Analisis Kualitas Minyak Hasil Pirolisis Sampah Popok: Laporan Tugas Akhir
Analisis Kualitas Minyak Hasil Pirolisis Sampah Popok: Laporan Tugas Akhir
Analisis Kualitas Minyak Hasil Pirolisis Sampah Popok: Laporan Tugas Akhir
HATTA GUTAMA
17513025
1
TUGAS AKHIR
ANALISIS KUALITAS MINYAK HASIL PIROLISIS
SAMPAH POPOK
HATTA GUTAMA
17513025
Disetujui,
Dosen Pembimbing:
Yebi Yuriandala, S.T., M.Eng Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng.
NIK : 135130503 NIK : 095130404
Tanggal: 17 Januari 2022 Tanggal: 17 Januari 2022
Mengetahui,*
Ketua Prodi Teknik Lingkungan FTSP UII
2
HALAMAN PENGESAHAN
Hari : Senin
Tangggal : 17 Januari 2022
Disusun Oleh:
HATTA GUTAMA
17513025
Tim Penguji :
3
4
KATA PENGANTAR
Hatta Gutama
5
ABSTRAK
Popok bayi sekali pakai menjadi solusi bagi para orang tua kerena
penggunaannya yang cepat, praktis dan instan. Padahal di dalam popok bayi
yang beredar di pasaran mengandung zat kimia yang berbahaya bagi
lingkungan diantaranya zat xenobiotic dan merupakan plastik yang dapat
mencemari lingkungan karena tidak dapat terdekomposisi secara alami.
Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis kualitas, kuantitas dan
efektifitas pirolisis sampah popok (tanpa lapisan Super Absorbant Polymer
SAP) dengan campuran sampah kemasan dalam menghasilkan alternatif
bahan bakar cair. Pengolahan sampah dalam penelitian ini menggunakan
metode pirolisis. Metode pirolisis adalah salah satu teknologi alternatif
untuk mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar dengan alat yang
berkapasitas 500 gram batch, suhu maksimum pirolisis 450oC, dengan
komposisi P1 (100% sampah popok), P2 (50% sampah popok: 50% sampah
kemasan), dan P3 (100% sampah kemasan). Pengukuran kenaikan suhu dan
produksi liquid, solid dan gass. Pengujian kualitas liquid terkait nilai kalor,
pour point, dan flash point dilakukan dan dibandingkan dengan literatur dan
regulasi standar di Indonesia. Penambahan plastik kemasan dalam proses
pyrolisis sampah popok dapat meningkatkan produksi cairan karena adanya
Al yang mengoptimalkan suhu dalam tabung serta meningkatkan heating
rate. Pirolisis ini menunjukkan bahwa produksi minyak paling tinggi adalah
pada campuran sampah popok dan kemasan 277.32 ml. Secara kualitas
minyak adanya sampah kemasan efektif meningkatkan pour point,
menurunkan flash point tetapi menurunkan nilai kalor. Sampah popok
efektif meningkatkan nilai kalor, tetapi menurunkan pour point dan flash
point. Berdasarkan hasil analisis karateristik minyak pada penelitian ini
secara umum masih dibawah kriteria bahan bakar yang di komersilkan.
6
ABSTRACT
Disposable baby diapers are a solution for parents because it is easy to use,
practical and instant. Whereas in baby diapers circulating in the market
contain chemicals that are harmful to the environment, including xenobiotic
substances and there are plastics that can pollute the environment it cannot
be decomposed naturally. This study aims to analyze the quality, quantity
and effectiveness of pyrolysis of diaper waste (without Super Absorbant
Polymer SAP layer) mixed with packaging waste to produce alternative
liquid fuels. Waste processing in this study using the pyrolysis method. The
pyrolysis method is an alternative technology to convert plastic waste into
fuel with a device with a capacity of 500 grams batch, maximum pyrolysis
temperature of 450oC, with the composition P1 (100% diaper waste), P2
(50% diaper waste: 50% packaging waste), and P3 (100% packaging waste).
Measurement of temperature rise and production of liquids, solids and
gases. Liquid quality tests related to density, calorific value, pour point, and
flash point were carried out and compared with literature and standard
regulations in Indonesia. The addition of plastic packaging in the pyrolysis
process of diaper waste can increase fluid production due to the presence of
Al which optimizes the temperature in the tube and increases the heating
rate. This pyrolysis showed that the highest oil production was in the
mixture of diaper waste and packaging about 277.32 ml. In terms of oil
quality, the presence of packaging waste is effective in increasing the pour
point, lowering the flash point and calorific value. Diaper waste effectively
increases calorific value, but decreases pour point and flash point. Based on
the results of the analysis of the characteristics of the oil in this study, in
general it is still below the criteria for commercial fuels.
7
DAFTAR ISI
8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................35
LAMPIRAN ...........................................................................................................38
DAFTAR TABEL
9
DAFTAR GAMBAR
10
BAB I
PENDAHULUAN
11
memperpanjang waktu fungsi dari sampah sebelum dibuang ke TPA. Oleh
karena itu perlunya penelitian lebih lanjut mengenai metode alternatif untuk
mereduksi sampah plastik ini.
Pirolisis merupakan suatu metode untuk mengkonvesi limbah plastik
menjadi bahan bakar Hartulistyo, E dkk (2015). Pirolisis mengkonversi plastik
menjadi fasa gas, padatan dan cair. Popok bayi tersusun dari plastik jenis PP, PE
dan LDPE (Low-Density Polyethylene) sehingga berpotensi untuk dikonvesi
menjadi bahan bakar. Plastik berjenis PP (Polypropylene) dan PE
(Polyethylene), dalam 1 kg plastik dapat menghasilkan 950 ml bahan bakar
(Thorat dkk, 2013). Pada penelitian lain untuk nilai kalor dari jenis plastik
Polypropylene dan Polyethylene sendiri cukup tinggi untuk dijadikan bahan
bakar (Das dan Pande, 2007).
Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan melakukan analisis terkait
kualitas dan kuantitas minyak hasil pirolisis sampah popok dan sampah kemasan
dengan berat kedua sampel berdasarkan berat sampel dan suhu pirolisis.
1.3 Tujuan
Berdasarkan pemasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perbandingan berat sampel sampah popok dengan sampah
kemasan terhadap proses pirolisis dan hasil minyak yang didapatkan
2. Menjelaskan hasil kuantitas dan kualitas yield dari proses pirolisis sampah
popok
12
1.4 Manfaat
Manfaat penelitain ini adalah untuk mendapatkan alternatif bahan bakar
berupa minyak yang berasal dari sampah popok dan sampah kemasan. Sehinga
penelitian ini dapat memberikan dampak positif konstribusi teradap pengolahan
sampah di Indonesia.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pirolisis
Proses penguraian biomassa dalam pemanasan dengan suhu tinggi disebut
proses pirolisis (Jatmiko dkk, 2018). Pirolisis dipengaruhi beberapa faktor dalam
prosesnya yaitu suhu, heating rate, waktu tinggal, kelembaban, tekanan, komposisi
bahan, dan ukuran partikel. Proses cracking yaitu proses pemecahan rantai polimer
menjadi senyawa yang berat molekulnya menjadi lebih rendah.
Cracking terbagi dalam dua proses yaitu berdasarkan panas thermal
cracking dan berdasarkan dengan campuran katalis catalytic cracking.
Perbedaannya adalah pada thermal cracking pemecahan rantai polimer menjadi
senyawa yang lebih sederhana tanpa adanya oksigen. sedangkan catalytic cracking
dengan penambahan katalis (Surono, 2013).
Penggunaan bahan plastik dalam proses pirolisis menghasilkan produk
dalam tiga fase. Fase cair plastik akan berubah menjadi minyak kondensasi, fase
padat akan membentuk arang sedangakan fase gas berbentuk gas yang dapat di
kondensasikan (Hamidi dkk, 2013). Variasi pirolisis dengan menggunakan plastik
jenis polistirena (PS) dan plastik multilayer mengandung lapisan alumunium
mengakibatkan pruduksi cairan minyak menurun . Produksi minyak dalam pirolisis
mulai terjadi pada suhu 100oC Susastriawan (2020). Suhu pada proses pirolisis
menunjukkan panas yang diperlukan untuk dekomposisi rantai ikatan plastik,
dimana efisiensi konversi meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, suhu
yang sangat tinggi juga dapat mengurangi hasil produksi minyak. Hal ini karena
suhu yang terlalu tinggi memicu menghasilkan gas. Kelebihan minyak yang
dihasilakan dari proses pirolisis lebih unggul dari alternatif bahan bakar lainnya.
Minyak hasil pirolisis tidak mengandung air dan oksigen, sehingga nilai kalornya
lebih besar dan juga tidak menyebabkan korosi (Hidayah, 2018).
Penelitian ini akan mengevaluasi beberapa parameter minyak diantaranya
nilai kalor, density, flash point, dan pour point. Penjelasan dan metode uji untuk
parameter minyak :
14
2.1.1 Uji Nilai Kalor
Nilai kalor adalah nilai panas pada satuan masa bahan bakar. Nilai kalor
diuji dengan metode bom kalorimeter.
Berikut adalah langkah kerja untuk bom kalorimeter:
1. Persiapan peralatan
2. Menimbang berat benang, sampel, dan kawal nikilin.
3. Masukan alat dan sampel kedalam bomb kalori meter dan tutup bomb kalori
meter dengan rapat
4. Buka dan aliri bomb kalorimeter dengan Oksigen dan Isi bak kalorimeter
dengan akuades hingga batas ukur.
5. Tutup valve bom kalorimeter dan atur tekanan 15-25 bar.
6. Mencatat interval suhu naik maupun turun dan menghitung hasil kalorimeter.
➢ Perhitungan Nilai kalori (Q)
Q =W x Δ𝑇𝐺 ×1000
Ket:
W = koefisien panas calorimeter (cal/oC)
G = berat bahan bakar (gram)
15
2.1.3 Uji Flash point (Titik Nyala)
Flash Point adalah nilai suhu minimum pada saat bahan bakar menyala
karena adanya percikan api pada suhu tertentu.Semakin rendah nilainya semakin
reaktif jika ter sulut oleh percikan api. Pengujian titik nyala dengan SNI 2433:2011.
Berikut adalah langkah kerja untuk menguji nilai titik nyala:
1. Masukan sampel ke dalam furnace
2. Nyalakan pengatur suhu
3. Naikkan suhu perlahan
4. Lewatkan api diatas furnace
5. Naikkan suhu perlahan sampai ada sedikit percikan api yang menyala
6. Catat pada suhu berapa muncul percikan api
(Prianto, 2018)
16
Memasukkan tabung tes di jaket. Jangan pernah menempatkan toples langsung
ke dalam media pendingin.
6. Setelah spesimen mendingin untuk memungkinkan pembentukan kristal lilin
parafin, berhati-hatilah agar tidak mengganggu massa spesimen atau
mengizinkan termometer untuk bergeser dalam spesimen; setiap gangguan
pada jaringan sepon kristal lilin akan menyebabkan hasil yang rendah dan
salah.
7. Titik tuang dinyatakan dalam bilangan bulat positif atau kelipatan negatif
3°C. Mulailah memeriksa penampilan spesimen ketika suhu spesimen adalah
9°C di atas titik tuang yang diharapkan (diperkirakan sebagai kelipatan 3°C).
Pada setiap pembacaan termometer uji yang merupakan kelipatan 3°C di
bawah suhu awal, keluarkan tabung uji dari jaket. Untuk menghilangkan
kelembaban kental yang membatasi visibilitas bersihkan permukaan dengan
kain bersih yang dibasahi alkohol (etanol atau metanol). Miringkan toples
secukupnya untuk memastikan apakah ada pergerakan benda uji dalam
tabung uji. NS operasi lengkap untuk melepas, menyeka, dan mengganti
harus membutuhkan tidak lebih dari 3 detik.
7.1 Jika spesimen tidak berhenti mengalir ketika suhu telah mencapai 27 ° C,
pindahkan tabung uji ke yang berikutnya mandi suhu lebih rendah.
7.2 Segera setelah spesimen dalam toples tidak mengalir ketika miring, pegang
toples dalam posisi horizontal selama 5 detik, seperti yang dicatat oleh
perangkat waktu yang akurat dan amati dengan cermat. Jika spesimen
menunjukkan gerakan apa pun, segera ganti tabung uji di jaket dan ulangi
tes untuk aliran pada suhu berikutnya, 3°C lebih rendah.
8. Lanjutkan dengan cara ini sampai tercapai titik di mana spesimen tidak
menunjukkan gerakan saat tabung uji dipegang posisi mendatar selama 5 s.
Catat pembacaan yang diamati dari termometer percobaan.
9. Untuk spesimen hitam, stok silinder, dan nondistilasi spesimen bahan bakar,
hasil yang diperoleh dengan prosedur yang dijelaskan adalah titik tuang atas
(maksimum). Jika diperlukan, tentukan titik tuang (minimum) yang lebih
rendah dengan pemanasan sampel sambil diaduk, hingga 105° C,
17
menuangkannya ke dalam stoples, dan menentukan titik tuang seperti yang
dijelaskan dalam 8.4 sampai 8.7.
10. Beberapa spesifikasi memungkinkan tes lulus/gagal atau memiliki batas titik
tuang pada suhu yang tidak habis dibagi 3°C. Dalam ini kasus, itu adalah
praktik yang dapat diterima untuk melakukan titik tuang pengukuran sesuai
dengan jadwal berikut: Mulailah untuk memeriksa penampilan spesimen
ketika suhu spesimen adalah 9°C di atas titik tuang spesifikasi. Lanjutkan
pengamatan pada interval 3°C seperti yang dijelaskan pada 8.6 dan 8.7
sampai suhu spesifikasi tercapai. Laporkan sampel sebagai lulus atau tidak.
2.2 Plastik
Material plastik adalah turunan dari minyak bumi yang diperoleh dari hasil
penyulingan. Susunan dan zat pembentuk material dalam plastik merupakan
rangkaian polymer dan zat additive. Secara sederhana polymer merupakan susunan
dari ikatan monomer. Berdasarkan sifatnya plastik dikelompokkan menjadi
thermoplastic dan termosetting. Thermoplastic adalah sifat plastik yang pada saat
dipanaskan dalam suhu tertentu akan mencair dan dapat dibentuk keinginan.
Sedangkan sifat termosetting adalah sifat plastik yang tidak dapat dicairkan maupun
di bentuk kembali dengan proses pemanasan. Berdasarkan kedua sifat plastik
tersebut, plastik memiliki potensi dan sangat memungkinkan untuk didaur ulang.
Plastik daur ulang dapat di klasifikasi menjadi beberapa 7 jenis.
18
Kode Tipe Plastik Beberapa Penggunaan Plastik
PP Sedotan, kotak makanan
PS Steyrofoam
Plastik dengan jenis PP dan PE pada proses daur ulang dengan metode
pirolisis dapat menghasilkan minyak bakar dengan nilai energi kalor yang cukup
tinggi. Bahan baku memproduksi 950ml minyak memerlukan 1 kg plastik PP dan
PE (Thorat dkk, 2013). Adapun faktor lain dalam proses pirolisis adalah sifat
thermal plastik. Sifat thermal plastik dibagi menjadi tiga, yaitu Titik Lebur (Tm)
suhu tertentu dimana kondisi plastik mengalami perbesaran volume sehingga
partikel bergerak lebih bebas sedangkan Titik Transisi (Tg) nilai suhu dimana
plastik menjadi plastisin dan yang terakhir adalah suhu dekomposisi merupakan
perubahan fasa plastik dari padat menjadi gas dan dapat dikondensasikan menjadi
minyak. Suhu dekomposisi plastik 1.5 kali dari nilai Tg (Budiyantoro,2010).
19
lapisan-lapisan dalam popok.
20
2.5 Penelitian Terkait
Pada jurnal penelitian oleh Yuriandala dkk (2016) pada pirolisis dilakukan
dengan campuran pastik polistirena (PS) dan plastik multilayer yang mengandung
Alumunium. Dengan berat sample PS masing-masing 50 gram dengan variasi berat
plastik multilayer 10%,20%,30%,40%. Pirolisis dilakukan dengan suhu 450oC
karena berdasarkan (Santoso, 2010) pada suhu tersebut menghasilkan minyak
paling banyak. Hasil penelitian yang didapatkan pada penambahan plasik
multilayer berdampak besar dalam kecepatan peningkatan suhu hingga titik
optimum 450 oC. Sedangkan hasil minyak lebih banyak didapatkan pada saat
kandungan plastik multilayer sedikit dan dengan jumlah plastik multilayer yang
menyebabkan banyak minyak terbentuk gas atau tidak terkondensasi.
Susilo dkk (2016) melakukan pyrolisis dengan lastik PE, PS dan Other
dengan suhu 450oC. Dengan berat sampel masing masing PE 50 % + Other 5 0%
, PE 50 % + PS 50 % , PE 50 % +PS 25 % + Other 25 % parameter yang diuji
merupakan pour pont, flash point, kadar air, dan hasil abu. Pada hasil penelitian
minyak terbentuk paling banyak pada campuran PE 50% +PS 50% yaitu 50% dan
hasil paling sedikit pada campuran PE 50 % + Other 50 % yaitu 43.42 %.
Penambahan plastik PS meningkatkan persentase liquid yang dihasilan, dan adanya
palstik Other mengurangi kadar minyak yang dihasilkan. Karakterisitik minyak
pour point PE 50 % + PS 25 % + Other 25 % sama dengan biodisel (6oC), PE 50 %
+ PS 50 % (-12oC) dibawah biodisel, dan PE 50 % + Other 50 % (12oC) lebih tinggi
dari biodisel.
Pada Rachmawati dan Herumurti (2015), sampah plastik berjenis HDPE,
PS, dan PET diuji bersama sampah ranting yang merupakan sampah kebun.
Pirolisis dilakukan pada suhu 500°C. Hal ini dikarenakan jenis plastik HDPE, PS,
dan PET dapat cracking pada suhu masing-masing 495°C, 480°C, dan 420°C
(Caglar, 2009). Selain itu sampah plastik yang digunakan masing-masing sebesar
500 gram. Hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah untuk
plastik dengan jenis PET menghasilkan gas 45,40%; wax 36,42%; dan char
18,18%. Pirolisis dengan plastik jenis PET memang akan menghasilkan gas yang
banyak. Gas yang mendominasi ini dikarenakan sifat dari PET itu sendiri yaitu
21
mudah menyublim (Scheirs, 2006). Nilai wax yang tinggi pada pirolisis dengan
plastik jenis PS dapat diolah menjadi bahan bakar alternative.
Pada penelitian Nasrun dkk (2015) tas plastik dengan jenis kresek sebesar
500gram dipirolisis pada suhu 260°C, 270°C, 280°C, 290°C dan 300°C. Hasil yang
didapatkan pada penelitian ini yaitu nilai kalor sebesar 10.541,75 kkal/kg. Nilai
kalor yang didapatkan sesuai dengan standar mutu nilai kalor bahan bakar minyak
yaitu berkisar antara 18.300-19.800 BTU/lb atau 10.160 -11.000 kkal/kg. Nilai titik
nyala yang diperoleh dari beberapa sampel produk memenuhi standar baku mutu
bahan bakar minyak di Indonesia. Nilai flash point yang paling mendekati nilai titik
minimum pada proses pirolisis suhu 300°C yaitu sebesar 57,5°C. Secara teori
semakin tinggi suhu pirolisis, maka semakin rendah titik nyala yang didapatkan.
Tjokrowisastro dkk, (1990) Semakin tinggi suhu pirolisis, maka akan semakin kecil
kandungan air pada minyak yang diperoleh sehingga api cepat menyambar dan
menghasilkan titik nyala yang semakin menurun.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
23
3.2 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mencari data-data, informasi dan dasar teori
yang jelas pada saat menjalankan penelitian. Dalam mengumpulkan data dan dasar
teori yang ada studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi dari buku-buku
teks, laporan hasil penelitian sebelumnya, jurnal publikasi skala nasional dan
internasional. Penggunaan refrensi tersebut diharapkan membantu penelitian ini
dan mendapatkan hasil yang valid, serta sesuai dengan teori yang sudah ada.
24
Table 2 Perbandinga Sampel pirolisis
Keterangan:
1. Digital Tempreature Controller
2. Furnace
3. Kolom pirolisis
4. Kondensor
Alat pirolisis berbentuk tabung berukuran tinggi 50 cm dengan diameter 30
cm bersistem batch dengan kapasitas maksimum 500 gram. Furnace yang
digunakan untuk memanaskan kolom pirolisis berbentuk tabung memiliki diameter
total sebesar 30 cm dengan diameter rongga dalam sebesar 10 cm dan tinggi 40 cm.
Proses pirolisis akan menghasilkan luaran dalam bentuk cair, gas dan padat.
25
Dimana pada penelitian ini yang akan diuji yaitu yang dalam bentuk cairan. Cairan
yang berupa minyak akan diuji karakteristiknya dengan parameter antara lain: nilai
kalor, densitas, pour point (titik tuang) dan flash point (titik nyala). Pengujian ini
dilakukan oleh laboratorium UGM.
Table 3 Metode penentuan Parameter
No Parameter Metode
1 Nilai Kalor Bom Calorimeter
2 Flash point SNI 2433:2011
3 Pour point ASTM D97
4 Density SNI 1973:2016
3.3.1 Menyiapkan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampah kemasan (sachet
atau bungkus kemasan produk) dan sampah popok. Kedua sampah tersebut
didapatkan dari salah satu bank sampah yang ada di Yogyakarta. Sampah popok
dan sampah kemasan dipersiapkan masing masing 750 gram . Jenis plastik kemasan
seperti kemasan minyak goreng (PET) dan kemasan sachet plastik multilayer
dinyatakan dalam Syuhada (2008) plastik tersebut mengandung jenis LDPE,
LLDPE, PP, p-PVC, Nylon, EVOH dan PET yang direkatkan dengan EVA, EAA
dan grafted polymer serta mengandung Al. Proses pemilahan bahan baku sebagai
berikut :
Sampah popok dipilah dengan memisahkan SAP (super absorbant polymer)
dari top sheet dan bottom sheet-nya. Berdasarkan Day dkk (2016) dan Su Shing
26
Lam, dkk, (2019) pada bagian top sheet tersusun dari PE (Polyetylene) dan pada
bagian bottom sheet terdiri dari non-woven PP (Polypropylane). Setelah dipisah
maka sampah popok dan sampah kemasan dikeringkan untuk mengurangi
kandungan air. Dalam perlakuan bahan baku P1, P2, dan P3 tidak melakukan
pencampuran bahan secara merata ataupun melakuakan pencacahan sampah agar
berada pada ukuran tertentu sehingga meningkatkan proses reaksi.
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
50
40
30
20
10
0
50 53 54
P1 (8.6 C/min) P2 (8.8 C/min) P3 (7.6 C/min)
Campuran Sampah
250
200
150
100
50
0
0
198
22
44
66
88
110
132
154
176
220
242
264
286
308
330
352
374
396
418
440
462
484
506
528
550
28
dasarnya terdiri dari top sheet, Absorbant sheet, dan bottom sheet. Pada penelitian
ini yang digunakan sebagai bahan pyrolisis adalah bagian Inner sheet yang terdiri
dari jenis plastik Polypropylane (PP) dan bagian back sheet terdiri dari polyethylene
(PE) Day dkk (2016). Penelitian ini sesuai Endang K (2016) bahwa kenaikan suhu
naik pada P1 ini disebabkan oleh plastik jenis PE yang memiliki reaksi optimum
pembentukan minyak pada suhu 300oC dan palstik PP dengan suhu optimum
pembentukan minyak pada suhu 400oC. Laju proses pirolisis berlangsung bervariasi
dalam 470 menit sampai 560 menit dilakukan hingga kondensasi liquid tidak
terbentuk lagi. Hasil cairan yang terbentuk berurutan sebagai berikut P1 (284.7 ml),
P2 (315.5 ml), P3 (248.6 ml).
Grafik pembentukan liquid per menit ditunjukan pada gambar 9.
Pembentukan liquid pertama kali di sampel P3 lebih lama dibandingan P1, tetapi
pada sampel P2 berada di pertengahan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
material sampah popok dapat meningkatkan kondensasi terbentuknya liquid lebih
awal. Sampel P1 peningkatan produksi liquid pada menit 30-80 setelah itu telihat
adanya penurunan dan grafik pada sampel P3 terdapat peningkatan menit 70-120,
terbukti pada P2 untuk grafik yang terbentuk meningkat pada menit 30-120
kemudian mengalami penurunan. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis material
sampah popok lebih cepat menguap terbentuk terkondensasi dibandingkan sampah
kemasan.
29
Produksi liquid pada sampel P1 dan P2 mulai tinggi pada menit 40-50. P1
terdiri dari PP, PE dan lain menunjukan puncak produksi liquid tertinggi pada menit
ke 44 dengan produksi minyak 19.2 ml, sedangkan P3 sampah kemasan
mengandung Al pada menit ke 203 dengan produksi liquid tertinggi 6.2 ml. Sampel
P2 menunjukkan produksi liquid tertinggi 14.7 ml pada menit ke 58. Berdasarkan
hasil berikut bahwa penambahan sampah kemasan dapat meningkatkan
pembentukan liquid sampah popok. Walaupun dengan berat sampel yang berbeda,
reaksi pembentukan dalam P2 dapat memaksimalkan pembentukan liquid dari
sampah popok.
25
20
Volume (ml)
15
10
0
35
463
0
7
14
21
28
42
49
56
63
78
113
148
183
218
253
288
323
358
393
428
498
533
568
30
menyebabkan persebaran panas dalam reaktor menjadi optimum, meningkatkan
efektifitas pirolisis sampah popok. Hal ini dijelaskan dalam Hartulistyo, E dkk
(2015) bahwa proses craking oleh suhu maksimum tabung reaktor pirolisis
dipengaruhi oleh konduksi panas dalam tabung.
Produksi gas dalam P3 telah dibahas dalam penelitian Yuriandala dkk (2016)
bahwa penambahan plastik berlapis alumunium (Al) dapat meningkatkan heating
rate. P1 menunjukan produksi cairan dan padatan yang tinggi. Padatan ini
disebabkan oleh adanya material yang tidak dapat terjadi cracking pada suhu
optimum pirolisis. Pada sampel P3 produksi gas lebih tinggi ini karena suhu yang
tinggi dapat menyebabkan PP dan PE menguap Hidayah (2018) sehingga terbentuk
gas saat pirolisis tetapi tidak bisa terkondensasi dan tersisa padatan karena material
popok dan sisa Al dalam plastik kemasan yang tidak menguap pada suhu 450 oC.
Distribusi panas dalam proses pirolisis dijelaskan bahwa adanya perbedaan
suhu dalam tabung Hartulistyo, E dkk (2015). Persebaran panas dalam tabung
disebabkan oleh penumpukan material pada dasar tabung dan heat transfer dari
dinding tabung. Suhu pada dasar tabung paling tinggi, berkala turun hingga bagian
atas tabung. Pada perlakuan sampel P2 sampah kemasan dimasukkan terlebih
dahulu kedalam tabung baru setelah itu diikuti oleh sampah popok. Pada hasilnya
Al mengkonduksi panas lebih cepat dan mengakibatkan menguapnya material
popok yang dapat terkondensasi. Terkait distribusi panas dalam tabung pirolisis
dengan penambahan sampah kemasan perlu dilakukan studi lebih lanjut.
31
4.3 Analisis Minyak Hasil Pirolisis
32
Secara umum nilai flash point sampel yang ada masuk dalam kriteria
minyak tanah, solar, dan biodiesel. Adapun nilai pour point masuk dalam kriteria
solar dan biodiesel. Menurut Susilo (2016) semakin tinggi persentase aromatic,
maka pour point akan semakin rendah sebaliknya, semakin tinggi persentase
paraffin maka pour point akan semakin tinggi. Senyawa aromatic mengakibatkan
buruknya proses pembakaran yang mengakibatkan api menjadi berwarna merah
atau hitam serta lebih banyak menghasilkan asap. Sedangkan senyawa paraffin
memicu pembakaran yang baik. Senyawa aromatic yang tinggi pada ketiga sampel
tersebut menandakan bahwa minyak hasil prolisis ini mempunyai kualitas
pembakaran yang kurang baik.
Penilitian ini menunjukan bahwa adanya sampah popok dapat
meningkatkan nilai kalor. Hal ini karena adanya material yang memicu tingginya
nilai kalor dalam minyak hasil pirolisis. Sampah kemasan juga dapat meningkatkan
nilai suhu flash point dan pour point. Tahap produksi liquid hasil priolisis, sampah
kemasan terbukti mampu meningkatkan jumlah minyak yang terbentuk.
Penelitian serupa melakukan pirolisis sampah popok dengan menambahkan
zeolit sebagai katalis. Perbandingan antara P1 dan sampah popok + katalis secara
umum dapat menurunkan nilai parameter kecuali nilai kalor. Sehingga kualitas
minyak masuk dalam karakteristik minyak tanah. Pirolisis dengan sampah kemasan
minyak goreng + zeolite menghasilkan liquid dengan karakterisitk yang sama
dengan P3 hanya sedikit berbeda pada nilai flash point dan nilai kalor yang lebih
tinggi.
Persebaran panas dalam tabung pirolisis menjadi optimal dengan adanya
sampah kemasan yang mengandung Al. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa
minyak hasil pirolisis sampah popok dengan sampah kemasan ini belum dapat
dikategorikan dalam beberapa karakteristik bahan bakar. Hal ini juga dinyatakan
oleh Hidayah dkk (2018) bahwa proses pyrolisis ini masih belum bisa mendekati
standar bahan baku. Penambahan katalis atau dengan rasio yang tepat diperlukan
untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas minyak tetapi akan
meningkatkan complexity produksi bahan bakar.
33
BAB IV
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
Dey, S., Kenneally, D., Odio, M., & Hatzopoulos, I. (2016). Modern diaper
performance: construction, materials, and safety review.
International Journal of Dermatology, 55(S1), 18-20.
Endang K, et, al. 2016. Pengolahan Sampah Plastik dengan Metoda Pirolisis
Menjadi Bahan Bakar Minyak. Jurnal. Teknik Kimia, Politeknik
Negeri Bandung.
Hamdi, W., Enri, D., dan Haryo, S. T. 2018. Proses Pemulihan Sampah
Plastik Multilayer Pada Variasi Temperatur Dan Dosis Katalis
Zeolit Alam. Thesis. Program Magister Teknik Lingkungan
Institut Teknologi Bandung.
35
The 2nd International Conference on Energy, Environmental and
Information System (ICENIS 2017). Semarang. Universitas
Diponegoro
Kumar, S., Panda, A.K., dan Singh, R.K. 2011. A Review on Tertiary Recycling
of High-Density Polyethylene to Fuel, Resources, Conservation
and Recycling, 55, 893– 910
Naimah, Siti., Aviandharie, S. A., dan Aidha, N.N. 2016. Karakteristik Pelarut
dan Solar Hasil Pirolisis Limbah Plastik Polietilen. Jurnal Balai
Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian.
Nasrun. Kurniawan, E., dan Sari, I. 2015. Pengolahan Limbah Kantong Plastik
Jenis Kresek Menjadi Bahan Bakar Menggunakan Proses
Pirolisis. Jurnal Energi Listrik, 4(1), 1-5
36
dengan Variasi Rasio Komposisi Sampah dan Jenis Plastik.
Jurnal Teknik ITS, 4(1), 27-29.
37
LAMPIRAN
38
39
40