Proses Konseling Online (E-Counseling) Di Era Industri 4.O

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Asti Haryati – Online Counseling

Sebagai…

Online Counseling Sebagai Alternatif Strategi Konselor dalam


Melaksanakan Pelayanan
E- Counseling di Era Industri 4.0

PROSES KONSELING ONLINE ( E-Counseling ) DI ERA INDUSTRI 4.O


dengan konseling face to face dimana pada konseling online ada berbagai ketentuan,
kemampuan serta keterampilan yang dilakukan. Menurut Lee (dalam Bolton, 2017) states that
therapists should become familiar with these unique risks of e-therapy and be prepared to discuss
these concerns with the client during the informed consent process.
Sebagaimana juga dikemukakan oleh Koutsonika (2009):

Online Counseling is not a simple process. On the contrary is a complex process with
a considerable number of different and challenging issues characterizing it. Ethical
issues, Technological issues, Counselors’ educational background and skills especially
for online counseling issues, Clients’ issues, Legal issues and, finally, Business and
Management issues.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam konseling online (Ifdil & Ardi, 2013) bahwa proses
konseling online terdiri dari tiga tahapan, sebagai berikut:
1. Tahap I (Persiapan)
Tahap persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras (Tahap persiapan
mencakup aspek teknis penggunaan perangkat keras (hardware) mendukung
penyelenggaraankonseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang (software), yang
mendukung penyelenggaraan konseling online. Seperti perangkat komputer/laptop yang
dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic, webcam dan sebagainya. Perangkat
lunak yaitu program-program yang mendukung dan akan digunakan, Konselor dalam hal
ketrampilan, kelayakan akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang
akan dibahas, serta tata kelola. dapat terkoneksi dengan internet/Ethernet, headset, mic,
webcam dan sebagainya. Perangkat lunak yaitu program yang mendukung dan akan
digunakan, account dan alamat email. Konselor dalam hal ketrampilan, kelayakan
akademik, penilaian secara etik dan hukum, kesusuaian isu yang akan dibahas, serta tata
kelola.
2. Tahap II (Proses Konseling)
Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konselingface-to-face
(FtF). Tahapan konseling online tidak jauh berbeda dengan tahapan proses konseling yaitu
terdiri atas lima tahap yakni tahap pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan
penilaian dan bersambungnamun dalam pelaksanaannya “kontinum fleksibel” dimana saling
berhubungan dan bersambung sesuai tahap dan lebih terbuka untuk dimodifikasi, mulai dari
tahap awal sampai tahap akhir, juga penggunaan teknik-teknik umum dan khusus tidak
secara penuh seperti penyelenggaraankonseling secara langsung. Pada sesi konseling online
lebih menekankan pada terentasnya masalah klien dibandingkan dengan cara bentuk
pendekatan, teknik dan atau terapi yang digunakan. Pada tahap ini pemilihan teknik,
pendekatan ataupun terapi akan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh klien.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 1


Asti Haryati – Online Counseling
3. Tahap III (Pasca Konseling) Sebagai…
Tahap tiga yaitu tahap pasca proses konseling online. Pada tahap ini merupakan lanjutan
dari tahapan sebelumnya dimana setelah dilakukan penilaian maka yang pertama (1)
konseling akan sukses ditandai dengan kondisi klien yang ditandai dengan kondisi klien
yang KES (effective daily living- EDL) (2) Konseling akan dilanjutkan ada sesi Face to
Face- FtF) (3)

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 2


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
Konseling akan dilanjutkan pada sesi konseling online berikutnya dan (4) klien akan
direferal pada Konselor lain atau ahli lain.

Dari pendapat diatas penulis menimpulkan bahwa dalam praktiknya konseling online tidak
berbeda jauh dengan konselingface to face,namun dalam proses konseling online rangkum menjadi
tahap konseling sebagai berikut : tahap 1 persiapan mencakup aspek teknis penggunaan perangkat
keras (hardware) dan perangkat lunak (software), yang mendukung penyelenggaraan konseling
online; tahap 2 proses konseling memiliki tahapan yang terdiri dari tahap pengantaran, penjajagan,
penafsiran, pembinaan dan penilaian; tahap 3 pasca konseling merupakan kelajutan dari tahap
sebelum nya dimana dilakukan penilaian.

Kategori Konseling Online (e-counseling)


Secara spesifik dalam pelaksanaan konseling online melalui media virtual internet terdapat dua jenis
yaitu non interaktif dan interaktif synchronous maupun interaktif asynhronous (Mallen & Vogel,
2005; Wibowo, 2016). Sebagai berikut:
1) Non Interaktif: situs konseling yang memberikan layanan non interaktif merupakan suatu
bentuk layanan informasi atau jika kita kaitkan dengan bimbingan komprehensif merupakan
salah satu bentuk layanan dasar (yang mendukung individu sebagai sebuah nara sumber yang
berisi informasi bagi pengayaan diri dan bersifat self help bagi pribadi yang membutuhkan.
2) Interaktif: Konseling yang berjenis interaktif adalah situs yang menawarkan alternatif bentuk
terapi melalui internet, dimana terdapat interksi antara konseli dan konselor baik secara
langsung atau synchronous ataupun tidak langsung asyncrhronous. Berikut pembagian jenis
layanan yang ditawarkan dalam situs yang memberikan layanan dalam bentuk jenis interactive.

Interaktif Synchronous:
Merupakan media layanan konseling yang dilakukan secara langsung dan dalam waktu yang
sebenarnya, bentuknya berupa pembicaraan melalui teks. pembicaraan melalui teks memberikan
kesempatan kepada individu-individu untuk saling berkomunikasi secara dinamis dalam waktu
yang sama melalui internet.

Interaktif Asynchronous:
Merupakan layanan konseling interaktif akan tetapi tidak terjadi dalam waktu yang
bersamaan. Dalam hal ini terdapat waktu tunda, antara pengungkapan permasalahan konseli
dengan respon yang diberikan oleh konselor. Terdapat dua bentuk layanan dalam metode
konseling ini, yaitu terapi email dan Bulletin Boards Counseling (BBC). Terapi email
merupakan suatu proses menulis tentang permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh konseli
yang bisa dijadikan sebagai bahan terapetik bagi dirinya sendiri. Dalam email konseling,
konseli mengirimkan pesan melalui email kepada konselor mengenai permasalahan yang
dihadapinya, kemudian konselor memberikan respon balik secara profesionala melalui email.
Konseling melalui email, memberikan pelayanan konseling lebih pribadi dalam hubungan satu
sama lain antara konselor dan konseli.
Model komunikasi dalam bentuk ini lebih efesien, karena hampir seluruh konseli yang
mencari bantuan layanan konseling melalui internet memilikinya. Bulletin Boards Counseling
(BBC) adalah

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 3


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
suatu sistem dimana konseli mempublikasikan pertanyaan di bulletin board, untuk selanjutnya
konselor akan memberikan jawaban atau masukannya terhadap permasalahan konseli tersebut,
bulletin board merupakan suatu ruang dimana seseorang dapa meninggalkan pesan dengan tetap
merahasiakan identitasnya, dengan harapan akan memperoleh jawaban atau respon dari ruang
publik yang ramah (Wibowo, 2016).
Chat-Asynchonous seperti email dan text chat, orang tidak harus duduk didepan komputer
yang tersambung ke dalam jaringan online. Biasanya ini berarti ada peregangan kerangka waktu
di mana interaksi terjadi, anda memiliki jam, hari, atau bahkan minggu untuk menanggapi pesan
tersebut (Prasetya, 2017). Biasanya ini berarti ada peregangan kerangka waktu di mana interaksi
terjadi, konselor memiliki jam, hari, atau bahkan minggu untuk menanggapi pesan tersebut.
Kesempatan untuk mengirim pesan ke konselor dapat dilakukan setiap saat dan menciptakan
perasaan nyaman bahwa konselor selalu ada, selalu hadir, yang memudahkan jarak pemisahan
dan memungkinkan konseli untuk mengartikulasikan pikiran dan perasaan mereka dengan
segera kepada konselor, daripada harus menunggu pada pertemuan konseling berikutnya.
Ada banyak sekali media virtual yang menyediakan bentuk konseling online. Kondisi
tersebut bertujuan untuk memudahkan konselor dalam membantu kliennya, memberikan
kenyamanan kepada klien dalam mengungkapkan permasalahaan yang dihadapai dengan
menggunakan aplikasi teknologi sebagai penghubung dirinya dengan konselor dengan tanpa harus
tatap muka secara langsung. Adapaun Beberapa media yang digunakan untuk melakukan e-
counseling sebagai berikut: (Lee, 2010; Ifdil & Zadrian 2013; Pasmawati, 2016; Wibowo, 2016;
Bolton, 2017; Sudarmiyanti, 2018).
1) Website/situs
Dalam menyelenggarakan konseling online Konselor, guru bk/konselor sekolah bahkan
calon konselordapat menyediakan sebuah alamat situs. Situs ini menjadi alamat untuk
melakukan praktik online. Sehingga klien/konseli yang ingin melakukan konseling online
dapat berkunjung ke situs tersebut terlebih untuk selanjutnya melakukan konseling online,
untuk dapat memiliki wesite konselor dapat bekerjasama dengan perusahaan dan/atau para
pakar dibidang web developer. Konselor dapar memulih bentuk desain web yang diinginkan
melai dari html, php dan website yang menggunakan CMS (Content Management System)
2) Telephone/ Hand phone
Lebih sederhana konseling online dapat dilakukan dengan memanfaatkan telephone. Dimana
konselor dan klien/konseli bisa saling tehubung dengan menggunakan perangkat ini.
Telephone-based individual counseling involves synchronous distance interaction between a
counselor and a client using what is heard via audio to communicate (National Board for
Certified Counselors). Telphone/handphone dapat digunakan untuk menghubungi konselor.
Konselor dapat mendengar dengan jelas apa yang diungkapkan kliennya melalui fasilitas
telphone/handphone. Dengan fasilitas ini pula Konselor dengan segeranya dapat merespon
apa yang dibicarakan oleh kliennya.
3) Email
Email merupakan singkatan dari Electronic Mail, yang berarti 'surat elektronik'. Email
merupakan sistem yang memungkinkan pesan berbasis teks untuk dikirim dan diterima
secara elektronik melalui beberapa komputer atau telepon seluler. Lebih spesifik lagi, email
diartikan sebagai cara pengiriman data, file teks, foto digital, atau file, file audio dan video
dari satu komputer ke komputer lainnya, dalam suatu jaringan komputer (intranet maupun
internet).

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 4


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
Ada banyak penyedia account email gratis seperti @yahoo, @gmail, @aim, @hotmail,
@mail, @tekomnet, @plasa dan masih banyak yang lainnya.
4) Chat , Instant Messaging dan Jejaring Sosial
Chat dapat diartikan sebagai obrolan, namun dalam dunia internet, istilah ini merujuk pada
kegiatan komunikasi melalui sarana beberapa baris tulisan singkat yang diketikkan melalui
keyboard. Sedangkan percakapan itu sendiri dikenal dengan istilah chatting. Percakapan ini
bisa dilakukan dengan saling berinteraktif melalui teks, maupun suara dan video. Berbagai
aplikasi dapat digunakan untuk chatting ini, seperti skype, messenger, google talk, window
live messenger, mIRC, dan juga melalui jejaring sosial seperti facebook , twitter, whatsapp
dan myspase yang didalamnya juga tersedia fasiltas chatting.
5) Video conferencing
Video conference, atau dalam bahasa Indonesia disebut video konferensi, atau pertemuan
melalui video. Pertemuan ini dibantu oleh berbagai macam media jaringan seperti telepon
ataupun media lainnya yang digunakan untuk transfer data video. Alat khusus video
konferensi sangat mahal sehingga alternatif Konselor dan Klien dapat menggunakan fasilitas
video konferensi yang terdapat pada beberapa aplikasi Instant Messaging yang didalamnya
sudah menyediakan fasiltitas video call seperti google meet, zoom, Whatsap, Facebook dan
sebagainya.
Menurut Kirana (2019) ada beberapa bentuk layanan konseling online. Berikut beberapa
model cyber counseling yang telah di kembangkan dan disesuaikan dengan konseli yang merupakan
generasi milenial, antara lain: 1) Cyber Counseling berbasis E-mail; 2) Cyber counseling Chat-
Asynchonous berbasis android; 3) Cyber Counseling Berbasis Teks Menggunakan Riliv Aplikasi
Android; dan 4) Cyber Counseling berbasis Facebook.

Etika Konseling Online (e-conseling)


Seiring berkembangnya waktu pemberian layanan kesehatan mental dan perilaku secara online
melalui internet menuai banyak pertanyaan-pertanyaan baru mengenai proses terapeutik, dan
pentingnya dasar-dasar etika, hukum (legal), latihan dan isu-isu teknologi sebelum konselor
berhadapan dengan calon konseli dengan menggunakan media komputer sebagai sarana
berkomunikasi (Mallen & Vogel, dkk. 2011). Meskipun ada pertimbangan etis pada konseling
online. Menurut Rismawaty (dalam Haryati, 2018) From the perspective of etymology (origin of the
word), the term ethics comes from theLatin word "ethicus" and in Greek is called "ethicos" meaning
habit. Etika profesional seorang konselor merupakan suatu bagian yang krusial dan nyata dalam
melakukan layanan konseling. Adapun menurut Haryati (2018) Professional ethics of counselor
which becomes behavioral rules to be the reference for the counselor in carrying out his duties and
responsibilities in providing guidance and counseling services for counselees.
Adapun menurut Kitchner dalam Glading (2012) Etik meliputi membuat keputusan yang
bersifat moral tentang manusia dan interaksi mereka dalam masyarakat. Menurut Herlihy dan Corey
dalam Corey & Callanan, (2011) menyatakan bahwa kode etik memenuhi tiga tujuan:

The first objective is to educate professionals about sound ethical conduct. Reading
and reflecting in the standards can help practitionersexpand their awareness and
clarify their values in dealing with the challenges of their work. Second,
ethical

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 5


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
standards provide a mechanism for professional accountability.
Practitioners are obliged not only to monitor their own behavior, but also to
encourage ethical conduct in their colleagues. One of the best ways for practitioners to
guard the welfare of their clients or student and to protect themselves from malpractice
suits is to practice within the spirit of the ethics codes. Third, codes ofethics serve as
catalysts for improving practice. When practitioners must interpretand apply the
codes in their own practices, the questions raised help to clarify their positions on
dilemmas that do not have simple or absolute answers.

Dengan demikian dalam konseling online sama dengan konseling pada umumnya memiliki
etika profesional yang harus di patuhi oleh konselor dalam melakukan e-counsling. Dimana
berbicara mengenai proses terapeutik, dan pentingnya dasar-dasar etika, hukum (legal), latihan dan
isu-isu teknologi sebelum konselor berhadapan dengan calon konseli dengan menggunakan media
komputer sebagai sarana berkomunikasi. Secara umum, etika dalam layanan konseling melalui
internet menyangkut: (1) pembahasan mengenai informasi mengenai kelebihan dan kekurangan
dalam layanan, (2) penggunaan bantuan teknologi dalam layanan, (3) ketepatan bentuk layanan, (4)
akses terhadap aplikasi komputer untuk konseling jarak jauh, (5) aspek hukum dan aturan dalam
penggunaan teknologi dalam konseling, (6) hal-hal teknis yang menyangkut teknologi dalam bisnis
dan hukum jika seandainya layanan diberikan antar wilayah atau negara, (7) berbagai persetujuan
yang harus dipenuhi oleh konseli terkait dengan teknologi yang digunakan, dan (8) mengenai
penggunaan situs dalam memberikan layanan konseling melalui internet itu sendiri.
Kedelapan hal tersebut, dapat kita kategorikan menjadi menjadi tiga bagian besar
sebagaimana sebelumnya pembagian kategori yang telah dilakukan oleh NBCC (Wibowo,2016)
yaitu mengenai (a) hubungan dalam konseling melalui internet (b) kerahasiaan dalam konseling
melalui internet, dan (c) aspek hukum, lisensi dan sertifikasi. Berikut ini penjelasan dari masing-
masing aspek tersebut:
1. Hubungan dalam konseling melalui internet
Dalam hal ini konselor yang memberikan layanannya melalui internet memiliki kewajiban
untuk menginformasikan berbagai keadaan, ketentuan dan persyaratan konseling yang harus
diketahui, dipahami dan diterima oleh calon konseli yang menyangkut dengan pelayanan
konseling melalui internet yang diberikan oleh konselor tersebut Keadaan, ketentuan dan
persyaratan yang harus diinformasikan kepada konseli.
2. Kerahasiaan dalam konseling melalui internet
Kerahasiaan dan keterbatasannya merupakan isu yang sangat penting untuk dipahami untuk
individu yang berhati-hati terhadap berbagai tindakan bantuan. Pada umumnya, orang-orang
yang berprofesi sebagai seorang konselor akan dengan teguh menjaga dan memelihara
kerahasiaan. Bahkan bagi konselor, hal tersebut secara khusus diatur dalam kode etik
profesional yang diembannya. Karena itulah, sangat penting bagi konselor untuk
menginformasikan mengenai aspek kerahasiaan bagi konseli, termasuk juga mengenai
kerahasiaan dalam layanan konseling melalui internet.
3. Aspek hukum, lisensi dan sertifikasi
Tidak terdapatnya batasan geografi memberi kesempatan konseli dan konselor yang berasal
dari berbagai wilayah, bahkan negara terlibat dalam proses terapeutik. Jika dilihat dari
sisi

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 6


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
hukum, tentu saja hal ini akan mengundang permasalahan-permasalahan terkait dengan
wilayah praktek dan lisensi konselor, untuk itulah dalam hal ini terdapat etika layanan
konseling melalui internet diatur mengenai aspek hukum, lisensi dan sertifikasi bagi
konselor yang memberikan layanannya secara online melalui internet.
Etika yang perlu diketahui oleh konselor ketika melakukan konseling online adalah sebagai
berikut; (1) memahami potensi dan informasi tentang konseli; (2) kemungkinan untuk memberikan
kepedulian dan persetujuan kepada konseli saat konseling; (3) pemahaman tentang identitas konseli;
(4) pemahaman tentang resiko kereahasiaan dari komunikasi online; dan (5) menjaga komunikasi
pribadi dan menyimpan data (Gladding, 2012; Wibowo, 2016; Sutijono & Ardika, 2018).
Pelaksanaan konseling online ini sangat memungkinkan dilakukan konselor untuk melakukan
layanan 24 jam kepada siswa dan juga orang tua siswa, yang tidak memungkinkan untuk datang
berkonsultasi langsung dengan konselor secara face to face, konselor dapat melakukan layanan
konseling online dimana saja tanpa mesti stand by di ruang kerja (Pasmawati, 2016). Konselor
memiliki jam, hari, atau bahkan minggu untuk menanggapi pesan tersebut. Kesempatan untuk
mengirim pesan ke konselor dapat dilakukan setiap saat Sejalan dalam hasil penelitian Dincyurek &
Gulen, dalam Petrus & Hanung, (2017) pandangan akademisi bahwa layanan konseling online akan
berguna bagi siswa pemalu yang tidak bisa datang ke layanan konseling sekolah. Selain itu bahwa
layanan konseling online dapat menyediakan waktu 24 jam dalam sehari. Dengan begitu akan
memberi kesempatan untuk menjangkau konseli lebih luas. Dan konselor dapat memberikan
layanan langsung kepada konseli secara bersama-sama.

Kepatuhan terhadap Standar Etika


Dewasa ini konseling online menjadi semakin populer, sangat penting bahwa ini masalah etis secara
konsisten ditegakkan untuk memastikan keselamatan klien (Lee, 2010). Shaw & Shaw (2006)
menemukan bahwa kurang dari setengah situs web konselor online yang disurvei mengikuti
Pedoman etika American Counselling Association. Ini menjadi perhatian besar karena
menempatkan klien dan konselor dengan risiko bahaya lebih besar. Mungkin hukuman yang lebih
keras perlu diterapkan untuk memastikan penyesuaian. Salah satu solusi mungkin bagi asosiasi
untuk menarik keanggotaan mematuhi pedoman etika (Bolton, 2017).

Tantangan Etika dalam Konseling Online (e-counseling)


Adapun tantangan yang harus dihadapi konselor ketika melakukan konseling online, diantaranya:
1) Mengidentifikasi masalah yang sesuai dengan konseling online.
Konselor yang melakukan layanan konseling secara online tersebut memerlukan akuntabilitas
dan ikatan kepercayaan yang tinggi dari konseli mereka, diantaranya yang memberikan contoh
kepercayaan yang kejujuran dan kompetensi yaitu konselor online harus secara jelas
mengidentifikasi diri mereka dan kualifikasi mereka kepada konseli. Hal tersebut menjadi
sangat penting sekali bagi organisasi profesi untuk merancang pedoman yang efektif untuk
konseling online sebelum terjadi kasus atau masalah hukum yang diakibatkan dari penggunaan
layanan konseling online tersebut.
2) Kemungkinan kesalahpahaman.
Konselor harus memberikan penjelasan pada konseli tentang batas-batas, keefektifan dan
resiko dalam menggunakan media internet yang dimungkinkan terjadi, konselor juga

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 7


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
menginformasikan pada kliennya untuk dimungkinkan melakukan konseling secara face to
face, mengetahui identitas yang lebih jelas lagi tentang konseli juga sangat dibutuhkan untuk
menjalin hubungan konseling online untuk menghindari adanya pemalsuan data dan informasi
dari kliennya serta dimungkinkan adanya situasidarurat yang dimungkinkan terjadi pada saat
dilakukannya sesi konseling.
3) Batasan Profesional
Hal ini menjaga keseimbangan antara profesional dan batas-batas pribadi, untuk menghindari
hubungan ganda yang mungkin berpotensi membahayakan.
4) Masalah teknologi
Konselor harus berdiskusi dengan klien membahas kemungkina yang terjadi saat melakukan
konseling seperti internet mati, server error, bahkan kerusakan peralatan.
Adapun situasi yang tidak direkomendasikan kepada konselor untuk melakukan konseling
online sebagai berikut: 1) konseli memiliki pikiran untuk menyakiti dan membunuh orang lain atau
diri sendiri; 2) konseli berada pada situasi yang mengancam jiwa; 3) konseli mempunyai sejarah
situasi perilaku bunuh diri, kekerasand an kasar; 4) konseli mempunyai delusi; 5) konseli
mengalami halusinasi; 6) konseli menalahgunakan alkohol dan obat-obatan (Hidayah
dalamSutijono & Dimas ardika, 2018).

Keterbatasan Konseling Online (e-counseling)


Disamping kemudahan dalam melakukan e-counseling adanya keterbatasan dalam pelaksanaanya.
Yang paling krusial ketika melakukan konseling online yaitu ketersediaan jaringan sangat
menentukan sukses atau tidak nya pelaksanaan konseling online. Kemudian kesulitan
mengembangkan hubungan terapeutik dengan klien yang tidak secaraface to face (Bloom, 1998;
Morrissey, 1997 dalam Shaw & Shaw, 2006), kontak psikologis yang tidak di dapatkan seperti
layaknya konseling face to face dimana konselor tidak cukup ruang perhatian dalam memperhatikan
ekpresi wajah, bahasa tubuh konseli, isyarat verbal karena pada konseling online hanya berfokus
pada terselesaikan nya masalah. Maka, konselor harus mengkombinasikan kemampuan empatik
dengan media yang digunakannya dalam pelayanan konseling online (Petrus & Hanung, 2017).
Selanjutnya keterbatasan layanan konseling online yaitu berupa minimnya kemampuan
konselor dalam memanfaatkan internet dalam melaksanakan e-counseling dan di indonesia masih
belum ada payung hukum, etik secara jelas untuk memayungi setiap program praktiknya yang
dilaksanakan secara online. Sama halnya menurut Bloom, 1998; Morrissey , 1997 dalam Shaw &
Shaw, 2006 keterbatasan dari menggunakan layanan konseling online meliputi : (a) menjaga
kerahasiaan melalui internet, (b) penanganan situasi darurat, (c) kurangnya informasi nonverbal
seperti wajah ekspresi, nada suara, dan bahasa tubuh (Sussman, 1998)(d) bahaya menawarkan
layanan online atas negara garis yurisdiksi, (e) kurangnya penelitian manfaat layanan konseling
online (Bloom, 1997), dan (f) kesulitan mengembangkan hubungan terapeutik dengan klien yang
tidak pernah melihat face to face. Adapun Corey, Corey & Callanan (2011) menyimpulkan bahwa
memiliki teknologi yang cukup bagus belum tentu bisa diberikan pada semua klien atau untuk
setiap klien.

KESIMPULAN
Penggunaan teknologi dalam bimbingan konseling membuat kemajuan dalam pelayanan
konseling dalam menghadapi tantangan di era 4.0. Sangatlah penting bagi konselor untuk
melakukan

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 8


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
konseling online karena seiring perkembangan teknologi yang semakin modern yang menuntut
bagaimana konselor untuk dapat memberikan layanan konseling tanpa konseling face to face,
sehingga harus menciptakan inovasi-inovasi dalam layanan bimbingan konseling yang kemudiannya
dapat berjalan dengan efektif serta sebagai alternatif strategi pelayanan konseling, karena dapat
dilihat sejauh perkembangan saat ini kebutuhan akan konseling sangat meningkat. Oleh sebab
itukonselor online diharapkan untuk melek teknologi, dapat menggunakan serta memanfaatkan
teknologi, memiliki berbagai wawasan, pengetahuan dan etika dalam melakukan layanan konseling
online walapun memang di indonesia masih belum ada etik yang mengatur penyelengaraan
konseling online.

DAFTAR PUSTAKA
Bolton, J. (2017). The Ethical Issues which must be addressed in online counselling. Australian
Counselling Research Journal, 11(1), 1-15.
Capill, L. Telecounselling and E-Counselling. Toronto: TAPE: Toronto Advances Profesional Education.
Corey, G., Corey, M. S., Corey, C., & Callanan, P. (2014). Issues and ethics in the helping
professions with 2014 ACA codes. Nelson Education.
Gibson, R. L., & Mitchell, M. (1981). Introduction to guidance. MacMillan Publishing
Company. Gladding, S. T. (2012). Konseling profesi yang menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Haberstroh, S., & Duffey, T. (2011). Face-to-face supervision of online counselors: Supervisor
perspectives.
Haryati, A. (2018). Personal Integrity of Islamic Counselor on Professional Ethics Commitment.
Islamic Guidance and Counseling Journal, 1(1), 11-16.
Ifdil, I., & Ardi, Z. (2013). Konseling online sebagai salah satu bentuk pelayanan e-konseling.
Jurnal Konseling dan Pendidikan, 1(1), 15-22.
Kirana, D. L. (2019). Cyber Counseling Sebagai Salah Satu Model Perkembangan Konseling
Bagi Generasi Milenial. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 8(1), 51-63.
Koutsonika, H. (2009). E-Counseling: the new modality. Online Career Counseling-a challenging
opportunity for greek tertiary education.
Kraus, R., Stricker, G., & Speyer, C. (Eds.). (2010). Online counseling: A handbook for mental health
professionals. Academic Press.
Lee, S. (2010). Contemporary issues of ethical e-therapy. Journal of Ethics in Mental Health, 5(1), 1-5
Mallen, M. J., Vogel, D. L., Rochlen, A. B., & Day, S. X. (2005). Online counseling: Reviewing the
literature from a counseling psychology framework. The Counseling Psychologist, 33(6), 819-
871.
Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pasmawati, H. (2016). Cyber Counseling Sebagai Metode Pengembangan Layanan Konseling Di
Era Global. Jurnal Ilmiah Syi'ar, 16(2), 34-54.
Petrus, J., & Sudibyo, H. (2017). Kajian Konseptual Layanan Cyberconseling. Konselor, 6(1), 6-12.
Prasetya, A. F. (2017). Model Cybercounseling: Telaah Konseling Individu Online Chat-
Asynchronous
Berbasis Aplikasi Android. In Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling (Vol. 1, No. 1,
pp. 31- 38).
Shaw, H. E., & Shaw, S. F. (2006). Critical ethical issues in online counseling: Assessing
current practices with an ethical intent checklist. Journal of Counseling & Development,
84(1), 41-53.
Sudarmiyanti, S. (2018). Layanan Bimbingan dan Konseling di Era Digital. Prosiding Seminar
Nasional Strategi Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Era Disrupsi.
Sutijono, S., & Farid, D. A. M. (2018). Cyber counseling di era generasi
milenial. SOSIOHUMANIKA, 11(1), 19-32.
Cahyo, N. (2017). Dakwah Melalui Bimbingan Konseling Online. Jurnal Ilmu Dakwah, 36(2).

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) / 9


Asti Haryati – Online Counseling
Sebagai…
Winkel, W. S., & Hastuti, S. (2005). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan (edisi
revisi). Jakarta: Gramedia.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 2, No 2 (2019) /


10

Anda mungkin juga menyukai