Pemikiran Ulama Banjar Bidang Fiqih
Pemikiran Ulama Banjar Bidang Fiqih
Pemikiran Ulama Banjar Bidang Fiqih
BAB
ZAKAT
Diajukan untuk Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Pemikiran Ulama Banjar Bidang Fikih
Dosen Pengampu
Oleh
KELOMPOK 5
FAKULTAS TARBIYAH
MARTAPURA
2023
1. Binatang Ternak
Oleh Abdurrahman 20.12.5063
A. Pengertian Zakat Dalam Pandangan Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjari
Zakat menurut bahasa yaitu تطهيرartinya mensucikan dan pada istilah artinya bertambah kebaikan dan
berkat dan مدحartinya puji, kemudian zakat pada istilah syara nama bagi barang yang di keluarkan daripada
harta atas wajah yang tertentu yang lagi akan datang kenyataannya maka dinamai harta yang dikeluarkan itu
dengan zakat, dikarenakan iya mensucikan harta dan menambahi iya akan kebaikan atau berkat.
B. Syarat Zakat Binatang Ternak Dalam Pandangan Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjari
1. Hendaklah ada binatang itu unta dan sapi kerbau kambing dan biri-biri
4. Hendaklah ada binatang itu makan rumput yang tiada dimiliki orang1
C. Nisab Zakat Binatang Ternak Dalam Pandangan Syekh Muhamad Arsyad Al-Banjari
Pada menyatakan nisab zakat unta maka yang pertama nisab zakat unta itu 5 ekor maka zakatnya saikur
kambing dan pada sepuluh ekor unta dua ekor kambing dan paada lima belas unta tiga ekor kambing, dan
kambing yang akan dizakatkan itu berumur dua tahun. Adapun untuk biri-biri yang ber umur setahun mupun
berjenis jantan ataupun betina. Setiap seratus dua puluh satu ekor unta zakatnya tiga ekor bintu labunin. Maka
dengan bertambah sembilan ekor atau sepuluh ekor unta, berubah jumlah dan jenis zakatnya.
Pada menyatakan nisab sapi dan kerbau maka yang pertama nisab zakat sapi dan kerbau itu tiga puluh
ekor maka zakatnya se ekor sapi atau kerbau jantan yang ber umur setahun atau se ekor kerbau betina yang
berumur setahun, dan seratus dua puluh ekor sapi atau kerbau zakatnya empat ekor tabi' atau tiga ekor musinah.
maka terpenuhi nisab zakatnya.
Pada menyatakan nisab zakat kambing dan biri-biri apabila empat puluh ekor maka zakatnya satu kor
kambing atau biri-biri dan pada dan apabila seratus dua puluh ekor maka zakatnya dua ikur kambing atau biri-
biri, dan apabila dua ratus ekor kambing atau biri-biri maka zakatnya tiga ekor kambing atau biri-biri, kemudian
setiap seratus ekor kambing atau biri-biri maka zakatnya seekor kambing atau biri-biri. Kambing atau biri-biri
yang di keluarkan sebagai zakat tsaniah yaitu kambing betina yang berumur dua tahun atau jaz’ah yaitu biri biri
betina yang berumur setahun.2
D. Perbandingan Mahab Dalam Zakat Unta Yang Lebih Seratus Dua Puluh ekor
1
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Sabilal Muhtadin Liltafaquh Fi Amriddin, hal 88-89
2
Ibid. hal 90
5
Ibid.
mengambil dua jumlah unta zakatnya seekor
ekor unta hiqqah. mencapai seratus bintu labun.
Sehingga jika dua puluh lima
jumlahnya ekor, maka
mencapai seratus dikenakan dua
tiga puluh ekor, ekor unta hiqgah
maka dikenakan dan seekor
seekor unta hiqgah kambing.4
dan dua ekor unta
bintu labun.3
Tidak semua orang yang memiliki hewan ternak wajib mengeluarkan zakat. Hanya mereka yang sudah
memiliki jumlah hewan hingga bilangan tertentu saja yang wajib berzakat. Seorang yang baru punya seekor dua
ekor hewan ternak tentu tidak dikenakan zakat. Umumnya para ulama membagi hewan ternak menjadi tiga
macam, yaitu unta, sapi (kerbau) dan kambing. Sedangkan ketentuan nisab masing-masing hewan ternak itu
ditetapkan langsung dengan nash.6
Dan memang demikianlah ketentuan yang disepakati oleh para ulama jumhur, kecuali pendapat Al-
Hanafiyah yang membolehkan zakat dengan uang yang senilai dengan harga hewan itu.
Sedangkan ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh hewan yang dijadikan zakat antara lain :
• Hewan itu harus sehat tanpa cacat pisik. Tidak patah kakinya, tidak kurus kering, tidak tua sekali
hingga giginya tanggal semua. Kecuali bila semua hewan yang dimilikinya punya aib yang sama
dan seragam.
• Hewan itu harus betina. Kecuali pada zakat sapi dimana disebutkan zakatnya berupa tabii'. Tabii'
sendiri adalah nama yang digunakan untuk menyebutkan sapi baik jantan atau betina, dimana
usianya sudah genap 1 tahun masuk tahun ke-2.
• Sudah mencapai usia tertentu Pada tabel di atas, kita temukan beberapa istilah khas sebagai
penyebutan jenis hewan yang sudah memasuki usia tertentu.
• Kondisinya pertengahan Petugas zakat berhak memilih diantara hewan-hewan itu sebagai zakat
dengan melihat pada kondisinya. Yang dipilih adalah hewan yang kondisinya rata-rata, tidak
yang terlalu gemuk tapi bukan yang paling kurus. Namun dipilih yang keadaannya pertengahan.7
Adapun pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari terkait permasalahan tersebbut beliau
berpendapat Siapa yang diwajibkan mengeluarkan bintu makhadin tetapi tidak dimilikinya maka ia boleh
mengeluarkan bintu labunin dan mengambil jubran yakni kelebihan sebanyak dua ekor kambing atau dua puluh
dirham. Dan siapa yang wajib mengeluarkan bintu labunin boleh mengeluarkan bintu makhadin serta
menyerahkan lagi jibran yaitu dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Diperbolehkan mengeluarkan haqah
dengan mengambil jibran dua ekor kambing atau dua puluh dirham.
Datar Pustaka
Rusyd, Ibnu. "Bidayatul Mujtahid, Takhrij." Ahmad Abu Al-Majd, Jakarta: Pustaka Azzam, tt (2007).
Sarwat, Ahmad, and M. A. Lc. Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat. Gramedia pustaka utama, 2019.
3
Ibnu Rusyd. "Bidayatul Mujtahid”, Takhrij." Ahmad Abu Al-Majd, Jakarta: Pustaka Azzam, tt (2007). hal 538
4
Ibid.
6
Ahmad Sarwat, and M. A. Lc. Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat. Gramedia pustaka utama, 2019. hal 40
7
Ibid. hal 42-43
2. TUMBUH-TUMBUHAN
8
Asywadie Syukur, Sabilal Muhtadin (Surabaya: Bina Ilmu,2008) hal 765
9
Ibid. 766
Tidak wajib mengeluarkan zakat pada semua biji bijian terkecuali sudah keras bijinya dan tidak
disyaratkan masak dan keras betul dan tidak disyaratkan masak semuanya. Yang dimaksud dengan wajib
zakat pada benda-benda.
Yang disebutkan di atas karena telah diperoleh sebab wajibnya bukan dimaksudkan wajib
mengeluarkan zakatnya pada ketika itu. Dan sunat mengira-ngira hasil buah kurma atau anggur apabila
sudah masak oleh pemiliknya. Adapun cara memperkirakan hasilnya itu dengan berjalan mengelilingi
setiap pohon kurma atau anggur, diperkirakan berapa jumlah buahnya pada setiap jenis baik ketika
masih basah atau sudah kering agar hak orang yang menerima zakat berpindah kepada jaminan orang
yang membayar zakat.10
E. Perbandingan pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan 4 Mazhab tentang zakat
tumbuh-tumbuhan
Syekh Arsyad Al-Banjari
Tidak wajib zakat pada semua jenis buah dan tumbuhan terkecuali buah dan tumbuhan
yang dapat mengenyangkan menguatkan tubuh pada waktu normal
Tidal wajib zakat jenis buah dan tumbuhan yang mengenyangkan terkecuali sampai
nisabnya maka nisab yang tidak berkulit seperti beras atau yang dimakan dengan
kulitnya sepeti kurma dan anggur , gandum dan kacang adalah lima aswaq12
10
Ibid. 768-769
11
Ibid 770
12
Ibid 765
F. Permasalahan Kontemporer Zakat Tumbuhan diganti Uang
Menurut Mazhab Syafi’i, zakat tanaman seperti padi tidak boleh ditunaikan dalam bentuk uang,
harus dikeluarkan barangnya. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, semua zakat harta, termasuk zakat
tanaman, boleh ditunaikan dalam bentuk uang yang seniali dengan harta zakat yang harus dikeluarkan
(bukan 10 % dari harga jual).
Contoh: Hasil panen 1600 kg, laku terjual Rp. 1.400.000. Harga pasar per 100 kg = Rp. 100.000.
Menurut Madzhab Syafi’i, zakat yang semestinya dikeluarkan adalah 160 kg (10 %). Menurut Madzhab
Hanafi dapat juga ditunaikan dalam bentuk uang Rp. 160.000. (setara dengan harga pasar 160 kg),
bukan 10% dari harga jual (Rp. 1.400.000)
Posisi pemikiran al-Banjari tentang tidak wajib zakat pada benda-benda berharga selain emas
dan perak itu perlu diteliti pada kitab-kitab yang secara eksplisit disebutkan dalam Mukaddimah Sabîl
al-Muhtadîn sebagai referensi sebagaimana yang disebutkan di atas. Kitab Minhâj ath-Thâlibin
menyebutkan bahwa benda-benda permata selain emas dan perak seperti mutiara tidak wajib zakat.Kitab
Mughnî al-Muhtâj menyebutkan bahwa benda-benda berharga seperti mutiara, yaqut, zabarjad dan
marjan tidak wajib zakat karena tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban zakat padanya di samping
benda-benda itu disediakan untuk dipakai sebagai perhiasan seperti halnya binatang yang dipergunakan
untuk bekerja.Kitab Tuhfat al-Muhtâj menyebutkan bahwa benda-benda seperti mutiara dan yaqut tidak
wajib zakat karena tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban zakat padanya dan karena benda-benda
itu disediakan untuk dipakai seperti halnya binatang yang dipergunakan untuk bekerja.Kitab Nihâyat al-
Muhtâj menjelaskan bahwa benda-benda seperti mutiara, yaqut, fairuzaj dan juga minyak kesturi, `anbar
dan sejenisnya tidak wajib zakat karena disediakan untuk dipakai seperti halnya binatang yang
dipergunakan untuk bekerja dan tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban zakat pada benda-benda
tersebut.Dengan demikian, pendapat al-Banjari tentang tidak wajib zakat pada benda-benda selain emas
dan perak itu sudah dijelaskan dalam semua kitab yang dijadikan referensi dalam penyusunan Sabîl
alMuhtadîn.13
Dari kutipan di atas dapat di simpulkan bahwa zakat tumbuhan tidaklah wajib akan tetapi jika ingin
berzakat bisa di ganti dengan uang
G. Kesimpulan
Menurut Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari Zakat tumbuhan yaitu tumbuhan yang dimakan
untuk mengenyangkan dan menguatkan tubuh diwaktu yang normal. Zakat akan dikeluarkan pada waktu
yang sudah ditentukan. Adapun buah-buahan yang tidak mengenyangkan adakalanya wajib akan
seseorang keluar zakatnya apabila sampai nisabnya.
Menurut Imam Mazhab zakat pertanian adalah tanaman yang ditanam oleh manusia bukan
merupakan tanaman yang tumbuh sendiri selain itu merupakan tanaman yang menjadi makanan pokok
dan mengenyangkan dan hasil tanaman tersebut telah mencapai nishab yang telah ditentukan.
Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 1.350 Kg gabah atau 750 Kg beras.
Haulnya, tiap panen. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok seperti beras, jagung, gandum,
kurma dan lain-lain, maka nisabnya adalah 750 Kg dari hasil pertanian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhayly Wahbah. 1997. Zakat Kajian Berbagai Madzhab. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sabir Muslich "Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tentang Zakat dalam Kitab Sabîl Al-
Muhtadîn : Analisis Intertekstual" Jurnal “Analisa” Volume XVI, No. 01, Januari - Juni 2009.
13
Muslich Shabir "Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tentang Zakat dalam Kitab Sabîl Al-Muhtadîn : Analisis
Intertekstual" Jurnal “Analisa” Volume XVI, No. 01, Januari - Juni 2009, hal. 9
3. Emas dan Perak
Oleh Elly Yana 20.12.5090
A. Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tentang Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia. Selain merupakan tambang yang elok, juga sering dijadikan
perhiasan.
Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas
dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya,
baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-
masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau
surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. Sehingga penentuan nisab dan besarnya
zakat disetarakan dengan emas dan perak.14
Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam kitab beliau “Sabilal Muhtadin”, Nisab emas itu
dua puluh mitsqal dan nisab perak dua ratus dirham menurut timbangan kota Makkah.
Wajib mengeluarkan zakat emas yang dua puluh mitsqal atau perak yang dua ratus dirham apabila
sudah disimpan selama setahun. Jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 4/10 = 2,5%.
Menurut beliau, tidak boleh mencampur antara emas dan perak dalam menghitung nisab dan
sebaliknya karena berbeda jenisnya. Tetapi, boleh dikumpulkan emas atau perak yang baik dengan emas
dan perak yang kurang baik, karena dianggap sama jenisnya. Dan mengeluarkan zakatnya menurut jumlah
masing-masing jika mudah dipisahkan. Tetapi kalau sukar membedakannya, dikeluarkan zakatnya dengan
yang pertengahan mutunya/kualitasnya. Tetapi kalau emas atau perak yang cukup nisabnya tadi semuanya
tinggi mutunya maka tidak boleh mengeluarkan yang mutunya rendah tetapi hendaklah dikeluarkan yang
baik juga atau yang terbaik.
Menurut beliau, tidak wajib mengeluarkan zakat jika emas bercampur dengan tembaga atau perak
bercampur dengan tembaga terkecuali jumlah emas atau perak sampai nisabnya maka hendaklah
dikeluarkan zakat emas atau perak yang tidak bercampur atau yang bercampur yang jumlah emas atau
peraknya senilai dengan jumlah zakat dan tembaganya menjadi sedekah sunat.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari berpendapat, bahwa makruh bagi pemberi zakat membeli
kembali zakatnya dari penerima zakat. Demikian juga makruh bagi yang bersedekah membeli kembali apa
yang disedekahkannya dari yang menerima sedekah.
Beliau berpendapat bahwa tidak wajib mengeluarkan zakat perhiasan yang dipakai oleh orang yang
diperbolehkan memakainya (yang memakai perempuan dan tidak berlebih-lebihan dalam memakainya)
dengan syarat diketahuinya bahwa untuk perhiasan dan bukan untuk disimpan. Tetapi kalau diketahuinya
umpamanya didapatnya dari perwarisan dari keluarganya dan baru diketahuinya sesudah berlalu setahun
maka wajib zakatnya. Demikian juga jika diniatkan untuk disimpan wajiblah dikeluarkan zakatnya.
Sedangkan bagi perhiasan yang haram dan makruh memakainya ( perhiasan yang dipakai oleh laki-
laki) baik itu dari emas ataupun perak, maka beliau berpendapat wajib mengeluarkan zakat emas atau perak
tersebut jika sampai nisab dan haulnya.
Beliau juga berpendapat bahwa tidak wajib zakat selain dari emas dan perak seperti mutiara, intan,
zamrud, yakut, firuz, kesturi, ambar dan lainnya.15 Beliau perlu menyebutkan masalah ini secara tegas
barangkali dilatar belakangi oleh keadaan masyarakat di sekitar Martapura yang secara tradisional sebagai
penghasil intan, lama sebelum zaman Hindia Belanda. Dengan penyebutan ini maka beliau memberi
kepastian hukum bagi masyarakat Banjar bahwa memiliki intan, meskipun dalam jumlah yang bila
dianalogikan dengan harga emas sudah mencapai nisab, tidak wajib zakat.16
14
Dadang Baehaki, “Perhitungan Zakat Bagi Penyuluh Agama Islam”, Jurnal Lingkar Widyaiswara, Edisi 1 No. 4 (2014),
hal.78
15
M. Asywadie Syukur, Terjemah Kitab Sabilal Muhtadin II Karya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, TT), hal.773-777
16
Muslich Shabir, "Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tentang Zakat Dalam Kitab Sabil Al-Muhtadin: Analisis
Intertekstual", Jurnal Analisa, Volume XVI, No. 01 (2009), hal.8
Saat mau menunaikan kewajiban zakat itu harga emas yang dimiliki Sifulan Rp.800.000,00/gramnya,
maka 100 gram senilai dengan Rp.80.000.000,00. Oleh karena itu, zakat yang harus Sifulan bayar 2,5% x
Rp80.000.000,00 = Rp2.000.000,00.17
C. Permasalahan Kontemporer
Wajibkah zakat bagi emas yang dihutangkan kepada saudara, padahal sampai nisab zakatnya?
Ada dua rincian dalam hal ini:
1. Piutang yang diharapkan bisa dilunasi karena diutangkan pada orang yang mampu untuk
mengembalikan. Piutang seperti ini dikenai zakat, ditunaikan segera dengan harta yang dimiliki
oleh orang yang memberi utangan dan dikeluarkan setiap tahun.
2. Piutang yang sulit diharapkan untuk dilunasi karena diutangkan pada orang yang sulit dalam
melunasinya. Piutang seperti ini tidak dikenai zakat sampai piutang tersebut dilunasi.
Syaikh Shalih Al-Munajjid menerangkan, piutang kita pada orang lain tidak lepas dari dua keadaan:
1. Ada piutang yang sifatnya masih diakui, diketahui jumlahnya dan mau dilunasi.
Untuk keadaan pertama: Piutang seperti itu tetap dizakati dan ditambahkan pada simpanan kita,
seluruh harta tersebut dizakati (2,5%). Ini berlaku setiap tahun (hijriyah) walaupun utang kita pada
orang lain tersebut tidak berada di genggaman kita. Status harta tersebut semisal wadi’ah (barang
titipan). Namun utang semacam itu boleh ditunda untuk dizakati sampai nanti dikembalikan
(dilunasi). Zakatnya bisa belakangan dengan menzakati dari beberapa tahun yang telah tertunda.
2. Ada piutang yang sifatnya diketahui namun yang berutang (pihak debitur) adalah orang yang
kesulitan dan sulit melunasi utang, atau utang ini berada pada orang yang tidak mengakui adanya
utang.
Untuk keadaan kedua: Piutang seperti itu tidak dizakati. Akan tetapi, nanti ketika telah dilunasi,
maka dizakati untuk satu tahun walaupun status harta itu ada pada orang yang sulit melunasi utang
dalam beberapa tahun.19
Masalah ini juga sudah dijelaskan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, bahwa emas yang
dihutangkan kepada orang lain itu tetap menjadi hak milik orang yang menghutangkan. Jadi, Ketika emas
itu dihutangkan haulnya tidak terputus.20 Maka, jika emas tersebut sampai nisab dan sampai pula haulnya
maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat emas tersebut.
Sebagaimana dalam kaidah ushul fiqh dibawah ini:
ِ اجب فَه َو بِ ِه إِ َل ْال َو
اجب يَتِم َل َما ِ َو
Artinya: “Sesuatu (media) yang wajib tidak akan sempurna tanpanya, maka sesuatu (media) itu
adalah wajib”.
Kaidah diatas juga sejalan dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
َ اص ِد ح ْكم ل ِْل َو
سا ِئ ِل ِ َْال َمق
17
Muhammad Tho’in, Budiyono, M. Hasan Ma’ruf, Rukmini, “Pendampingan Pengelolaan dan Perhitungan Dana Zakat Sesuai
Syari’at Islam Bagi Para Takmir Masjid”, Jurnal Budimas, Volume 02, No. 01 (2020), hal.60
18
Moh. Sibromulisi, Nishab Zakat Emas dan Perak, (Nuonline, 2018), https://islam.nu.or.id/zakat/nishab-zakat-emas-dan-
perak-g7Rub, Diakses 17 Februari 2018, hal.3-4
19
Imanan, Tanya Jawab Agama: Zakat Uang Yang Masih Dipinjam Orang Lain, (Surabaya: Lazismu, 2020),
https://www.lazismusby.com/2020/06/tanya-jawab-agama-zakat-uang-yang-masih.html?m=1#, Diakses 08 Juni 2020, hal.-
20
M. Asywadie Syukur, Terjemah Kitab Sabilal Muhtadin II Karya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, TT), hal.777
21
Duski Ibrahim, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih), (Palembang: Offset Noer Fikri, 2019), hal. 151
Dari kaidah-kaidah diatas dapat dipahami, bahwa wajibnya suatu kewajiban itu ditentukan oleh sesuatu
yang disebut sebab dan syarat.
Jadi, kewajiban menunaikan zakat harta tergantung kepada sesuatu yang disebut sebab, yaitu sampai
nisab zakat dan tergantung kepada sesuatu yang disebut syarat, yaitu haul atau sudah dimiliki selama satu
tahun.
D. Kesimpulan
1. Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam kitab beliau “Sabilal Muhtadin”, Nisab emas itu
dua puluh mitsqal dan nisab perak dua ratus dirham menurut timbangan kota Makkah.
2. Wajib mengeluarkan zakat emas yang dua puluh mitsqal atau perak yang dua ratus dirham apabila
sudah disimpan selama setahun. Jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 4/10 = 2,5%.
3. Menurut beliau tidak wajib zakat selain dari emas dan perak seperti mutiara, intan, zamrud, yakut,
firuz, kesturi, ambar dan lainnya
E. Daftar Pustaka
1. Baehaki, Dadang. “Perhitungan Zakat Bagi Penyuluh Agama Islam”. Jurnal Lingkar Widyaiswara,
Edisi 1 No. 4 (2014)
2. Ibrahim, Duski. 2019. Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih). Palembang: Offset Noer Fikri
3. Imanan. 2020. Tanya Jawab Agama: Zakat Uang Yang Masih Dipinjam Orang Lain. Surabaya:
Lazismu. https://www.lazismusby.com/2020/06/tanya-jawab-agama-zakat-uang-yang-
masih.html?m=1#. Diakses 08 Juni 2020
4. Shabir, Muslich. "Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tentang Zakat Dalam Kitab Sabil
Al-Muhtadin: Analisis Intertekstual". Jurnal Analisa, Volume XVI, No. 01 (2009)
5. Sibromulisi, Moh. 2018. Nishab Zakat Emas dan Perak. Nuonline. https://islam.nu.or.id/zakat/nishab-
zakat-emas-dan-perak-g7Rub. Diakses 17 Februari 2018
6. Syukur, M. Asywadie. TT. Terjemah Kitab Sabilal Muhtadin II Karya Syekh Muhammad Arsyad Al-
Banjari. Surabaya: PT. Bina Ilmu
A. Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari tentang Zakat Ma’din, Rikaz, Perdagangan.
1. Zakat Ma’din
Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Zakat Ma’din ini dikeluarkan jika
orang yang menambang emas dan perak di tanah miliknya atau tanah yang belum dimiliki orang dan
diperolehnya senisab maka wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5% pada ketika itu juga.
Disyaratkan pada zakat ma’din (tambang) ini nisab dan, tidak disyaratkan haul dan tidak wajib
mengeluarkan zakat yang diperoleh pada tahun yang telah lalu sekalipun diperolehnya ditanah
miliknya sendiri. Karena belum diyakininya tentang adanya emas dan perak pada tanah itu terkecuali
pada saat memiliki tanah karena mungkin saja adanya tambang itu baru diciptakan Allah pada tanah itu
Waktu wajib mengeluarkan zakat emas dan perak hasil tambangan ini pada saat dibersihkan dari tanah
dan pasir, yang membersihkan menjadi tanggungan si pemilik dan pemilik dipaksakan untuk
membersihkannya, jika belum dibersihkan maka tidaklah memadai mengeluarkan zakat.
2. Zakat Rikaz
Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang dimaksud dengan rikaz adalah
emas atau perak harta peninggalan orang yang bukan Islam sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat
menjadi Nabi dan Rasul atau pada masa Nabi atau masa sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul
tetapi tidak didapat pada suatu daerah dimana belum sampai dakwah kepada mereka.
Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, wajib mengeluarkan harta rikaz yang
terdiri dari emas dan perak apabila sampai nisabnya dan jumlah zakatnya sebanyak 5% dari jumlah
yang diperolehnya. Maka yang 5% dari 20 misqal adalah 4 misqal dan 5% dari 200 dirham adalah 40
dirham inilah jumlah zakatnya dan tidak disyaratkan pada zakat ini haul tetapi zakatnya dikeluarkan
setelah ditemukan. Tidak disyaratkan mengetahui dengan pasti bahwa benda itu adalah peninggalan
orang yang bukan Islam tetapi cukup hanya melihat tanda-tandanya saja umpamanya tercantum nama
raja orang kafir yang memerintah pada waktu itu atau ditemukan pada kuburan orang jahiliyah maka
wajib dikeluarkan 5% pada ketika itu juga, kalau peninggalan itu ditemui ditanah masjid atau jalan
raya dan peninggalan orang Islam dengan adanya tanda umpanya tertulis ayat Al-Qur’an atau nama
raja Islam dan diketahui miliknya, maka ketiga contoh harta itu adalah milik dari pemiliknya maka
wajib diberitahukan. jika sesudah diberitahukan belum juga diketahui dengan pasti pemiliknya maka
harta yang didapat tadi dinamakan luqathah (harta dapatan). Harta peninggalan tadi wajib diumumkan
kepada orang banyak selama setahun seperti pengumuman barang luqathah, apabila sudah sampai
setahun maka boleh bagi yang menemukan memakannya sekalipun pemiliknya belum ditemukan.
Demikian juga kalau tidak diketahui keadaan harta peninggalan orang kafir atau orang Islam
karena tidak ada tanda-tandanya yang jelas, umpamanya peninggalan itu berbentuk emas urai atau
pakaian atau perabot rumah tangga yang dipakai oleh orang kafir atau oleh orang Islam maka juga
termasuk barang luqathah.
3. Zakat Barang Dagangan
Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, zakat barang dagangan yang wajib
dikeluarkan sebanyak 2,5% dari harga barang seperti harga emas dan perak. Zakat harta dagangan
diperhitungkan dan nilainya bukan dari bendanya karena itu tidak boleh mengeluarkan zakat barang
dagangan ini dari benda yang diperdagangkan.
Syarat wajib zakat barang dagangan ini ada enam perkara:
• Barang yang diperdagangkan itu adalah barang yang tidak wjaib zakat pada bendanya seperti
budak, kuda, lada, kain dan sebagainya.
• Barang itu diniatkan untuk diperdagangkan
• Disertakan niat pada permulaan perjanjian (akad) untuk memiliki barang itu, umpamanya niat
diletakkan pada saat mengadakan perjanjian jual beli.
• Hendaklah memilikinya barang itu dengan memulai perjanjian yang bersifat timbal balik
seperti jual beli, megambil upah, memberi dengan adanya imbalan, mengambil upah, mahar
perkawinan dan iwadh talak. Sedang harta benda yang diperolehnya tanpa melalui perjanjian
timbal-balik umpamanya dan pewarisan, pemberian orang tanpan memberikan imbalan,
memperoleh binatang perburuan, diperoleh melalui hutang maka tidak wajib mengeluarkan
zakatnya sekalipun disertai dengan niat untuk diperdagangkan.
• Jangan diperjual belikan barang dagangan pada pertengahan tahun dengan harga yang
menyebabkan harganya kurang dari senisab
• Jangan diqashadkan barang dagangan itu pada pertengahan tahun dan kalua diqashadkan
menyimpan barang dagangan pada pertengahan tahun terputuslah haul perdagangan. Maka
diperlukan memperbarui qashad yang diiringi dengan aktivitas perdagangan dan wjaib
dikeluarkan zakat 2,5% dari harga bukan 2,5% dari barang perdagangan yaitu 2,5% harga
pada akhir tahun karena akhir tahun itulah wajib zakat.
Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, tidak disyaratkan keadaan barang
sampai nisab terkecuali pada akhir tahun wajib dikeluarkan zakatnya dan jika kurang dari nisab
tidaklah wajib dizakati baik pada saat membelinya sampai nisab atau kurang dari jumlah nisab, karena
akhir tahun itulah waktu wajib zakat. Dan kalau sampai akir tahun barang dagangan dan harganya
kuang dari senisab dan tidak ada barang yang lain untuk mencukupkan nisabnya maka dimulai lagi
haulnya. Kalau ada barang lain untuk mencukupkan nisab dan barang itu dimilikinya dan awal haul
barang dagangan hendaklah diekluarkan zakatnya pada akhir haul keduanya22
Syekh ➢ Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menyebutkan bahwa zakat makdin itu terdari dari emas
Muhammad dan perak hasil menambang baik ditanah miliknya atau tanah yang belum pernah dimiliki
Arsyad Al- orang. Zakat rikaz yang dimaksudkan zakat rikaz adalah emas dan perak harta peninggalan
Banjari orang yang bukan Islam pada zaman jahiliyah. Zakat perdagangan zakat yang diperhitungkan
dan nilainya bukan dari bendanya atau harta yang dimiliki dengan akad tukar dengan tujuan
untuk memperoleh laba.
➢ Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari bahwa kadar zakat makdin ini besarnya 2,5%,
➢ Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari wajib mengeluarkan zakat harta rikaz apabila
sampai nisab dan jumlah zakatnya sebanyak 5%.
➢ Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari kadar zakat barang dagangan sebanyak 2,5%
Imam ➢ Mazhab Hanafiyah menyebutkan bahwa zakat makdin itu terdiri dari tiga jenis benda.
Hanafiyah Pertama, benda-benda yang bisa dibentuk dengan cara diletakkan dicairkan dengan api seperti
beis,emas,tembaga. Kedua, yang berwujud benda cair bernilai ekonomis yang dikeluarkan dari
dalam bumi seperti minyak bumi dan aspal. Ketiga, yang bukan termasuk kategori pertama
dan kedua seperti permata, Mutiara, celak kapur.
➢ Imam Hanafiyah berpendapat bahwa zakat ma’din dan zakat rikaz ini besarnya adalah 1/5 atau
20% 23
➢ Imam Hanafiyah berpendapat bahwa zakat perdagangan kadar zakat perdangan adalah 20%
Imam ➢ Mazhab Malikiyah membatasi bahwa wajib zakat makdin hanya pada emas dan perak.
Malikiyah ➢ Mazhab Malikiyah bahwa kadar zakat ma’din adalah 2,5% atau 1/40
➢ Mazhab Malikiyah bahwa kadar zakat rikaz adalah 1/5 atau 20%
➢ Mazhab Malikiyah bahwa kadar zakat perdagangan 2,5%
Imam ➢ Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membagi barang yang termasuk
Syafi’iyah kekategori zakat makdin menjadi dua. Pertama ma’din zhahir yaitu barang tambang yang
keluar dari dalam bumi tanpa memerlukan proses langsung bisa dimanfaatkan seperti minyak
bumi dan belereng. Kedua ma’din bathini yaitu barang tambang yang keluar dari dalam bumi
yang memerlukan proses pengolahan yang Panjang seperti emas, perak,besi dan tembaga.
Kedua mazhab ini sepakat dalam istilah makdin, namun tidak sepakat pada penetapan jenis
makdin yang manakah yang wajib dizakati. Dalam pandangan mazhab Asy-Syafi’iyah, jenis
makdin yang wajib dikeluarkan zakatnya terbatas yaitu emas dan perak.
➢ Mazhab Asy-Syafi’iyah bahwa kadar zakat makdin adalah 2,5% atau 1/40
➢ Mazhab Asy-Syafi’iyah bahwa kadar zakat rikaz adalah 20% atau 1/5
➢ Mazhab Asy-Syafi’iyah bahwa kadar zakat perdagangan adalah 2,5%
Imam ➢ Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanabilah semua jenis makdin itu mewajibkan
Hanabilah zakat, tanpa dibeda-bedakan
➢ Mazhab Al-Hanabilah bahwa kada zakat makdin adalah 2,5% atau 1/40
➢ Mazhab Al-Hanabilah bahwa kada zakat rikaz adalah 20% atau 1/524
➢ Mazhab Al-Hanabilah bahwa kada zakat perdagangan adalah 2,5%25
22
Syek Muhammad Arsyad Al-Banjar, Sabilal Muhtadin, (Darul Ihya) h.102-103
23
Ahmad Sarwat, Lc., M.A., Zakat (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama) h. 225-230
24
Lin Mutmainnah, Fiqih Zakat (Sulawesi Selatan: DIRAH) h. 67-68
25
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA) h. 187-188
C. Permasalahan Kontemporer
Saat ini banyak orang yang suka mengkoleksi perhiasan berbentuk intan, apakah wajib zakat bagi
orang yang memiliki intan yang harganya ratusan juta yang mana sudah sampai nisabnya emas. Dalam ash-
Shirath al-Mustaqim masalah ini tidak disebutkan tetapi hanya menyatakan bahwa untuk pakaian yang
bersifat mubah, yakni pakaian yang tidak haram dan tidak makruh memakainya, tidak wajib zakat.
Dalam Sabilal Muhtadin ditegaskan bahwa untuk pada benda selain emas dan perak seperti Mutiara,
Intan, Zamrud tidak wajib zakat. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary menyebutkan masalah ini secara
tegas barangkali dilatarbelakangi oleh keadaan masyarakat disekitar martapura yang secara tradisional
penghasil intan, lama sebelum zaman Hindia Belanda. Dengan penegasan ini maka Syekh Muhammad
Arsyad Al-Banjary memberi kepastian hukum bagi masyarakat Banjar bahwa memiliki intan, meskipun
dalam jumlah bila dianalogkan dengan harga emas sudah mencapai nisab, tidak wajib zakat.26
Menurut Imam Hanafi berpendapat bahwasanya wajib dikeluarkan zakatnya, baik itu perhiasan untuk
pria maupun wanita, baik yang sudah dilebur atau belum, baik itu berupa intan atau yang lainnya. Dan yang
diperhitungkan dalam zakat perhiasan juga beratnya bukan harganya. Sedangkan pendapat Imam Asy-
Syafi’i didalam kitabnya al-umm mengatakan bahwa perhiasan yang boleh dikenakan tidak perlu
dikeluarkan zakatnya meskipun telah dimiliki selama satu tahun dan pemiliknya mengetahui bahwa dia
memiliki perhiasan tersebut.
Menurut pandangan empat mazhab selain Imam Al-Hanafiyah bahwa perhiasan seperti intan,
Mutiara, yaqut, permata dan batu berlian tidak wajib dizakati, kecuali jika dijadikan barang perniagaan.
Menurut kalangan ulama ini, kewajiban zakat perhiasan bisa disebabkan karena illat (alasan) yang bisa
berdiri secara terpisah atau bersama-sama. Baisa jadi wajibnya zakat adalah karena illat keharaman
pemakaiannya, yang itu terjadi pada perempuan diawal dakwah Islam, yang mana mereka diharamkan
memakainya, kemudian dihapus (Mansukh) hukumnya menjadi diperbolehkan. Setelah dihapus, hukum
menggunakan perhiasan bagi perempuan adalah diperbolehkan, untuk itu tidak wajib zakat karena
termasuk perkara mubah. 27
D. Kesimpulan
Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary bahwsanya zakat ma’din dan zakat rikaz itu terdiri
dari emas dan perak yang mana masing-masing kadarnya untuk zakat ma’din 2,5% dan zakat rikaz 5% dan
zakat perdagangan itu adalah zakat harta dagangan yang diperhitungkan dan nilainya bukan dari bendanya
karena itu tidak boleh mengeluarkan zakat barang dagangan ini dari benda yang diperdagangkan untuk
kadar zakat perdagangan sebanyak 2,5% Pendapat dari empat mazhab mengenai kadar zakat ma’din hanya
Imam Hanafiyah yang berbeda kadarnya 1/5 atau 20%. Dan kadar zakat perdaganga juga ada perbedaan
pada imam Hanafiyah yang mana kadar zakat perdagangan Imam Hanafiyah adalah 20%. Dan salah satu
permasalahan kontemporer zakat ini adalah orang memiliki intan apakah wajib zakat menurut Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjary apabila memiliki perhiasan yang tidak diperdagangan selain emas dan
perak beliau menegaskan bahwasanya tidak wajib zakat. Dan Imam Asy-Syafi’i sama seperti pendapat
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary bahwasanya perhiasan selain emas dan perak tidak perlu
dikeluarkan zakatnya meskipun telah dimiliki selama satu tahun dan pemiliknya mengetahui bahwa dia
memiliki perhiasan tersebut. Berbeda dengan pendapat Imam Hanafi berpendapat bahwasanya wajib
dikeluarkan zakatnya, baik itu perhiasan untuk pria maupun wanita, baik yang sudah dilebur atau belum,
baik itu berupa intan atau yang lainnya.
E. Daftar Pustaka
1. Al-Banjary, Muhammad Arsyad. Sabilal Muhtadin, Darul Ihya
5. Ulihat, Nurul Huda, Effendi Zain. 2012. “Zakat Dalam Pendekatan Kontemporer”, Jurnal Pro Bisnis
Vol.5 No.6.
26
Nurul Huda, Effendi Zain, Zulihar, “Zakat Dalam Pendekatan Kontemporer”, Jurnal Pro Bisnis Vol.5 No.1 Februari (2012)
27
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA) h. 185
5. Zakat Fitrah
Mazhab Syafi’i Zakat fitrah diwajibkan atas setiap orang Muslim yang merdeka, selama dia memiliki
makanan melebihi porsi satu hari id penuh untuk disantapnya sendiri dan keluarganya,
termasuk juga kebutuhan lain yang biasanya diperlukan semisal lauk pauk, kue lebaran,
pakaian, tempat tinggal, pelayan, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya.
Mazhab Hanafi Hukum zakat fitrah itu diwajibkan, namun tidak sampai difardhukan. Adapun syarat-
syarat wajibnya antara lain beragama Islam, berstatus merdeka, dan memiliki nisab yang
berlebih dari kebutuhan utamanya.
Mazhab Maliki Zakat fitrah diwajibkan atas setiap Muslim yang merdeka dan mampu untuk
menunaikannya saat diwajibkan, baik kemampuan yang memang ada pada dirinya
ataupun mampu untuk meminjamnya terlebih dahulu, karena orang yang mampu untuk
meminjam masuk dalam kategori orang yang mampu apabila dia yakin dapat melunasi
hutang tersebut di kemudian hari.
Mazhab Hambali Zakat fitrah diwajibkan pada setiap Muslim yang memiliki makanan yang melebihi porsi
satu hari id penuh untuk disantapnya sendiri dan juga keluarganya, termasuk juga
kebutuhan lainnya yang mencakup tempat tinggal, pelayan, kendaraan, pakaian yang
dikenakan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.29
Syekh Muhammad Zakat fitrah diwajibkan atas setiap muslim yang menemui akhir bulan Ramadhan dan awal
Arsyad Al-Banjari bulan Syawal, beragama Islam, merdeka, mampu, dan zakat fitrah yang dikeluarkan itu
lebih dari pembayar hutang sekalipun hutang yang tertunda pembayarannya.
C. Permasalahan Kontemporer
Di zaman yang serba digital ini, pembayaran zakat dapat dilakukan secara online yakni dengan
mengakses website maupun menggunakan aplikasi yang dibuat khusus untuk pelayanan zakat online.
Zakat online merupakan suatu proses pembayaran zakat yang dilakukan dengan sistem online
menggunakan media digital, dimana antara muzakki dan amil zakat tidak bertemu secara langsung.30
Karena bersifat online maka zakat bernilai uang. Zumhur ulama dan Imam Syafi’i mengatakan zakat
fitrah adalah bahan makanan pokok. Menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, zakat fitrah dari
jenis makanan yang biasanya dijadikan makanan daerat tempat mengeluarkan zakat fitrah. Namun,
boleh ikut Imam Hanafi yang berpendapat mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang senilai bahan
makanan pokok.
Secara hukum islam, pembayaran zakat yang dilakukan melalui sistem online diperbolehkan.
Dalam hal ini, penyaluran zakat dilakukan secara berbeda yakni secara online melalui website maupun
aplikasi zakat, yang semula dari sistem manual menjadi sistem otomatis. Selama tidak menghilangkan
ataupun meninggalkan syarat-syarat maupun ketentuan berzakat hal ini masih diperbolehkan. Hal yang
terpenting adalah harus diperjelas mekanismenya sehingga muncul kesepahaman diantara muzakki dan
amil bahwa yang terjadi adalah transaksi zakat.
Dari segi efeknya. Pembayaran zakat fitrah lewat online bisa mengakibatkan perpindahan zakat
keluar daerah. Menurut pendapat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, pemilik zakat tidak boleh
28
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT. Bina Ilmu), h. 791-808.
29
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Mazhab, (Pustaka Al-Kautsar), h. 487-491.
30
Isnaetul Mutiya Rohmah, Rosita Hidayah, Zuhrotul Maulidah, “Analisis Efektivitas Pembayaran Zakat Melalui Layanan
Online Pada Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat”, Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 6 No. 2, (2021), h. 485.
memindahkan zakat harta atau zakat fitrah dari negeri zakat yang ada di dalamnya mustahak agar zakat
itu diberikan kepada mereka. Dan juga semua mustahak yang ada di tempat zakat ingin mendapatkan
bagian dari zakat yang ada di tempatnya. Karena pemindahan zakat dari tempat zakat akan
menyebabkan timbul kebencian dan memutuskan harapan orang fakir di tempat itu.31 Jadi, meskipun
membayar zakat fitrah atau zakat lainnya secara online, tetapi hendaknya dihindari terjadinya
perpindahan zakat.
D. Kesimpulan
Diwajibkan zakat fitrah dengan beberapa syarat yang di antaranya: menemui akhir bulan
Ramadhan dan awal bulan Syawal, beragama Islam, merdeka, mampu, dan zakat fitrah yang dikeluarkan
itu lebih dari pembayar hutang sekalipun hutang yang tertunda pembayarannya. Fitrah yang diwajibkan
kepada setiap orang adalah satu sha’. Jenis makanan yang biasanya dijadikan makanan daerah tempat
mengeluarkan zakat fitrah.
Daftar Pustaka
Al-Banjari, Syekh Muhammad Arsyad. Tt. Sabilal Muhtadin. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Al-Juzairi, Syaikh Abdurrahman. Tt. Fikih Empat Mazhab. Pustaka Al-Kautsar.
Rohmah, Isnaetul Mutiya. Rosita Hidayah. Zuhrotul Maulidah. “Analisis Efektivitas Pembayaran Zakat
Melalui Layanan Online Pada Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat”. Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syariah. No. 2 (2021).
31
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT. Bina Ilmu), h. 826.