Satryani

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah

penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus

Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk di

dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau sekitar 18% dari

jumlah penduduk dunia (WHO, 2014).

Jumlah remaja dengan rentang usia 10- 24 tahun pada tahun 2010 adalah

63.421.563 jiwa atau 26,7% dari total jumlah penduduk Indonesia. Mengetahui

jumlah remaja yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa

perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara fisik, mental dan spiritual.

Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan masa

transisi yang unik, ditandai dengan berbagai perubahan fisik dan psikis. Berbagai

perubahan yang terjadi pada remaja dapat menimbulkan permasalahan yang dapat

mengganggu perkembangan mereka di masa depan (BPS, BKKBN, Kemenkes,

2012).

Hasil analisis Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat Depkes dan

Kesejahteraan Sosial RI (2010), menunjukkan bahwa kondisi kesehatan

reproduksi di Indonesia remaja ini belum seperti yang diharapkan, bila

dibandingkan dengan keadaan di negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia masih


tertinggal jauh dalam aspek kesehatan reproduksi termasuk kesehatan reproduksi

remaja (BPS, BKKBN, Kemenkes, 2012).

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan pekembangan

yang pesat baik secara fisk, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja

mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan

serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh

pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi

konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku beresiko dan mungkin

harus menggunakan akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai

masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku beresiko pada remaja

tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat

memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan

reproduksi (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Permasalahan utama yang dialami oleh remaja Indonesia yaitu ketidaktahuan

terhadap tindakan yang harus dilakukan sehubungan dengan perkembangan yang

sedang dialami, khususnya masalah kesehatan reproduksi remaja. Hal tersebut

ditunjukkan dengan masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan

reproduksi remaja. Remaja perempuan yang mengetahui tentang masa subur

sebanyak 29% dan remaja laki-laki sebanyak 32,2%. Remaja perempuan dan

remaja laki-laki yang mengetahui resiko kehamilan jika melakukan hubungan

seksual untuk pertama kali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5 %.

Perubahan emosional selama masa remaja dan pubertas sama dramatisnya

dengan perubahan fisik. Remaja banyak menghadapi proses pengambilan

keputusan oleh karena itu mereka memerlukan informasi yang akurat tentang

2
sistem reproduksi remaja, misalnya tentang perubahan tubuh, aktifitas seksual,

respon emosi terhadap hubungan intim/seksual, Penyakit Menular Seksual (PMS),

kontrasepsi, dan kehamilan (Potter & Perry, 2015). Masa remaja usia 10-19 tahun

merupakan masa yang khusus dan penting. Masa remaja diwarnai oleh

pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan sering sekali

menghadapi resiko kesehatan reproduksi (Putro, 2010).

Keterbatasan akses informasi bagi remaja Indonesia mengenai kesehatan

reproduksi terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa seksualitas adalah hal

yang tabu. Misalnya sebagian besar orang tua di Indonesia masih merasa

canggung untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas

pada anaknya yang mulai tumbuh menjadi remaja, dan anak remaja cenderung

merasa malu untuk bertanya dan bercerita tentang apa yang terjadi kepada

orangtuanya. Sehingga sedikit remaja yang memperoleh informasi mengenai

kesehatan reproduksi terutama pendidikan seks dari orangtuanya (BPS, BKKBN,

Kemenkes, 2012).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap

perkembangan kesehatan reproduksi remaja adalah orang tua (64%) dan teman

(68,4%) (Website et al., 2019). Hal ini menjadi salah satu ciri khas remaja,

dimana remaja cenderungtertutup pada orang dewasa atau orang tua namun lebih

dekat dan terbuka terhadap kelompok teman sebaya. Keterbatasan akses informasi

terutama dari orang tua membuat remaja mencari akses dan mengeksplorasi

sendiri. Remaja sering kali menggunakan media internet, televisi, majalah dan

bentuk tentang reproduksi atau seksualitas. Oleh karena itu remaja memerlukan

informasi tentang kesehatan reproduksi dengan benar sehingga diharapkan remaja

3
akan memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai organ

dan proses reproduksinya sendiri (BKKBN, 2011).

Perubahan yang terjadi pada remaja meliputi perubahan fisik, psikis dan

psikososial, diantaranya pertumbuhan fisik lebih menonjol, payudara membesar,

timbunan lemak pada bagian badan tertentu lebih banyak, tumbuh rambut pada

bagian tubuh tertentu, menstruasi, kulit berminyak, sedangkan perubahan

psikologi meliputi ketertarikan pada lawan jenis, cemas, mudah sedih, pemalu dan

pemarah (Diananda, 2019). Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan

peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko kesehatan terutama

yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi (Rahmah, 2017). Survei

Demografi Kesehatan Indonesia (2007), menunjukkan bahwa salah satu masalah

yang menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahan kesehatan reproduksi

remaja (BPS, BKKBN, Kemenkes, 2012).

Ada banyak penyakit akibat dari masalah kesehatan reproduksi, salah satunya

yaitu HIV/AIDS. Data kasus HIV AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun

ke tahun. Selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia mencapai

puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus. Berdasarkan data

WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Untuk

kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214

kasus.

Lima provinsi dengan jumlah kasus HIV terbanyak adalah Jawa Timur, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua, dimana pada tahun 2017 kasus HIV

terbanyak juga dimiliki oleh kelima provinsi tersebut. Sedangkan provinsi dengan

jumlah kasus AIDS terbanyak lainnya adalah Jawa Tengah, Papua, Jawa Timur,

4
DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau. Kasus AIDS di Jawa Tengah adalah sekitar

22% dari total kasus di Indonesia. Tren kasus HIV dan AIDS tertinggi dari tahun

2017 sampai dengan 2019 masih sama, yaitu sebagian besar di pulau Jawa.

Lalu selanjutnya sepuluh provinsi dengan kasus AIDS terbanyak adalah Jawa

Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jawa

Barat, Kepulauan Riau, Bali, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Berdasarkan

grafik di atas, diketahui bahwa AIDS case rate sepuluh provinsi di atas melebihi

angka nasional sebesar 38,93. AIDS case rate tertinggi ada di tiga provinsi yaitu

Papua (653,82), Bali (177,65), dan Papua Barat (176,32). Sepuluh besar provinsi

dengan AIDS case rate tertinggi berbeda dengan sepuluh provinsi yang

melaporkan jumlah kasus AIDS terbanyak pada bulan Oktober-Desember tahun

2019. (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2020)

Sedangkan data di Bali sendiri menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Berdasarkan jenis kelamin, persentase kasus HIV/AIDS tahun 2017 pada

kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan.

Penderita AIDS pada laki-laki sebesar 70,03% dan perempuan 29,97%. Kasus

HIV/AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan

Desember 2017 jumlah kasus HIV mencapai 1.739 kasus dan AIDS mencapai 734

kasus. Angka kasus penderita HIV/AIDS atau ODHA yang mendapatkan

pengobatan ARV tahun 2017 sebesar 58,62% lebih tinggi dari tahun 2016 sebesar

56,87%. Hasil capaian Provinsi Bali pada tahun 2017 sudah melampaui target

sesuai Renstra Dinkes di tahun 2017 sebesar 47 % (Dinas Kesehatan Provinsi

Bali, 2017).

5
Jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Badung tahun 2018 sebanyak 1.132

kasus. Adapun rinciannya meliputi jumlah kasus HIV sebanyak 451 kasus dan

jumlah kasus AIDS sebanyak 681 kasus. Jumlah kasus HIV dan AIDS menurut

kelompok jenis kelamin menunjukkan bahwa kasus terbanyak pada jenis kelamin

laki-laki (69,4%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2018).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menyebutkan bahwa

remaja berdasarkan usia 10-24 tahun di Indonesia yang belum mendapatkan

penyuluhan kesehatan reproduksi sebanyak 74,9% dan di Provinsi Bali sendiri

sebanyak 56,9%, sedangkan menurut karakteristik kelompok umur disebutkan

bahwa remaja usia 10-14 tahun sebanyak 86,3% belum mendapatkan penyuluhan

mengenai kesehatan reproduksi, usia 15-19 tahun sebanyak 65,8%, dan usia 20-24

tahun sebanyak 69,6%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50%

remaja masih kurang mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi

(Riskesdas, 2010).

Usia 10-14 tahun merupakan kategori kelompok umur yang paling banyak

belum mendapatkan penyuluhan yang umumnya adalah anak usia sekolah

menengah pertama. Penyuluhan tentang kesehatan reproduksi perlu mendapatkan

perhatian dari semua pihak karena pada tahap ini remaja mengalami kematangan

seksual (Rahayu et al., 2011). Globalisasi informasi membawa dampak yang besar

bagi remaja sehingga mendorong remaja untuk mencari informasi mengenai

kesehatan reproduksi yang dapat diperoleh remaja dari berbagai sumber

diantaranya orang tua, sekolah dan media informasi, termasuk teman sebaya

(Ardhiyanti, 2013).

6
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu banjar desa dalung

permai pada minggu, 7 Februari 2021 dengan menyebarkan kuesioner terhadap 10

responden, di dapatkan hasil 7 dari 10 responden memliki pengetahuan kesehatan

reproduksi yang rendah.

Dari uraian latar belakang diatas untuk mencegah terjadinya masalah

kesehatan reproduksi maka pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi

harus cukup dalam masa pandemi covid-19, jadi penulis tertarik untuk meneliti

Gambaran Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Masa Pandemi

Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten Badung Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “ Bagaimana Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten Badung Tahun 2021? ”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus,

yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Gambaran

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19

Di Desa Dalung Kabupaten Badung Tahun 2021.

2. Tujuan khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk :

7
a. Mengetahui karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan.

b. Mengetahui Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Masa

Pandemi Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten Badung Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis,

yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Sebagai referensi bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian khususnya

mahasiswa Jurusan Keperawatan yang berhubungan dengan Pengetahuan

Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa

Dalung Kabupaten Badung Tahun 2021.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

tentang keperawatan khususnya pada pengembangan perawatan dalam

meningkat mutu dan kualitas Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten Badung

Tahun 2021.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

informasi bagi peneliti tentang Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten

8
Badung Tahun 2021. Selain itu penelitian diharapkan dapat menjadi

salah satu cara peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari

institusi pendidikan.

c. Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan masukan dalam pelayanan kesehatan di sekitar

subjek penelitian pada Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada

Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Dalung Kabupaten Badung Tahun

2021.

Anda mungkin juga menyukai