Manajemen Zakat (Nurdin)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH MANAJEMEN ZAKAT KONTEMPORER

"Pengelolaan Zakat di Negara-Negara yang Mewajibkan Zakat”

Semester II (S3)
TahunAkademik 2021/2022

Dosen Pengampuh :
Dr. Rahmawati Muin, M.Ag

Mahasiswa:

MUHAMMAD NURDIN JAMIL


NIM. 80100321047

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah matakuliah manajemen zakat kontemporer dengan topik pembahasan

mengenai pengelolaan zakat di negara-negara yang mewajibkan zakat serta

tujuannya dibuat makalah ini adalah sebagai syarat penyelesaian tugas mahasiswa.

Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dan

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis

menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun

tatanan bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima

segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini

agar dapat menjadi lebih sempurna lagi sebagai sebuah karya ilmiah.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat manambah

wawasan, pengatahuan dan inspirasi dari pembaca.

Sengkang , 24 Juni 2022


Penulis,

MUHAMMAD NURDIN JAMIL


NIM. 80100321047
DAFTAR ISI

SAMPUL ....................................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................3

C. Tujuan Penulisan .................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................4

A. Defenisi Zakat .....................................................................................4

B. Dasar Hukum Zakat.............................................................................5

C. Pengelolaan Zakat di negara-negara yang mewajibkan zakat .............8

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17

A. Kesimpulan........................................................................................ 17

B. Saran ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18


BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah

Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social- ekonomi
dari lima rukun islam. Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat
yang mampu sesuai dengan syariat islam. Zakat merupakan pranata keagamaan
yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan
penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil
usaha, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat islam,
amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan
akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan
dalam pengelolaan zakat.1
Umumnya, ada dua model pengelolaan zakat yang dikenal di dunia
Muslim. Pertama, zakat dikelola oleh negara dalam sebuah departemen. Pada
model ini, pengumpulan dan pendistribusian zakat ditetapkan oleh kebijakan
pemerintah dengan melihat pada kebutuhan masyarakat sehingga mirip seperti
pajak yang dilakukan pada negara-negara sekuler. Sistem pengelolaan zakat
seperti ini bersifat langsung, artinya bahwa warga masyarakat Muslim
berkewajiban membayar zakat dengan cara dipotong langsung dari harta yang
dimilikinya. Model kedua adalah zakat dikelola oleh lembaga non-pemerintah
(masyarakat sipil) atau semi pemerintah dengan mengacu pada aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah.2
Oleh karena itu, pengelolaan zakat dilakukan oleh masyarakat sipil
dengan cara sukarela dan negara hanya bertindak sebagai fasilitator dan
regulator. Meskipun demikian, kedua model ini memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Zakat merupakan bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang Allah wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan
kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu. Dalam artian,
1
Al-Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. (Bogor: LiteraAntar Nusa. 1999), hal.3
2
Amiruddin K, Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim,
bahwa zakat harus dikelola dengan baik agar zakat sampai kepada yang berhak
menerimananya.3
Karena itu, sejakawal Islam, pengelolaan zakat telah menjadi ruang
ijtihad yang luas berbasis mashlahah. Perubahan politik dan komitmen
keagamaan penguasa memberi dampak besar terhadap dinamika pengelolaan
zakat oleh negara dan menimbulkan diskursus yang tajam di antara para
fuqoha‟ yang terekam dalam kajian fiqhk lasik.
Di era modern kini ketika sebagian besar negara Muslim atau negara
dengan penduduk mayoritas Muslim adalah sekuler, kajian fiqh kontemporer
tidak cukup memberikan perhatian pada isu ini. Secara umum, kini terdapat
lima bentuk pengelolaan zakat di masyarakat Muslim kontemporer, yaitu
pertama, sistem pengumpulan zakat secarawajib oleh negara; kedua,
pengumpulan zakat secarawajib, namun dilakukan oleh masyarakat atau
swasta; ketiga, pengumpulan zakat secara sukarela oleh negara; keempat,
pengumpulan zakat secara sukarela oleh swasta; dan kelima, pengumpulan
zakat secara sukarela di tingkatan individual tanpa pengelolaan secara kolektif
samasekali.4
Di negara-negara yang menjadikan agama Islam sebagai landasan
konstitusi negara, pelaksanaan zakat adalah suatu kewajiban. Ada pemaksaan
dari negara kepada warga negara untuk membayar zakat dan terdapat sanksi
atas kelalaian pembayaran zakat. Di negara-negara ini, zakat dimasukkan
dalam sistem keuangan negara, bahkan bisa dikatakan sebagai pajak wajib
umat Islam karena negara tersebut tidak membebankan pajak kepada pemeluk
agama Islam kecuali zakat. Untuk membahas dan lebih memperkaya referensi
kita terkait pengelolaan zakat dinegara-negara islam, maka selanjutnya akan
diuraikan beberapa model dan pengalaman pengelolaan zakat di negara-negara
yang mewajibkan zakat.

3
Abdullah Khatib Nadhari, Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim, Economic: Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam, 2013,Vol. 3, No. 2, hal. 54
4
Amelia Fauzia, Faith and The State : a History of Islamic Philanthrophy in Indonesia,
2013, Leiden : Brill Academic Publishers. hal. 175
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini, antara lain :
a. Bagaimana Defenisi umum dari Zakat ?
b. Bagaimana Dasar Hukum Zakat?
c. Bagaimana Pengelolaan Zakat di negara-negara yang mewajibkan zakat ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini, antaralain :
a. Untuk Mengetahui Bagaimana Defenisi umum dari Zakat!
b. Untuk Mengetahui Bagaimana Dasar Hukum Zakat !
c. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Zakat di negara-negara yang
mewajibkan zakat !
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Zakat
Zakat yang merupakan Rukun Islam ketiga setelah Syahadat dan
Shalat. Zakat secara harfiah berasal dari kata “Zaka” yang berarti “Tumbuh”,
“Berkembang”, “Mensucikan”, atau “Membersihkan”.5 pendapat lain
mengatakan bahwa kata dasar “Zaka”, berarti Bertambah atau Tumbuh,
sedangkan setiap sesuatu yang bertambah disebut zakat artinya bertambah. Bila
sesuatu bertambah atau tumbuh tanpa cacat, kata-kata zakat berarti bersih.6
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mempunyai redaksi masing-
masing terhadap zakat, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah wajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan
persyaratan tertentu pula.7
Secara filosofis sosial, zakat dikaitkan denganp rinsip ‘keadilan sosial’
dan dilihat dari segi kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang
berhubungan dengan distribusi pendapatan masyarakat, pemerataan kegiatan
pembangunan, atau pemberantasan kemiskinan. Dengan zakat, di satu sisi
terjadi transfer konsumsi dan kepemilikan sumber-sumber ekonomi, sementara
di sisi lain merupakan perluasan kegiatan produktif di tingkat bawah. Skenario
ini memberikan kesempatan kepada masyarakat lapisan terbawah untuk
meningkatkan pendapatan dan selanjutnya bisa menabung dan melakukan
pemupukan modal secara kolektif sebagai salah satu kegiatan sumber ekonomi
dan kegiatan produktif.8

5
Fathurrahman Rauf, Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan, Cetakan Pertama (Jakarta :
PP. LAZIS NU 2009), hal. 4
6
Farida prihhatini, Uswatun Hasanah, Wirdyaningsih, Hukum Islam Zakat & Wakaf,
Cetakan Pertama (Jakarta PT Papas Sinar Sinanti bekerjasamadengan Penerbit Fakultas Hukum
UI), hal. 46.
7
Didin Hafiduddin, Anda BertanyaTentang Zakat, Infak, dan Sedekah Kami Menjawab,
cetakan pertama (Jakarta BAZNAS 2005), hal. 17.
8
Arif Hartono, “Agenda Lanjutan Pasca Institusionalisasi Zakat” ,dalam UNISI, No.
41/XXII/IV/2000, hal. 331.
Pengumpulan dan penyaluran serta potensi zakat sebagai instrumen
pengentasan kemiskinan menjadi issu penting dalam sistem perekomian Islam.
Zakat banyak dibahas oleh ekonom Muslim yang concern kepada
pembangunan dan keuangan publik. Selain sebagai komponen utama dalam
sistem keuangan publik sekaligus kebijakan fiskal yang utama dalam sistem
ekonomi Islam, zakat juga merupakan kegiatan yang bersifat wajib bagi
seluruh umat Islam. Masih ada komponen lain yang dapat dijadikan sebagai
unsur lain dalam sumber penerimaan negara. Komponen-komponen tersebut
bukan merupakan unsur yang wajib melainkan kegiatan yang bersifat sukarela
yang dikaitkan dengan tingkat ketaqwaan seseorang. Makin tinggi tingkat
ketaqwaannya maka semakin besar kecenderungannya untuk mengeluarkan
komponen yang bersifat pengeluaran sukarela tersebut.
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah suatu kewajiban bagi setiap orang muslim. sebagai salah
saturukun Islam zakat merupakan pondasi Islam yang paling agung. Yang
mana kewajibanya langsung disampaikan melalui al-Qur‟an dan hadits.9Zakat
bukanlah derma/sedekah biasa, Ia adalah perintah Allah yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim. Dalam Al-Qur‟an banyak perintah untuk
melaksanakan zakat, seperti (Q:S, 2:110), (Q:S, 22:78), (Q:S, 73:20) dan lain-
lain. Di antara redaksi perintah Allah tentang zakat adalah pada surat al-
Baqarah (2)

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta


orang-orang yang ruku´” (QS al-Baqarah (2): 43)
Zakat juga diperintahkan untuk dikelola secara kolektif, berdasarkan
firman Allah dalam surat at-Taubah (9) ayat103 :

9
Syarif Hidayatullah, Ibadah Tanpa Khilafah Zakat, cetakan pertama (Jakarta PT Al-
Kautsar Prima, 2008), hal.4.
Artinya :“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS at-Taubah (9) :103)
Hukum asal dari perintah adalah wajib. Karena zakat diperintahkan
oleh Allah melalui firman-Nya dalam kitab suci al-Quran, maka zakat adalah
sebuah kewajiban.Setiap perkara yang wajib akan berimplikasi pada
pemberian pahala bagi yang melaksanakannya dan penanggungan dosa dan
sanksi siksa akhirat bagi yang meninggalkannya.
Disamping ayat-ayat diatas, ada beberapa hadits yang menunjukan
pentingnya lembaga zakat. Diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas R.A. dia mengatakan bahwa Nabi SAW. Mengirimkan Muadz ke
negeri Yaman dan berkata kepadanya yang artinya sebagai berikut:
“terangkanlah kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan kepada mereka
shalat lima kali sehari semalam. Kalau mereka telah mentaatinya,
beritahukanlah kepada mereka supaya mereka membayar zakat mereka dan
dibayarkan kepada orang yang miskin. Jika itu telah dipatuhi oleh mereka yang
paling berharga. Takutilah do‟a orang yang teraniaya karena sesungguhnya
antara dia dan Allah tidak ada dinding.10
Zakat memang harus dikelola secara kolektif melalui amil. Jika zakat
tidak dikelola melalui amil, maka urgensi manfaatnya akan dirasa kurang dan
kecenderungannya akan habis untuk sesaat, yakni hal-hal yang bersifat
konsumtif, sehingga dana zakat tidak bisa untuk membantu pemberdayaan
bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Terdapat trasionalisasi yang kuat
untuk pengelolaan zakat secara kolektif melalui amil, bukan secara individual,
yaitu11 , pertama, amil berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara
pembayar (muzakki) dan penerima zakat (mustahiq). Kedua, amil mendorong

10
Farida Prihhatini, Uswatun Hasanah, Wirdya ningsih, Hukum Islam Zakat &Wakaf,
Cetakan Pertama (Jakarta PT Papas Sinar Sinanti dengan Penerbit Fakultas Hukum UI), hal. 49.
11
Lihat Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, 1988, Jakarta : UI
Press. hal. 52
muzakki untuk menunaikan kewajibannya sekaligus membantu menghitung
jumlah kewajiban zakatnya. Ketiga, amil mampu mengidentifikasi dan
mengklasifikasi mustahiq secara obyektif dan akurat agar penyaluran dan
pendaya gunaan zakat direalisasikan secara baik dan efektif. Keempat, amil
dibutuhkan agar muzakki tak merasa masih memiliki zakatnya, sehingga ketika
muzakki merangkap menjadi amil, mereka cenderung merasa sebagai pemilik
dana zakat dan menempatkan mustahiq sebagai peminta dana zakat.
Kelima,fakta bahwa al-Quran surat at-Taubah (9) : 60 menyebutkan bahwa
adanya bagian amil dalam penerima dana zakat menunjukkan bahwa zakat
memang seharusnya dikelola oleh lembaga atau institusi khusus yang
profesional.
Setelah Nabi wafat menjaga karakter politik zakat, yaitu zakat harus
diserahkan kepada negara untuk dikelola. Jumhur, sebagian kabilah Arab
Badui menganggapi tidak ada lagi pembayaran zakat karena tidak ada lagi
balasan kepada mereka berupa doa Nabi yang membersihkan dan menyucikan
mereka. Kebijakan khalifah Abu Bakar memerangi mereka yang menolak
membayar zakat binatang ternak, ulama sepakat bahwa pengelolaan zakat al-
amwal al-zhahirah merupakan kewenangan penuh penguasa di mana penguasa
berhak memungutnya. Namun, untuk pengelolaan zakat al-amwal al-bathinah
terdapat perbedaan pendapat. Madzhab Hanafi dan Syafi‟i memandang bahwa
pengelolaan zakat al-amwal al-bathinah diserahkan kepada pemiliknya.
Madzhab Maliki menyatakan bahwa orang harus menyerahkan seluruh
zakatnya baik yang zhahir maupun yang bathin, kepada penguasa sekali pun
mereka zhalim, sepanjang mereka berlaku amanah dalam mengelola zakat.
Adapun Madzhab Hanbali berpendapat menyerahkan zakat kepada penguasa
adalah tidak wajib, namun diperbolehkan, baik penguasa itu adil maupun
zhalim. Baik harta zhahir maupun bathin.
Al-Qardlawi memilih dan menguatkan dua pendapat tentang
pengelolaan zakat dalam fiqh Islam. Pertama, pengelolaan zakat merupakan
bagian dari otoritas pemerintahan Muslim, di mana pemerintah berhak
mengumpulkan zakat dari seluruh jenis harta, baik yang zhahi rmaupun bathin,
terutama jika penguasa mengetahui bahwa rakyatnya melalaikan kewajiban
zakat. Kedua, kegagalan pemerintah mengelola zakat dengan membiarkan dan
tidak memungut zakat dari masyarakat tidak menghapus tanggung jawab
individu dari pembayaran zakat, di mana muzakki tetap harus menilai zakat
yang harus dibayarnya dan menyalurkannya sendiri kepada mustahiq.12
C. Pengelolaan Zakat di Negara-Negara yang Mewajibkan Zakat
Secara umum, didalam dunia islam diera modern kini terdapat
beberapa negara yang mewajibkan warga negaranya untuk mengeluarkan zakat
dalam rangka mengentaskan kemiskinan, dan demi menjalankan perintah
agama. Negara-negara islam tersebut diantaranya: kerajaan Saudi arabia,
sudan, Pakistan, yordania, Kuwait, dan Malaysia. Berikut ini adalah gambaran
peraturan perundang-undangan, dan system pengelolaan serta aplikasi yang
digunakan masing-masing negara tersebut.
a. Saudi Arabia
Pelaksanaan zakat di Arab Saudi didasarkan pada perundang-
undangan yang dimulai pada tahun 1951 M. Sebelum pengundangan ini, zakat
tidak diatur oleh perundang-undangan. Setelah Raja mengeluarkan Keputusan
Raja (Royal Court) No. 17/2/28/8634 tertanggal 29 Juni 1370 H bertepatan
dengan tanggal 7 April 1951 yang isinya ‘Zakat Syar’i’ yang sesuai dengan
ketentuan syari’ah islamiyah diwajibkan kepada individu perusahaan yang
memiliki kewarganegaraan Saudi.13Dalam beberapa aturan berikutnya
diperbolehkan bagi individu untuk mengalurkan sendiri zakatnya maksimal
setengahnya, dan setengah lagi disetorkan ke Departemen Keuangan, khusus
untuk perusahaan semuanya disetorkan ke Departemen Keuangan.
Kewenangan penghimpunan zakat di Saudi semuanya berada dalam satu
kendali yaitu Departemen Keuangan, mulai dari aspek kebijakan sampai teknis,
sehingga peraturan-peraturan zakat yang ada banyak terfokus pada
penghimpunan, sedangkan untuk penyaluran, kewenangannya ada pada

12
ChusainulAdib, Peran Negara dalamPengelolaan Zakat Umat Islam Indonesia, Jurnal
Nestor Magister Hukum
13
Mohd. Nasir Tajang (Ed.), Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006)
Departemen Sosial dan Pekerjaan di bawah Dirjen Jaminan Sosial
(dhamanijtima’i).
Sesuai dengan Keputusan Raja bahwa zakat hanya diwajibkan
kepada warga Saudi saja, dan sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, telah
ada keputusan Raja yang dikeluarkan beberapa bulan sebelum keputusan
tentang zakat yaitu keputusan raja tentang pajak pendapatan bagi bukan warga
Saudi yang tidak mewajibkan zakat kepada warga selain warga Saudi, sebagai
gantinya mereka diwajibkan membayar pajak pendapatan. Sebagai penunjang
pelaksanaan Keputusan Raja tersebut dibentuklah biro khusus yang disebut
“Maslahah al-Zakahwa ad-Dakhal” (kantor pelayanan zakat dan pajak
pendapatan). Tidak jarang orang Saudi yang mengidentikkan zakat dengan
pajak karena sistem yang dibangun untuk penghimpunan dana tersebut hampir
sama dengan penghimpunan pajak pendapatan. Seiring dengan perkembangan
peraturan pajak pendapatan yang diterapkan oleh Saudi, dengan mengacu pada
keuntungan yang dihasilkan dan dinaikkannya persentase pajak pendapatan
yang mengakibatkan nilai pajak pendapatan lebih tinggi dibanding nilai zakat,
warga Muslim non Saudi yang bermukim di Saudi (mayoritas warga Teluk),
mengajukan permohonan kepada pemerintahan Saudi agar mereka disamakan
dengan warga Saudi asli dengan kewajiban membayar zakat dan tidak lagi
membayar pajak pendapatan. Usulan ini diterima Raja dengan dikeluarkannya
Keputusan Raja yang menetapkan zakat diwajibkan kepada warga Saudi dan
warga Teluk yang bermukim di Saudi.
Penghimpunan Zakat di Arab Saudi diterapkan pada semua jenis
kekayaan yaitu zakat ternak yang dikelola oleh komisi bersama antara
Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri yang disebut al-
‘awamil yaitu komisi khusus yang tugasnya melakukan pungutan zakat ternak
kepelosok-pelosok daerah dan kemudian menyerahkan hasilnya ke Departemen
Keuangan. Demikian halnya dengan zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat
tabungan, dan zakat pendapatan. Beberapa yang masuk dalam kategori zakat
pendapatan adalah pendapatan dokter, kontraktor, pengacara, akuntan, dan para
pegawai, seniman, penghasilan hotel, biro travel. Penghasilan kesemuanya
dipotong dari accountnya masing-masing jika telah mencapai nisab. Cara
penghitungannya berdasarkan pada laporan keuangan masing-masing.
Penyaluran Zakat Pemerintah Saudi menyalurkan zakat terfokus
pada jaminan sosial warganya. Untuk kepentingan tersebut pemerintah Saudi
memberikan wewenang pendistribusian zakat kepad Kementerian Sosial dan
Tenaga Kerja di bawah Dirjen Jaminan Sosial. Penentuan mustahiq didasarkan
pada survey yang dilakukan oleh departemen dengan nilai santunan 6000 Reyal
Saudi per tahunnya. Satu hal yang menarik dari sistem pengelolaan zakat di
Saudi adalah tidak ada zakat dariperusahan milik pemerintah karena semua
hasil perusahaan ditujukan untuk kepentingan umum. Majelis Tinggi Qadhi
memberi fatwa untuk perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta harus
dikeluarkan zakatnya kerena mereka menganggap perusahan tersebut menjadi
satu kesatuan badan hukum.
b. Sudan14
Pengelolaan zakat di sudan resminya setelah diundangkannya
undang-undang yang berkaitan dengan Diwan Zakat, pada April 1984 dan
mulai efektif pada september 1984. Yang sebelumnya zakat masih berupa
sukarela dimulai dengan diundangkannya pembentukan Zakat Fund tahun
198031. Kemudian lahirlah UU Wajib Zakat tersebut. Undang-Undang Zakat
Sudan juga memperluas subjek harta wajib zakat khususnya harta penghasilan
dari Mustaghillat. Pengasilan dari Mustaghillat meliputi: (1) penghasilan bersih
dari hasil penyewaan atau kontrakan, (2) penghasilan dari pertanian, (3)
penghasilan dari binatang ternak, dan (4) penghasilan bersih dari jasa
transportasi.
UU zakat juga mewajibkan zakat atas penghasilan dari profesi
mencakup gaji para pegawai dan profesional serta penghasilan sampingan
lainnya. Pembayaran zakat dilakukan dengan syarat penghasilan tersebut
melebihi kebutuhan pokok minimal, dan wakat yang dikeluarkantarifnya 2,5
persen. Yang mana standar kebutuhan pokok ditetapkan oleh Majlis Fatwa.

14
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan pertama
(Jakarta, Forum Zakat, 2006), hal. 36.
Kewajiban zakat tergantung pada kewarganegaraan dan agama seseorang,
karena itu zakat diwajibkan untuk seluruh warga negara sudan yang beragama
islam dan memilik iharta yang cukup, baik mereka di dalam negeri ataupun
diluar negeri. Serta harta warga negara orang sudan yang sedang berada diluar
negeri wajib di zakati. Untuk warga non-sudan yang beragama Islam,
berdomisili atau kerja di sudan, dikenakan wajib zakat. Dan apabila pemilik
harta benda tidak berada di dalam negeri pada saat jatuh tempo, pembayaran
bisa di wakilkan oleh penanggung jawab benda tersebut. Masuknya dua
pertimbangan kewarganegaraan dan domisili menjadi syarat wajib zakat
memiliki beberapa kelebiihan: Pertama, bertambah banyak pemasukan dan
zakat karena zakat diambil dari harta benda milik muslim baik harta tersebut
didalam negeri atau di luar negeri. Demikian juga hartamilik orang asing yang
muslim yang sedang dikembangkan di negara sudan. Kedua, mewujudkan
kesatuan umat islam yaitu dengan jalan memberikan perlakuan yang sama
antara warga sudan dan non sudan yang berdomisili disudan sehingga dapat
menjalin kasih sayang, persaudaraan dan saling bahu membahu dalam
kehidupan sehari-hari.

c. Yordania15
Undang-undang khusus pemungutan zakat dibuat pada tahun 1944 M
oleh Kerajaan HasyimiteYordania, yang mana negara tersebut merupakan
Negara Islam pertama yang melahirkan undang-undang semacam itu.
Kemudian kerajaan tersebut menetapkan UU mengenai lembaga amil zakat
yang disebut dengan UU Shunduq Zakat tahun 1988. Yang memberikan
kekuatan hukum kepada lembaga tersebut untuk mengelola anggaran secara
independen. Karena halitulah, Shunduq Zakat memiliki hak untuk
mengeluarkan berbagaimacam aturan, juknis, dan juklak agar semakin
efektifnya kegiatan penghimpunan zakat.
Di Yordania tersebut terdapat juga sistem dimana pembayaran zakat
memungkinkan untuk di kurangi jumlah yang dibayarkan zakat dari
15
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan pertama
(Jakarta, Forum Zakat, 2006), 44
penghasilan kena pajak.41 Shunduq Zakat Yordania dalam operasionalnya
mendaya gunakan kelompok kerja yang tersebar di seluruh Yordania yang
disebut dengan Lajnah Zakat (Komisi Zakat) yang tugasnya adalah:

1. Memantau kondisi kemiskinan dalam masyarakat Yordania.


2. Mendirikan klinik-klinik kesehatan dan medical centre yang mencakup
semua praktek dokter.
3. Mendirikan pusat-pusat pendidikan pengangguran.
4. Mendirikan proyek-proyek investasi.
5. Mendirikan pusat-pusat garmen (home industri).

d. Kuwait16
Undang-undang pendirian lembaga pemerintah yang bertugas
mengurusi pengelolaan zakat di Kuwait disahkan, disetujui parlemen, dan
diterbitkan sebagai undang-undang pendirian Baitu Zakat dengan nomor 5/82
tertanggal 21 Rabi‟ ulAwwal 1403 H atau bertepatan pada tanggal 16 Januari
1982 M. Baituz Zakat memiliki Dewan Direksi yang dipimpin langsung
Menteri Waqaf dan Urusan Islam dengan anggota: wakil KementrianWaqaf
dan Urusan Islam, wakil Kementrian Sosial dan Tenaga Kerja, Direktur Utama
Institusi Jaminan Sosial, kepala rumah tangga istana, enam warga Kuwait yang
memiliki pengalaman dan keahlian di bidangnya yang tidak menjabat di
instansi pemerintah yang ditentukan oleh pemerintah melalui sidang kabinet
dengan masa jabatan 3 tahun dan bisa di perpanjang.
Baituz Zakat Kuwait konsen dengan perencanaan strategis sejak
pendiriannya. Mereka meyakini pentingnya perencanaan dalam mengantarkan
lembaga pada sasaran-sasaran dan tujuan di masa mendatang. Hal tersebut
dilakukan dengan menempuh cara dan metodologi ilmiah, serta kajian yang
terencana. Aktivitas perencanaan di Baituz Zakat berkembang sesuai dengan
perkembangan manajemen dan carakerja di dalamnya. Pada saat ini, hal

16
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan pertama
(Jakarta, Forum Zakat, 2006), 51.
tersebut bertumpu pada para pegawai yang ahli dalam merumuskan strategi
dengan menggunakan panduan dan metodologi perencanaan strategis yang
paling mutakhir. Dimana tidak adanya pengumpulan wajib yang diatur dalam
hukum zakat, akan tetapi bagi para muzakki dapat memberikannya secara
sukarela yang nantinya akan di tampung oleh Rumah Zakat.17
Keberhasilan penggalangan dan pengumpulan dana dari para donatur
Baituz Zakat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktorberikut:
1. Kunjungan ketempat kerja dan tempat tinggal para donatur
2. Tersedianya ruang tamu khusus disesuaikan dengan status dan kondisi
mereka.
3. Tersedianya media dan sarana informasi, dimana para donatur mendapatkan
informasi tentang berbagai hal yang terkait dengan lembaga.
4. Hubungan sosial dalam momen-momen kegiatan sosial dan pribadi.
5. Sarana penghimpunan dana dengan kantor cabang yang memadai, non stop
24 jam, on call.
e. Pakistan18
Undang-undang tentang pengelolaan zakat diterbitkan secara resmi
pada Juni 1979 yang disebut dengan UU zakat dan Usyr. Undang-undang ini
dianggap belum sempurna sehingga pada tahun 1980 Undang-undang zakat
mulai disempurnakan.
Pengelolaan zakat di Pakistan bersifat sentralistik yang disebut
dengan Central Zakat Fund (CZF). Yang dipimpin secara kolektif oleh enam
belas anggota, salah satunya adalah Hakim Agung Pakistan, delapan orang
tidak resmi dengan tiga diantaranya dari golongan ulama, dan tujuh sisanya
resmi salah satunya ketua Zakat Fund, empat Menteri Keuangan Negara
Bagian Federal dan unsur kementrian urusan agama. CZF memiliki
kewenangan menentukan berbagai kebijakan dan pengawasan hal-hal yang

17
Monzerf Karv, Manajemen Zakat di Beberapa Masyarakat Muslim, Jurnal yang di
terjemahkan oleh Santika Aziz, Farida Nur Aisyah, Christina Wijayanti, dan LaelaIsni Juda
(2009), hal.18.
18
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan pertama
(Jakarta, Forum Zakat, 2006), 42.
berkaitandengan zakat. Zakat diwajibkan kepada setiap warga negara Pakistan
yang hartanya telah mencapai nisab. Zakat langsung dipotong dari harta
muzakki pada item-item tertentu seperti: pemotongan langsung dari account
tabungan dan deposito, sertifikat deposito, sertifikat investasi, obligasi
pemerintah, saham perusahaan dan polis asuransi. Sedangkan harta lainnya
diserahkan kepada muzakki untuk menunaikannya, seperti zakat uang cash,
zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat industri, dan sebagainya.
Instansi yang berwenang untuk pemotongan zakat adalah lembaga keuangan
yang kemudian diserahkan langsungke CZF.
Disini terdapat pengecualian terhadap orang non muslim dan non
pakistan dari kewajiban pembayaran zakat, pembayaran zakat dan „ushr hanya
dapat diterima secara tunai. Konsesi pajak tertentu diberikan ,yaitu pendapatan
kena pajak dan kekayaan yang dikurangi dengan jumlah zakat yang di
bayarkan dan pajak tanah di bebaskan untuk mereka yang membayar pajak.
Dimana bagi para warga non muslim dan non pakistan terkena wajib pajak,
yang mana di pakistan sebagian besar pajaknya di kumpulkan pada
imporbarang.19
Penyaluran zakat di Pakistan didistribusikan ke delapan asnaf dengan
memperhatikan skala prioritas sebagaimana tertuang dalam naskah Undang-
undang: “prioritas utama diberikan kepada fakir miskin terutama para janda,
orang cacat baik dengan cara langsung atau tidak langsung seperti melalui
pendidikan resmi sekolah, pendidikan keterampilan, rumah sakit, klinik, dan
lainnya.
f. Malaysia20
Organisasi pengeloaan zakat di Malaysia berdiri pada bulan Mei 1989.
Pengelolaan zakat di Malaysia di bawah pengawasan langsung Majlis Agama
Islam di setiap negeri bagian yang berjumlah sebanyak 14 buah. Pusat
Pungutan Zakat (PPZ) di Malaysia berada di bawah Majlis Agama Islam

19
Syahrukh Rafi Khan, IMF Conditionts Stunt Growth, diambil dari jurnal Economic and
Political Weekly, Vol. 37, No. 44/45 (Nov. 2-15, 2002),.Hal. 4541.
20
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan pertama
(Jakarta, Forum Zakat, 2006), 52.
Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur (MAIWP). yang bertanggung jawab untuk
zakat dan wakaf. PPZ ini pertama kali beroperasi pada 1 Januari 1991.
Manajemen PPZ berada di bawah perusahaan Harta suci Sdn Bhd, yang
bertanggung jawab akan manajemen PPZ di hadapan Majlis Agama Islam.
Antara Hartasuci dan Majlis Agama Islam terdapat ikatan kontrak perjanjian,
yaitu memberi kuasa untuk manajemen PPZ dan sekaligus menjadi amil zakat.
Kontrak tersebut meliputi beberapa hal seperti tugas Harta suci dan peraturan-
peraturan yang harus diikuti oleh Harta suci sebagai pihak yang menjalankan
manajemen PPZ dan amil zakat.
Fungsi utama PPZ ialah mencari muzakki baru, menjaga kontinuitas
pembayarannya, memberi penerangan seputar zakat, menghimpun zakat,
mengeluarkanresi zakat kepada pembayar, membuat laporan harian, bulanan,
dan tahunan, membina loket-loket baru dan saluran-saluran baru untuk
pembayaran zakat agar lebih memudahkan pembayar zakat, dan menambah
aset PPZ dari lebihan upah amil setelah ditolak semua perbelanjaan. Sistem
pengelolaan zakat di Malaysia dapat di kategorikan dalam tiga jenis. Pertama,
Sistem korporasi, dimana pengumpulan dan pendistribusian zakat dikelola oleh
sebuah korporasi; sistemini di terapkan di wilayah selangor, sarawak, dan
penang. Kedua, sistem semi-korporasi, dimana perusahaan hanya mengelola
proses pengumpulan zakat, sedangkan proses distribusi ditangani oleh
pemerintah negara bagian; mekanisme ini diterapkan di makala, negeri
sembilang, pahang, dan wilayah federal. Ketiga, pengelolaan secara penuh oleh
pemerintah negara bagian atau mejelis Agama Islam, yang diterapkan pada
wilayah-wilayah lain.21
Dimalaysia terdapat pajak dan zakat, namun di malaysia telah
dijalankan zakat sebagai pengurang pajak, yang mana kebijakan ini sangat
efisien, di mana adanya pengurangan pajak oleh zakat tersebut, dan ini sudah
lama diterapkan oleh malaysia. Dimana dengan sistem ini, malah justru

21
Indonesia Zakat dan Development Report 2010, Menggagas Arsitektur Zakat Indonesia:
menuju sinergi pemerintah dan masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat nasional, Cetakankedua
(Jakarta IMZ, 2011), hal.71.
meningkatkan perolehan pajak dan zakat. Di dalam UU zakat di Malaysia
tercantum bagi wajib zakat yang tak membayarkan zakatnya, adapun sanksi itu
berupa Hukum perdata dan hukum pidana. Dimana sanksi itu hanya berlaku
pada masyarakat yang berprofesi sebagai petani, pedagang dan peternak.27
Pendistribusian zakat di Malaysia bisa merupakan bantuan langsung, bisa
berupa bantuan tak langsung, contoh, bantuan langsung untuk Fakir dan Miskin
semisal bantuan makanan, bantuan keuangan, bantuan medis, sekolah, seragam
sekolah, kontrak rumah, bencana alam, pernikahan dan usaha. Bantuan tidak
langsung dapat berbentuk pemberian manfaat tidak langsung, seperti Institut
Kemahiran Baitulmal (IKB) yang giat melakukan pembinaan, pelayanan
pelatihan keterampilan untuk fakir miskin.
Perbandingan pengelolaan zakat diantara beberapa negara muslim :
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, makadapat disimpulkan bahwa
Secara umum, Konsep zakat dalam Islam merupakan unsur-unsur yang
terkandung dalam kebijakan fiskal. Unsur tersebut ada yang bersifat wajib
seperti zakat. Adanya pembagian dalam kegiatan yang bersifat wajib,
merupakan khas didalam sistem ekonomi Islam yang membedakannya dari
sistem ekonomi pasar. Sebagai bagian dari fiskal, zakat merupakan salah satu
sendi Ekonomi Islam, yang jika mampu dilaksanakan dengan baik, akan
memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Model pengelolaan zakat di negara-negara Muslim dapat
dikategorikan menjadi 3 model: Pertama, negara-negara yang mewajibkan
zakat. Kedua, negara tidak mewajibkan zakat kepada warganya, melainkan
diarahkan pada kesadaran masing-masing individu atau zakat hanya merupakan
kewajiban agama dan tidak diwajibkan oleh negara. Ketiga, model pengelolaan
zakat dimana disamping negara juga swasta (masyarakat sipil) dapat mengelola
zakat secara sama-sama seperti Indonesia.
Secara umum, didalam dunia islam terdapa tbeberapa negara yang
mewajibkan warga negaranya untuk mengeluarkan zakat dalam rangka
mengentaskan kemiskinan, dan demi menjalankan perintah agama. Negara-
negara islam tersebut diantaranya: kerajaan Saudi arabia, sudan, Pakistan,
Yordania, Kuwait, dan Malaysia.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat penulis sajikan dan sampaikan,
semoga bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada penulisan atau kata-kata yang
kurang berkenan penulis memohon maaf. Kritik dan saran yang membangun
senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah
(makalah) selanjutnya. Semoga bermanfaat dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Khatib Nadhari, Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim, Economic: Jurnal


Ekonomi dan Hukum Islam, 2013,Vol. 3, No. 2.
Al-Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. (Bogor: LiteraAntar Nusa. 1999).
Amelia Fauzia, Faith and The State : a History of Islamic Philanthrophy in
Indonesia, Leiden : Brill Academic Publishers. 2013.
Amiruddin K, Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim,
Arif Hartono, “Agenda Lanjutan Pasca Institusionalisasi Zakat” ,dalam UNISI,
No. 41/XXII/IV/2000.
ChusainulAdib, Peran Negara dalamPengelolaan Zakat Umat Islam Indonesia,
Jurnal Nestor Magister Hukum.
1
DidinHafiduddin, Anda BertanyaTentang Zakat, Infak, dan Sedekah Kami
Menjawab, cetakanpertama (Jakarta BAZNAS 2005).
Farida prihhatini, Uswatun Hasanah, Wirdyaningsih, Hukum Islam Zakat &
Wakaf, Cetakan Pertama (Jakarta PT Papas Sinar Sinanti bekerjasama
dengan Penerbit Fakultas Hukum UI).
Fathurrahman Rauf, Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan, CetakanPertama
(Jakarta : PP. LAZIS NU 2009).
Indonesia Zakat dan Development Report 2010, Menggagas Arsitektur
Zakat Indonesia: menuju sinergi pemerintah dan masyarakat sipil dalamm
pengelolaan zakat nasional, Cetakankedua, Jakarta IMZ, 2011.
Kuntarno Noor Aflah, Mohd Nasir Tajang, Zakat & Peran Negara, cetakan
pertama, Jakarta, Forum Zakat, 2006.
Lihat Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,, Jakarta :
UI Press, 1988.
Mohd. Nasir Tajang (Ed.), Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006)
Monzerf Karv, Manajemen Zakat di Beberapa Masyarakat Muslim, Jurnal yang di
terjemahkan oleh Santika Aziz, Farida Nur Aisyah, Christina Wijayanti, dan
LaelaIsni Juda, 2009.
Syahrukh Rafi Khan, IMF Conditionts Stunt Growth, diambil dari jurnal
Economic and Political Weekly, Vol. 37, No. 44/45 Nov. 2-15, 2002.
Syarif Hidayatullah, Ibadah Tanpa Khilafah Zakat, cetakan pertama (Jakarta PT
Al-Kautsar Prima, 2008).

Anda mungkin juga menyukai