there
are sanctions for those who do not pay taxes. Zakat is exactly the opposite,
zakat is not managed by the government and there is no sanction if citizens
who are Muslim do not pay zakat.
A. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh Indonesia
dan harus mencari solusi untuk mengurangi kemiskinan. Kebanyakan penduduk
Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk (lebih
dari 273 juta orang) Indonesia hidup hanya sedikit diatas garis kemiskina n
nasional.
Berbagai program pengentasan kemiskinan telah diupayakan dan digagas,
baik oleh pemerintah maupun organisasi di luar pemerintah (sektor swasta,
NGO, donor agency). Bahkan organisasi dunia seperti PBB telah mendorong
negara-negara di dunia untuk memerangi musuh kemiskinan melalui berbagai
forum. Diantara hasilnya ialah telah dikeluarkannya Millennium Developme nt
2
Goals (MDGs) sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan dalam
memerangi kemiskinan.1
Salah satu cara untuk menekan angka kemiskinan, orang Islam ingin
memanfaatkan dana zakat. Usaha Islam dalam menanggulangi problem
kemiskinan ini, bukanlah suatu hal yang mengada-ada, temporer, setengah-
setengah bahkan hanya mencari perhatian. Pengurangan angka kemiskinan, bagi
Islam, justru menjadi asas yang khas dan sendi-sendi yang kokoh. Hal ini
dibuktikan dengan zakat yang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai sumber
jaminan hak-hak orang-orang fakir dan miskin itu sebagai bagian dari salah satu
rukun Islam.2
Untuk kasus di Indonesia, yang secara demoggrafi penduduknya mayoritas
umat Islam. Potensi zakat sangat besar harus diimbangi dengan pengelola a n
zakat yang professional pula. Sehingga, zakat tersalurkan kepada mustahik tidak
bersifat konsumtif atau sesaat. Pengelolaan zakat yang profesional, diharapkan
pendistribusiannya lebih produktif. Pemberian pinjaman modal misalnya, dalam
rangka peningkatan prekonomian masyrakat.
Zakat merupakan suatu nama (yang ditetapkan) kepada sesuatu benda yang
dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada fakir miskin. Dinamakan zakat
karena keberadaannya mengandung harapan barakah, kebersihan jiwa dan
pertumbuhan kebaikan. Maka hal tersebut dinamakan zakat karena mengand ung
pengertian tumbuh, bersih dan berakah. yang cukup senisab dan berkewajiban
agar mengeluarkannya karena hal itu termasuk salah satu rukun Islam yang
kelima.
Kelebihan ajaran zakat poin-poin lain dari rukun Islam diatas bahwa hanya
zakat lah yang memiliki dimensi sosial yang kental. Oleh sebab itu zakat dalam
1
A. Syafi’i M a’arif dkk. Islam, Good Governance, dan Pengentasan Kemiskinan, Kebijakan
Pemerintah, Kiprah Kelompok Islam, dan Potret Gerakan Inisiatif Di Tingkat Lokal, M AARIF Institute
for Culture and Humanity, Jakarta, 2007, hlm.21.
2
Syekh M uhammad Yusuf al-Qardawy. Konsensi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, Terj.Umar
Fanany, PT Bina Ilmu, Surabaya, hlm.105.
3
mata rantai peningkatan kesejahteraan umat Islam tidak akan mungk in
diremehkan. Dalam fikih masalah zakat ditempatkan pada kitab kedua dari Rubb
al-ibadah, dengan demikian ibadah zakat mudah diketahui secara otomatis
adanya dan merupakan bagian mutlak dari keIslaman seseorang (ma’lum min al-
din bi al-darurah).3
Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat islam ajaran zakat dengan
dimensi yang dimiliki sepertinya tercecer dari perhatian umat Islam.zaka t
menjadi apa yang di sebut sebagai ibadah mahdhah pribadi-pribadi kaum
muslimin dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang dikembangkan Rasul
dan sahabat, zakat menjadi ajaran yang sempit bersama mundurnya umat Islam
dan menurunnya kemauan berpikir.4
Potensi zakat di Indonesia sangat besar, strategis, dan potensial. Sebagai contoh,
menurut laporan dana zakat, infaq, dan sadaqah (ZIS) yang dapat diperoleh pada tahun
1990-an di seluruh Indonesia mencapai Rp. 11 miliar. Menurut mantan Menteri Agama
RI, Said Agil al-Munawar, bahwa potensi dana zakat umat Islam di Indonesia mencapai
Rp. 7,5 triliun pertahun. Sedangkan data yang disampaikan oleh Bambang Suherman
(Ketua Forum Zakat) bahwa potensi dana zakat umat Islam di Indonesia pada tahun
2004 mencapai Rp. 9 triliun. Namun hingga kini yang sudah terkumpul mencapai Rp.
250 miliar atau 2,7% yang berhasil dihimpun oleh lembaga-lembaga pengelola zakat.
paling tidak angka ini mengindikasikan signifikansi potensi zakat yang luar biasa.5
3
Ali yafie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah, M izan,
Bandung, 1995, cet.ke-3 hlm.231.
4
Sofyan Idris, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pendekat an
Transformati, PT.Citra Putra bangsa, Jakarta, 1997, cet.Ke-I hlm.76
5
Data sebagaimana dikutip Ermi Suhasti Syafei, “Mengoptimalkan Potensi Zakat” dalam Prosiding Simposium Nasional
Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, 2002), hllm. 574.
4
sering diperbincangkan dan dibahas baik dalam kacamata hukum positif maupun
hukum Islam. Perdebatan paling krusial terletak pada dasar pengelolaan zakat yang
dianggap memiliki unsur-unsur yang berbeda dengan pajak. Beberapa ulama yang
mengeluarkan ijtihad syar’inya terkait dengan integrasi zakat dan pajak antara lain
Masdar Farid Mas’udi, Didin Hafiddudin, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pembahasan terhadap integrasi zakat dan pajak sebenarnya telah menjadi
perdebatan ulama terdahulu hingga sekarang, namun perdebatan tersebut muncul dalam
6
bentuk yang berbeda. Abu Zahrah misalnya, mengemukakan bahwa pajak-pajak itu
sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus yang dapat memberikan jaminan
sosial. Itulah mula-mula yang menjadi tuntunan zakat. Zakat dapat memenuhi tuntutan pajak,
akan tetapi pajak tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan zakat, karena pajak tidak
menanggulangi kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk dipenuhi.
B. Metode
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, menurut
Nazir (2009:54) metode deskriptif adalah sebagai berikut :
“Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.
6
Lihat pendapat Abu Zahrah sebagaimana dikutip M. Jamal Doa, Membangun Ekonomi Umat melalui Pengelolaan
Zakat Harta, Pengumpulan Zakat dengan Sistem Administrasi perpajakan, Menghindari Pungutan Double Zakat dan
Pajak (t.t.p.: Nuansa Madani, 2001).
5
(PPh). Kedua undang-undang ini menyatakan bahwa zakat dan pajak adalah
kewajiban yang menjadikan sebagai beban bagi kaum Muslim. Kaum Muslim
juga diwajibkan membayar pajak lainnya seperti pajak bumi dan banguna n
(PBB), pajak atas barang mewah, dan pajak-pajak lainnya.
Pengelolaan pajak di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Perpajakan
Kementerian Keuangan dan Pemerintah daerah. Salah satu pendapatan nasiona l
terbesar adalah pajak. Pengelolaan pajak sepenuhnya dilakukan oleh pemerinta h.
Kewajiban warga negara untuk membayar pajak diatur dalam regulasi sehingga
bersifat memaksa dan terdapat sanksi yang diberlakukan. Salah satu pendapatan
nasional adalah pajak yang dijadikan untuk belanja negara dan berbagai alokasi
lainya.
Hal ini tidak sebanding dengan penggunaan alokasi pajak yang tidak tepat.
Penerimaan pajak dari tahun ketahun meningkat namun tidak sejalan dengan
penurunan angka kemiskinan. Seharusnya jika penerimaan pajak meningka t
maka angka kemiskinan menurun. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pajak
yang diharapkan menjadi salah satu solusi kemiskinan belum mampu
mengalirkan kekayaan dari orang yang berkecukupan kepada orang yang
kekurangan. Pajak hanya sebagai sumber pendapatan Negara yang baru di
alokasikan untuk mendanai kebutuhan pemerintah dalam menyelenggarak a n
Negara.7
2. Pembahasan
A. Persamaan dan Perbedaan antara Pajak dan Zakat
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan partikelir
kesektor) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbalik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjukan dan
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum(publieke uitgaven).8
7
Suandy Erly, Pembahasan PPh Pasal 21 sesuai PTKP Tahun 2006 Edisi kedua, Salemba Empat,
Jakarta, 2006, hlm.111.
8
Ibid, hlm.57.
6
Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap
wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan,
tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk membia ya i
pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi,
sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain.9
Pengertian pajak menurut Islam dengan pajak yang diterapkan di Indonesia
saat ini berbeda. Definisi pajak berdasarkan UU No. 28 tahun 2007 pasal 1
adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Beberapa Karakteristik Pajak di Indonesia, adalah sebagai berikut :
a. Pajak merupakan kontribusi wajib dan bersifat memaksa
Pajak bersifat wajib dan memaksa bagi warga Negara sehingga apabila
warga Negara tidak menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak
maka akan memperoleh konsekuensi yang telah diatur dalam
perundang-undangan.
b. Pemungutan pajak berdasarkan undang-undang
Kewajiban membayar pajak berdasarkan perundang-undangan yang
dibuat oleh pemerintah.
c. Pajak tidak memberikan kontraprestasi secara langsung
Pajak digunakan pemerintah untuk melakukan belanja Negara seperti
belanja bunga hutang, belanja subsidi, transfer ke daerah dan
pemenuhan kebutuhan Negara lainnya yang digunakan untuk
mensejahterakan Negara.
9
Yusuf Qardhowi, Hukum Zakat, PT Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 1988, hlm.999.
7
Pendapat ulama yang memperbolehkan pajak harus ditekankan bahwa
sistem perpajakan memiliki unsur keadilan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut para ulama sistem perpajakan yang adil harus memenuhi tiga kriteria :10
a. Pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran yang benar-benar
diperlukan untuk merealisasikan maqashid.
b. Beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan rakyat untuk
menanggung dan didstribusikan secara merata terhadap orang yang
mampu membayarkannya.
c. Dana pajak yang terkumpul digunakan secara jujur
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkna bahwa para ulama membole hka n
pajak karena adanya kondisi tertentu dan syarat tertentu yaitu harus adil, jujur,
merata, dan tidak membebani rakyat. Jika melanggar ketiga kriteria diatas maka
pajak harus dihapuskan dan pemerintah harus bisa mencukupkan dengan sumber
pendapatan yang jelas serta kembali pada sistem anggran berimbang (balance
budget).
Berbagai pendapat kini berkembang di kalangan masyarakat tentang
persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak. Sebagian mempersamak a n
secara mutlak, yaitu sama status dalam status hukumnya, tata cara
pengambilanya, maupun pemanfaatannya. Sebagaian membedakannya secara
mutlak, berbeda dalam pengertian, tujuan, tata cara pengambilan, sekaligus
penggunaaanya. Tetapi, ada pula yang melihat bahwa pada sisi tertentu terdapat
persamaan antara keduanya. Sedangkan pada sisi yang lain, terdapat perbedaan
yang mendasar antara keduanya. Berikut ini dikemukakan beberapa persamaan
dan perbedaan antara zakat dan pajak secara singkat guna memudahkan dalam
memahami persoalan.11
10
Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, Kalam M ulya, Jakarta, 2003, hlm.163.
11
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, GIP, Jakarta, 2002, hlm.53-65.
8
Adapun persamaan Pajak dan Zakat adalah :12
a. Unsur paksaan dan kewajiban
Seorang muslim yang memiliki harta yang telah memenuhi persyaratan
zakat, jika melalaikan atau tidak mau menunaikannya, penguasa yang
diwakili oleh para petugas zakat, wajib memaksakannya. Hal ini telah
diatur dalam Al Quran yaitu Surah at-Taubah:103. Demikian pula
halnya seseorang yang yang sudah termasuk ndalam kategori wajib
pajak, dapat dikenakan tindakan paksa kepadanya, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, jika wajib pajak melala ika n
kewajibanya. Tindakan paksa tersebut bisa dilakukan secara bertingkat
mulai dari peringatan, teguran, surat paksa, sampai dengan penyitaan.
Zakat dan pajak wajib dibayarkan apabila tidak dibayarkan keduanya
maka orang tersebut akan mendapat sanksi.
b. Pajak dan Zakat harus disetorkan kepada lembaga masyarakat
(negara), pusat, atau daerah
Asas pelaksanaan pengelolaan zakat berdasarkan pada firman Allah
SWT yang terdapat dalam surah at-Taubah: 60. Dalam ayat itu
dijelaskan bahwa dalam mengelola zakat selain pribadi tapi juga
lembaga khusus menangani zakat yang disebut dengan Lembaga amil
zakat. Jika merujuk pada UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelola Zakat
ada dua jenis yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Zakat pun demikian harus disetorkan kepada pemerinta h
sebagaimana yang disebutkan dalam Al-quran sebagai amil zakat.
Sedangkan pajak harus diatur oleh negara. Hal ini sejalan dengan
dengan pengertian pajakm itu sendiri, yaitu iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
12
R.Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco NV, Bandung, 1965, hlm.128.
9
membiayayai pengeluaran-pengeluaran umum, berhubung dengan tugas
negara untuk menyelenggrakan pemerintahan.
c. Membayar Pajak dan Zakat tidak memperoleh imbalan secara
langsung
Para wajib pajak hanya memperoleh fasilitas untuk melangsungka n
usahanya. Begitu pula membayar zakat, muzakki memperoleh pahala
dan sebagai bentuk solidaritas menolong sesama umat yang
membutuhkan.
d. Dari sisi Tujuan
Pada dasarnya tujuan zakat adalah untuk menciptakan kesejahteraan,
keamanan, dan ketentraman. Demikian pula pajak bertujuan untuk
pembiayaan pembangunan negara untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat banyak. Apabila pajak mempunyai tujuan kemasyarkatan,
ekonomi, politik dan keuangan zakat pun mempunyai tujuan yang lebih
jauh dan lebih luas jangkauannya dari pada aspek-aspek pajak.
Terdapat berbagai perbedaan Zakat dan Pajak yaitu sebagai berikut
:13
a. Mengenai batas nishab dan ketentuannya
Zakat memiliki batasan nishab dalam harta yang akan di zakati karena
Allah SWT yang membuat ketentuan dan tidak dapat dirubah. Berbeda
dengan pajak yang bergantung pada kebijaksanaan dan kekuasaan
penguasa baik objek, persentase, maupun ketentuan lainnya. Bahkan
ditetapkan atau dihapuskan pajak itu tergantung penguasa yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
b. Mengenai kelestarian dan kelangsungannya
Pembayaran zakat merupakan perintah dari Allah SWT yang terdapat
dalam Al-Quran oleh karena itu kewajiban membayar zakat bersifat
tetap dan terus-menerus. Kewajiban tersebut tidak dapat dihapus oleh
siapapun. Sedangkan pajak tidak memiliki sifat yang tetap dan terus
13
Ibid, hlm.129.
10
menerus. Kewajiban membayar pajak dibuat oleh pemerintah dan
sewaktu-waktu bisa dirubah dan bisa dihapuskan.
c. Menegenai pengeluarannya
Zakat harus dikeluarkan sesuai dengan pos-pos yang telah ditentukan
dalam Al-Quran. Sedangka pajak dikeluarkan sesuai dengan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah.
d. Maksud dan tujuan
Zakat memiliki tujuan spritual dan moral yang lebih tinggi dari pada
pajak. Tujuan zakat dijelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 bahwa
Allah memberikan keberkahan untuk diri dan harta dari orang yang
berzakat. Adapun tujuan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan
ekonomi dan sosial suatu negara.
e. Asas teori mengenai wajib zakat dan pajak
Undang-undang menjadi asas dalam kewajiban membayar pajak
sedangkan kewajiban zakat sangat jelas terdapat dalam Al-Quran.
B. Kebijakan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan kena Pajak di
Indonesia
Dalam Islam kedudukan zakat setelah wajib zakat. Zakat merupakan
kewajiban yang harus dijalankan umat Muslim karena merupakan rukun Islam
yang ke-4. Zakat dikumpulkan oleh Rasulullah dan dimasukkan kedalam baitul
mal. Sedangkan pajak (dharibah) dipungut oleh negara ketika dalam keadaan
baitul mal kosong yang wajib dibayar oleh Muslim yang kaya.
Zakat merupakan kewajiban umat Islam terhadap Allah SWT sedangkan
pajak adalah kewajiban warga Negara terhadap pemerintah, dimana prinsipnya
sama yaitu bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada awalnya di
Indonesia zakat identik dikumpulkan oleh mesjid atau pondok pesantren belum
ada intitusi resmi yang mengumpulkan zakat dan mengelolanya. Seiring
berjalannya waktu dibentuk UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) serta dibantu oleh
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
11
Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh BAZNAS sebagai institus i
resmi yang ditunjuk oleh pemerintah serta BAZ dan LAZ yang didirikan oleh
masyarakat atau pihak swasta. Pembayaran zakat di Indonesia masih bersifat
sukarela tanpa paksaan dan tidak ada sanksi dari negara apabila tidak melakuka n
kewajiban. Padahal potensi zakat di Indonesia sangatlah besar menginga t
penduduk Indonesia beragama Islam. Zakat di Indonesia sebesar 217 triliun
namun yang baru terkumpul sebesar 0,6%.
Di negara-negara Muslim lainnya zakat dan pajak telah dikelola secara
langsung oleh negara seperti Malaysia, Saudi Arabia, dan lain-lain. Malaysia
telah dijalankan zakat sebagai pengurang pajak, yang mana kebijakan ini sangat
efisien untuk meningkatkan perolehan zakat dan pajak. Dalam UU zakat
Malaysia terdapat sanksi bagi warga negara yang tidak membayar zakat baik
sanksi perdata maupun pidana. Di Saudi Arabia pembayaran zakat diwajibka n
bagi warga negaranya sedangkan warga negara asing diwajibkan membayar
pajak. Dimana, menurut masyarakat Saudi zakat dan pajak adalah sama.
Saat ini pemerintah telah membentuk peraturan menurut perundang-
undangan zakat penghasilan yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah dapat dikurangka n
dengan penghasilan kena pajak. Dalam pasal 1 PP No. 60 tahun 2010 dijelaskan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dapat dikurangi dengan
penghasilan bruto. Perhitungan penggabungan zakat dan pajak diatur sesuai
dengan UU No. 17 tahun 2000. Implementasi peraturan ini belum berjalan
dengan signifikan. Penggabungan zakat dan pajak belum diterapkan oleh semua
wajib pajak. Oleh karena itu, masyarakat kerap menggap kewajiban zakat dan
pajak sebagai dualisme kewajiban 14
Apabila kita berbicara konteks sosial dan ekonomi dampak, zakat bagi
kesejahteraan masyarakat tidak kalah berimbas dari pajak. Penerima zakat telah
dijelaskan dalam Al-quran yaitu delapan ashnaf yang pendistribusiannya dapat
dirasakan secara langsung kepada masyarkat yang membutuhkan. Berbeda
14
Ibid, hlm.113.
12
dengan pendistribusian pajak yang ditujukan untuk belanja negara, memabangun
infrastruktur, dan juga membuat program lainnya. Zakat dan pajak memilik i
keutamaan masing-masing dalam mensejahterakan masyarakat. Diharapkan
zakat juga dikelola secara baik oleh pemerintah yang mengingat potensi zakat
pada negara Indonesia begitu besar. Begitu pula dengan kaum Muslim
diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi untuk membayar zakat. Apabila
Zakat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan pemerintah untuk
menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi.
Sejak tahun 1968, umat Islam Indonesia telah berjuang untuk membentuk
lembaga yang berkecimpungan di bidang zakat. Keinginan tersebut dijawab
dengan lahirnya undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
meskipun masih juga belum memuaskan semua pihak, namun paling tidak
dengan adanya undang-undang tersebut usaha untuk meningkatk a n
kesejahteraan umat melalui jalur zakat mulai terbuka 15 . Pada akhirnya dikuatkan
dengan lahirnya Undang-Undang baru yakni UU No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat yang dikumpulkan berupa ZIS (zakat, infak dan sadaqoh)
dapat dikelola lebih efektif dan efisien melalui lembaga khusus yang disahkan
oleh pemerintah yakni Badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil zakat (LAZ).
Adapun zakat yang secara sah dapat dikurangi dari penghasilan untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak maka wajib pajak harus melamp ir i
bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarnya pada surat pemberitahua n
pajak. Hak ini sesuai dengan keputusan Dirjen Pajak No.KEP-214/PJ/2001
Tanggal 15 Maret 2001. Adapun ketentuan lengkap pasal 3 No.39 Keputusan
Dirjen Pajak No. KEP-214/PJ/2001 adalah sebagai berikut: “keterangan atau
dokumen lain yang harus dilampirkan pada surat pemberitahuan pajak
penghasilan wajib pajak pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah
bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak orang
15
A.Rahman Zaenudin, Berbagai Pandangan tentang Zakat: Implikasinya pada pemerataan,
Paramadina, Jakarta, 2000, hlm.17.
13
pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga zakat yang
dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.”
Dengan adanya peraturan-peraturan diatas merupakan momentum baru
dalam system pengelolaan zakat di Negara kita sekaligus momentum yang tepat
untuk meningkatkan penerimaan zakat untuk mengangkat kualitas
perekonomian umat Islam di Nergeri ini yang konon kurang lebih 90%
penduduknya beragama Islam. Momentum ini semakin kuat ketika pemerinta h
akan memberlakukan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) mulai Januari 2001.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri agama, Sayyid Agil Husain Al-Munawar
yang dimuat di harian Koran Tempo sebagai berikut: “mulai januari 2002
mendatang, pemerintah akan memberlakukan Nomor Pokok Wajib Zakat bagi
umat Islam. Pembayaran zakat yang memiliki NPWZ itu akan mendapat
potongan pajak penghasilan sebesar 2,5% dari nilai pajak yang harus
dibayarkan16 . Dengan demikan, seorang wajib pajak yang memiliki kewajiban
zakat akan memiliki dua nomor identitas sekaligus yaitu NPWP dan NPWZ yang
menurut kasubdit pemeriksaan II KPDJP, keduanya dikaitkan satu sama lain
atau disatukan sekaligus.
Wacana ini diperkuat oleh peraturan pemerintah yang baru-baru ini
dikeluarkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 pasal 1 b yaitu
“sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri yang dimilik i
oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di Indosesia yang
dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah.” Adapun hal yang menjelaskan tentang persyaratan adanya bukti
setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ditegaskan dalam pasal
2 yang berbunyi “apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga
16
Koran Tempo, Pemerintah berlakukan Nomor Wajib Pajak, berita pada tanggal 22 Nopember 2001
14
zakat keagamaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 maka pengeluar a n
tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto”.17
Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1 juga
menjelaskan tentang zakat dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasila n
kena pajak yang berbunyi “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak
dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang
diakui di Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk
dan disahkan oleh pemerintah”. Sedangkan hal yang menjelaskan tentang
persyaratan adanya bukti setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “apabila pengeluar a n
untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan
kepada badan amil zakat atau lembaga zakat keagamaan sebagaiman yang
dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 maka pengeluaran tersebut tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.”18
Adapun Mekanisme zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP)
adalah19 :
1) Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP)
hanya berlaku bagi muzakki yang mempunyai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2) Zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau
lembaga zakat akan mendapatkan bukti setor zakat.dan
17
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan
Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
18
Peraturan M enteri Keuangan No.254/PM K.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau
Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
19
BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, makalah Forum Zakat,
hlm.4.
15
bukti setor zakat akan diperoleh setelah muzakki
mempunyai Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ).
3) Apabila muzakki ingin zakat yang dibayarkan mengurangi PKP,maka
:
a. Pada SPT Tahunan kolom 6 dituliskan jumlah zakat
yang dibayarkan ke BAZ dan LAZ.
b. Bukti setoran zakat lembar 1 disertakan sebagai
lampiran SPT Tahunan.
c. Apabila ada kelebihan bayar pada SPT tahunan akibat
pembayaran zakat maka zakat yang telah dibayar akan
dikembalikan kepada wajib pajak.
D. Kesimpulan
1. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa zakat adalah
sejumlah harta tertentu yang dimiliki seseorang yang wajib diberikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya (8 ashnaf) yang bertujuan untuk
mensucikan dan membersihkan harta sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Zakat merupakan rukun Islam yang ke-4 oleh karena itu pemayaran zakat
wajib dilaksanakan oleh umat Muslim. pajak (dharibah) berdasarkan syariah
adalah kewajban yang datang secara temporer, diwajibkan oleh Ulil Amri
sebaga kewajiban tambahan sesudah zakat.
2. Dengan adanya Undang-undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan yang dimana zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena
pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda kewajiban yang harus dibayar
oleh orang muslim.
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ali, M.Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988
Ash-Shiddieq, Tengku M.Hasbi, Pedoman Zakat, Jakarta:
PT.Pustaka Rizki Putra, 1999
Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008
BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak,
makalah forum zakat
Brotodiharjo, R.Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Eresco
N.V.,1965
Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak, Jakarta: kencana, 2006
Idris, Sofyan, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Pendekatan
Transformati, Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I
Mansyuri, R., Pembahasan Mendalam atas Penghasilan. Jakarta: Penerbit YP4,
2000
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988
Rajid, Sualaiman, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algonsindo,1995
Saidi, Muhamad Djafar, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2007
Soemitro, Rahmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Yogyakarta:
Libert 1992
Zaenudin, A.Rahman, Berbagai pandangan tentang zakat: Implikasinya pada
pemerataan, Jakarta: paramadina, 2000
B. Perundang-undangan
17
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaa n
Zakat
Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan
Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat
dikurangkan dari Penghasilan
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor Per-05/PJ/2019
18