REFERAT Bipolar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 59

REFERAT

GANGGUAN BIPOLAR PADA IBU HAMIL

Disusun oleh:

Pembimbing:

dr. Iriawan R Tinambunan, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 7 MARET – 9 APRIL 2022

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, kami dapat menyelesaikan

referat yang berjudul “Gangguan Bipolar pada Ibu Hamil”. Penulisan referat ini

dibuat dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu

Kesehatan Jiwa pada periode 7 Maret-9 April 2021.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam penulisan referat ini, terutama kepada dr. Iriawan R

Tinambunan, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan

bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih

banyak kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan adanya kritik, masukan

dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih

dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, 10 Maret 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Bipolar

2.1.1 Definisi

2.1.2 Epidemiologi

2.1.3 Etiologi

2.1.4 Subtipe

2.1.5 Gejala

2.1.6 Neurokimia

2.1.7 Diagnosis

2.1.8 Diagnosis Banding

2.1.9 Tatalaksana

2.2 Psikoedukasi keluarga

2.2.1 Definisi

2.2.2 Tujuan

2.2.3 Macam model

2.2.4 Jenis

III
2.2.5 Fokus

2.2.6 Tahapan

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

IV
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno. Bipolaritas artinya
pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan depresi. Istilah GB sebenamya
kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua emosi yang berlawanan dari suatu waktu
yang berkesinambungan. Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi
yang muncul bersamaan, pada derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode
campuran. Sekitar 40% pasien dengan GB memperlihatkan campuran emosi. Keadaan
campuran yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau
pergantian emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania
disforik.1

Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB yang tak
dapat dispesifikasikan.1-3

Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah atau tidak
terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi beban keluarga, disabilitas
psikososial jangka panjang, dan tingginya risik;o bunuh diri. Sekitar 20%-50% pasien yang
mulanya didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar ternyata adalah GB. Bila
manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan diagnosisnya lebih mudah. Meskipun
demikian, mania akut sulit dibedakan dengan skizofrenia.1

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur
hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya angka mortalitas
disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara GB dengan penyakit fisik, misalnya,
dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas dapat pula
terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol
yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya mortalitas
juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar pemah
melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam kehidupannya. Oleh karena
itu, penderita GB harus diobati dengan segera dan mendapat penanganan yang tepat.1,2

5
Prevalensi gangguan bipolar pada kehamilan masih jarang diteliti di Indonesia sehingga
datanya masih terbatas; pada sekitar 25% -30% gangguan bipolar gejalanya memberat selama
kehamilan; tingkat kekambuhan setelah menghentikan obat penstabil mood lebih tinggi
selama kehamilan. Kejadian relaps gangguan bipolar berkisar antara 25% hingga 55% dalam
12 bulan pertama setelah melahirkan2. Tingkat kekambuhan selama kehamilan antara 22,7%
hingga 71%.

Meskipun banyak obat yang efektif untuk mengelola gangguan bipolar, sulit
merekomendasikan obat yang aman selama kehamilan karena risikonya masih sedikit
diketahui. Perempuan pengguna penyetabil mood selama kehamilan dianjurkan mengonsumsi
asam folat 5 mg per hari mulai empat minggu sebelum konsepsi dan berlanjut hingga 12
minggu kehamilan. Ultrasonography (USG) resolusi tinggi dan echocardiogram janin pada
16-18 minggu kehamilan dapat mendeteksi kelainan jantung. Pemeriksaan USG pada 16-19
minggu kehamilan dapat mendeteksi neural tube defect.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Bipolar

2.1.1 Definisi

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan ditandai

oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya rekuren serta

dapat berlangsung seumur hidup.1-4

Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana

perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas

yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada

keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder

terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan

tersebut.5

Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan

siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3

Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan

oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu

tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan

ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval

diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.1

2.1.2 Epidemiologi

7
Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar antara 0,3-

4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%. Total prevalensi

spectrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6-7,8%.1,2

Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar I

mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan dengan

komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam budaya dan

kelompok etnis. Gangguan bipolar II mempengaruhi sekitar 0,5% dari populasi.

Sementara gangguan bipolar II tampaknya lebih umum pada wanita hal ini

dperkirakan dipengaruhi oleh hormon, efek dari melahirkan, stressor psikososial

untuk wanita, dan pembelajaran budaya yang mengajarkan wanita tidak dapat

berusaha sendiri (behavioral models of learned helplessness), gangguan bipolar I

mempengaruhi pria dan wanita cukup merata. Ini perkiraan prevalensi dianggap

konservatif. Episode manik lebih banyak didapatkan pada pria dan depresi lebih

umum pada wanita. Saat seorang wanita mengalami episode manik gelaja yang

timbul dapat bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita juga lebih sering

ditemukan siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam

1 tahun periode. 3,4

Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21 tahun untuk

gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang bertingkat menjadi

interval 5 tahun, usia puncak pada timbulnya gejala pertama jatuh antara usia 15

dan 19, diikuti oleh usia 20 - 24. Onset mania sebelum usia 15 telah kurang

dipelajari. Gangguan bipolar mungkin sulit untuk mendiagnosis pada kelompok

usia ini karena presentasi atipikal dengan ADHD. Dengan demikian, benar usia

saat onset bipolar disorder masih belum jelas dan mungkin lebih muda dari yang

dilaporkan untuk sindrom penuh, karena ada ketidakpastian tentang presentasi

8
gejala pada anak-anak. Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan

gangguan bipolar dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada

anak-anak. Onset mania setelah usia 60 kurang mungkin terkait dengan riwayat

keluarga gangguan bipolar dan lebih mungkin untuk dihubungkan dengan

diidentifikasi faktor medis umum, termasuk stroke atau lainnya pusat sistem saraf

lesi.3

Bukti dari studi epidemiologi dan kembar sangat menunjukkan bahwa

gangguan bipolar adalah penyakit diwariskan. Kerabat tingkat pertama pasien

dengan gangguan bipolar memiliki pengaruh signifikan tinggi gangguan mood

daripada kerabat kelompok pembanding yang tidak menderita gangguan psikis.

Namun, modus warisan tetap tidak diketahui. Dalam praktek klinis, keluarga

dengan gangguan mood, terutama dari gangguan bipolar, memberikan bukti-bukti

yang nyata yang kuat dari potensi gangguan mood primer pada pasien dengan

sebaliknya didominasi fitur psikotik. Demikian juga, besarnya peran yang

dimainkan oleh stres lingkungan, terutama di awal perjalanan penyakit, masih

belum jelas. Namun, ada bukti yang berkembang bahwa fitur lingkungan dan gaya

hidup dapat berdampak pada tingkat keparahan dan perjalanan penyakit. Peristiwa

stres kehidupan, perubahan jadwal tidur-bangun, dan alkohol saat ini atau

penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan memperpanjang

waktu untuk pemulihan.3,4

2.1.3 Etiologi

Faktor biologi

Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine, serotonin,

dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik

9
amin norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam

patofisiologi gangguan mood ini.1,3,4

- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan

sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh

respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung

adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya

melibatkan reseptor β2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini

menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak

pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin. 3

- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin

reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat

menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri

memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan

memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet. 3

- Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki

peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi

dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah

bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan

dopamine reseptor D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 3

- Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat

perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.

Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission

tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang

berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam

Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale

10
dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan

bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek). Penelitian lain

menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita

bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang

membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf.

Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar

saraf tidak berjalan lancar.3

Faktor genetik

- Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan

mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan

mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka

kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota

keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga

gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum,

dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3

- Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-

70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood

pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-

35%.1,3,4

Faktor psikososial

- Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah

membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan

perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan

psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor

lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat

11
menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan

lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai

neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin

termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil

akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang

lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya

stressor eksternal.3

Faktor kepribadian.

Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadian tertentu

berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasien

dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang

menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu

stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.3

2.1.4 Perjalanan Penyakit

2.1.4.1 Siklus tipikal bipolar

Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase

manik, dan siklus mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi.

Banyak pasien mengalami episode campuran, yang merupakan episode manik

dan depresi muncul bersamaan selama 7 hari.1

2.1.4.2 Rapid Cycling

Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputran cepat kemungkinan

adalah wanita dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik,

cenderung pada gangguan pada faktor ekternal bukan dari genetik. Pada fase

ini episode manik dan depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali setahun dan

12
pada kasus yang parah, bisa mencapai sejumlah siklus sehari.rapid cycling

cenderung untuk timbul lebih sering pada wanita dan pada pasien bipolar II.

Umumnya, rapid cycling bermula pada fase depresi, dan episode depresi yang

sering dan parah bisa menjadi ciri khas dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk

ditangani, khususnya karena antidepresan bisa mencetuskan perubahan ke

mania dan memunculkan pola melingkar.1

2.1.4.3 Dengan Pola Musiman

Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya

cenderung mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun,

biasanya pada musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun.

Bisa juga terjadi remisi penuh dimana adanya perubahan dari depresi menjadi

mania atau hipomania.

2.1.4.4 Onset pasca persalinan

Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan

jika onset gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca

persalinan biasanya adalah gangguan psikotik.1,3

2.1.4.5 Perbedaan antara anak-anak dan dewasa

Peneliatan menunjukkan gejala bipolar pada anak-anak dan remaja

berbeda dari dewasa. Dewasa dengan bipolar biasanya periode mania dan

depresi yang berbeda dan persisten, anak-anak dengan bipolar berfluktuasi

secara cepat dalam mood dan kelakuan mereka. Manik pada anak-anak

dikarakteristikan dengan iritabel dan agresif sedangkan dewasa cenderung

mengalami euphoria. Anak-anak dengan bipolar episode depresi sering marah-

13
marah dan tidak bisa diam, dan dapat memiliki gangguan tambahan mood dan

perilaku seperti anxietas, ADHD, dan penyalahgunaan zat. 1,3

Masih belum jelas seberapa sering bipolar pada anak-anak bertahan

sampai dewasa atau bila menangani bipolar pada masa kanak-kanak bisa

membantu mencegah gangguan di masa depan. 1,3

2.1.5 Gejala

Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi

dan episode mania.1-3

2.1.5.1 Episode Manik

Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien

mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara

menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood

iritabel) yaitu: 1-3,6-9

a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan

b. Berkurangnya kebutuhan tidur

c. Cepat dan banyaknya pembicaraan

d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba

e. Perhatian mudah teralih

f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor

g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan

sekolah)

h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa

perhitungan yang matang). 1-3,6-9

14
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran

psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya

Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit

didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat

kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki

gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh)

dan tidak memerlukan hospitalisasi. 1-3,6-9

2.1.5.2 Episode Depresi Mayor

Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat

symptom atau tanda yaitu :1-3,6-9

a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang

b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan

c. Sulit atau banyak tidur

d. Agitasi atau retardasi psikomotor

e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga

f. Menurunnya harga diri

g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya

konsentrasi

h. Pesimis

i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa

rencana) atau tindakan bunuh diri. 1-3,6-9

Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya

fungsi personal, sosial, pekerjaan. 1-3,6-9

2.1.5.3 Episode Campuran

15
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan

depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih

sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat,

agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas,

hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang

gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien

atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi

personal, sosial dan pekerjaan. 1-3,6-9

2.1.5.4 Episode Hipomanik

Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami

peningkatan mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi

gejala (empat gejala bila mood irritable) yaitu: 1-3,6-9

a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri

b. Berkurangnya kebutuhan tidur

c. Meningkatnya pembicaraan

d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba

e. Perhatian mudah teralih

f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor

g. Pikiran menjadi lebih tajam

h. Daya nilai berkurang

Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau

pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu

fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi

dapat dikenali oleh keluarga. 1-3,6-9

16
17
2.1.5.5 Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik
yang paling sering yaitu:1-3,6-9
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom
psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering
didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda
prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini
telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang
lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan
riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik
yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik
hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau
anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan
perbaikan klinis. 1-3,6-9

2.1.6 Kriteria Diagnosis

Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.

Informasi dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

criteria yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang

dapat digunakan untuk mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah

The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The Present State

Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom

sesuai dengan ICD-10.3,4

Pembagian menurut DSM-IV: 3,4

Gangguan mood bipolar I

18
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal

A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor

sebelumnya.

B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,

Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic

umum

D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.3,4

Gangguan mood bipolar I, episode kini manic

A. Saat ini dalam episode manic

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,

depresi, atau campuran.

C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang

tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan

Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum.

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.3,4

Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini

A. Saat ini dalam episode campuran

19
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau

campuran

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif

dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan

waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan

D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting

lainnya.3,4

Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini

A. Saat ini dalam episode hipomanik

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau

campuran

C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau

hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya

D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan. 3,4

Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini

A. Saat ini dalam episode depresi mayor

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

20
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik

umum

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting

lainnya.3,4

Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini

A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,

hipomanik, campuran atau episode depresi.

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau

campuran.

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,

skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik

yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.

D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup

bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau

aspek fungsi penting lainnya.3,4

Ganggguan Mood Bipolar II

Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu

episode hipomanik. 1,3,4,8

Gangguan Siklotimia

A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-

gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang

21
tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak

dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.

B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-

gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.

C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama

dua tahun Gangguan tersebut

Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih

dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan

siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan

Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)

D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih

dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan

Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medic umum

F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup

bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek

fungsi penting lainnya. 1,3,4,8

Pembagian menurut PPDGJ III:1,2,5,8

F31 Gangguan Afek bipolar

a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua

episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada

waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan

aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek

disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa

22
biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya

mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,

episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)

meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua

macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh

stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk

penegakan diagnosis).

b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif

Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30). 1,2,5,8

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,

depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8

F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala

Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala

psikotik (F30.1); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,

depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala

psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,

depresif atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8

23
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau

Sedang

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan

(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau. 1,2,5,8

F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala

psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau. 1,2,5,8

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan

Gejala Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

dengan gejala psikotik (F32.3);dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran dimasa lampau. 1,2,5,8

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran

a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan

depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala

mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa

terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung

sekurang-kurangnya 2 minggu); dan

24
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau. 1,2,5,8

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan

terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode

afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah

sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depres if

atau campuran). 1,2,5,8

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 1,2,5,8

2.1.7 Tatalaksana

Terapi psikososial 1,3,4,8

- Terapi kognitif (Aaron Beck)

Tujuannya :

a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan

membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.

b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta

melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 8

- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)

Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan

anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan

atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem

interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem interpersonal yang ada

saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan interpersonal. Problem interper-

sonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi berlangsung antara

25
12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak

ditujukan pada fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal.

Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir

hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.8

- Terapi perilaku

Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan

seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan

penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan

cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 8

- Terapi berorientasi-psikoanalitik

Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme

penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam merasakan

perubahan emosional secara luas. 8

- Terapi keluarga

Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau fungsi

keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga

meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari

seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam pemeliharaan gejala

pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50

persen dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau

memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood.
1,3,4,8

- Rawat Inap

Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah untuk

memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap

26
adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya

untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset yang berkembang

cepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan

aman mengobati depresi ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien

terus rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat

badan, atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada

menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau

perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien dengan

gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus

sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat keputusan karena

pemikiran mereka melambat, Weltanschauung negatif (pandangan dunia), dan

keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan

mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi mereka.3,8

Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)

Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan

pada bagian temporal kepala.

Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar

dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis yang sudah

adekuat).

Farmakoterapi

Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan perubahan

besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan

gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.1,2

Episode mania atau hipomania 2. Antipsikotik atipikal

1. Mood Stabilizer

27
3. Mood stabilizer + antipsikotik

atipikal. 1,2

Episode depresi

1. Antidepresan

2. Mood stabilizer

3. Antipsikotik atipikal

4. Mood stabilizer + antidepresan

5. Antipsikotik atipikal +

antidepresan1,2

28
Table 1 Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut.1

Lini • Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada

I pasien dengan episode mania atau campuran akut. Dosis

adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari

(tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons

dalam 45-60 menit.

Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode


mania atau campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum
adalah 30mg/hari. Berespons dalam 15-30 menit. Interval pengulangan
injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali
injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan
injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu
jarum suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika
Lini • Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang

II setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.

• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan

bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur

dalam satu jarum suntik.

1
Rekomendasi terapi pada mania akut

Tabel 2 Terapi mania.1

Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon,

quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium atau

divalproat + risperidon, litium atau divalproat +

quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin,

litium atau divalproat + aripiprazol

Lini II Karbamazepin, ECT, litium + divalproat,

paliperidon

Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat

haloperidol, litium + karbamazepin, klozapin

Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon

direkomendasikan + karbamazepin, olanzapin + karbamazepin

Gambar 1. Algoritma terapi mania akut.2

2
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I

Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.1

Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium

atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI, litium +

divalproat

Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat

+ lamotrigin

3
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin,

litium atau divalproat + venlafaksin, litium + MAOI,

ECT, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium

atau divalproat atau karbamazepin + SSRI +

lamotrigin, penambahan topiramat

Tidak Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi

direkomendasikan

Gambar 2 Alogaritma terapi GB I, episode depresi. 2

4
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I

Tabel 4 Terapi rumatan GB I.1

Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat,

olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat +

quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang

5
(RIJP), penambahan RIJP, aripirazol

Lini II Karbamazepin, litium + divalproat, litium +

karbamazepin, litium atau divalproat +

olanzapin, litium + risperidon, litium +

lamotrigin, olanzapin + fluoksetin

Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin,

penambahan ECT, penambahan topiramat,

penambahan asam lemak omega-3,

penambahan okskarbazepin

Tidak Gabapentin, topiramat atau antidepresan

direkomendasikan monoterapi

Rekomendasi terapi akut depresi, GB II

Tabel 5 Terapi akut depresi, GB II.1

Lini I Quetiapin

Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau

divalproat + antidepresan, litium + divalproat,

antipsikotika atipik + antidepresan

Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk

pasien yang jarang mengalami hipomania)

Rekomendasi terapi rumatan GB II

Tabel 6 Terapi Rumatan GB II.1

6
Lini I Litium, lamotrigin

Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau

antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi

dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau

antipsikotika atipik

Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT

Tidak Gabapentin

direkomendasikan

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar:1,2

Mood stabilizer

Litium

Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu.

Memiliki efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di

neuron terminal sistem saraf pusat. 1,2

Farmakologi

Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam

bentuk utuh hanya melalui ginjal. 1,2

Indikasi

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai

terapi rumatan GB. 1,2

Dosis

7
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi

dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.

Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis

untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi

rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis

kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala

toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 1,2

Perbaikan klinis

7-14 hari

Efek samping

Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,

penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas,

delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas

bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen

dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan.

Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.

Litium dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah

intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien

yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien

dianjurkan untuk banyak meminum air. 1,2

Pemeriksaan laboratorium

8
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi

tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40

tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa

Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah

enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau

bila ada indikasi. 1,2

Wanita hamil

Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.

Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini.

Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium,

dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar

litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk

memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut

harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan

terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus

didiskusikan. 1,2

Valproat

Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai

antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 1,2

1. Preparat oral;

9
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan

sodium valproat adalah sama (1:1)

b. Asam valproat

c. Sodium valproat

d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut

yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam

makanan.

e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 1,2

2. Preparat intravena

3. Preparat supositoria

Farmakologi

Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.

Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam

dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi

divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa.

Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan.

Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak

dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. 1,2

Dosis

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum

berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan

divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania

dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan

10
setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek

samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit

serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk

terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah

antara 75-100 mg/mL. 1,2

Indikasi

Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi

rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus

cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2

Efek Samping

Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya

anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim

transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal

pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya

waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan

asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut

sodium divalproat. 1,2

Lamotrigin

Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat

kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 1,2

Farmakokinetik

11
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar

otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10%

lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh. 1,2

Indikasi

Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun

rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2

Dosis

Berkisar antara 50-200 mg/hari. 1,2

Efek Samping

Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk

kemerahan di kulit.1,2

Antipsikotika Atipik

Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif

sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut

adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1,2

Risperidon

Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik

pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. 1,2

Absorbsi

Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme

oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. 1,2

12
Dosis

Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet

dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat

dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien

membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat

pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang

dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons

dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua

minggu. 1,2

Indikasi

Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
1,2

Efek Samping

Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,

berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada

risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak

terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,

mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya

hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi

pada pemberian risperidon. 1,2

Olanzapin

13
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas

terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);

muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. 1,2

Indikasi

Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania

dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB. 1,2

Dosis

Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2

Efek Samping

Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa

lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah

dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes

tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya.

Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah

gaya hidup, diet dan latihan fisik. 1,2

Quetiapin

Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai

antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor

adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif

lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.1,2

Dosis

14
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia

dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200

mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia

quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 1,2

Indikasi

Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus

cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2

Efek Samping

Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek

samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan

berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah

sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat

badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 1,2

Aripiprazol

Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 1,2

Farmakologi

Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta

antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3,

afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1),

dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor

muskarinik kolinergik. 1,2

Dosis

15
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis

efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan

yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual,

insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa

klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan

tolerabilitas. 1,2

Indikasi

Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia

juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi

tambahan pada GB I, episode depresi. 1,2

Efek Samping

Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan

kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh

kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak

berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-

kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan

penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan

berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,

peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak

menyebabkan perubahan interval QT. 1,2

Antidepresan

1) Derivat trisiklik

16
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai

maksimum 250-300 mg sehari)

• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai

dosis maksimum 150-300 mg sehari). 1,2

2) Derivat tetrasiklik

• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis

maksimum 90 mg/ hari). 1,2

3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)

• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat

dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 1,2

4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200

mg/hr)

• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80

mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)

• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada

malam hari, maksimum dosis 300 mg)

• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari).


1,2

5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)

Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi

150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 1,2

17
2.2 Gangguan Bipolar Pada Ibu Hamil

2.2.1 Bipolar pada kehamilan9

Dalam praktik klinis, wanita dengan BD sering bertanya

kepada dokter mereka tentang dampak kehamilan terhadap

perjalanan penyakit mereka. Namun, penelitian tentang hubungan

antara kehamilan dan perjalanan BD masih langka. Tidak seperti

temuan berulang bahwa periode postpartum memiliki pengaruh

negatif pada perjalanan BD, dengan risiko kekambuhan secara

keseluruhan sebesar 35% (66% atau wanita bebas obat dan 23%

untuk wanita yang menggunakan obat profilaksis), dampak

kehamilan itu sendiri pada kursus BD masih belum pasti, dan

berbagai penelitian telah melaporkan hasil yang bertentangan.

Sementara beberapa studi berbasis populasi menunjukkan

bahwa kehamilan bisa menjadi faktor protektif dengan tingkat

onset baru dan kekambuhan yang rendah selama periode ini, studi

klinis memberikan temuan yang bertentangan. Sebagian besar

penelitian yang lebih lama bersifat retrospektif, dan sebagian besar

penelitian prospektif melaporkan tingkat kekambuhan yang tinggi

pada wanita yang menghentikan stabilisator suasana hati.

Dalam studi retrospektif, data klinis dikumpulkan dari 2252

kehamilan wanita dengan BD dan depresi unipolar. Tingkat

18
episode afektif dan faktor risiko diidentifikasi selama kehamilan

dan periode postpartum. Di antara wanita dengan BD, 23%

memiliki episode penyakit selama kehamilan, dibandingkan

dengan 4,6% wanita dengan depresi unipolar. Faktor risiko adalah

usia yang lebih muda saat onset penyakit, episode postpartum

sebelumnya, durasi penyakit yang lebih pendek, memiliki anak

lebih sedikit, dan belum menikah.

Freeman dkk. (2002) mewawancarai 30 wanita dengan BD

setelah kehamilan dengan wawancara klinis terstruktur, dan

menemukan bahwa 15 (50%) melaporkan tidak ada perubahan atau

gejala mood yang lebih sedikit selama kehamilan, sementara

separuh lainnya melaporkan lebih banyak gejala. Pengalaman

memburuknya gejala mood selama kehamilan juga memprediksi

kekambuhan postpartum. Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa

penilaiannya bersifat retrospektif dan dengan demikian rentan

terhadap bias ingatan

Dalam tinjauan baru-baru ini tentang pengaruh kehamilan

pada perjalanan BD, kami menyimpulkan bahwa meskipun topik

ini penting, ada sedikit bukti tentang tingkat kekambuhan episode

mood selama kehamilan di antara wanita dengan BD. Tinjauan lain

juga menyatakan bahwa literatur tidak dapat menjawab pertanyaan

tentang bagaimana kehamilan mempengaruhi perjalanan BD, tetapi

19
hanya memberi tahu kita tentang efek penghentian pengobatan

pada kehamilan. Studi retrospektif lebih sensitif untuk mengingat

bias dan karena itu hasilnya kurang dapat diandalkan, sementara

studi prospektif berfokus terutama pada efek penghentian

pengobatan dan hampir tidak pada hubungan antara kehamilan dan

perjalanan penyakit.

Selain itu, tidak satu pun dari penelitian ini yang

menggunakan metode pemantauan mood yang terperinci untuk

menilai perjalanan penyakit selama kehamilan. Metode LifeChart

(LCM) adalah penilaian prospektif dari fluktuasi dan tingkat

keparahan suasana hati setiap hari, menghasilkan lebih presisi,

dengan risiko lebih kecil untuk bias mengingat dibandingkan

dengan data retrospektif yang dilaporkan sendiri yang

dikumpulkan di sebagian besar penelitian.

2.2.2 Tatalaksana Komprehensif10

Penatalaksanaan gangguan bipolar selama kehamilan sulit,

harus mempertimbangkan manajemen perinatal. Sekitar 50%

kehamilan pada gangguan bipolar tidak direncanakan. Pilihan

perawatan mulai dari edukasi prakonsepsi, termasuk

20
perlindungan anak, obat-obatan, terapi elektrokonvulsif (ECT),

dan layanan untuk ibu dan bayi.

Manajemen Perawatan Prakonsepsi

Kontrasepsi dan optimalisasi kesehatan fisik dan mental

harus didiskusikan dalam merencanakan kehamilan. Kehamilan

harus menjadi perhatian dalam tatalaksana wanita usia subur

dengan gangguan mental berat. Paparan penstabil mood

intrauterin meningkatkan risiko malformasi dan gangguan

kognitif sebanyak tiga kali lipat, sehingga sebaiknya dihindari.

Masalah seputar kehamilan dan persalinan seharusnya termasuk

dalam materi psikoedukasi.

Semua perempuan dengan gangguan mental berat

membutuhkan diskusi mengenai obat- obatan selama kehamilan.

Intervensi faktor risiko lain untuk janin misalnya merokok,

defisiensi nutrisi, dan obesitas yang dapat ditangani optimal

sebelum konsepsi juga perlu didiskusikan. Potensi risiko dan

manfaat pilihan obat harus dipertimbangkan,termasuk

melanjutkan pengobatan saat ini, atau beralih ke obat dengan

bukti keamanan selama kehamilan lebih baik. Risiko

teratogenesis karena penyetabil mood terutama terjadi pada

kehamilan trimester I dan Il, sehingga penggunaannya perlu

dihindari pada periode ini.

21
Gambar 1. Risiko Efek Samping Obat Selama Kehamilan

Terapi Pemeliharaan Selama Kehamilan 10

Perencanaan tatalaksana wanita hamil dengan gangguan bipolar

harus mempertimbangkan tidak hanya risiko paparan janin terhadap litium

atau divalproat, tetapi juga risiko kekambuhan dan morbiditas terkait

penghentian pengobatan. Pada penelitian kohort yang melibatkan 89

wanita hamil dengan gangguan bipolar, risiko kekambuhan berkisar 71%.

Wanita yang tidak melanjutkan pengobatan litium atau divalproat, risiko

rekurensinya dua kali lebih besar. Sebagian besar kekambuhan bersifat

depresif atau campuran, dan 47% terjadi selama trimester pertama.

Lamotrigin dapat dipertimbangkan untuk terapi pemeliharaan

selama kehamilan, terutama relaps depresi, karena data penelitian tidak

22
menunjukkan peningkatan teratogenesis.16 Food and Drug Administration

(FDA) mengeluarkan peringatan bahwa data awal penelitian di Amerika

Utara menunjukkan kaitan antara paparan lamotrigin selama trimester

pertama dan insidens celah bibir atau palatum.

2.2.3 Dampak Penggunaan Obat – Obatan GB10

Sebuah systematic review menyimpulkan bahwa ibu-ibu

penderita gangguan bipolar secara signifikan lebih mungkin

mengalami plasenta previa, perdarahan antepartum, gestational

diabetes, dan gestational hypertension terutama mereka yang telah

sakit sebelum hamil. Bayi dari perempuan gangguan bipolar

biasanya terpapar obat selama tiga bulan pertama kehamilan

karena kehamilan belum diketahui. Gangguan kongenital yang

sering terjadi adalah malformasi.

Teratogenesis dan gangguan neurobehavioral dapat terjadi

akibat paparan obat setelah trimester pertama kehamilan.

Malformasi terkait penggunaan obat selama kehamilan tergantung

sifat obat dan lamanya paparan. Mengingat lebih dari 50%

kehamilan tidak direncanakan, pada saat perempuan dan dokter

mengetahui kehamilan, periode rentan sudah lewat. Berikut obat-

obatan yang dapat berdampak pada kehamilan:

1. Stabilisator Mood

23
■ Litium

The International Registry of Lithium Babies,' mencatat

peningkatan 400 kali lipat kejadian malformasi kardiovaskuler,

terutama anomali Ebstein, terkait paparan litium intrauterin.

Berdasarkan metaanalisis Cohen, dkk risiko anomali Ebstein pada

pengguna litium adalah 0,1%-0,2%, atau 20-40 kali lebih tinggi

dibandingkan populasi umum yang tidak menggunakan litium.

Penggunaan litium juga dikaitkan dengan bayi berat badan lahir

lebih dan komplikasi neonatal, misalnya: disfungsi jantung,

diabetes insipidus, hipotiroidisme, tonus otot rendah, fatigue,

kelainan hati, dan kesulitan bernapas. Komplikasi pada bayi dapat

terjadi meskipun dosis litiumnya rendah.Studi prospektif

Newport, dkk. menunjukkan bahwa penghentian litium segera

setelah melahirkan secara signifikan mengurangi komplikasi

neonatal sambil mempertahankan mood ibu tetap normal.

Ultrasonografi resolusi tinggi dan ekokardiogram janin

direkomendasikan pada usia kehamilan 16 hingga 18 minggu.

Muntah pada awal kehamilan dan peningkatan ekskresi ginjal

pada kehamilan dapat mempengaruhi kadar litium dalam darah

sehingga kadar dalam darah harus diperiksa berkala. Setelah

melahirkan, disarankan pemeriksaan kadar litium darah tali pusat,

tes fungsi tiroid neonatal, urea, dan elektrolit (fungsi ginjal),

terutama pada "floppy baby"

24
Karbamazepin Karbamazepin bersifat teratogenik, kejadian neural

tube defect 0.,5% - 1%. Potensi teratogenik karbamazepin

meningkat jika diberikan bersama obat lain, misalnya asam

valproat dan oxcarbazepine. Karbamazepin dapat menyebabkan

berat badan lahir rendah (BBLR), gangguan lingkar kepala, dan

defisiensi vitamin K pada janin. Paparan karbamazepin dalam

uterus dapat mening katkan risiko perdarahan neonatus dan

kelainan bentuk wajah. Kebanyakan ahli merekomendasikan

pemberian Vitamin K 10 per oral mulai usia kehamilan 36

minggu hingga melahirkan. Vitamin K 1 mg intramuskular harus

diberikan kepada neonatus setelah paparan karbamazepin

intrauterin.

■ Lamotrigin

Lamotrigin adalah pilihan potensial terapi pemeliharaan untuk

wanita hamil dengan gangguan bipolar karena tolerabilitasnya

luas. Risiko anomali janin mayor setelah terpapar lamotrigin

selama kehamilan adalah 2,6% (78 subjek dari 2.974 subjek) pada

trimester peaxrtama, 0,34% (8 dari 2.372) untuk

labiopalatoskizis. Risiko labiopalatoskizis relatiftinggi (0,89%

dari 564 paparan) dilaporkan pada satu penelitian.9 Morrow, dkk

dari UK Epilepsy and Pregnancy Register melaporkan risiko cacat

lahir lebih besar pada dosis harian ibu yang lebih tinggi (lebih dari

25
200 mg per hari). Sampai saat ini, tidak ada laporan komplikasi

kandungan atau neonatus terkait monoterapi lamotrigin.ax

Gentile, dkk. menyarankanbahwa lamotrigin dapat digunakan

sebagai stabilisator mood tingkat pertama selama kehamilan.

■ Valproat

Sodium valproat bersifat teratogenik; diketahui menyebabkan

neural tube defect, cacat kraniofasial, gangguan perkembangan

bayi, atrial septal defect, cleft palate, hypospadias, polydactyly,

dan craniosynostosis. Paparan selama trimester pertama dikaitkan

dengan kejadian neural tube defect 5-9% Efek pada

perkembangan neural tube terkait dengan penggunaan asam

valproat pada 17-30 hari setelah konsepsi. Risiko neural tube

meningkat dengan dosis harian 600 mg per hari. Salah satu

kekhawatiran terbesar adalah bahwa valproat adalah teratogen

neurobehavioral mirip autism.

2. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)

Obat APG II yang umum digunakan adalah aripiprazol,

olanzapin, quetiapin, risperidon, dan ziprasidon. Penelitian

menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal melewati plasenta.

3. Antipsikotik Generasi Pertama (APG I)

26
Obat APG I memiliki peran dalam perawatan akut mania selama

kehamilan. Keamanan APG I misalnya klorpromazin, flufenazin,

haloperidol, perfenazin, tioridazin, dan trifluoperazin, terhadap

reproduksi sudah terbukti dalam systematic review oleh Gentile,

dkk, didukung oleh data ekstensif selama 50 tahun terakhir. Tidak

ada laporan efek teratogenik signifikan atas penggunaan

klorpromazin, haloperidol, dan perfenazin. Berdasarkan data

Swedish Medical Birth Register, dari 576 bayi terpapar APG I,

4,8% menunjukkan malformasi sepetidefek septum atrium dan

ventrikuler. Beberapa ahli mempertimbangkan bahwa risiko

terkait agen APG I kecil bila dibandingkan dengan risiko

stabilisator mood.

2.2.4 Terapi Kejut Listrik atau Terapi Elektrokonvulsif (ECT) 10-14

Terapi ini dapat menyelamatkan hidup pada episode gangguan

mood berat. Terapi elektrokonvulsif adalah pengobatan jangka

pendek untuk depresi berat unipolar atau bipolar berat yang

resisten terhadap pengobatan; kadang-kadang efektif untuk

keadaan mania akut. Terapi kejut listrik pada kehamilan masih

kontrov versial. Bukti efikasi dan keamanan ECT dalam

kehamilan hanya dari case series. Systematic review berdasarkan

data 57 penelitian menunjukkan dari 339 kasus ECT pada

kehamilan, terdapat satu kematian janin, 3% komplikasi janin

27
(bradiaritmia janin paling umum) dan 5% komplikasi kehamilan

(persalinan prematur paling sering). Metaanalisis terbaru dari

enam studi heterogenya menunjukkan tingkat remisi yang sama

antara depresi bipolar (53,2%) dan unipolar (50,9%). ECT bisa

menjadi pilihan tepat pada perempuan hamil psikotik yang

memiliki ide bunuh diri, katatonia, dan asupan makanan dan

minuman yang buruk. Pada wanita hamil dengan riwayat respons

farmakotera pi buruk, ECT dapat mempercepat menghilangkan

gejala. Elektrokonvulsi telah direkomendasikan oleh beberapa

institusi sebagai pengobatan yang aman dan efektif pada bipolar

depresif dan manik pada wanita hamil.

2.2.5 Pengobatan Non-farmakologi selama Kehamilan dan Laktasi 10-14

Intervensi non-farmakologi digunakan bersamaan dengan

farmakoterapi. Intervensi psikososial seperti kelompok edukasi,

terapi perilaku kognitif, dan terapi interpersonal dan sosial masing-

masing telah menunjukkan manfaat di antaranya penurunan tingkat

kekambuhan, fluktuasi suasana perasaan, kebutuhan akan obat-

obatan, dan rawat inap, serta peningkatan kepatuhan fungsi dan

pengobatan. Psikoedukasi adalah bagian sangat penting dari

manajemen pasien

28
29
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai

oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat

berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.

Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik,

biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini

berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia

20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda

seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami

gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk

penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri,

apakah itu fase manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara

dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan

membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan

diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Meador K, Baker GA, Browning N, Cohen MI, Bramley RIl, Claytan-


Smith J, et al. Fetal antiepileptic drug exposure and cognitive outcomes at
age 6 years
2. NEAD Study : A prospective observationa nal study. Lancet Neu t Neurol.
2013:12:244-52
3. Jones, Chandra PS, Dazzan P, Howard LM. Bipolar disorder, affective
psychosis, and schizophrenia in pregnancy and the post-partum period.
Lancet 20143841792
4. Dolk H, Wang H, Loane M, Morris J, Garne E, Claude M. Lamotrigine
use in pregnancy and risk of orofacial cleft risk, an update
Pharmacoepidemniol Drug Saf. 2012:21(suppl.3):321
5. Einarson A, Wood WA, et al. Lithium. In: Exposure to Psychatropic
Medications and Other Substances During Pregnancy and Lactation:
Centre for Addiction and Mental Health. 2007. pp. 85-88.
6. Rusner M, Berg M, Begley C. Bipolar disorder in pregnancy and
childbirth: A systematic review of outcomes. BMC Pregnancy Childbirth
[Internet). 2016;16():331.
7. Yatham LN, Kennedy SH, Pari arikth SV, Schaffer A, Bond DJ, Frey BN,
et al. Canadian bipolar disorders SBD) 2018 guidelines for the
management of patients with bi olar disarder. Bipolar Disord.
2018,20(2):97-170. doi: 10.1111/bdi.1 2609. treatments (CANMAT) and
International Society for
8. Scrandis DA. Bipolar disarder in pregnancy: A review of pregnancy
outcomes. J Midwifery Womer ens Health. 2017,62(6):673-83. doi
10.1111/jmwh.12645.
9. Miller L Psychopharmacology during pregnancy and breast feeding, From
9th Annual US. Psychiatric and Mental Health Congress. 2010.
10. Wende W. Lithium in pregnancy & lactation-safer than we thought?
Mental Health Clinician 2012:2(1)8-9
11. Grover S, Avasthi A. Mood stabilizers in pr pregnancy and lactation.
IndianJ Psychiatr. 2015,57(Suppl S2):308-23
12. Burt VK, Bernstei ein C, Rosenste Jer LL. Bipolar disorder and
pregnancy: Maintaining psychiatric stability in the real world of obstetric
and psychiatric complications. Am J Psychiatr. 2010167(ein8):892-7
13. Newport DJ, Viguera AC, Beach AJ, Ritchie JC, Cohen LS, Stowe ZN.
Lithium placental passage and obstetrical outcome: Implications for
clinical management during
14. Epstein RA, Moore KM, Bobo WV. Treatment of bipolar disorders during
pr pregnancy: Maternal and fetal safety and challenges. Drug Healthc
Patient Saf. 2014;7:7-29.

31

Anda mungkin juga menyukai