Ustzh Umii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

“Hubungan Standar Praktik Kebidanan dengan

Hukum/Perundang-undangan”

Disusun Oleh ; Kelompok 1

1. Yuni Maharani NIM : 135.21.001


2. Ajeng Eli Saputri NIM : 135.21.002
3. Dila Rohilia NIM : 135.21.003

Dosen Pengampuh : Ustazah Umi Solekah,,.SST,M.Bmd

PRODI D-III KEBIDANAN

STIKES PONDOK PESANTREN ASSANADIYAH

PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021-2022


KATA PENGANTAR

         Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang “Standar Praktik dan Hukum Perundangan”.

         Penyusunan makalah ini telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami menyadari
bahwa penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna,jadi kami mohon untuk
memberikan masukan,kritik,dan saran yang membangun demi perbaikan dalam penyusunan
tugas makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini memberikan manfaat
bagi kita semua.

Palembang 24-06-2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B.     Rumusan Masalah …………………………………………………………………….3

C.     Tujuan............................................................................................................................3 

BAB II PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN STANDAR…………………………………………………………...7

B.     Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan…………………………………...8

C.     Standar Praktik Bidan di Indonesia………………………..……………………........9

D.    Hukum Perundangan di Indonesia…………………………………………..…...….. 13

E.     Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia ……………..…..16

BAB III PENUTUP

1.      Kesimpulan............................................................................................................... 20      

2.      Saran...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

A.LatarBelakang
            Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang
serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau
kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam
mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas
pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan
moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap
langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi
yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta
penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan
keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan
dihormati. Bidan sebagai tenaga perawat mempunyai tanggung jawab utama yaitu
melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat.Praktek Bidan
ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya
melalui perundang – undangan yang ada, dimanapun bidan itu bekerja.Kebidanan
hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh
karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Kebidanan memandang manusia
secara utuh dan unik sehingga praktek kebidanan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan
dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif
pasien/klien. Keunikan hubungan bidan dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan
kontuinitasnya.Penerimaan dan pengakuan organisasi profesi bidan sebagai pelayanan
profesional diberikan oleh bidan profesional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya
bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain kebidanan di Indonesia menghadapi tuntutan
dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh –
sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab utama dan komitmen tersebut di atas maka IBI
harus memberikan respon, sensitive serta peduli untuk mengembangkan standar praktek
kebidanan. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasafrkan pada
pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, dank
ode etik profesi yang dimilikinya.

B.RumusanMasalah

         Bidan sebagai profesi telah memiliki standar praktik untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang telah diatur dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia. Oleh
karena itu dalam makalah ini kami membahas topic yang berhubungan dengan standar
praktik profesi bidan, yang meliputi :
a.Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan
b. Standar Praktik Bidan di Indonesia
c. Hukum Perundangan di Indonesia.
d. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Membantu pemerintah dalam peningkatan standar praktik pelayanan bidan terhadap
masyarakat.
2. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak sesuai dengan standar praktik bidan.
3. Memberikan motivasi kepada setiap bidan agar dapat mempertahankan standar pelayanan
yang sesuai dengan standar praktik bidan.
4. Memberi dukungan perlindungan hukum pada bidan yang telah melaksanakan pelayanan
sesui standar praktik bidan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

5. Agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan Perundang-Undangan yang


Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga mahasiswa dapat mengatasi masalah
dengan tanggung jawab tenaga kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN STANDAR

·        Pengertian standar Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical Practice Guideline
, 1990) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu
dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980) Standar
adalah spesifikasi dari fungsi tau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan
agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan maksimal dari pelayanan yang
diselenggarakan

 ( Rowland and Rowland, 1983)

·        Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang
menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk
meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).

·        Standar menunjukan pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan, namun ukuran tingkat
ideal tercapai tsb tidaklah disusun terlalu kaku, melainkan dalam bentuk minimla dan
maksimal ( range ) Penyimpangan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang
dibenarkan disebut dengan nama toleransi ( tolerance )

·        Untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada
standar yang telah ditetapkan, disusunlah protokol (pedoman, petunjuk pelaksana) Protokol
adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatisdan dipakai sebagai pedoman
oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan
kes. Makin dipatuhi protokol, makin tercapai standar yang telah ditetapkan

·        Syarat Standar Bersifat jelas , artinya dapat diukur dengan baik, termasuk mengukur
berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi. Masuk akal , suatu standar yang tidak masuk
akal, misalnya ditetapkan terlalu tinggi sehingga mustahil dapat dicapai,bukan saja sulit
dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para pelaksana Mudah dimengerti ,
suatu standar yang tidak mudah dimengerti, atau rumusan yang tidak jelas akan menyulitkan
tenaga pelaksana shg standar tsb tidakakan dapat digunakan

·        Dapat dicapai merumuskan standar harus sesuai dengan kemampuan, siatuasi


sertakondisi organisasi Absah , ada hubungan yang kuat dan dapat didemonstrasikan
Meyakinkan , persyaratan yang ditetapkan tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi
Mantap, Spesifik dan Eksplist, tidak terpengaruh oleh perubahan waktu untuk jangka waktu
tertentu, bersifat khas dan gambling

·        Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan Standar pelayanan berguna dalam penerapan


norma tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan Melindungi
masyarakat Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan Untuk
menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari.
Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
pendidikan (Depkes RI, 2001:2)

·        Format Standar Pelayanan Kebidanan Dalam Membahas Tiap Standar Pelayanan


Kebidanan Digunakan Format Bahasan Sebagai Berikut : Tujuan merupakan tujuan standar
Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan, dengan
penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan. Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang
diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diatur. Prasyarat yang diperlukan
(misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana pelayanan dapat menerapkan standar.
Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar
(Depkes RI, 2001:2).

Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga
kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Hak tenaga kesehatan
adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan tugasnya sesuai dengan profesi tenaga
kesehatan serta mendapat penghargaan.

·        Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO/Asia


tenggara tahun 1995 tentang SPK Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan
kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar
memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO
mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk
pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan
di tingkat masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan.
Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan

        Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan /


asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan.
Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan,
sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti
pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan kebidanan
terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling
terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat
dan memburuk.
       Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur
tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh
dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang diperbolehkan.

Standar Praktik Bidan di Indonesia

Standar I : Metode Asuhan


Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah:
pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan dokumentasi.
Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi

Standar II: Pengkajian


Data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data
yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1) Ada format pengumpulan data
2) Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
• Demografi identitas klien.
• Riwayat penyakit terdahulu.
• Riwayat kesehatan reproduksi.
• Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
• Analisis data.
3) Data dikumpulkan dari:
• Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.
• Tenaga kesehatan.
• Individu dalam lingkungan terdekat.
4) Data diperoleh dengan cara:
• Wawancara
• Observasi.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang.

Standar III : Diagnosa Kebidanan


Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional

Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu
keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan
kebutuhan klien.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien.

Standar IV :Rencana Asuhan


Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
1) Ada format rencana asuhan kebidanan
2) Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.
Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien:
tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau
tugas kolaborasi.

5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika


kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

Standar VI : Partisipasi Klien


Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional

1) Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:


• Status kesehatan saat ini
• Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
• Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.
• Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.
• Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2) Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindal kegiatan.

Standar VII :Pengawasan


Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus den, tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.

Difinisi Operasional
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan
perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan
Standar VIII :Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Difinisi Operasional
• Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Men sesuai dengan standar
ukuran yang telah ditetapkan.
• Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
• Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan
yang diberikan.
Definisi oprasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap langkah managemen kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur, sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung jawab.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan
menyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan
( knowledge, skill and professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi.
Dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :
1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial,
kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai
dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap
budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan
kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama
kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat
selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru
lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap
terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat
sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat
(1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan
keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan
asuhan kebidanan
Setiap Bidan harus bekerja Secara profesional dalam melaksanakan profesi asuhan kebidanan
, dan dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja sesuai standar yang meliputi
meliputi : standar pendidikan, standar falsafah, standar organisasi, standar sumber daya
pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan, standar kurikulum, standar tujuan
pendidikan, standar evaluasi pendidikan, standar lulusan, standar Pendidikan Berkelanjutan
Bidan, standar organisasi, standar falsafah, standar sumber daya pendidikan, standar program
pendidikan dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan pendidikan
berkelanjutan, standar pengendalian mutu
Standar Pelayanan Kebidanan, standar falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan,
Standar Staf Dan Pimpinan, Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan
Prosedur, Standar Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar
Evaluasi Dan Pengendalian Mutu, standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar
pengkajian, Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar tindakan, standar
partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi, standar dokumentasi.
2. Hukum Perundangan di Indonesia
Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah),
pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran
dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan
sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat
termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan
rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah
pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga
pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan
pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang
karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana
dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga
kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum
berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat
ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab
mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2,
ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib
menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan
yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga
peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya
UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU
tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu
diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja
pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua
golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan.
Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah
tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu
pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi
tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan
bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang
relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau
mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi
perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui,
maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk
benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga
keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan
II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan
Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya
dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik
keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
I. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
II. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.

III. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK
No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
IV. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan
pasal 340 KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat
(4) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur
mengenai pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1a) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan :“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan
pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).
Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik

II.1.2. BAB III Perizinan, Pasal 8 :


1. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan,
praktek perorangan/atau berkelompok.
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus
memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis
bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1 SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12 (1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

D. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia


Hubungan hokum perundang-undangan dan hokum yang berlaku dengan tenaga kesehatan
adalah:
Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan tenaga
kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini mempunyai
dasar hokum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan
dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban
Hak dan kewajiban tersebut adalah:
Hak dan kewajiban bidan
a.Hak bidan
• Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
• Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap timgkat jenjang
pelayanan kesehatan
• Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan, dank ode etik profesi.
• Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik
oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
• Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.
• Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai
• Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yng sesuai.
b.Kewajiban bidan
• Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hokum antara bidan
tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
• Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan
menghormati hak-hak pasien.
• Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan
dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
• Bidan wajib member kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
• Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
• Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
• Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta
resiko yang mungkin dapat timbul.
• Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas tindakan yang akan dilakukan
• Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
• Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui
pendidikan formal dan non formal.
• Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik
dalam memberikan asuhan kebidanan.
Hak dan kewajiban pasien
a.Hak pasien

1. Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan


keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya.
2. Pasien berhak memperoleh informasi lengkap dari dokter yang memeriksanya berkaitan
dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis dalam arti pasien layak untuk mengerti masalah
yang dihadapinya.

3. Pasien berhak untuk menerima informasi penting dan memberikan suatu persetujuan
tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta resiko penting yang kemungkinan akan
dialaminya, kecuali dalam situasi darurat.
4. Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan diinformasikan
tentang konsekuensi tindakan yang akan diterimanya.
5. Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut program
asuhan medis, konsultasi dan pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan
6. Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk komunikasi dan catatan tentang asuhan
kesehatan yang diberikan kepadanya.
7. Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ketempat lain yang lebih lengkap
dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan RS yang
ditunjuk dapat menerimanya.
8. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan RS dengan instansi lain,
seperti instansi pendidikan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan yang
diterimanya.
9. Pasein berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai suatu
eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya.
10. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang pemberian delegasi dari dokternya ke
dokter lainnya, bila dibutuhkan dalam rangka asuhannya.
11. Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya yang diperlukan
untuk asuhan keehatannya.
12. Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau ketentuan RS yang harus dipatuhinya
sebagai pasien dirawat.
b.Kewajiban pasien
1. Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada diinstitusi
kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya.
2. Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga da, baik dari dokter ataupun perawat yang
memberikan asuhan.
3. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya.
4. Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab terhadapnya berkewajiban untuk
menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan pemeriksaan yang diperlukan selama
perawatan.
5. Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan
perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujuinya.Di dalam praktek apabila terjadi
pelanggaraan praktek kebidanan, aparat penegak hukum lebih cenderung mempergunakan
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

BAB III
PENUTUP

A .Kesimpulan
        Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai.
Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata
tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan.Dalam melaksanakan praktiknya terdapat sembilan standar praktik kebidanan
yaitu metode asuhan, pengkajian, diagnosa kebidanan, rencana asuhan, tindakan, partisipasi
klien, pengawasan, evaluasi,dan dokumentasi.
          Dalam pelaksanaan praktiknya bidan berpegang pada beberapa peraturan perundangan,
yaitu :
1. UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan
Praktik Bidan.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
9. keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan.

B.Saran
       Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan
berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan
anak balita.
Daftar Pustaka
http://niningwarningsih9.blogspot.com/2013/05/standar-profesi-kebidanan.html

http://etikaindahdianhusada.blogspot.com/p/standar-praktek-bidan.htm

http://rahmadewihadhisty.blogspot.com/2013/04/undang-undang-yang-melandasi-
praktik_8.html

Anda mungkin juga menyukai