(REVISI-AN) METOPEN (Antasya Octaviana - ARS19002)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

ANALISIS FAKTOR RESIKO JATUH PADA PASIEN LANSIA RAWAT


INAP RUMAH SAKIT X

OLEH :

ANTASYA OCTAVIANA (ARS19002)

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN 2021/2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (Maryam, 2010). Populasi lansia di dunia antara tahun 2015 dan 2050
diperkirakan meningkat dua kali lipat dari 12% menjadi 22% atau sekitar 900 juta
menjadi 2 milyar pada usia diatas 60 tahun (World Health Organization, 2015).
Proporsi lansia didunia diperkirakan mencapai 22% dari penduduk dunia atau sekitar
2 miliar pada tahun 2020, sekitar 80% lansia hidup dinegara berkembang. Jumlah
penduduk di 11 negara kawasan Asia Tenggara yang berusia diatas 60 tahun
berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di
tahun 2050 (Kemenkes RI, 2013).
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009, jumlah
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 19,32 juta orang (8,37%)
dari total seluruh penduduk Indonesia. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia dimana pada tahun 2005 jumlah
penduduk lansia sebesar 16,80 juta orang. Angka ini naik menjadi 18,96 juta orang
pada tahun 2007 dan menjadi 19,32 juta orang pada tahun 2009. Propinsi yang
menjadi peringkat pertama dengan propinsi penduduk lansia tertinggi ditempati oleh
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (14,02%) kemudian diikuti oleh propinsi
lainnya.
Memasuki usia tua akan mengalami kondisi kemunduran fisik yang ditandai
dengan pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, penurunan
kekuatan otot yang mengakibatkan gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak
proporsional. Akibat perubahan fisik lansia tersebut, mengakibatkan gangguan
mobilitas fisik yang akan membatasi kemandirian lansia dalam memenuhi aktifitas
sehari-hari dan menyebabkan terjadinya risiko jatuh pada lansia (Nugroho, 2008)
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami oleh lansia. Banyak faktor
yang mempengaruhi kejadian jatuh, misalnya faktor intrinsik seperti gangguan gaya

2
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, langkah yang pendek, kekakuan sendi,
kaki tidak menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam bergerak, serta faktor
ekstrinsik seperti lantai yang tidak rata dan penglihatan yang kurang karena cahaya
kurang terang. Faktor-faktor tersebut yang dapat menyebabkan resiko jatuh pada
lansia (Nugroho, 2008). Penelitian Firsty (2016), menunjukkan lansia yang
mengalami jatuh (68.4%), gangguan gerak (51.9%), gangguan penglihatan (69.6%),
dan gangguan pendengaran (57.0%). Faktor ekstrinsik yaitu lansia yang mempunyai
alat bantu berjalan (82.3%) dan lingkungan (50.6%).
Masalah penting dari risiko jatuh adalah mencegah atau meminimalisir risiko
jatuh. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Luhur
Kasongan, didapatkan lingkungan Panti kurang pencahayaan,tidak ada pengaman di
tempat tidur, pegangan tangga yang rapuh serta halaman Panti yang tidak rata dapat
mendorong terjadinya risiko jatuh pada lansia. Jumlah keseluruhan lansia yaitu 88
orang lansia dengan 39,8% orang berjenis kelamin laki-laki dan 60,2% orang berjenis
kelamin perempuan. Berdasarkan wawancara dengan petugas Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Luhur pada tanggal 14 November 2018 terdapat 48,9% lansia dengan
resiko jatuh tinggi dan dalam sebulan terakhir terdapat 5,9% kejadian lansia jatuh.
Risiko jatuh ini disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
adalah faktor yang berasal dari dalam diri lansia itu sendiri sedangkan untuk faktor
ektrinsik sendiri adalah faktor dari luar atau lingkungan .
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Faktor Penyebab Resiko Jatuh pada Lansiapasien rawat inap
dirumah sakit X”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “ Bagaimana Faktor Penyebab Resiko Jatuh pada pasien lansia rawat inap di
Rumah Sakit X?”

3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor penyebab resiko jatuh pada lansia pasien rawat inap di
Rumah Sakit X

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran tentang faktor intrinsik resiko jatuh pada lansia pasien
rawat inap di Rumah Sakit X

b. Diperolehnya gambaran tentang faktor ekstrinsik resiko jatuh pada lansia pasien
rawat inap di Rumah Sakit X

D. Manfaat

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengembangan ilmu


pengetahuan khususnya untuk ruang lingkup manajerial rumah sakit mengenai
faktor resiko pasien jatuh pada lansia rawat inap rumah sakit X.

2. Aplikatif
Penelitian ini diharapkan bisa membantu Rumah Sakit X dalam perbaikan sebagai
upaya proses peningkatan keselamatan terhadap pasien.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Populasi Beisiko

Populasi merupakan kumpulan orang yang memiliki karakteristik umum personal dan

lingkungan seperti umur, ras, jenis kelamin, kelas sosial, diagnosa medis, tingkat

kecacatan, paparan toksin, serta partisipasi dalam perilaku mencari kesehatan

(Maures & Smith, 2000). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan

besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan

(expectedreturn–ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).

Populasi berisiko adalah populasi yang memiliki faktor risiko umum atau

terpapar oleh risiko yang dapat menimbulkan ancaman kesehatan. (Minnesota

Department of Health Center for Public Health Nursing, 2003).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa at risk adalah

kemungkinan suatu pupulasi yang memiliki faktor risiko terkena penyakit atau

terkena peristiwa yang menyebabkan risiko sehingga memerlukan kebutuhan atau

perhatian khusus. Contoh populasi berisiko adalah lanjut usia karena lansia memiliki

faktor risiko lebih besar untuk terkena penyakit atau keterbatasan dalam perawatan

diri karena terjadi perubahan fisiologis dan psikososial (Federal Management Agency

National Response Framework dalam North Carolina Center for Public Health

Preparedness, 2010).

5
B. Lanjut Usia

1. Definisi

Lansia atau usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, 2010). Menua (menjadi tua = aging) adalah

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009).

Penuaan didefinisikan secara subyektif dan obyektif. Secara subyektif penuaan

didefinisikan menurut makna dan pengalaman personal. Secara obyektif, penuaan

dihubungkan dengan lanjut usia (Miller, 2004).

Lansia juga didefinisikan sebagai orang yang kemampuan fungsionalnya

dipengaruhi oleh perubahan akibat penuaan dari faktor risiko. Definisi lansia tidak

hanya berdasarkan umur kronologis tetapi berdasarkan pada

karakteristik fisiologis dan psikososial yang dihubungkan dengan

maturitas (Miller, 2004).

2. Klasifikasi Usia

Menurut kesepakatan Depsos yang dirujuk dari berbagai lintas sektor, penduduk

lanjut usia adalah sekelompok penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun,

sedangkan menurut Depkes penduduk usia lanjut dikelompokkan menjadi usia

prasenilis 45-59 tahun, usia lanjut 60 tahun ke atas. Kelompok usia risiko tinggi

70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan (Depkes RI,

2009).

6
7
Berikut ini merupakan pengelompokan usia lansia:

a. Menurut departemen Kesehatan

1) Kelompok Pertengahan Umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun).

2) Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki

usia lanjut (60-65).

3) Kelompok Usia Lanjut

Kelompok dalam masa senium (65 tahun keatas).

4) Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi


Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang
hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat

b. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2007) lanjut usia

meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia antara 60-

74 tahun.

2) Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.

3) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

C. Jatuh

1. Definisi

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi

mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak

8
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004). Jatuh merupakan suatu

kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan

tanah tanpa disengaja dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras,

kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari

penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka

yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

Jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak sengaja yang mengakibatkan

seseorang terbaring atau terduduk dilantai yang lebih rendah tanpa kehilangan

kesadaran (Maryam, 2010).

Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan

gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi, sinkope dan

dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata,

tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan

lain-lain (Darmojo, 2004). Faktor risiko jatuh ditentukan oleh:

a. Sistem sensorik

Sistem sensorik yang berperan adalah sistem penglihatan (visus) dan

pendengaran, perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan

pendengaran dan pada telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran.

b. Sistem saraf pusat

Penyakit pada susunan saraf pusat (SSP), seperti stroke dan parkinson,

sering diderita oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi

SSP sehingga tidak baik terhadap sensorik.

9
c. Kognitif

Dimensia diasosiasikan dengan risiko jatuh pada lansia.

d. Muskuloskeletal

Faktor ini sangat berperan terhadap kejadian jatuh pada lansia. Gangguan

muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini

berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, misalnya:

kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot,

perlambatan konduksi saraf dan lapang pandang dapat menyebabkan

penurunan kualitas sendi, ektremitas dan goyangan badan.

2. Faktor penyebab jatuh

Faktor-faktor pada lansia dapat dibagi 3 golongan besar, yaitu:

a. Faktor Intrinsik

Faktor yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri,yaitu gangguan jantung

dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak, misalnya kelemahan

otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi, gangguan sistem susunan saraf

misalnya neuropati perifer, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan,

gangguan psikologis, infeksi telinga, gangguan adaptasi gelap, pengaruh

obat-obatan yang dipakai (diazepam, antidepresi, dan antihipertensi),

vertigo, atritis lutut, sinkop dan pusing, serta penyakit sistemik lainnya.

10
1) Gangguan Jantung

Merupakan gangguan berupa kehilangan oksigen dan makanan ke

jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner

berkurang. Tanda dan gejala penyakit jantung pada lanjut usia adalah

sering kali merasakan nyeri pada daerah prekordial dan sesak nafas

yang mengakibatkan rasa cepat lelah dan biasanya terjadi ditengah

malam. Gejala lainnya adalah kebingungan, muntah-muntah, dan

nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau keluhan

imsomnia (Darmojo 2004).

2) Gangguan Gerak

Gangguan gerak atau sering disebut dengan gangguan ekstrapiramidal

merupakan kelainan regulasi terhadap gerakan volunter. Gangguan ini

merupakan bagian sindroma neurologic berupa gerakan berlebihan

atau gerakan yang berkurang namun tidak berkaitan dengan

kelemahan (paresis). Insiden dan prevalensi gangguan gerak

bertambah sesuai dengan bertambahnya usia. Hal tersebut diakibatkan

karena penggunaan obat-obatan yang dapat mencetuskan terjadinya

gangguan tersebut (Miller 2005).

Gangguan gerak pada lansia disebabkan karena proses penuaan yang

mengakibatkan kelainan pada ganglia basal, dibagi menjadi 2 yaitu

hipokinetik dan hiperkinetik. Gangguan hipokinetik diartikan adanya

hipokinesia (berkurangnya amplitude gerakan), bradikinesia

(melambatnya gerakan), akinesia (hilangnya gerakan), seperti pada

penyakit parkinson. Sedangkan pada gangguan hiperkinetikterjadinya

11
gerakan berlebih, abnormal, dan involunter seperti pada tremor,

atheosis, dystonia, hemibalismus, chorea, myoclonus dan tie (Miller,

2005).

3) Gangguan Neurologis

Perubahan pada sistem neurologis diantaranya adalah penurunan

berat otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya neuron. Perubahan

anatomis tersebut menyebabkan lansia kehilangan memori, menjadi

lambat dalam bereaksi, masalah keseimbangan dan gangguan tidur

(Mauk, 2010). Perubahan sistem saraf pada lansia mempengaruhi

sistem organ lainnya. Perubahan sistem saraf di otak berpengaruh

pada stabilitas tubuh (Mauk, 2010). Perubahan pada saraf motoric

mengakibatkan perubahan dalam reflek, kerusakan kognitif dan

emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang dapat mengakibatkan

kelemahan otot. Perubahan pada sistem araf pusat mempengaruhi

proses komunikasi dan sistem organ lain seperti sistem penglihatan,

vestibular, dan propiosepsi (Digiovanna, 2000 dalam Mauk, 2010).

4) Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh pada lansia

(Salzman, 2010; Skinner, 1984 dalam Howe, et al, 2008). Penuaan

menyebabkan gangguan penglihatan tersebut juga dihubungkan

dengan kemampuan dalam mengontrol pergerakan mata dan persepsi

terhadapwarna karena sensitivitas terhadap warna berkurang pada

lansia (Feitosa, et al., 2006 & Meyers, et al., 2004 dalam Petrifsky &

Cuneo, 2008). Gangguan penglihatan adalah perubahan yang terjadi

12
pada ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan

juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur menjadi

lebih buram mengakibatkan katarak, sehinggamempengaruhi

kemampuan untuk melihat menerima dan membedakan warna-warna

(Cieayundacitra, 2010). Mata adalah organ sensorik yang

menstransmisikan rangsangan melalui jarak pada otak ke lobus

oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima sesuai dengan proses

penuaan yang terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi

diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan

menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita.

Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata

oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan

melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap

sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering (Cieayundacitra,

2010).

5) Gangguan Pendengaran

Faktor risiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah proses

penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan. Konsekuensi

fungsionalnya adalah berpengaruh terhadap pemahaman dalam

berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan, apatis isolasi sosial,

rendah diri, seta ketakutan dan kecemasan

yang berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Miler,

2005).

13
b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrisik adalah faktor yang berasal dari luar atau lingkungan, faktor

ekstrisik ini antara lain adalah cahaya ruangan yang kurang terang, lantai

yang licin, benda-benda dilantai, alas kaki yang kurang pas, tali sepatu,

kursi roda tidak terkunci, dan naik turun tangga. Penyebab luar lain yang

menyebakan jatuh pada lansia yaitu gangguan gaya berjalan, gangguan

keseimbangan, obat-obatan, penyakit tertentuseperti depresi, demensia,

diabetes melitus, hipertensi, dan lingkungan yang tidak aman (Miller,

2005).

1) Alat bantu berjalan

Penggunaan alat bantu berjalan dalam jangka waktu lama dapat

mempengaruhi keseimbangan sehingga dapat menyebabkan jatuh

(Safe Saskatchewan and the Seniors’ Falls Provincial Steering

Commite, 2010). Ukuran, tipe dan cara menggunakan alat bantu jalan

seperti walker, tongkat, kursi roda, dan kruk berkontribusi menyebabkan

gangguan keseimbangan dan jauh (Centers for Disease Control anf

Prevention, CDC 2014).

2) Lingkungan

Lingkungan merupakan suatu keadaan atau kondisi baik bersifat

mendukung atau bahaya yang dapat mempengaruhi jatuh pada lansia

(Prabuseso, 2006). Kejadian jatuh di dalam ruangan lebih sering terjadi

di kamar mandi, kamar tidur, dan dapur. Sekitar 10% kejadian jatuh

terjadi di tangga terutama saat turun karena lebih berbahaya daripada

naik tangga (Mauk, 2010). Lingkungan yang sering dihubungkan

14
dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat bantu atau perlengkapan

rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur

tidak atau kamar mandi yang rendah dan licin, tempat berpegangan yang

tidak kuat atau sulit dijangkau, lantai tidak datar, licin atau menurun,

karpet yang tidak digelar dengan baik, penerangan yang tidak baik

(kurang terang atau menyilaukan), alat kaki yang tidak tepat ukuran,

berat maupun cara penggunaannya yang salah (APS Health Care, 2010).

Keseimbangan berkurang seiring bertambahnya usia karena perubahan

yang terjadi pada lansia (Sihvonen, 2004).

c. Faktor Situasional

1) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti

berjalan, naik atau turun tangga, melakukan hobi, rekreasi dan olahraga

(Allender & Spradley, 2001). Kategori aktivitas fisik dapat dibagi

berdasarkan tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas. Aktivitas fisik dapat

dilakukan dengan frekuensi 1-3 dalam seminggu dan durasi 15-60 menit

(Morris & Schoo, 2004).

2) Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun- tahun

biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti penyakit stroke,

hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan, dizziness, dan sinkope sering

menyebabkan jatuh (Darmojo, 2009).

15
3. Akibat Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan

psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah

patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah

fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan

lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok

setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi

termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas

sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

4. Pencegahan

Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3 usaha pokok

untuk pencegahan jatuh yaitu:

a. Identifikasi Faktor Resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya

faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan penilaian keadaan sensorik,

neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering

menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup

tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-

benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak

aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan

rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak

16
licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.

WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan

badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan

latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan

dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah,

apakah penderita mengangkat kakidengan benar pada saat berjalan, apakah

kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa

bantuan. Semuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.

c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia

dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara

periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan, factor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia.

Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan

baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia

tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi

untuk terjadinya jatuh.

17
18

Anda mungkin juga menyukai