Askep Anak Juvenile DM Anak PDF
Askep Anak Juvenile DM Anak PDF
Askep Anak Juvenile DM Anak PDF
EGS-09050010
Disusun Oleh :
Arni Wayuningsih (2107032)
Diyan Pratama Sari (2107035)
Nopi Bagus Nur Roman (2107055)
Siswinda Cahyani M. (2107063)
Siswanto (2107062)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Patofisiologi dan askep anak dengan gangguan juvenile
diabetes.”
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah ini. mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah. ............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 5
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diabetes Melitus .............................................................................. 6
2.3 Etiologi Diabetes Melitus. .................................................................................6
2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus. ......................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis. ........................................................................................... 11
2.6 Komplikasi. ..................................................................................................... 12
2.7 Pemeriksaan penunjang ....................................................................................14
2.8 Penatalaksanaan. .............................................................................................. 15
2.9 Asuhan Keperawatan pada anak dengan juvanile diabetes. ............................ 23
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes.
Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap
tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia.
Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80
persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-
menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus
pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah
memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak
lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit
absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2,
yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai
sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-
data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak
adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita
diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik
mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari
total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau
tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal.
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan
koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
4
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika
ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan
kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl.
GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing,
yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit
kencing manis. Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam
keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam
semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut
terhadap terjadinya komplikasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi diabetes mellitus.
2. Bagaimana klasifikasi diabetes mellitus.
3. Bagaimana etiologi diabetes mellitus.
4. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus.
5. Bagaimana pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Bagaimana manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Bagaimana akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Bagaimana penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah untuk memberikan
pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
5
BAB II
PEMBAHASAN
B. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl).
Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali
6
lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau
DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan
secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira
70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah
rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang
pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
C. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
7
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin.
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
8
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall)
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui
urine(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul
gejala Polydipsia(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos
dalam urine yang disebut glikosuria.
9
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat
dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki
katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang
antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B
meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi
terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang
khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau
mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon
autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang
dikenal dengan istilah autoregresi.
10
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
1. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
3. Polidipsia
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
7. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
8. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
9. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma ).
Tabel 5. Rekomendasi skrining komplikasi vaskular pada anak dengan DM tipe-1 (ISPAD 2018)34
11
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini
telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3 Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan
insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak
disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan
hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu
observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau
keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua
bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4 Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
E. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang
satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi
menjadi dua kategori (Schteingart).
1. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
a. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu
12
fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan.
b. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
13
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) 3.Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90- >160/95
95
15
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang
mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin.
Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,
stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan
kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya
secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status
metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi. Untuk itu
WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
18
Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa
banyak insulin yang diperlukan.
Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah
tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan
perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya.
Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi
favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
1. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
2. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
3. Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
4. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
5. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
6. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan)
untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar
glukosa darah tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.
19
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun
terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan
terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat
mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin
intensif :
1. Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
20
2. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b. Protein sebanyak 10 – 15 %
c. Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
3. Latihan Jasmani
Aktivitas fisik penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan
kebutuhan insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat meningkatkan kepercayaan diri anak,
mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung,
meminimalisasi komplikasi jangka panjang, dan meningkatkan metabolisme
tubuh. Rekomendasi aktivitas fisik pada anak dengan DM tipe-1 sama dengan
populasi umum, yaitu aktivitas ≥60 menit setiap hari yang mencakup aktivitas
21
aerobik, menguatkan otot, dan menguatkan tulang. Aktivitas aerobik sebaiknya
tersering dilakukan, sementara aktvitas untuk menguatkan otot dan tulang
dilakukan paling tidak 3 kali per minggu.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas fisik :
a. peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau urin 2+ merupakan
kontraindikasi aktivitas fisik
b. riwayat hipoglikemia
c. pemantauan gula darah, anak sebaiknya mengukur gula darah sebelum, saat, dan
setelah aktivitas fisik
d. ketersediaan karbohidrat jika terjadi hipoglikemia
e. keamanan dan komunikasi, sebagai contoh anak sebaiknya menggunakan
identitas diabetes.
Asupan cairan juga perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga.
Memastikan kecukupan aktivitas fisik penting karena anak DM tipe-1 kurang
aktif dibandingkan teman sebaya tanpa DM. Remaja dengan DM tipe-1 yang
memenuhi rekomendasi aktivitas fisik (60 menit/hari minimal 5 hari/minggu)
memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak.
4. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne)
22
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
1. Identitas
2. Keluhan utama
Do :
a. Klien tampak lemas.
b. Terjadi penurunan berat badan
c. Tonus otot menurun
d. Terjadi atropi otot
e. Kulit dan membrane mukosa tampak kering
f. Tampak adanya luka ganggren
g. Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
23
3. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
4. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien
cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
b. Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak
adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan
cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.
c. Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
d. Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/Dl
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e. Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun
Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
24
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ;
leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress
atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (
pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .(
autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
7. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
25
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes
mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus padA kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3.Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
26
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus
C. RENCANA INTERVENSI
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus
Intervensi
a. Monitor kadar gula darah
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
Monitor tanda-tanda vital
c. Berikan terapi insulin sesuai program
d. Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai pencegahan dan
pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan managemen
hiperglikemia dan hipoglikemia
e. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap diitnya
27
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat , klien tampak letargi/tidak
bergairah
Intervensi
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi
insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake
makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien
tampak lemah, GDS >200 mg/dl
a. kolaburasi dengan ahki gizi untuk pemberian diit
b. Monitor berat badan tiap hari
c. Libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai dengan
indikasi
d. Berikan terapi insulin sesuai dengan program
e. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
Intervensi
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
d. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori Intervensi
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
c. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
28
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Diabetes melitus pada anak hampir seluruhnya termasuk DM tipe 1
DM tipe 1 dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, sehingga
penatalaksanaan memerlukan perhatian khusus terhadap proses tumbuh
kembang
penatalaksanaan DM tipe 1 pada anak bersifat individual sesuai dengan
proses tumbuh kembangnya
29
DAFTAR PUSTAKA
30