Bab 1 Resti

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam

pembangunan suatu Negara (Simatupang, 2017). Dalam rangka mewujudkan

ketahanan pangan, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting

karena sektor ini menjadi penyedia pangan utama (Sumastuti, 2010), lebih-

lebih negara yang sedang berkembang, karena memiliki peran ganda yaitu

sebagai salah satu sasaran utama pembangunan dan salah satu instrumen

utama pembangunan ekonomi. Fungsi ketahanan pangan sebagai prasyarat

untuk terjaminnya akses pangan determinan utama dari inovasi ilmu

pengetahuan, teknologi dan tenaga kerja produktif serta fungsi ketahanan

pangan sebagai salah satu determinan lingkungan perekonomian yang stabil

dan kondusif bagi pembangunan. Setiap negara senantiasa berusaha

membangun sistem ketahanan pangan yang mantap.

Ketahanan panganpun tentu sangat erat kaitannya dengan masalah

pangan terutama beras akan selalu menjadi isu strategis, karena menyangkut

kebutuhan pokok masyarakat yang memiliki kecenderungan meningkat terus

mengikuti pertambahan jumlah penduduk. Selain strategis beras juga

merupakan komoditas politik yang persediaannya tidak boleh berkurang,

karena akan membuat kegaduhan baik dari sisi ekonomi maupuan sosial.

Pentingnya beras juga direpresentasikan dalam kebijakan pemerintah dengan

memasukkan ketahanan pangan dalam salah satu nawacita.

1
2

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian menjadi

sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Pembangunan

sektor pertanian merupakan prioritas utama di Indonesia, hal ini dikarenakan

Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi

terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis

pembangunan nasional. Selain itu, mayoritas mata pencarian masyarakat

indonesia adalah di sektor pertanian. Krisis pangan merupakan isu strategis

dunia saat ini, ketidakseimbangan antara peningkatan populasi penduduk

dengan ketersediaan lahan pemukiman memunculkan masalah yang

menyebabkan adanya alih fungsi lahan, sedangkan kebutuhan pangan

meningkat tajam. Akibatnya lahan produktif yang seharusnya digunakan

untuk lahan pertanian dikonversi menjadi lahan non pertanian.

Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat

Indonesia yang bercorak agraris karena terdapat sejumlah besar penduduk

Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Dengan

demikian, lahan tidak saja memiliki nilai ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan

memiliki nilai religius. Dalam rangka pembangunan pertanian yang

berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian,

terutama pada kondisi yang sebagian besar bidang usahanya masih

bergantung pada pola pertanian berbasis lahan. Lahan merupakan sumber

daya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi

kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat.


3

Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian

ketahanan dan kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi

yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan

masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya bergantung pada

lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang

diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian

melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Di sisi lain, alih

fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan makin sempitnya luas lahan

yang diusahakan dan sering berdampak pada menurunnya tingkat

kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan

pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan

salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam

rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat

pada umumnya.

Peningkatan jumlah rumah tangga pertanian tumbuh tidak sebanding

dengan luas lahan yang diusahakan. Akibatnya, jumlah petani gurem dan

buruh tani tanpa penguasaan/pemilikan lahan di Jawa terus bertambah. Hal ini

berdampak pada sulitnya upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan

pengentasan kemiskinan di kawasan perdesaan. Di sisi lain, proses urbanisasi

yang tidak terkendali berdampak pada meluasnya aktivitas-aktivitas

perkotaan yang makin mendesak aktivitas- aktivitas pertanian di kawasan

perdesaan yang berbatasan langsung dengan perkotaan. Alih fungsi lahan

berkaitan dengan hilangnya akses penduduk perdesaan pada sumber daya

utama yang dapat menjamin kesejahteraannya dan hilangnya mata pencarian


4

penduduk agraris. Konsekuensi logisnya adalah terjadinya migrasi penduduk

perdesaan ke perkotaan dalam jumlah yang besar tanpa diimbangi

ketersediaan lapangan kerja di perkotaan.

Ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan Indonesia

harus sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat

jumlahnya, ancaman- ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan

kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang.

Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan

ketersediaan pangan dan lahan pangan.

Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan upaya yang tidak

terpisahkan dalam rangka mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang

semakin pesat akhir-akhir ini akibat meningkatknya kebutuhan akan lahan.

Hal tersebut sangatlah penting dikarekana Sektor pertanian mempunyai peran

strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis itu antara lain sebagai

penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang PDB (produk

domestik bruto), penghasil devisa negara, penyerap tenaga kerja, sumber

utama pendapatan rumah tangga perdesaan dan penanggulangan kemiskinan,

serta penciptaan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan sektor lainnya. Sektor

pertanian juga merupakan sektor utama perekonomian daerah yang

memperkuat sistem ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan ekonomi,

budaya dan kelembagaan lokal. Selain itu juga berperan penting dalam

pelestarian lingkungan hidup sebagai bagian upaya penurunan emisi gas

rumah kaca
5

Salah satu tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional

adalah degradasi lahan, alih fungsi lahan subur, dan keterbatasan sumber daya

lahan potensial Luas lahan pertanian terus mengalami penyusutan akibat

persaingan penggunaan lahan yang makin meningkat antara pertanian dan

nonpertanian (pertambangan, perindustrian, pemukiman, infrastruktur)

maupun antara pertanian tanaman pangan dan nonpangan (perkebunan,

industri, dan bioenergi). Faktor pendorong konversi lahan pertanian lainnya

antara lain: a) pertumbuhan penduduk, b) kebutuhan lahan untuk kegiatan

nonpertanian, c) nilai land rent yang lebih tinggi pada aktivitas nonpertanian,

d) sosial budaya, e) degradasi lingkungan, e) otonomi daerah yang

mengutamakan pembangunan pada sektor yang lebih menguntungkan untuk

peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan lemahnya sistem perundang-

undangan dan penegakan hukum dari peraturan yang ada

Lahan sawah yang mengalami konversi umumnya adalah lahan yang

mempunyai produktivitas tinggi di Pulau Jawa dan di sekitar kota-kota besar

yang merupakan pusat pembangunan di luar Jawa (Simatupang dan Rusastra

2004; Wahyunto 2009). Total penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi

lahan untuk penggunaan lainnya mencapai 100.000 hektare setiap tahunnya

(Kementan 2014).

Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan atas konversi

lahan tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan

Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) (Bappenas 2015). Undang-undang ini

diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah


6

dengan irigasi teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional.

Pemerintah berharap dengan diterbitkannya undang-undang ini dapat

melindungi lahan-lahan pertanian pangan dari konversi lahan dan menjadikan

lahan tersebut menjadi lahan abadi bagi pertanian.

Selanjutnya untuk menjalankan UU Nomor 41 tahun 2009

sebagaimana mestinya, pemerintah mengeluarkan peraturan perundangan

yang berfungsi memperjelas fungsi dan kedudukan dari undang-undang

tersebut, yaitu (i) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2011 tentang

penetapan dan alih fungsi lahan pertanian; (ii) PP Nomor 12 tahun 2012

tentang insentif perlindungan lahan; (iii) PP Nomor 25 tahun 2012 tentang

sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan (iv) PP Nomor 30

tahun 2012 tentang pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan

berkelanjutan. Peraturan perundangan tentang alih fungsi lahan di lahan

LP2B hanya dapat dilakukan untuk kepentingan publik saja sedangkan alih

fungsi lainnya tidak diperkenankan. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu

setelah ditetapkannya UU Nomor 41 tahun 2009 implementasi dari regulasi

tersebut belum mampu mengimbangi alih fungsi lahan yang terus terjadi.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program perluasan

lahan sawah yang dikenal dengan program cetak sawah. Program perluasan

sawah atau cetak sawah adalah suatu usaha penambahan luas baku lahan

sawah pada berbagai tipologi lahan yang belum pernah diusahakan untuk

pertanian dengan sistem sawah (Ditjen PSP 2016). Pencetakan Sawah Baru

dilaksanakan dengan latar belakang tingginya alih fungsi lahan sawah yang

diyakini akan menjadi ancaman dalam mewujudkan kemandirian, kedaulatan


7

dan ketahanan pangan nasional selain itu Program ini dilaksanakan sejalan

dengan pengendalian konversi lahan dan perlindungan sawah produktif,

intensifikasi pertanian, dan penyediaan infrastruktur.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan dalam rangka

mewujudkan kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan nasional, maka

upaya untuk memperluas baku lahan sawah menjadi sangat penting dengan

memanfaatkan dan mengelola sumber daya lahan dan air yang ada serta

pemberdayaaan petani dalam meningkatkan kesejahteraan petani pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya. Di Kecamatan Cirinten yang Pada

tahun 2020 ini penambahan luas baku lahan sawah dilaksanakan melalui

kegiatan cetak sawah dan mekanisme pelaksanaan dilakukan dengan pola

swakelola kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya. Adapun lokasi

dalam program cetak lahan sawah ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 1.1. Lokasi Cetak Lahan Sawah di Kecamatan Cirinten

Nama Poktan/ Luas Cetak Sawah


No Desa
Gapoktan
Target (Ha) Realisasi (Ha)
1 Parakanlima Subur Hidayah 25 25
2 Parakanlima Subur Barokah 26 26
3 Parakanlima Subur Mahmur 37 37
4 Parakanlima Subur Sejahtera 25,5 25,5
5 Cempaka Subur Pasti 11,5 11,5
Sumber :Dinas Pertanian Tahun 2022

Pencetakan sawah baru adalah salah satu upaya pembangunan

nasional mencapai tujuan terciptanya kondisi ketahanan pangan. Ketahanan

pangan berarti tercipta kondisi tersedianya pangan yang cukup setiap saat

untuk masyarakat, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan

terjangkau. Sebagai negara Agraris, Indonesia berpotensi besar mewujudkan


8

ketahanan bahkan kemandirian pangan dengan komoditas surplus pangan

sebagai modal ekonomi pembangunan nasional. Dalam beberapa dekade ini,

Provinsi Banten menjadi salah satu penopang produksi beras nasional,

disamping Jawa Barat dan Jawa Timur.

Penambahan luas baku lahan pertanian pangan dengan mencetak

sawah baru selain berpotensi meningkatkan produksi, juga sebagai langkah

awal menciptakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekaligus dapat

mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah terutama untuk petani di

pedesaaan. Tetapi dalam mewujudkannya terdapat aspek-aspek yang akan

menjadi hambatan dan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pencetakan sawah untuk menciptakan ketahanan pangan. Ketentuan tanah

dalam program ini termasuk dalam aspek fisik yang sangat berkaitan erat

dengan ketersediaan tanah (aset) yang statusnya clear and clean, bebas

konflik dan memiliki kesesuaian untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian,

dibangunnya sarana dan prasarana irigasi, adanya akses jalan dan lokasi yang

dekat pemukiman. Sehingga penentuan lokasi cetak sawah merupakan suatu

langkah penting dalam menciptakan sawah yang kuat legalitasnya.

Perencanaan yang tidak melibatkan semua pihak yang terlibat

berakibat pada pengambilan keputusan yang kurang efektif. Sawah dan

sumber air merupakan satuan komponen yang tidak bisa dipisahkan satu

dengan lainnya sehingga dengan hanya mempertimbangkan dimana sawah

hendak dicetak tanpa melihat ketersediaan air yang memadai merupakan

sebuah keputusan yang keliru dan menyebabkan belum efektifnya program

ini dalam implementasinya. Penyebabnya tidak lain karena pada saat proses
9

penyusunan rencana percetaakan sawah baru belum dilakukan sosialisasi

secara merata kepada setiap stakeholders berkaitan dengan pedoman teknis

percetakan sawah baru. Akibatnya stakeholders yang terlibat kurang

memahami pedoman teknik tersebut sehingga kemampuan adaptasi

implementor untuk mengsinergikan pencapaian tujuan percetakan sawah baru

dan konektivitas dengan wilayah irigasi dan tadah hujan belum optimal

mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Tidak jarang lokasi pencetakan sawah yang ditetapkan untuk menjadi

lahan pertanian tidak sesuai untuk menanam padi, dimana lokasinya yang

jauh dari pemukiman, tidak optimalnya akses infrastruktur yang dibangun,

belum lagi dalam hal ketersediaan petani yang tidak sesuai untuk

mendapatkan tanah tersebut, walaupun dalam menentukan suatu lokasi cocok

dilaksanakannya kegiatan cetak sawah ini adalah pada tahap Survei dan

Identifkasi Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL), sehingga peneliti melihat

Kurang tepatnya pertimbangan dalam perencanaan dapat menjadikan sawah-

sawah tersebutkembali menjadi tanah terlantar dan tidak tergarap. Selain itu

Indikator keberhasilan cetak sawah bukan hanya sekedar fisik, namun aspek

kemampuan petani dalam melakukan penanaman dan perawatan padi harus

dilihat secara detail, artinya program cetak sawah ini pun harus diimbangi

dengan program pengembangan kapasitas petani secara teknis. Berdasarkan

pada kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk

mengkaji Efektivitas Pencetakan Lahan Pertanian Di Kecamatan Cirinten,

Kabupaten Lebak, Banten.


10

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitiaan ini ada

beberapa hal yang dapat diidentifikasikan guna mengerucutkan permasalahan,

yang meliputi:

1. Kurangnya pembinaan dan penyuluhan terkait program cetak lahan sawah

2. Pembangunan sawah baru tidak dilengkapi dengan infrastruktur penunjang

seperti Jalan usaha tani dan sarana irigasi

3. Perencanaan yang tidak melibatkan semua pihak yang terlibat berakibat

pada pengambilan keputusan yang kurang

4. Pengetahuan dan keterampilan petani yang relatif rendah.

1.3 Batasan Masalah

Sebagai fokus penelitian dan pembahasan masalah-masalah yang telah

diidentifikasi tersebut dan penyesuaian dengan keterbatasan biaya, waktu dan

tenaga yang dimiliki oleh penulis, maka penelitian ini membatasi masalah

hanya pada lingkup Efektivitas Percetakan Lahan Pertanian Di Kecamatan

Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten Untuk Menunjang Ketahanan Pangan.

Dengan adanya pembatasan masalah penulis berharap ruang lingkup yang luas akan

diperkecil sehingga pokok masalah penelitian dapat dipecahkan semaksimal

mungkin.

1.4 Rumusan Masalah

Dari fenomena masalah diatas maka penulis membuat rumusan

masalah yaitu:

1. Bagaimana Efektivitas Pencetakan Lahan Pertanian Di Kecamatan

Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten.


11

2. Apa saja Faktor Efektivitas Pencetakan Lahan Pertanian Di Kecamatan

Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh

peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Efektivitas Pencetakan Lahan Pertanian

Di Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten.

2. Untuk Mengetahui Apa saja Faktor Efektivitas Pencetakan Lahan

Pertanian Di Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Untuk mengetahui epektivitas percetakan lahan pertanian,di

Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Banten.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

a) Bahan pertimbangan bagi Dinas Pertanian khususnya di daerah

Kec cirinten dalam pengambilan kebijaksanaan.

b) Tambahan pengetahuan bagi masyarakat dalam upaya

pengepektifan untuk keberhasilan panen.

c) Bahan informasi dan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa.


12

1.7 Sistematik Penulisan

Untuk memahami lebih jelas Penelitian ini, maka materi-materi dalam

penulisan dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika

penyampaian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, Bab ini mendeskripsikan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : DESKRIPSI TEORITIS DAN ASUMSI DASAR, Bab ini

menjelaskan tinjauan literatur yang digunakan sebagai

referensi serta kerangka berpikir sebagai gambaran, alur

pikir peneliti dan adanya kesimpulan sementara.

BAB III : METODELOGI PENELITIAN, Bab ini menjelaskan

metode yang digunakan dalam analisis yang meliputi

kerangka pemikiran, instrumen penelitian, sampel penelitian

dan informan, teknik pengolahan data dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN, menjelaskan tentang objek

penelitian, Deskripsi Data dengan menjelaskan hasil

penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

mempergunakan Teknik analisis data yang relevan,

Interpetasi Hasil Penelitian serta Pembahasan.

BAB V : PENUTUP, berisi kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai