Kel 14 Pki Jurnal Keseluruhan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK

PEMBUDAYAAN KEBINEKAAN GLOBAL

Nabila Fauziah Ardani, Ines Mutia & Sutama, Prof. Dr. M.Pd

Universitas Muhammadiyah Surakarta

[email protected]

[email protected]

2022

ABSTRAK

Pembelajaran berbasis project ialah model pembelajaran yang menggunakan kegiatan sebagai
inti pembelajaran. Disini, peserta didik diarahkan untuk melakukan penilaian, interpretasi, untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran model ini merupakan model
pembelajaran yang menggunakan masalah sebgai Langkah atau sumber dan langkah awal dalam
pengumpulan serta mengintegrasikan pengetahuan baru dalam aktivitas nyata. Langkah-langkah
pelaksanaanpembelajaran berbasis proyek adalah penentuan pernyataan yang mendasar,
menyusun proyek, menyusun jadwal, monitoring, menguji hasil, dan evaluasi pengalaman.
Pembelajaran berbasis projek ini mengasah peserta didik menjadi lebih mandiri, aktif, kreatif
dalam kasus pemecahan masalah. Karakter anak juga dapat terbentuk disini. Model pembelajaran
berbasis project dapat digunakan guru sebagai sarana mengatasi permasalahan dalam metode
pembelajaran yang masih monoton.

KATA KUNCI

Pembelajaran Project Based Learning, Kebinekaan Global.

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran sejatinya perlu dikemas dalam model pembelajaran yang sesuai dengan
peraturan pemerintah yang harus berpusat pada peserta didik, dapat mengembangkan kekreatifan
anak, bermuatan berbagai nilai, menciptkan suasana dan kondisi belajar yang menyenagkan
sekaligus menantang. Agar pembelajaran sesuai yang diharapkan, pendidik atau guru perlu dan
harus menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan peraturan perintah tersebut.
Peraturan ini juga perlu dipertimbangkan guna nantinya akan dijadikan patokan dan pegangan.
Salah satu tantangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada masa ini
adalah menciptakan pelajar Indonesia berkarakter Pancasila dan berwawasan global. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Kemendikbud membentuk Pusat Penguatan Karakter (Puspeka).
Sekolah juga turut serta membantu mewujudkan program tersebut. sekolah menjadi tempat
untuk mengembangkan karakter Pelajar Pancasila melalui berbagai kegiatan dalam proses
pembelajaran. Masih relevankah Pancasila dengan gaya hidup modern saat ini?” Pertanyaan ini
muncul karena banyaknya perubahan gaya hidup remaja saat ini, yang dianggap tidak
berkarakter Pancasila. Perubahan ini sekaligus menjadi tantangan. Sebab, seperti diketahui,
perubahan ini terjadi karena disrupsi di bidang teknologi, sosiokultural, dan lingkungan. Disrupsi
pada teknologi membuat sektor lainnya juga terdampak. Sebut saja munculnya era otomatisasi,
big data, percetakan 3D, hingga kecerdasan buatan. Dampaknya meluas hingga sosiokultural
yang membuat perubahan demografi, sosio-ekonomi, serta kesadaran akan etika, privasi, dan
kesehatan. Pentingnya pendidikan karakter menjadi penentu untuk sektor lingkungan. Seperti
yang kita tahu, kebutuhan energi dan air berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber daya
alam. Perubahan itulah yang kini terjadi di Indonesia. Nilai-nilai Pancasila masih sangat relevan
dengan perkembangan zaman saat ini. Pancasila adalah dasar negara dan menjadi pedoman bagi
bangsa Indonesia. Pancasila menjadi penciri dari setiap insan individu Indonesia. Sila-sila yang
terdapat di Pancasila menjadi ‘titik keberangkatan’ setiap orang Indonesia untuk menjadi sumber
daya manusia yang unggul.

Lalu bagaimana cara Puspeka untuk mencapai target menciptakan Pelajar Pancasila? Puspeka
mengembangkan berbagai tema kampanye melalui komunikasi publik di berbagi media.
Tujuannya, para anak muda ini bisa mengubah paradigma dan perilaku atau sikapnya sesuai
dengan Pancasila.Strategi kampanye ini memiliki empat tahap untuk mencapai tujuannya.
Pertama, sadar (aware), yakni membuat peserta didik lebih sadar atau peka akan lingkungan dan
keadaan di sekitarnya. Tahap kedua, peserta didik memahami apa yang disampaikan; kemudian
masuk ke tahap ketiga, yaitu ikut serta (join). Anak mulai mau masuk pada sebuah proyek
pendidikan. Tahap terakhir, yaitu mau melakukan (do). Tidak hanya mengemukakan wacana
atau pendapat, tetapi juga mengimplementasikan. Contohnya, dilakukan melalui hal sederhana,
seperti membuang sampah pada tempat sampah. Pertama, tentunya harus memberi tahu ada
akibat kalau sampah dibuang sembarangan, misalnya menimbulkan penyakit atau bau tidak
sedap. Kemudian, guru atau siswa menunjukkan bagaimana seharusnya sampah itu dibuang di
tempat sampah. Tentu saja, butuh waktu dan harus dilakukan berulang-ulang. Namun, setelah
menjadi kebiasaan, hal ini bisa “menular” ke teman-temannya dan mengajak mereka untuk
berbuat yang sama.

Walau demikian, pendidikan karakter ini tidak bisa hanya dibebankan pada sekolah. Hendarman
menjelaskan, semua pihak pemangku kepentingan pendidikan terlibat seperti; keluarga dan
masyarakat, termasuk peserta didik sendiri. Peserta didik pun harus diberikan peran, tidak hanya
dituntut harus aktif mengambil peran. Kemudian masyarakat dan keluarga juga harus
memberikan pengaruh dan dukungannya. Untuk itu, Kemendikbud menggunakan beragam
media untuk menyebarkan pengaruhnya. Termasuk dalam modul pembelajaran. Walaupun ber-
bentuk modul pembelajaran, tidak bisa dijadikan satu-satunya rujukan. Sekolah melalui guru
juga harus lebih kreatif. Dengan pola yang sama, penanaman nilai karakter dapat dilakukan
dengan memilih nilai-nilai apa yang secara realistis dan konkret dapat dilakukan di rumah,
karena orangtualah yang mengambil alih peran guru. Hal sederhana saja, misalnya disiplin
melakukan shalat, menyelesaikan tugas sekolah sesuai jadwal, berbagai penggunaan gawai,
hingga membantu orangtua di rumah.

Salah satu profil Pelajar Pancasila adalah karakter berkebhinekaan global. Dalam hal ini, Pelajar
yang memiliki profil pancasila yang berkebinekaan global memiliki semangat untuk
mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitas dan tetap berpikiran terbuka dalam
berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan
kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya
luhur bangsa. Terdapat 3 buah elemen kunci yang menjadi profil pelajar pancasila yang
berkebinekaan Global, yaitu :

1. Mengenal dan menghargai budaya

2. Kemampuan komunikasi inter kultural dalam berinteraksi dengan sesama

3. Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan

Kebhinekaan artinya beraneka ragam, bermacam-macam, banyak, beragam, dan lain-lain, yang
mengarah kepada banyanknya perbedaan yang ada dalam masing-masing kehidupan,
kebhinekaan lebih tertuju pada nilai nasional, yaitu beraneka ragamnya terdapat suku bangsa,
ras, agama, budaya, bahasa, dlan lain-lain yang ada pada negara Indonesia (yang mana persatuan
dan kesatuan sebagai penghubung dari kebhinekaan tersebut). Kebhinekaan global adalah
perasaan menghormati keberagaman. Kebhinekaan global adalah toleransi terhadap perbedaan.

Pendidikan karakter dapat menjadikan siswa menjadi makhluk sosial yang saling membantu,
beradab dan sopan-santun. Pendidikan ini sangat berkaitan dengan pendidikan moral, di mana
tujuannya yaitu untuk mendidik dan membentuk siswa menjadi seseorang yang dapat
bermanfaat. Pelajar Pancasila yang memiliki karakter berbhineka global ini bisa sukses dalam
menjalani kehidupannya nanti. Hidup di era globalisasi tak menghapus jati diri bangsanya,
bangsa yang berbhineka. Generasi Pelajar Pancasila yang berbhineka global akan tumbuh
menjadi generasi yang menghargai budayanya namun tidak menutup diri dari pengaruh luar.
Think Global, Act Local

METODE PENELITIAN

Metode Project Based Learning, peserta didik belajar lewat situasi pada masalah yang nyata.
Oleh sebab itu, semua dilakukan dengan dinamika kerja kelompok, dan mengembangkan
keterampilan individu. Metode ini berbeda dengan pembelajaran langsung yang berkonsentrasi
pada kemahiran dan keterampilan pendidik. Peran pendidik dalam metode ini adalah
menyediakan masalah, menyiapkan pertanyaan dan mengarahkan penyelidikan. Metode ini juga
tidak akan terlaksana tanpa keterampilan pendidik dalam mengembangkan lingkungan pelatihan
dan pemunculan ide. Pembelajaran PJBL ini harus menggunakan masalah kehidupan nyata agar
peserta didik belajar, berpikir, memecahkan masalah secara kritis dan terampil serta mendukung
pengembangan keterampilan teknis dan perolehan pengetahuan yang
mendalam. Metode pembelajaran berbasis proyek berkisar pada: pemecahan
masalah dunia nyata, kerja kelompok, umpan balik, diskusi dan laporan akhir. Siswa didorong
untuk terlibat lebih aktif dengan mata pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir
kritis, sehingga siswa berlatih berlatih penyelidikan dan penyidikan. Pembelajaran berbasis
proyek adalah metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk menerapkan
berpikir kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan mencari sumber pengetahuan tentang
masalah nyata dan masalah yang mereka hadapi. Dalam penelitian ini, PJBL disertai dengan peta
konsep. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendidik memberi arahan tentang metode yang
akan digunakan pada materi redoks yaitu PJBL disertai peta konsep. Kemudian pendidik
memberi apresiasi berupa pertanyaan menyangkut kehidupan sehari-hari kepada siswa yang
berkaitan dengan materi. Pada tahap lanjutan, pendidik memberikan motivasi dan menjelaskan
tujuan pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASN

Penggunaan metode project based learning atau PJBL pada penelitian ini dilengkapi dengan peta
konsep dan materi redoks. Metode pembelajaran ini melatih siswa untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Keaktifan yang dimaksud berupa aktif bertanya, menjawab dan memberikan ide
atau gagasan pada saat pembelajaran serta mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan segala
macam tugas. Penerapan metode ini memberikan kesempatan kepada pendik untuk mengelola
pembelajaran dikelas yang melibatkan kerja proyek, disini pendidik hanya sebagai fasilitator.
Media peta konsep dalam hal ini digunakan supaya dapat mempermudah siswa adalam
memahami konsep materi redoks sehingga nantinya diharapkan para siswa dapat memecahkan
masalah dalam projeknya. Dalam penelitian ini, proyek yang dikerjakan siswa berupa buletin
redoks yang isinya memuat 6 indikator kompetensi yang harus dikuasai para siswa . pada
penelitian ini juga lah, indikator yang dinilai yaitu prestasi belajar yang terdiri dari aspek kognitif
dan afektif serta proses belajar yang dinilai yaitu aktivitas belajar siswa materi redoks. Seperti
contoh implementasi karakter kebhinekaan global dalam mata pelajaran bahasa Jawa pada materi
teks eksposisi gamelan Jawa. Pada pertemuan pertama, peserta didik memahami teks dengan
mengidentifikasi struktur dan kaidah teks eksposisi tentang gamelan Jawa. Peserta didik
membaca teks dan memahami isinya, kemudian menemukan pokok isi teks eksposisi tentang
gamelan Jawa. Peserta didik juga memahami jenis perangkat gamelan Jawa yang ada dalam teks.
Selanjutnya menemukan nilai-nilai luhur yang ada dalam teks. Nilai luhur tersebut yang bisa
dijadikan pedoman atau pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pada pertemuan berikutnya,
peserta didik diajak untuk mengenal perangkat gamelan secara langsung. Peserta didik diajak
melihat jenis perangkat gamelan. Guru menunjukkan kepada peserta didik jenis dan nama
perangkat gamelan yang ada. Peserta didik mengenal jenis perangkat gamelan sesuai fungsi dan
cara memainkannya. Dengan melihat perangkat gamelan secara langsung, peserta didik dapat
mengetahui bentuk perangkat gamelan bahkan dapat lebih mengenal gamelan sebagai kekayaan
tradisi yang dimiliki. Jadi, peserta didik tidak hanya mengenal gamelan Jawa dari teks saja,
namun diperkenalkan secara langsung sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga
terhadap budaya sendiri. Dari proses pembelajaran di atas, peserta didik akan mempunyai rasa
memiliki terhadap gamelan Jawa. Sehingga, peserta didik dapat menunjukkan identitasnya
bahwa orang Jawa memiliki gamelan yang bernilai luhur yang patut dipertahankan.
Mempertahankan tradisi dan budaya termasuk gamelan Jawa merupakan salah satu bentuk
karakter mengenal dan menghargai budayanya. Mengenal dan menghargai budaya bangsa
merupakan salah satu elemen karakter berkebhinnekaan global.

PENUTUP

Hasil penting yang dapat dijabarkan melalui pembahasan diatas tentang model PJBL sebagai
pembudayaan kebinekaan global adalah hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman umum
dari PJBL menjadi salah satu metode pelatihan jiwa gotong royong dan berkolaborasi dengan
para pelajar Pancasila. Kami sebagai penulis ingin mengembangkan kemampuan berfikir kreatif
sehingga siswa dapat merancang dan membuat sebuah project yang dapat dimanfaatkan untuk
untuk mengatasi permasalahan secara sistematis. Sehingga modul PJLB membudayakan berpikir
tingkat tinggi yaitu HOTS atau Higher Order Thinking Skills. Harapan melalui pembelajaran
PJLB ini, siswa tidak hanya membaca materi dan uji materi saja melainkan juga menghasilkan
karya.

DAFTAR PUSTAKA

Widyantini, T. (2014). Penerapan Model Project Based Learning dalam Materi Pola Bilangan
kelas VII.

Pusat Pengembangan dan Pemerdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan


(PPPPTK) Matematika, 1 (3), 2-19.

Yusuf, A.M. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta:

Prenadamedia Group.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Nomor 103: Penilaian Hasil Belajar Oleh
Pendidik pada

Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Mendikbud.

Arends, R. (2008). Learning to teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani, New York:
McGraw Hill
Company.

Anda mungkin juga menyukai