Laporan Hukum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

1. Latar belakang pemilihan topik dalam podcast

2. Deskripsikan secara lengkap hal yang anda bahas dalam podcast

3. Jelaskan Konsep materi yang sudah dipelajari di kelas yang anda gunakan
dalam pembahasan di podcast

4. Jelaskan Kesimpulan anda dari diskusi dalam podcast tersebut

Jawab

1. Latar belakang pemilihan topik dalam podcast


Alasan penulis memilih topik UU ITE dalam podcast yakni dewasa ini, semakin
pesatnya perkembangan transformasi digital yang mulai mendunia. Masing-masing orang
bisa membuka data dan informasi hanya melalui satu ketukan yakni lewat alat
komunikasi ataupun handphone yang tersambung dengan jaringan internet. Penduduk
dari berbagai umur, kalangan dan lingkungan bisa dengan gampang membuka internet
tidak terbatas pada ruang tempat dan waktu. Manfaat dari pemanfaatan internet yakni
salah satunya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, semua kalangan
masyarakat bisa membuka internet untuk mengungkapkan jati dirinya termasuk
memberikan pendapat terhadap orang lain dan organisasi hingga pemerintah.
Problematika yang kerap kali timbul mengenai kebebasan berekspresi yakni
tentang kebebasan mengungkapkan pendapatnya. Terkadang satu golongan atau pihak
menganggap hal yang diutarakannya merupakan suatu argumen yang umum, namun ada
golongan atau pihak lain yang menganggap bahwa argumen itu telah melampaui
kehormatan atas hak asasi miliknya. Sebuah argumen yang dirasa oleh satu pihak
merupakan bentuk dari kebebasan ekspresi, tetapi di lain pihak beranggapan bahwa hal
tersebut termasuk pencemaran nama baik ataupun penghinaan.
Negara Indonesia merupakan Negara demokrasi, salah satu cirinya dapat dilihat
dari terdapatnya jaminan perlindungan mengutarakan berpendapat, oleh sebab itu
pemerintah maupun lembaga semestinya berusaha dalam menghormati kebebasan
mengutarakan pendapat ini.1 Dengan hal itu Indonesia mengeluarkan regulasi yakni UU
ITE untuk melindungi warga negaranya dalam mengutarakan pendapatnya.
2. Deskripsikan secara lengkap hal yang anda bahas dalam podcast
Pasal 1 angka 1 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
menyatakan bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda
yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik kata, fakta, maupun penjelasan yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format
sesuai dengan perkembangan teknologi dan komunikasi secara elektronik maupun
nonelektronik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-
undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa Informasi
elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik yang tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya. Sedangkan, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.
Jadi, UU ITE merupakan regulasi yang mengatur mengenai informasi dan
transaksi elektronik, ataupun teknologi informasi secara universal. Aturan tersebut
mempunyai yurisdiksi yang berlaku bagi semua yang yang melakukan perbuatan hukum
sesuai yang diatur pada reguasi tersebut, baik yang berdomisili di NKRI maupun WNI
diluar NKRI. Mudahnya mendapatkan informasi di era transformasi digital saat ini
membuat fenomena kejahatan melalui internet menjadi mudah terjadi seperti ujaran
kebencian melalui internet. Ha tersebut tidak hanya terjadi di negara maju, negara
berkembang juga mudah sekali mengalaminya seperti di negara Indonesia, sehingga
dengan adanya UU ITE ini menjadi kerangka formil dari suatu sistem yang bertujuan
memberikan keadilan, memberikan rasa aman bagi masyarakat dan kepastian hukum
untuk penyelenggara internet maupun pemakainya.

1
Nur Rahmawati, Dkk, “Kebebasan Berpendapat Terhadap Pemerintah Melalui Media Sosial Dalam Perspektif UU
ITE”, Pranata Hukum Vol. 3. Nomor 1, Februari 2021
Pada saat ini hampir seluruh kegiatan masyarakat dilaksanakan di dalam ruang
digital atau dunia maya. Masyarakat kini sudah beralih dari ruang fisik menjadi ruang
digital, sebab pada saat ini ruang digital juga sudah dilindungi oleh payung hukum yang
berkaitan dengan tata kelola kehidupan masyarakat. Selain UU ITE, regulasi lainnya
yang berkaitan juga perannya sangat diperlukan guna terjaganya ruang digital yang
memberikan manfaat bagi sesama masyarakat.
UU ITE dibentuk pada 2008, lalu terjadi beberapa perubahan pada tahun 2016
yang mana aturan ini sifatnya yakni mencakup keseluruhan hal yang berkaitan dengan
penggunaan teknologi dan informasi serta komunikasi. Namun, beberapa materi dalam
aturan ini belum dapat menjawab tantangan dari percepatan digital masa kini. Karena
pola aturan tersebut, dalil yang terdapat pada tiap-tiap pasalnya menjadi tidak detail, yang
berakibat pada implementasi dan penafsirannya yang rancu.2
Pada mulanya UU ITE dibentuk guna mengangkat kemajuan ekonomi di
Indonesia lewat ekonomi digital serta perdagangan di dunia maya (e-commerce) di
Indonesia. Kemudian di tengah perjalanan, terjadi banyak problematika dan kasus yang
menimbulkan pro kontra terhadap pasal-pasal di UU ITE, terutama terkait dengan
penggunaan media sosial.3
Pada UU ITE versi perubahan pada Tahun 2016, dinyatakan yakni guna
terjaminnya pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta
terpenuhinya tuntutan yang adil. Terdapat sebutan “menjamin penghormatan dan hak
kebebasan orang lain” . Namun, pada kenyataannya masyarakat seolah-olah dibatasi
dengan norma-norma pada UU ITE itu. Yang artinya, perubahan UU itu belum merubah
keseluruhan problematika yang terdapat dalam UU ITE yang lama.
UU ITE saat ini isinya tentang 7 (tujuh) hal pokok penting yang memperbaharui
UU ITE, atas lahirnya pembaharuan UU ini Pemerintah memiliki kewenangan dalam

2
Atikah Mardhiya Rohmy, dkk, “UU ITE Dalam Perspektif Perkembangan Teknologi Informasi Dan
Komunikasi”, Dakwatuna Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam Volume 7. Nomor 2, Agustus 2021
3
Safenet, “Masyarakat Sipil Asia Tenggara Meminta Mark Zuckerberg untuk Melindungi Privasi Pengguna dan
Menanggulangi Ujaran Benci di Facebook”, diakses dari https://id.safenet.or.id/2021/02/rilis-bersama-koalisi-
masyarakat-sipil-logika-keliru-dalam-rencana-pemerintah-menyusun-pedoman-interpretasi-terhadap-uu-ite/
masyarakat pada 3 Desember 2022.
pemutusan saluran bagi informasi elektronik yang isinya melanggar hukum yang
diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.
Berikut poin-poin perubahan yang terdapat dalam UU ITE tahun 2016:

● Bertujuan guna terhindarnya multitafsir terhadap ketentuan larangan


mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan
Pasal 27 ayat (3), ditetapkan 3 (tiga) perubahan yakni:
- Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”
Ketetapan itu memberikan norma yakni seseorang tidak diperbolehkan dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya “informasi” oleh publik.
- Menggarisbawahi bahwa ketentuan tersebut merupakan delik aduan bukan delik
umum
Delik hukum pencemaran nama baik di internet yang terdapat dalam Pasal 310 KUHP
dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 yakni delik aduan, artinya
hanya korban yang dapat memproses laporan tersebut ke pihak yang berwajib.4
- Menggarisbawahi bahwa unsur pidana dalam ketentuan tersebut mengacu pada
ketentuan pencemaran nama baik serta fitnah yang terdapat pada KUHP.
Kelengkapan redaksi pada pasal 27 ayat (3) UU ITE tak berisi suatu norma yang
salah. Hal yang gterdapat pada pasal itu merupakan sesuatu yang umum didalam
hukum, tak terkecuali tentang “penghinaan” dalam pasal itu sudah tercantum pada
norma yang lain yakni sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :
50/PUUVI/2008 yang menjelaskan bahwa penafsiran norma dalam Pasal 27 ayat (3)
UU ITE mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, tidak bisa dilepaskan
dari norma hukum pidana yang terdapat pada Bab XVI tentang Penghinaan yang
termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, hal itu membuat konstitusionalitas

4
Renata Christh Auli, “Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial”, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pencemaran-nama-baik-di-media-sosial-lt520aa5d4cedab pada 3
Desember 2022
Pasal 27 ayat (3) UU ITE wajib dihubungkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311
KUHP.5
● Menurunkan ancaman pidana pada 2 ketentuan pada pasal 29
Pidana pencemaran nama baik diturunkan ancaman pidananya yang semula paling
lama 6 tahun jadi 4 tahun serta denda yang semula Rp 1 miliar sekarang Rp 750 juta.
Kemudian, menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan dan atau menakut-
nakuti pada pasal 29 dari paling lama 12 tahun penjara menjadi 4 tahun dan denda
dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta
● Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 ketentuan
Atas pasal 31 ayat 4 yang menginstruksikan aturan tata cara intersepsi ke dalam
Undang-Undang. Kemudian, menambahkan penjelasan pasal 5 terkait keberadaan
informasi elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
● Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6)
dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP
Penggeledahan dan/atau penyitaan yang pada awalnya wajib memperoleh izin dari
Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
Selain hal tersebut, penangkapan penahanan yang pada awalnya wajib memperoleh
penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1 x 24 jam, kemudian
disesuaikan lagi dengan ketentuan KUHAP.
● Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada
ketentuan Pasal 43 ayat (5)
Menambahkan kewenangan untuk memutuskan akses terkait tindak pidana teknologi
informasi dan kewenangan meminta informasi dari penyelenggara sistem elektronik
terkait tindak pidana teknologi informasi.
● Mengimbuh ketentuan tentang “right to be forgotten” pada ketentuan Pasal 26
Konsepsi ini timbul atas dasar kehendak dalam mengembalikan kontrol atas informasi
pribadi yang beredar di internet kepada masing-masing pribadi. Seperti menghapus
konten yang dianggap tidak sesuai yang berdasarkan pada didasarkan atas penetapan

5
Agung Yundi Bahuda Sistawan, “Kebebasan Berekspresi Menurut Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi
Dan Transaksi Elektronik”, Justitia Jurnal Hukum Volume 3, Nomor 1, April 2019
pengadilan langsung. Mekanisme ini diselenggarakan oleh penyelenggara sistem
elektronik yang memiliki kewenangan yang berkaitan pada konten.6
● Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis
gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik (Memberikan
landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif
di internet) dengan menambahkan wewenang tambahan dalam ketentuan Pasal 40.
Pemerintah harus melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang
memiliki muatan yang dilarang.7

3. Jelaskan Konsep materi yang sudah dipelajari di kelas yang anda gunakan dalam
pembahasan di podcast
Setiap orang mempunyai kebebasan dalam mengeluarkan argumennya, hal
tersebut adalah hak asasi yang terdapat pada tiap-tiap manusia sesuai dengan yang
tercantum pada Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Melalui regulasi tentang kebebasan berpendapat itu, masyarakat
berpikiran untuk bebas dalam mengargumentasikan seluruh gagasan dan idenya,
contohnya dengan melayangkan kritik bagi pihak lain
Umumnya terminologi kebebasan dihubungkan dengan tidak adanya halangan,
batasan, daya paksa, kurungan untuk melaksanakan sesuatu.8 Kebebasan dalam
mengeluarkan argumentasinya adalah termasuk juga bagian dari hak asasi manusia,
manusia dari lahir hingga meninggal tidak semestinya mendapat usikan dari pihak
manapun. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”.
6
Irfan Syahroni, “Yuk. Kenalan dengan Konsep Right to be Forgotten di Indonesia, diakses dari
https://heylawedu.id/blog/yuk-kenalan-dengan-konsep-right-to-be-forgotten-di-indonesia pada 3 Desember 2022

7
Kementerian Kominfo, “UU Revisi ITE Ditandatangani Presiden dan Berlaku mulai 25 November 2016, diakses
dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/8463/siaran-pers-no-87hmkominfo122016-tentang-uu-revisi-ite-
ditandatangani-presiden-dan-berlaku-mulai-25-november-2016/0/siaran_pers pada 3 Desember 2022
8
Sartini, “Etika Kebebasan Beragama”, Jurnal Filsafat Volume 18 Nomor 3, 2008
Kebebasan berargumentasi adalah hak asasi manusia yang sangat-sangat
fundamental. Indonesia secara tegas mencantumkan penghargaan kebebasan berpendapat
dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) serta telah memperoleh
pengakuan secara internasional melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) pada 1948. Indonesia adalah Negara hukum yakni tiap-tiap perbuatan
warganya dituangkan secara yuridis didalam aturan undang-undang, hal itu juga berlaku
mengetani aturan menyampaikan kritik atau berpendapat di internet.
Regulasi yang berkaitan mengenai hal-hal teknologi informasi, khususnya
berhubungan dengan etika dalam menyampaikan kritik atau berpendapat di internat
dituangkan dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No.
19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik mengatur mengenai penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam
penggunaan teknologi informasi, salah satunya bagi individu yang menggunakan media
teknologi informasi seperti media sosial sebagai media penyampaian kritik terhadap
pemerintah. Ketentuan yang mengatur terkait hal tersebut antara lain, Pasal 27 ayat (3),
Pasal 28 ayat (2), Pasal 45A ayat (2), Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 tentang UU ITE.
UU ITE wajib memberikan perlindungan untuk banyak kepentingan hukum
seperti memberikan perlindungan bagi seseorang untuk menyampaikan argumentasi,
memberikan pendapatnya secara lisan maupun tertulis. Selain itu, terkait kepentingan
hukum untuk melindungi kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagai
hak yang bersifat hak konstitusional (Constitutional Rights) warga negara sebagaimana
ditentukan Pasal 28F UUD NRI 1945, dan hak dasar basic rights akan perlindungan
terhadap harkat, martabat, dan nama baik orang lain yang dilindungi berdasarkan Pasal
28G ayat (1) UUD NRI 1945.
4. Jelaskan Kesimpulan anda dari diskusi dalam podcast tersebut
Problematika yang kerap kali timbul mengenai kebebasan berekspresi yakni
tentang kebebasan mengungkapkan pendapatnya. Terkadang satu golongan atau pihak
menganggap hal yang diutarakannya merupakan suatu argumen yang umum, namun ada
golongan atau pihak lain yang menganggap bahwa argumen itu telah melampaui
kehormatan atas hak asasi miliknya. Sebuah argumen yang dirasa oleh satu pihak
merupakan bentuk dari kebebasan ekspresi, tetapi di lain pihak beranggapan bahwa hal
tersebut termasuk pencemaran nama baik ataupun penghinaan. Dengan adanya UU ITE
ini menjadi kerangka formil dari suatu sistem yang bertujuan memberikan keadilan,
memberikan rasa aman bagi masyarakat dan kepastian hukum untuk penyelenggara
internet maupun pemakainya.
UU ITE merupakan regulasi yang menjabarkan mengenai informasi serta
transaksi elektronik, maupun teknologi informasi secara umum. Undang-undang ini
kemudian mengalami beberapa perubahan sehingga perlu direvisi dan kemudian revisi
tersebut disahkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU ITE.
Aturan itu saat ini isinya tentang 7 (tujuh) hal pokok penting yang memperbaharui UU
ITE, lahirnya pembaharuan UU ini Pemerintah memiliki kewenangan dalam pemutusan
saluran bagi informasi elektronik yang isinya melanggar hukum yang diselenggarakan
oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.
UU ITE wajib memberikan perlindungan untuk banyak kepentingan hukum
seperti memberikan perlindungan bagi seseorang untuk menyampaikan argumentasi,
memberikan pendapatnya secara lisan maupun tertulis. Selain itu, terkait kepentingan
hukum untuk melindungi kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagai
hak yang bersifat hak konstitusional (Constitutional Rights) warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Auli, Renata Christha. “Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial”. diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pencemaran-nama-baik-di-media-sosial-
lt520aa5d4cedab pada 3 Desember 2022
Kementerian Kominfo. “UU Revisi ITE Ditandatangani Presiden dan Berlaku mulai 25
November 2016”. diakses dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/8463/siaran-
pers-no-87hmkominfo122016-tentang-uu-revisi-ite-ditandatangani-presiden-dan-berlaku-
mulai-25-november-2016/0/siaran_pers pada 3 Desember 2022
Rahmawati, Nur. dkk. “Kebebasan Berpendapat Terhadap Pemerintah Melalui Media Sosial
Dalam Perspektif UU ITE”. Pranata Hukum Vol. 3. Nomor 1. Februari 2021
Rohmy, Atikah Mardhiya, dkk. “UU ITE Dalam Perspektif Perkembangan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi”. Dakwatuna Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Islam Volume 7. Nomor
2. Agustus 2021
Safenet. “Masyarakat Sipil Asia Tenggara Meminta Mark Zuckerberg untuk Melindungi Privasi
Pengguna dan Menanggulangi Ujaran Benci di Facebook”. diakses dari
https://id.safenet.or.id/2021/02/rilis-bersama-koalisi-masyarakat-sipil-logika-keliru-
dalam-rencana-pemerintah-menyusun-pedoman-interpretasi-terhadap-uu-ite/masyarakat
pada 3 Desember 2022.
Sartini. “Etika Kebebasan Beragama”. Jurnal Filsafat Volume 18 Nomor 3. 2008
Sistawan, Agung Yundi Bahuda. “Kebebasan Berekspresi Menurut Pasal 27 Ayat (3) Undang-
Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik”. Justitia Jurnal Hukum Volume 3. Nomor
1 April 2019
Syahroni, Irfan. “Yuk. Kenalan dengan Konsep Right to be Forgotten di Indonesia”. diakses dari
https://heylawedu.id/blog/yuk-kenalan-dengan-konsep-right-to-be-forgotten-di-indonesia
pada 3 Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai