Pertemuan 3 Penilaian Autentik Dan HOTS K13

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

Penilaian Autentik
1. Konsep Dasar Penilaian Autentik dalam Kurikulum 2013
Penilaian dalam kurikulum 2013 menerapkan konsep penilaian autentik, penilaian autentik
adalah merupakan salah satu bentuk penilaian hasil belajar peserta didik yang didasarkan atas
kemampuannya menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata di
sekitarnya. Makna autentik adalah kondisi yang sesungguhnya berkaitan dengan kemampuan
peserta didik. Dalam kaitan ini, peserta didik dilibatkan secara aktif dan realisitis dalam menilai
kemampuan atau prestasi mereka sendiri.
Dengan demikian, pada penilaian autentik lebih ditekankan pada proses belajar yang
disesuaikan dengan situasi dan keadaan sebenarnya, baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas.
Pada penilaian autentik, peserta didik diarahkan untuk melakukan sesuatu dan bukan sekedar
hanya mengetahui sesuatu, disesuaikan dengan kompetensi mata pelajaran yang diajarkan. Di
samping itu, pada penilaian autentik, penilaian hasil belajar peserta didik tidak hanya difokuskan
pada aspek kognitif (pengetahuan), tetapi juga pada aspek afektif (sikap), dan psikomotorik
(keterampilan).
Dibandingkan dengan penilaian tradisonal yang selama ini banyak dilakukan oleh pendidik,
penilaian autentik lebih dapat menunjukkan hasil belajar yang komprehensif. Beberapa kelebihan
penilaian autentik antara lain.
a. Peserta didik diminta untuk menunjukkan kemampuan melakukan tugas yang lebih
kompleks yang mewakili aplikasi yang lebih bermakna dalam dunia nyata.
b. Peserta didik diminta untuk menganalisis, mensintesis, dan menerapkan apa yang telah
mereka pelajari.
c. Peserta didik untuk memilih dan mengonstruksi jawaban yang menunjukkan
kemampuannya.
d. Peserta didik diminta untuk membuktikan kemampuannya secara langsung melalui aplikasi
dan konstruksi pengetahuan yang dimilikinya.
Dilihat dari sifat dan proses pelaksanaannya, penilaian autentik sering disamakan artinya
dengan beberapa istilah dalam penilaian, yaitu penilaian berbasis kinerja, penilaian langsung, dan
penilaian alternatif. Penilaian autentik disebut juga sebagai penilaian berbasis kinerja karena

1
peserta didik diminta untuk melakukan tugas-tugas belajar yang bermakna. Penilaian autentik
disebut juga sebagai penilaian langsung karena mampu memberikan bukti secara langsung dan
aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilan.
Penilaian autentik disebut juga dengan istilah penilaian alternatif karena penilaian autentik
merupakan suatu alternatif bagi penilaian tradisional. Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian
autentik merupakan penilaian yang menyeluruh berkaitan dengan kompetensi dalam belajar, baik
dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan maupun psikomotor. Di samping itu, penilaian autentik
lebih mengutamakan proses daripada hasil pembelajaran dan lebih menekankan praktek daripada
teori yang diterima di kelas, yang kesemuanya dilakukan sesuai dengan kondisi yang nyata di
lapangan.
Prinsip dasar penilaian autentik dalam pembelajaran adalah peserta didik harus dapat
mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. penilaian Autentik perlu dilakukan
karena beberapa hal, yaitu
a. Penilaian autentik merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan
kompetensi peserta didik.
b. Penilaian autentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan
hasil pembelajaran.
c. Penilaian autentik mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian.
d. Penilaian autentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan
kemampuannya yang beragam.

2. Ruang Lingkup Penilaian Autentik


Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara menyeluruh berimbang antara
kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
a. Sasaran penilaian pada aspek pengetahuan adalah sebagai berikut.
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) adalah kemampuan peserta didik untuk
mengingat-ingat kembali (recall) istilah, fakta-fakta, metode, prosedur, proses, prinsip-prinsip,
pola, struktur atau susunan. Contoh beberapa kata kerja operasional adalah: mengutip, meniru,
mencontoh, membuat label, membuat daftar, menjodohkan, menghafal, menyebutkan, mengenal,
mengingat, menghubungkan, membaca, menulis, mencatat, mentabulasi, mengulang,
menggambar, memilih dan memberi kode.

2
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang dalam: menafsirkan suatu
informasi, menentukan implikasi-implikasi, akibat-akibat maupun pengaruh-pengaruh. Beberapa
kata kerja operasional adalah memperkirakan, mencirikan, merinci, mambahas, menjelaskan,
menyatakan, mengenali, menunjukkan, melaporkan, mengulas, memilah, menceritakan,
menerjemahkan, mengubah, mempertahankan, mempolakan, mengemukakan, menyimpulkan,
meramalkan, dan merangkum.
Penerapan (application) adalah kemampuan menerapkan abstraksi-abstraksi: hukum,
aturan, metoda, prosedur, prinsip, teori yang bersifat umum dalam situasi yang khusus. Beberapa
kata kerja operasional adalah menyesuaikan, menentukan, mencegah, memecahkan, menerapkan,
mendemonstrasikan, mendramatisasikan, menggunakan, menggambarkan, menafsirkan,
menjalankan, menyiapkan, mempraktekkan, menjadwalkan, membuat gambar, mensimulasikan,
mengoperasikian, memproduksi, mengkalkulasi, dan menyelesaikan (masalah).
Analisis (analysis) adalah kemampuan menguraikan informasi ke dalam bagian-bagian,
unsur-unsur, sehingga jelas: urutan ide-idenya, hubungan dan interaksi diantara bagian-bagian atau
unsur-unsur tersebut. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah menganalisis, menghitung,
mengelompokkan, membandingkan, membuat diagram, meneliti, melakukan percobaan,
mengkorelasikan, menguji, mengkorelasikan, merasionalkan, menginventarisasikan, menanyakan,
mentransfer, menelaah, mendiagnosis, mengaitkan, dan menguji.
Evaluasi/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk menilai ketepatan:
teori, prinsip, metoda, prosedur untuk menyelesaikan masalah tertentu. Beberapa kata operasional
yang menunjukkan kemampuan pada tingkat analisis ini antara lain adalah mendebat, menilai,
mengkritik, membandingkan, mempertahankan, membuktikan, memprediksi, memperjelas,
memutuskan, memproyeksikan, menafsirkan, mempertimbangkan, meramalkan, memilih, dan
menyokong.
Kreatif adalah kemampuan mengambil informasi yang telah dipelajari dan melakukan
sesuatu atau membuat sesuatu yang berbeda dengan informasi itu. Beberapa contoh kata kerja
operasional adalah membangun, mengkompilasi, menciptakan, mengabstraksi, mengarang,
mengkategorikan, merekonstruksi, memproduksi, memadukan, mereparasi, menanggulangi,
menganimasi, mengoreksi, memfasilitasi, menampilkan, menyiapkan, mengatur, merencanakan,
meningkatkan, merubah, mendesain, menyusun, memodifikasi, menguraikan, menggabungkan,
mengembangkan, menemukan, dan membuat.

3
b. Sasaran penilaian pada aspek sikap adalah sebagai berikut.
Menerima (receiving) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Beberapa
contoh kata kerja operasional adalah memilih, mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut,
mematuhi, meminati.
Menanggapi (responding) adalah kemampuan seseorang untuk mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Beberapa contoh kata kerja
operasional adalah menjawab, membantu, mengajukan, mengompromikan, menyenangi,
menyambut, menampilkan, mendukung, menyetujui, menampilkan, melaporkan, mengatakan,
menolak.
Menilai (valuing) adalah kemampuan seseorang untuk menghargai atau menilai sesuatu.
Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengasumsikan, meyakini, melengkapi,
meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengimani, mengundang, menggabungkan,
memperjelas, mengusulkan, menekankan, menyumbang.
Mengelola/mengatur (organization) adalah kemampuan seseorang untuk mengatur atau
mengelola perbedaan nilai menjadi nilai baru yang universal. Beberapa contoh kata kerja
operasional adalah mengubah, menata, mengklasifikasi, mengkombinasikan, mempertahankan,
membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, mengorganisasi, menegosiasi,
merembuk.
Menghayati (characterization) adalah kemampuan seseorang untuk memiliki sistem nilai
yang telah mengontrol tingkah lakunya dalam waktu yang cukup lama dan menjadi suatu filosofi
hidup yang mapan. Beberapa contoh kata kerja operasional adalah mengubah perilaku, barakhlak
mulia, mempengaruhi, mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan, membuktikan,
memecahkan.
c. Sasaran penilaian pada aspek keterampilan sebagai berikut.
Persepsi (perception) mencakup kemampuan mengadakan diskriminasi yang tepat antara
dua atau lebih perangsang menurut ciri-ciri fisiknya. Beberapa contoh kata kerja operasional
adalah mengidentifikasi, mempersiapkan, menunjukkan, memilih, membedakan, menyisihkan,
dan menghubungkan.
Kesiapan (set) yakni menempatkan diri dalam keadaan akan memulai suatu gerakan.
Beberapa kata kerja opersional antara lain menunjukkan, menafsirkan, menerjemahkan, memberi

4
contoh, mengklasifikasikan, merangkum, memetakan menginterpolasikan, mengekstrapolasikan,
membandingkan, dan mengkontraskan.
Gerakan terbimbing (guided response) yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian
gerak sesuai contoh. Contoh kata kerja operasional antara adalah mendemonstrasikan, melengkapi,
menunjukkan, menerapkan, dan mengimplementasikan.
Gerakan terbiasa (mechanical response) berupa kemampuan melakukan gerakan dengan
lancar karena latihan cukup. Contoh kata kerja operasional antara lain menguraikan,
menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, membuat pola, dan menyusun.
Gerakan kompleks (complex response) mencakup kemampuan melaksanakan
keterampilan yang meliputi beberapa komponen dengan lancar, tepat, urut, dan efisien. Contoh
kata kerja operasional antara lain membuat hipotesis, merencanakan, mendesain, menghasilkan,
mengkonstruksi, menciptakan, dan mengarang.
Penyesuaian pola gerakan (adjusment) yaitu kemampuan mengadakan perubahan dan
penyesuaian pola gerakan sesuai kondisi yang dihadapi. Beberapa contoh kata kerja operasional
adalah mengubah, mengadaptasikan, mengatur kembali, dan membuat variasi.
Kreativitas (creativity) yang berupa kemampuan untuk menciptakan pola gerakan baru
berdasarkan inisiatif dan prakarsa sendiri. Contoh kata kerja operasional adalah merancang,
menyusun, menciptakan, mengkombinasikan, dan merencanakan.

3. Karakteristik Penilaian Autentik


Peniaian Autentik memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan penilaian tradisional.
Beberapa karakteristik tersebut adalah:
a. Penilaian autentik dapat digunakan untuk keperluan penilaian yang bersifat formatif atau
sumatif.
b. Penilaian autentik tidak digunakan semata untuk pengetahuan saja tetapi juga menyangkut
aspek sikap dan kinerja (keterampilan).
c. Penilaian autentik dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga dapat mengukur
perkembangan kemampuan peserta didik.
d. Penilaian autentik dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pengembangan kompetensi
pesertadidik secara komprehensif.

5
Pada pelaksanaan penilaian autentik dalam pembelajaran peserta didik diminta
mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Oleh karena itu, penilaian autentik
menjadi penting untuk dilakukan oleh pendidik karena beberapa hal, yaitu.
a. Penilaian autentik merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan
kompetensi peserta didik.
b. Penilaian autentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan
hasil pembelajaran.
c. Penilaian autentik mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian.
d. Penilaian autentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan
kemampuannya yang beragam.

Penilaian Berbasis HOTS


A. Pengertian dan Karakteristik HOTS
Kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikir
masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalangan pemikir pendidikan. Menurut
Dewey (1859 – 1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan,
sedangkan Vygotsky (1896 – 1934) lebih mengaitkan berpikir dengan proses mental. Secara umum
para tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami
seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang harus
dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan, membentuk
berbagai kemungkinan atau alternatif-alternatif yang bervariasi, dan dapat menemukan solusi.
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom
dan telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi
tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu: C1 = mengingat (remembering); C2 =
memahami (understanding); C3 = menerapkan (applying); C4 = menganalisis (analyzing); C5 =
mengevaluasi (evaluating); C6 = mengkreasi (creating)

6
Gambar Level proses berpikir taksonomi Bloom revisi
Mengingat (remembering) merupakan level proses berpikir paling rendah. Mengapa?
Karena mengingat hanyalah memanggil kembali kognisi yang sudah ada dalam memori.
Memahami (understanding) satu level lebih tinggi dibandingkan dengan mengingat. Seseorang
yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan ingatannya untuk membuat deskripsi,
menjelaskan, atau memberikan contoh terkait sesuatu tersebut. Jika seseorang yang telah
memahami sesuatu mampu melakukan kembali hal-hal yang dipahaminya pada situasi yang baru
atau situasi yang berbeda, orang tersebut telah mencapai level berpikir aplikasi (applying).
Orang yang memiliki kemampuan menerapkan belum tentu mampu menyelesaikan masalah
(problem solving). Kemampuan menerapkan masih cenderung hanya mengulangi proses yang
sudah pernah dilakukan (rutin), sementara permasalahan bisa jadi selalu berbeda dan umumnya
tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama (nonrutin). Penyelesaian masalah
sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang nonrutin. Oleh karena itu, penyelesaian masalah
memerlukan level berpikir yang lebih tinggi dari mengingat, memahami, dan menerapkan.
Level berpikir ini disebut higher order thinking atau tingkat berpikir lebih tinggi.
Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing),
mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi.
Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih
kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom
yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian
sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis

7
tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan
dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi.
Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan.
Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan
baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan
baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. Seseorang yang
tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu
melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar
mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS,
hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja
“menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan
soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila
untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang
disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan
kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut
kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional
(KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan.
Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi
Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan
tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
1. HOTS adalah proses transfer. HOTS sebagai proses transfer dalam konteks
pembelajaran adalah melahirkan belajar bermakna (meaningfull learning), yakni
kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi
baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain.
2. HOTS adalah berpikir kritis. HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran
adalah melahirkan belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta
didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan
atau petunjuk pendidik atau orang lain. HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks

8
pembelajaran adalah membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk
akal), reflektif, dan mengambil keputusan secara mandiri.
3. HOTS adalah penyelesaian masalah. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah
menjadikan peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan
nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas
dan tidak rutin.
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi
metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi
metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan
masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil
keputusan yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan
berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis adalah
kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat karena memenuhi kaidah
berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu
menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru,
misalnya dengan cara membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya
sehingga mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif
adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang
baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya.

B. Karakteristik Instrumen Penilaian HOTS


Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri.
1. Transfer satu konsep ke konsep lainnya;
2. Memproses dan menerapkan informasi;
3. Mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
5. Menelaah ide dan informasi secara kritis.

9
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk
penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di
tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.
Di bawah ini dideskripsikan beberapa karakteristik instrumen penilaian berpikir tingkat
tinggi (HOTS):
1. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen
(alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang.
Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah
(problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative
thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan
(decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi
penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik. Kreativitas
menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas.
a. Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari
berbagai sudut pandang yang berbeda;
c. Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.
‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak
sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti
sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang
sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher
order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki
tingkat kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh
karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses
pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep

10
pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik
untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2. Bersifat Divergen
Instrumen penilaian HOTS harus bersifat divergen, artinya memungkinkan peserta didik
memberikan jawaban berbeda-beda sesuai proses berpikir dan sudut pandang yang digunakan
karena mengukur proses berpikir analitis, kritis, dan kreatif yang cenderung bersifat unik
atau berbeda-beda responsnya bagi setiap individu. Karena bersifat divergen, instrumen penilaian
HOTS lebih mudah dirancang dalam format tugas atau pertanyaan terbuka, misalnya soal
esai/uraian dan tugas kinerja. Apakah soal pilihan tidak dapat digunakan untuk mengukur
HOTS? Jawabannya dapat, asal proses berpikir untuk menjawab soal pilihan tersebut bukan
sekedar menghafal atau mengulang. Sebaliknya, setiap soal uraian juga belum tentu HOTS
jika untuk menjawabnya tidak memerlukan penalaran. Bahkan tugas kinerjapun belum tentu
HOTS, kalau hanya berbentuk resep sehingga peserta didik hanya melakukan petunjuk yang
diberikan.
3. Menggunakan Multirepresentasi
Instrumen penilaian HOTS umumnya tidak menyajikan semua informasi secara tersurat,
tetapi memaksa peserta didik menggali sendiri informasi yang tersirat. Bahkan di era big data
seperti sekarang ini, yaitu kemudahan mendapatkan data dan informasi melalui internet, sudah
selayaknya instrumen penilaian HOTS juga menuntut peserta didik tidak hanya mencari sendiri
informasi, tetapi juga kritis dalam memilih dan memilah informasi yang diperlukan.Untuk
memenuhi harapan di atas, sebaiknya instrumen penilaian HOTS menggunakan berbagai
representasi, antara lain verbal (berbentuk kalimat), visual (gambar, bagan, grafik, tabel,
termasuk video), simbolis (simbol, ikon, inisial, isyarat), dan matematis (angka, rumus,
persamaan).
4. Berbasis Permasalahan Kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan
sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat
dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa,
serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam
pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk

11
menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan
mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk
menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini diuraikan lima karakteristik
asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan
(discovery), dan penciptaan (creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu
mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi
konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.
Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut.
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang
tersedia;
b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar,
tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.
5. Menggunakan Bentuk Soal Beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS)
sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi yang
lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh
guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif. kemampuan peserta didik
sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat
menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal
HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian.
a. Pilihan Ganda Kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta didik
terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang

12
lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda
kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual. Peserta didik
diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta
memilih benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait
antara satu dengan yang lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar
diacak, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terpola sistematis dapat
memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua
pernyataan yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu
pernyataan maka diberi skor 0.
b. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut peserta didik untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan
atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.
Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang
lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan
panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik. Dengan
kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang
ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam
rumusan soalnya.

C. Level Kognitif
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa kata kerja operasional
(KKO) yang sama namun berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini sering
muncul ketika guru menentukan ranah KKO yang akan digunakan dalam penulisan indikator
soal. Untuk meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik (2015) mengklasifikasikannya
menjadi 3 level kognitif sebagaimana digunakan dalam kisi-kisi UN sejak tahun pelajaran
2015/2016. Pengelompokan level kognitif tersebut yaitu: pengetahuan dan pemahaman (level
1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level 3) (Sumber: Puspendik).

13
Berikut dipaparkan secara singkat penjelasan untuk masing-masing level tersebut.
1. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman mencakup dimensi proses berpikir
mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 adalah mengukur
pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Terkadang soal-soal pada level 1 merupakan
soal kategori sukar, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat
beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi, atau menyebutkan langkah-langkah
(prosedur) melakukan sesuatu. Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal
HOTS.
2. Aplikasi (Level 2)
Soal-soal pada level kognitif aplikasi membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi
daripada level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi mencakup dimensi proses
berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Ciri-ciri soal pada level 2 adalah mengukur
kemampuan: a) menggunakan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada
konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan
faktual, konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah kontekstual (situasi
lain). Bisa jadi soal-soal pada level 2 merupakan soal kategori sedang atau sukar, karena untuk
menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau peristiwa,

14
menghafal definisi/konsep, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu.
Selanjutnya pengetahuan tersebut digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan
permasalahan kontekstual. Namun soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan soal-soal
HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menerapkan, menggunakan, menentukan,
menghitung, membuktikan, dan lain-lain.
3. Penalaran (Level 3)
Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), karena untuk
menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus mampu mengingat, memahami, dan
menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan
penalaran yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang
tidak rutin). Level penalaran mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4)
menuntut kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen, menguraikan,
mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat. Pada dimensi proses berpikir
mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik,
memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan pada dimensi
proses berpikir mengkreasi (C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang,
membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, menggubah.
Soal-soal pada level penalaran tidak selalu merupakan soal-soal sulit. Ciri-ciri soal
pada level 3 adalah menuntut kemampuan menggunakan penalaran dan logika untuk
mengambil keputusan (evaluasi), memprediksi dan merefleksi, serta kemampuan menyusun
strategi baru untuk memecahkan masalah kontesktual yang tidak rutin. Kemampuan
menginterpretasi, mencari hubungan antar konsep, dan kemampuan mentransfer konsep satu
ke konsep lain, merupakan kemampuan yang sangat penting untuk menyelesaikan soal-soal
level 3 (penalaran). Kata kerja operasional (KKO) yang sering digunakan antara lain:
menguraikan, mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah.

15
D. Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS
Pada penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang
hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan
tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan, tidak selalu
tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru
dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan
pendidikan. Berikut langkah-langkah penyusunan soal HOTS:
1. Menganalisis KD
Analisis KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud No.
37 tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat
kognitifnya. Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud No. 37 tahun 2018 berada
dalam tingkat kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis),
C5 (mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada
tingkat kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung
disusun soal HOTS. KD tersebut dapat disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan
terlebih dahulu IPK pengayaan dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6. Guru-guru secara mandiri
atau melalui forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis KD yang dapat disusun menjadi
soal-soal HOTS.
2. Menyusun Kisi-kisi Soal
Kisi-kisi penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara umum, kisi-
kisi tersebut memandu guru dalam:
a. Memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS;
b. Menentukan lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;
c. Merumuskan indikator soal;
d. Menentukan nomor soal;
e. menentukan level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuk tingkat C3, dan
L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6); dan
f. Menentukan bentuk soal yang akan digunakan.

16
3. Memilih Stimulus yang Tepat dan Kontekstual
Stimulus yang digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati
soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus
kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari,
menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat
memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis Butir Pertanyaan sesuai Dengan Kisi-kisi Soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah
penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif
sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.
5. Membuat Pedoman Penskoran (Rubrik) atau Kunci Jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran
atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci
jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak),
dan isian singkat.
Contoh butir soal pada masing-masing tingkat kognitif Bloom (Anderson & Krathwohl, 2001).
BUTIR SOAL URAIAN BUTIR SOAL PILIHAN GANDA
Mengingat
Sebutkan Ibu Kota Republik Indonesia 1. Ibu Kota Republik Indonesia adalah… .
A. Bandung
B. Surabaya
C. Jakarta
D. Medan
Memahami
Berilah contoh binatang kelas herbivora Berikut ini termasuk binatang kelas
herbivora, kecuali:
a. sapi
b. kambing
c. harimau
d. kerbau

17
Aplikasi
Sebuah pensil diameter 1,5 Cm, panjang 10 Sebuah pensil diameter 1,5 Cm, panjang 10
Cm dicelupkan seluruhnya ke sebuah gelas Cm dicelupkan seluruhnya ke sebuah gelas
yang penuh air. Berapa CC air yang tumpah? yang penuh air. Jumlah air yang tumpah
sebanyak… .
Atau: a. 15, 675 CC
Hitunglah pengurangan berikut. b. 150,674 CC
643 c. 441,964 CC
278 d. 492,705 CC

Analisis
Bandingkan kelebihan dan kelemahan buku- Untuk mata pelajaran Biologi SMP, dari
buku biologi SMP yang ada di pasaran, berbagai buku yang ada, buku yang dapat
terutama buku karangan Osama, Obama, menggantikan buku karangan Obama
Ogama, dan Oalahmak. Bagian mana dari ke adalah buku karangan ….
empat buku itu yang memiliki kesamaan dan a. Osama
bagian mana yang memiliki perbedaan? b. Otama
Atau c. Ogama
Mengapa buku Biologi SMP karangan Obama d. Oalahmak
dapat digantikan buku karangan Ogama?
Evaluasi
Dari sekian siswa Bapak/Ibu, siapakah yang Dari sekian banyak siswa Bapak/Ibu, siswa
paling pintar? yang paling pintar adalah:
a. Badu
b. Beda
c. Budi
d. Bada
Kreasi
Orang yang cinta perdamaian merupakan Orang yang cinta perdamaian merupakan
warga negara yang yang baik. Kebanyakan warga negara yang yang baik. Kebanyakan
orang terdidik lebih cinta perdamaian karena orang terdidik lebih cinta perdamaian karena
tertarik pada kemajuan. Kesimpulan dari tertarik pada kemajuan. Kesimpulan dari
alinea ini adalah... alinea ini adalah ....
A. banyak orang yang cinta perdamaian tetapi
tidak terdidik

18
B. kebanyakan orang yang terdidik bukan
warga negara yang baik
C. warga negara yang baik pada umumnya
orang yang terdidik*
D. orang yang cinta perdamaian belum tentu
orang yang terdidik
E. warga negara yang baik hanyalah orang-
orang yang terdidik

19
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). Taxonomy for Assessing a Revision of Blooms
Taxonomy of Educational Objectives. Retrieved from
https://www.uky.edu/~rsand1/china2018/texts/Anderson-Krathwohl - A taxonomy for
learning teaching and assessing.pdf.
Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Brookhart, S.M. (2010). How To Assess Higher-Order Thinking Skills In Your Classroom. United
States of Amerika: ASCD Member Book.
Kemendikbud, (2017). Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk Sekolah
Menengah Atas. Jakarta. Direktorat Pembinaan SMA. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Kemendikbud. (2018). Higher Order Thinking Skills (HOTS) Konsep dan Penilaian. Jakarta.
Pusat Penilaian Pendidikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

20

Anda mungkin juga menyukai