Gautama, 72-85, I Ketut Dibia 2, Made Marta Adiasih 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).

Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


Mata Pelajaran IPA . International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85.

PENERAPAN PENDEKATAN STARTER EKSPERIMEN (PSE)


UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN
IPA
I Ketut Dibia 1,*, Made Marta Adiasih 2
1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Ganesha, Indonesia
2 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Ganesha, Indonesia

Abstrak Keywords:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pendekatan starter
pokok bahasan sumber energi panas dan perpindahan panas kelas IV semester genap eksperimen dan hasil
di SD No. 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2010/2011 setelah belajar siswa
penerapan pendekatan starter eksperimen. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu
tahap rencana tindakan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IV SD No. 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng tahun
pelajaran 2010/2011 sebanyak 17 orang. Data hasil belajar siswa dikumpulkan
melalui tes pilihan ganda dan uraian singkat. Data yang terkumpul dianalisis secara
deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PSE dalam
pembelajara IPA, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar
siswa yaitu dari rata-rata skor awal sebesar 57,35 meningkat menjadi 66,76 pada
siklus I dan meningkat menjadi 80 pada siklus II

Pendahuluan

Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial (Arbi, 1993). Ki Hajar Dewantara (dalam Hartoto, 2010) menyatakan pendidikan adalah
daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani siswa, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup dan menghidupkan siswa yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan formal
dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama sembilan tahun yang
melandasi jenjang pendidikan berikutnya.
Wahyudin (2002) menyatakan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal
kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan selanjutnya. Pendidikan di sekolah dasar, siswa diajarkan sejumlah mata pelajaran,
salah satu diantaranya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata Pelajaran IPA dalam Depdiknas (2006)
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
mencapai harapan tersebut maka proses pembelajaran IPA di kelas dapat memanfaatkan alam sekitar
sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber yang paling otentik dan tidak habis digunakan,
uraian ini tidak bermaksud bahwa buku teks tidak penting, buku teks sangat penting karena memuat
secara lengkap dan sistematis tentang pengetahuan IPA dan dimana “sistematik” merupakan salah satu
syarat dari kebenaran ilmu (Sudana, dkk, 2006). Selain itu, iklim lingkungan belajar siswa di sekolah atau
di kelas hendaknya diciptakan suasana yang sesuai dengan harapan pendidikan IPA yaitu bagaimana
menciptakan lingkungan belajar yang mencerminkan adanya interaksi dialogis antara guru dan siswa
dalam iklim belajar yang demokratis. Untuk menciptakan lingkungan yang demokratis guru bersama
siswa mempunyai peran yang sama dalam menciptakan kegiatan belajar yang optimal.
Situasi yang memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran yang optimal adalah suatu situasi
di mana siswa dapat berinteraksi dengan komponen pembelajaran. Djamarah (2006) menyatakan

* Corresponding author.
E-mail Addresses [email protected] (I Ketut Dibia), [email protected] (Made Marta Adiasih),
komponen pembelajaran tersebut terdiri dari tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Komponen-komponen pembelajaran tersebut
mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya sehingga apabila diantara komponen
tersebut ada yang kurang, dapat mempengaruhi suasana pembelajaran. Untuk menciptakan kegiatan
pembelajaran yang optimal, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menyiapkan dan merancang
komponen pembelajaran secara lengkap, memahami bagaimana siswa belajar, bagaimana informasi yang
diterima dapat diproses dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana informasi itu disajikan
agar dapat dicerna sehingga lama diingat serta mampu bertahan dalam pikiran siswa.
Berdasarkan hasil observasi awal pada mata pelajaran IPA, khususnya kelas IV di Sekolah Dasar
No.2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng, ditemukan berbagai masalah, sehingga kegiatan belajar belum
optimal. Permasalahan yang ditemukan adalah: (1) dalam proses kegiatan belajar IPA di sekolah guru
lebih sering menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan
belajar (2) guru cenderung masih berorientasi pada buku teks, maksudnya dalam kegiatan belajar siswa
cenderung masih menghafal daripada memahami konsep sehingga pembelajaran menjadi kurang
bermakna, (3) kurangnya kegiatan praktikum dalam pembelajaran IPA, (4) keberhasilan siswa dalam
belajar IPA hanya dinilai dari satu sisi yang menekankan kompetensi kognitif sedangkan kinerja ilmiah
yang menjadi tuntutan dalam penilaian proses pembelajaran di kelas belum dilakukan secara optimal oleh
guru, dan (5) guru kurang mengaitkan materi pelajaran dengan kontekskehidupan nyata sehingga
motivasi belajar siswa kurang yang menyebabkan menurunnya hasil belajar khususnya dalam mata
pelajaran IPA.
Berdasarkan beberapa temuan masalah diatas fokus permasalahannya adalah rendahnya hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV,
ditunjukkan dengan rata-rata nilai hasil belajar ulangan siswa yaitu 57,35 sedangkan kriteria ketuntasan
minimal yang harus dicapai siswa yaitu nilai minimal 61 setiap siswa, dan nilai ulangan tertinggi yang
diperoleh siswa adalah 80 sedangkan nilai terendah adalah 40.
Berdasarkan permasalahan yang terungkap di atas, maka perlu adanya upaya penyempurnaan
proses pembelajaran IPA yang inovatif dan dapat meningkatkan hasil belajar. Pembelajaran IPA yang
inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
proses pembelajaran siswa tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa harus mengkontruksi
pengetahuannya sendiri dan pengetahuan ini tidak dapat dipisahkan, tetapi mencerminkan keterampilan
yang dapat diaplikasikan (Subarinah, 2006). Pernyataan tersebut sesuai denganpembelajaran
konstruktivisme, karena salah satu prinsip dari pembelajaran konstruktivisme adalah memungkinkan
siswa untuk belajar penuh makna.
Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses aktif pengkontruksian pengetahuan
meliputi mengasimilasi, menghubungkan pengalaman antara bahan yang dipelajari dengan pengertian
yang sudah dimiliki seseorang dan pemahaman melalui aktivitas secara individu dan interaksi sosial.
Dengan demikian, dapat dikatakan pembelajaran yang baik adalah suatu pembelajaran yang memiliki
aspek membangun pengetahuan siswa terhadap materi tertentu. Salah satu pendekatan pembelajaran
yang memiliki aspek membangun pengetahuan siswa adalah pendekatan pembelajaran inovatif dengan
pendekatan starter eksperimen (PSE). Dilihat dari teori belajar, penggunaan PSE dalam pembelajaran
memberi kesempatan siswa untuk merumuskan sendiri pengetahuan IPA yang dipelajarinya, sesuai
denganteori konstruktivisme. Pembelajaran dengan PSE merupakan pendekatan komprehensif dalam
pembelajaran IPA yang berorientasi kepada proses bagaimana siswa dapat menemukan konsep-konsep
IPA yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajarannya, PSE mengambil kejadian yang dialami siswa
sehari-hari sebagai percobaan sehingga pembelajaran akan lebih menarik dan mampu meningkatkan
kinerja ilmiah siswa dalam mengkaji permasalahan IPA yang berada di sekitar mereka.
Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan hasil belajar IPA khusunya di kelas IV semester
genap di Sekolah Dasar No.2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng, peneliti mencoba menggunakan PSE
dalam proses pembelajaran. Alasan penggunaan pendekatan ini selain yang telah diuraikan di atasadalah:
(1) PSE belum pernah diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran, (2) PSE dengan pemanfaatan
cuplikan alam dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa, contohnya: untuk
membuktikan bahwa gesekan merupakan salah satu sumber panas, guru dapat menyiapkan starter yaitu
menggesekan dua batu kali yang nantinya permukaan batu tersebut akan terasa panas, (3) PSE dapat
menimbulkaninteraksi antar siswa, yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhan dan
kegotongroyongan serta kekeluargaan yang sehat, dan (4) dengan PSE dapat memungkinkan
meningkatkan hasil belajar siswa, karena langkah-langkah padaPSE lebih banyak siswa yang bekerja aktif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA dengan PSE terbukti efektif
meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok. Penelitian yang dilakukan
Memes (2002) menyebutkan bahwa pembelajaran IPA siswa kelas IV dengan PSE yang berwawasan

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 73
sains-teknologi dapat meningkatkan prestasi hasil belajar dari siklus I yaitu rerata nilai 68,61 meningkat
pada siklus II menjadi rerata nilai 72,98. Penelitian Memes juga membuktikan bahwa aktivitas siswa
dalam pembelajaran baik secara individu dan kelompok, menunjukkan terjadi interaksi yang bersifat
kondusif. Peneliti lain juga menunjukkan bahwa PSE telah mampu mengubah proses belajar yang
didominasi oleh guru menjadi siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran (Subagio, 2006).
Penelitian yang dilakukan Subamia (2010) juga menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran PSE
dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar sains siswa SD kelas IV.
Berdasarkan latar belakang tersebut dipandang perlu mengangkat topik diatas menjadi sebuah
penelitian dengan judul penerapan pendekatan starter eksperimen (PSE) untuk meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran IPA siswakelasIV semester genap tahun pelajaran 2010/2011 di Sekolah Dasar
No.2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng.

Metode

Penelitian ini dilakukan setiap hari selasa pada pukul 09.30-11.30 WITA mulai dari tanggal 8
Februari sampai dengan 26 April 2011.Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang
dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011. Menurut Arikunto, (2007)
mendefinisikan penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi di sebuah kelas bersama.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa siklus, tiap siklus terdiri 4 kegiatan yaitu (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun rancangan penelitiannya yaitu
sebagai berikut. Namun di dalam pelaksanaan penelitian ini jumlah siklus yang dilakukan ditentukan oleh
hasil atau tingkat keberhasilan siklus sebelumnya. Jika pada siklus tertentu sudah didapatkan hasil yang
diharapkan, maka penelitian tidak akan dilanjutkan ke siklus berikutnya. Desain penelitian ini dapat
dilihat seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas


(Arikunto, 2007)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dan instrumen pengumpulan data dengan
menggunakan metode tes dan observasi. Data yang dikumpulkan adalah data hasil belajar siswa pada
ranah kognitif. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa pada ranah kognitif,
berupa soal-soal latihan setelah menerapkan PSE dalam pembelajaran. Sedangkan metode observasi
digunakan untuk mengobservasi dan mencatat masalah-masalah serta kendala yang ditemukan selama
pelaksanaan tindakan. Metode tes dan observasi dapat dijelaskan sebagai berikut.Untuk mengetahui
tingkat penguasaan hasil belajar siswa berpedoman pada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori Penggolongan Data Hasil Belajar

74 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
Tingkat Penguasaan(%) Kategori
90 - 100 Sangat Tinggi
80 - 89 Tinggi
65 - 79 Sedang
55 - 64 Rendah
0 – 54 Sangat Rendah
Sumber (Agung, 2005)

Hasil Dan Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SD No. 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng
dengan jumlah siswa 17 orang yang terdiri dari 7 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki.
Materi pelajaran yang dipelajari dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran, siklus pertama dan siklus
kedua dibagi menjadi tiga kali pertemuan, yaitu dua kali pertemuan membahas tentang materi dengan
menggunakan pendekatan starter eksperimen dan satu kali untuk evaluasi diakhir siklus.
Dalam seminggu dilaksanakan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu tiap pertemuan dua jam
pelajaran.Pada tahap refleksi awal, mencari data skor terakhir hasil belajar siswa pada ranah kognitif
kelas IV SD No. 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng berdasarkan dokumen daftar nilai ulangan harian dari
guru IPA kelas IV. Pencarian skor ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa sebelum
tindakan dan sebagai skor awal. Data ini digunakan untuk lebih menguatkan hasil observasi yang telah
dilakukan, bahwa di kelas tersebut hasil belajar IPA siswa masih cukup rendah. Data skor tes hasil belajar
IPA siswa pada refleksi awal juga digunakan untuk mengetahui skor kemajuan setelah diberi tindakan.
Secara terperinci data skor terakhir hasil belajar IPA siswa pada refleksi awal disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Skor Awal Hasil Belajar Siswa pada Ranah Kognitif


Kode Siswa Skor Awal
001 55
002 65
003 80
004 80
005 40
006 75
007 60
008 60
009 60
010 40
011 45
012 70
013 55
014 40
015 45
016 50
017 55
Jumlah 975

Berdasarkan data tersebut diperoleh skor rata-rata hasil belajar IPA siswa sebesar 57,35dengan
presentase 57,35% yang tergolong rendah karena terletak pada tingkat penguasan materi secara klasikal
diantara 55% - 64%, dan ketuntasan belajar sebesar 29,41% yang tergolong sangat rendah karena
terletak pada tingkat penguasan materi secara klasikal diantara 0%-54%.

Hasil PTK Siklus I


Pertemuan pertama membahas tentang sumber energi panas. Proses pembelajaran diawali
dengan kegiatan membuka pelajaran yang berlangsung selama kurang lebih lima menit. Kegiatan
membuka pelajaran diawali dengan menyampaikan salam pembuka, mengabsen kehadiran siswa, dan
menyampaikan indikator hasil belajar yang akan dicapai siswa dalam pembelajaran. Sebelum
menyampaikan pelajaran inti, siswa diberikan apersepsi dengan kegiatan tanya jawab yang berkaitan
dengan kehidupan mereka sehari-hari. Pertanyaan yang digunakan seperti ”pernahkah anak-anak
mengalami padam listrik di rumah?”. Siswa menjawab serentak ”pernah bu”. Setelah itu siswa diberikan
pertanyaan kembali ”apa yang kalian gunakan untuk menerangi rumah kalian?”. Siswa menjawab dengan

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 75
jawaban yang berbeda, ada yang menjawab api, dan lampu pijar. Setelah itu, proses pembelajaran
dilanjutkan dengan menyampaikan materi yang akan dibahas hari ini. Siswa diminta untuk membentuk
kelompok yang sebelumnya telah dibentuk. Selanjutnya, siswa diberikan motivasi dengan melaksanakan
kegiatan percobaan awal terkait dengan sumber energi panas.
Percobaan awal dilakukan dengan mengajak siswa mengamati potongan kejadian alam yang
sering siswa temukan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mengamati lampu pajang yang sumbunya di
hidupkan dengan api.Siswa diberikan kesempatan untuk mengamati potongan kejadian alam tersebut
yang ditampilkan pada percobaan awal dan mencatat hasil pengamatannya pada lembar kerja siswa (LKS)
yang telah dibagikan pada masing-masing kelompok. Percobaan awal yang ditampilkan sebagai berikut.
1) Sebelum sumbu lampu pajang dinyalakan dengan api, tabung lampu pajang tidak terasa apa-apa. 2)
Setelah sumbu lampu pajang dinyalakan dengan api, tabung lampu pajang yang jauh dari api akan terasa
panas.
Berdasarkan percobaan awal yang ditampilkan diperoleh beberapa hasil pengamatan yang
dilakukan oleh siswa sebagai berikut. 1) Api menyala di dalam lampu pajang. 2) Keluar asap hitam dari
dalam lampu pajang. 3) Terasa panas berada dekat lampu pajang yang sumbunya dinyalakan dengan api.
Berdasarkan hasil pengamatan, siswa diberikan kesempatan untuk membuat rumusan masalah. Pada
tahap ini siswa dituntun dalam merumuskan permasalahan. Perumusan masalah yang diajukan oleh siswa
sebagai berikut. 1) Mengapa keluar asap hitam dari dalam tabung lampu pajang?. 2) Mengapa terasa
panas saat berada dekat lampu pajang yang sumbunya dinyalakan dengan api?. 3) Apakah yang akan
terjadi jika sumbu pada lampu pajang terus dihidupkan?Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan,
siswa diberikan kesempatan untuk membuat dugaan awal. Siswa dituntun dalam mengemukakan dugaan
awal dengan diberikan pertanyaan seperti ”apakah yang terasa jika sumbu lampu pajang dinyalakan
dengan api kemudian tabung lampu pajang disentuh?” salah satu siswa ada yang menjawab panas, namun
sebagian besar siswa terlihat bingung. Selanjutnya siswa dituntun kembali dengan pertanyaan ”mengapa
tabung lampu pajang terasa panas?” beberapa siswa menjawab karena dekat dengan api, sedangkan siswa
yang lain hanya diam. Pada saat siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, siswa hanya diam dan
masih malu-malu untuk bertanya. Jadi, hanya beberapa kelompok yang mampu menyampaikan dugaan
awal sesuai dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan.
Setelah siswa mengemukakan hipotesis, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan pengujian
terhadap hipotesis yang siswa kemukakan dengan kelompok mereka masing-masing. Kegiatan siswa
meliputi diskusi dengan kelompoknya untuk memahami konsep-konsep yang akan digunakan untuk
menguji hipotesis awal tersebut. Langkah kerja yang dilakukan siswa dalam percobaan pengujian
berpedoman pada LKS yang telah dibagikan pada masing-masing kelompok. Pada tahap percobaan siswa
dibimbing dalam menyusun desain percobaan pengujian. Misalnya, dengan memberi pertanyaan,
“bagaimana membuktikan jawaban anda dan apa alat yang digunakan?”. Pada pertemuan pertama ini
masih banyak siswa yang belum paham mengenai kegiatan praktikum yang dilakukan, sehingga
memerlukan waktu yang relatif lama untuk melakukan praktikum. Siswa masih takut dalam praktikum,
yaitu takut terkena api. Beberapa siswa dalam kelompoknya tidak antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran, dan tidak mau bekerja sama untuk melakukan kegiatan percobaan, sehingga proses
pembelajaran belum berjalan secara optimal. Selama siswa melakukan percobaan pengujian kegiatan
siswa dinilai dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan.
Perwakilan kelompok diminta untuk maju ke depan kelas melaporkan hasil kegiatan percobaan
dan temuan-temuan yang diperoleh dalam percobaan dan diskusi. Selanjutnya, siswa diberikan
penegasan terhadap temuan-temuan yang sesuai dengan harapan atau sasaran pembelajaran. Konsep
salah yang muncul dari siswa diarahkan menjadi konsep yang benar berdasarkan praktikum yang mereka
lakukan.Pertemuan kedua pada siklus I melanjutkan proses pembelajaran sebelumnya tentang pokok
bahasan sumber energi panas dengan penerapan PSE, yaitu pada tahap penerapan konsep dan evaluasi.
Pada tahap penerapan konsep siswa dituntun untuk mencari beberapa contoh dari penerapan konsep
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah kertas, beberapa siswa ada yang menulis api
digunakan sebagai api unggun sehingga dapat menghangatkan tubuh, dan beberapa siswa menulis api
dapat digunakan untuk memasak. Selanjutnya, agar siswa lebih paham dengan materi sumber energi
panas siswa secara berkelompok diminta untuk mengerjakan LKS yang telah disediakan. Berdasarkan
hasil diskusinya, perwakilan tiap kelompok mempresentasikannya di depan kelas serta menyesuaikan
dengan hasil diskusi kelompok lain. Kelompok yang menganggap hasil diskusinya masih kurang dapat
melengkapinya agar menjadi lebih sempurna. Pada saat menyampaikan hasil diskusi di depan kelas, ada
beberapa kelompok yang belum mampu memberikan kesimpulan seperti yang diharapkan, namun ada
beberapa kelompok yang sudah dapat menyimpulkan hasil percobaan, namun belum lengkap, sehingga
siswa perlu diarahkan kembali agar dapat menyimpulkan hasil percobaan dengan benar. Setelah

76 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
diberikan arahan, dapat disimpulkan bahwa api, gesekkan, sinar matahari, dan listrik merupakan sumber
energi panas karena dapat menghasilkan panas.
Pada akhir pembelajaran siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah mereka kerjakan.
Selanjutnya siswadiberikan tes lisan untuk mengetahui penguasaan materi yang telah dipelajari yang
berkaitan dengan pokok bahasan sumber energi panas. Pertemuan ketiga yaitu melakukan evaluasi siklus
I yang meliputi materi-materi yang telah diajarkan selama pembelajaran siklus I berlangsung. Evaluasi
yang diberikan berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 butir dan jawaban singkat sebanyak 5 soal. Secara
umum evaluasi yang dilakukan berjalan dengan lancar, namun masih ada beberapa siswa yang ingin
mencontek dan mengganggu temannya yang serius bekerja menjawab evaluasi yang diberikan. Tes
dilakukan pada akhir siklus I dengan jumlah butir soal sebanyak 15. Soal dibagi menjadi 2, yaitu soal
pilihan ganda sebanyak 10 butir dengan bobot soal 1 dan soal jawaban singkat sebanyak 5 butir dengan
bobot soal 2, jadi skor maksimal idealnya adalah 20. Adapun hasil analisis siklus I disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Belajar Kognitif Siswa Terhadap Materi Sumber Energi Panas pada Siklus I
Perolehan skor
KS Jumlah Skor siswa SMI
Objektif Jawaban singkat
001 7 6 13 65 20
002 8 6 14 70 20
003 9 8 17 85 20
004 9 8 17 85 20
005 7 4 11 55 20
006 8 8 16 80 20
007 7 6 13 65 20
008 7 6 13 65 20
009 8 6 14 70 20
010 6 4 10 50 20
011 7 4 11 55 20
012 9 8 17 85 20
013 7 6 13 65 20
014 7 4 11 55 20
015 7 4 11 55 20
016 7 6 13 65 20
017 9 4 13 65 20

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata kognitif siswa pada siklus I
sebesar 66,76 dengan persentase 66,76% yang tergolong sedang karena terletak pada tingkat penguasan
materi secara klasikal diantara 65%-79%, dan ketuntasan belajar sebesar 70,59% yang tergolong sedang
karena terletak pada tingkat penguasan materi secara klasikal diantara 65%-79%.

Refleksi Siklus I
Refleksi dilaksanakan pada akhir siklus I, pedoman yang digunakan dalam refleksi ini adalah
lembar observasi guru, hasil pekerjaan LKS siswa, dan evaluasi hasil belajar siswa. Pada siklus I, hasil
belajar yang diperoleh siswa sudah ada peningkatan dari refleksi awal yang sudah dilakukan sebelum
tindakan. Tetapi, hasil belajar tersebut belum memenuhi kriteria yang ditargetkan, hal ini disebabkan
kerjasama dalam masing-masing kelompok belum optimal. Berdasarkan hasil observasi/evaluasi selama
tindakan di siklus I ditemukan beberapa kendala dan hambatan yang dapat dijadikan refleksi untuk siklus
II terkait dengan proses penilaian dan pembelajaran adalah sebagai berikut. 1) Proses pembelajaran pada
siklus I secara umum belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini nampak dari siswa yang belum mampu
untuk mengikuti proses pembelajaran yang baru. Pada saat disampaikan bahwa proses pembelajaran hari
ini siswa akan melakukan percobaan siswa sangat antusias, namun pada saat siswa dituntun melakukan
tahapan-tahapan pembelajaran dengan menggunakan tahapan PSE siswa terlihat bingung. 2) Siswa masih
malu-malu untuk mengemukakan pendapatnya mengenai hal-hal yang belum mereka pahami terkait
materi yang diajarkan. Hal ini diketahui dengan mengamati dan menanyakan langsung pada salah satu
siswa pada saat proses pembelajaran. Namun, setelah diberikan penjelasan dan mendekati mereka secara
berkelompok siswa mulai aktif dan mau bertanya terkait dengan materi yang belum dimengerti. 3) Siswa
mengalami kesulitan dalam mengajukan hipotesis dari permasalahan yang diberikan. Hal ini nampak dari
siswa yang menganggap bahwa hipotesis merupakan suatu jawaban yang tepat dari permasalahan yang
diutarakan, padahal sebelum dilaksanakannya proses pembelajaran sudah dijelaskan tentang pengertian

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 77
hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan dan tidak harus benar, sebab hipotesis
merupakan gagasan/pandangan awal siswa terhadap masalah tersebut.
Pertama Dalam melakukan praktikum siswa sangat antusias melakukannya, namun dalam
menggunakan alat masih mengalami beberapa kendala yaitu, beberapa siswa takut terbakar saat
menyalakan api, takut memecahkan alat-alat yang digunakan praktikum. Hal ini karena mereka belum
terampil dalam melakukan praktikum. Kedua Dalam mengerjakan LKS siswa masih kurang aktif untuk
melakukan diskusi kelompok tentang materi yang diajarkan. Siswa masih banyak yang mengobrol dengan
siswa yang lain daripada berdiskusi mengenai LKS yang sedang dibahas. Sebagian besar kelompok masih
menunggu arahan dari guru untuk mengerjakan LKS yang diberikan tanpa mau mencoba sendiri melalui
petunjuk yang sudah disediakan pada LKS. Dalam kelompok belajar, siswa masih mengandalkan
temannya yang dianggap lebih pintar untuk menyelesaikan LKS tersebut. Hanya beberapa siswa yang
terlihat aktif dalam mengerjakan LKS sedangkan siswa yang lainnya berdiskusi di luar topik materi
pembelajaran.
Ketiga Secara keseluruhan siswa mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasil kerja
kelompoknya. Namun, dalam kegiatan tersebut ada beberapa siswa yang sudah mampu memberikan
kesimpulan tentang hasil kerja kelompoknya dan mampu menghubungkan jawaban-jawaban yang
mereka temukan dari tahap pengujian sampai penerapan konsep yang mereka lakukan. Keempat Pada
saat penerapan PSE dilaksanakan, selain siswa yang masih baru dengan proses pembelajaran
menggunakan tahapan-tahapan pada PSE, pada perencanaan pembelajaran pembagian waktu pada
masing-masing tahapan juga masih belum optimal, sehingga pembagian waktu perlu direncanakan
dengan baik kembali. Hal ini dikarenakan oleh belum optimalnya bimbingan yang diberikan kepada
masing-masing kelompok pada saat menemui kendala dalam mengerjakan LKS.
Keima Dalam pelaksanaan tes, kebiasaan siswa untuk mencontek dan berdiskusi dengan
temannya masih terlihat. Namun, hal tersebut masih bisa diatasi sehingga secara umum kegiatan evaluasi
sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil tes kognitif akhir siklus tampak bahwa siswa masih kurang
mampu dalam memilih jawaban yang benar dan menjawab pertanyaan isian singkat dengan tepat.
Bertolak dari kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I, peneliti bersama guru sepakat untuk mencari
alternatif penyelesaian untuk mengatasi permasalahan serta kendala yang muncul pada siklus I yang
kemudian disempurnakan pada siklus II. Perbaikan tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut. a)
Menyampaikan kembali pada siswa sebelum melaksanakan tindakan siklus II tentang tahapan-tahapan
pada PSE dengan kata-kata yang lebih mudah dimengerti agar siswa tidak bingung dan merasa senang
melakukan percobaan-percobaan yang akan dilakukan. b) Mengarahkan siswa dalam melakukan kegiatan
praktikum yaitu dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara berulang-ulang serta lebih memperhatikan
mereka dalam melakukan praktikum dan proses pencatatan data. c) Menyampaikan kembali pada siswa
pengertian hipotesis yaitu merupakan jawaban sementara dari permasalahan dan tidak harus benar,
sebab hipotesis merupakan gagasan/pandangan awal siswa terhadap masalah tersebut, serta
menekankan kembali pada siswa untuk tidak takut bertanya agar proses pembelajaran dapat berjalan
lancar dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Selain itu, pada LKS siklus II yaitu tahap pengamatan
siswa diberi kata kunci sehingga pengamatan yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan sehingga
mempermudah siswa dalam mengajukan perumusan masalah, dan selanjutnya mempermudah siswa
dalam mengajukan hipotesis. Pertama Membagikan LKS 2 hari sebelum pembelajaran materi tersebut
berlangsung dan menugaskan siswa untuk membaca terlebih dahulu materi di rumah untuk kegiatan
pembelajaran selanjutnya. Tujuannya agar siswa lebih memahami proses materi yang akan dibahas pada
pertemuan selanjutnya. Kedua Menekankan kembali siswa bahwa pada saat belajar pergunakan waktu
seoptimal mungkin untuk belajar khususnya pada saat melakukan diskusi kelompok, serta menjelaskan
kembali kepada siswa bahwa sikap mereka dalam mengikuti proses pembelajaran berlangsung juga akan
dinilai. Hal ini dilakukan agar siswa lebih serius dan termotivasi untuk belajar lebih giat. Ketiga
Mengarahkan dan membimbing siswa agar dapat menyimpulkan hasil kerja kelompoknya dengan baik.
Keempat Peneliti dapat mengelola waktu lebih efektif dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada
proses pembelajaran yang masih kurang dalam mengalokasikan waktu pembelajaran serta lebih
melibatkan guru kelas dalam membantu proses pembelajaran. Keima Untuk mengatasi kebiasaan
mencontek siswa, pengawasan pada saat pemberian tes perlu ditingkatkan lagi. Agar hasil belajar siswa
meningkat, dalam proses pembelajaran memberikan contoh-contoh nyata yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari agar lebih menarik dan siswa lebih paham terhadap materi yang diajarkan. Selain
itu, berikan hadiah pada siswa yang memperoleh nilai paling tinggi untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa.

78 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
Hasil PTK Siklus II
Pertemuan pertama pada siklus II membahas tentang pokok bahasan perpindahan panas. Pada
siklus II ada suasana yang berbeda pada saat memasuki ruangan kelas, yaitu siswa yang biasanya duduk
satu bangku satu orang sekarang mereka duduk berkelompok dan hal ini yang diharapkan oleh peneliti.
Proses pembelajaran diawali dengan kegiatan membuka pelajaran yang berlangsung selama kurang lebih
lima menit. Kegiatan membuka pelajaran diawali dengan menyampaikan salam pembuka, mengabsen
kehadiran siswa, dan menyampaikan indikator hasil belajar yang akan dicapai siswa dalam pembelajaran.
Sebelum menyampaikan pelajaran inti, peneliti terlebih dahulu memberikan apersepsi pada siswa yaitu
mengingatkan siswa pada pokok bahasan sumber energi panas dan pengaruhnya terhadap manusia
maupun alam sekitarnya. Selanjutnya, siswa diarahkan pada percobaan yang akan dilakukan, yaitu panas
berpindah dengan cara merambat.
Percobaan awal dilakukan dengan mengajak siswa mengamati potongan kejadian alam yaitu
siswa mengamati jarum besi yang yang ujungnya dibakar dengan api selama kurang lebih tiga menit.
Siswa diberikan kesempatan untuk mengamati potongan kejadian alam tersebut yang ditampilkan pada
percobaan awal dan mencatat hasil pengamatannya pada lembar kerja siswa (LKS) yang telah dibagikan
pada masing-masing kelompok. Percobaan awal yang ditampilkan sebagai berikut. 1) Sebelum ujung
jarum besi dibakar dengan api lilin. 2) Setelah ujung jarum besi dibakar dengan api
lilin.PengamatanBerdasarkan percobaan awal yang ditampilkan diperoleh beberapa hasil pengamatan
yang dilakukan oleh siswa sebagai berikut. . 1) Sebelum ujung jarum besi dibakar dengan api lilin, pangkal
jarum besi tidak terasa apa-apa. 2) Setelah ujung jarum besi dibakar dengan api lilin, pangkal jarum besi
terasa panas. Perumusan MasalahBerdasarkan hasil pengamatan, siswa diberikan kesempatan untuk
membuat rumusan masalah. Siswa dituntun dalam merumuskan permasalahan. Perumusan masalah yang
diajukan oleh siswa sebagai berikut. Mengapa pangkal jarum besi yang tidak terkena api menjadi panas?.
Perumusan masalah yang diajukan siswa sudah mengarah pada perumusan masalah yang diharapkan,
dan siswa terlihat lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, siswa diberikan kesempatan untuk membuat
dugaan awal. Siswa dituntun dalam mengemukakan dugaan awal. Dugaan awal yang diajukan oleh siswa
sebagai berikut. 1) Api merambat dalam besi sehingga pangkal jarum besi menjadi panas. 2) Besi dapat
menghantarkan panas. Berdasarkan dugaan awal yang diajukan, siswa terlihat sudah mengalami
peningkatan dalam mengajukan dugaan awal, hal ini karena siswa mau mendengarkan penjelasan yang
diberikan dan siswa sudah mulai aktif bertanya tentang hal-hal yang belum mereka pahami.
Setelah siswa mengemukakan hipotesis, peneliti memberikan kesempatan pada siswa untuk
melakukan pengujian terhadap hipotesis yang siswa kemukakan dengan kelompok mereka masing-
masing. Kegiatan siswa meliputi diskusi dengan kelompoknya untuk memahami konsep-konsep yang
akan digunakan untuk menguji hipotesis awal tersebut. Langkah kerja yang dilakukan siswa dalam
percobaan pengujian berpedoman pada LKS yang telah dibagikan pada masing-masing kelompok. Pada
tahap percobaan siswa dibimbing dalam menyusun desain percobaan pengujian. Misalnya, dengan
memberi pertanyaan, “bagaimana membuktikan jawaban anda dan apa alat yang digunakan?”. Pada
pertemuan pertama pada siklus II ini siswa sudah mampu menggunakan waktu dengan baik, perdebatan
dalam kelompok sudah tidak terlihat, dan kerjasama dalam kelompok sudah mulai ada kemajuan.
Selanjutnya, siswa diberikan motivasi agar terus mau belajar, dan menanyakan hal-hal yang belum
dimengerti dalam pengujian dugaan awal. Melalui pendekatan yang dilakukan, siswa terlihat bekerja
dengan penuh antusias dalam kelompoknya masing-masing merumuskan konsep yang diperoleh dari
hasil pengujian hipotesis. Selama siswa melakukan percobaan pengujian kegiatan siswa dinilai dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan.
Perwakilan kelompok diminta untuk maju ke depan kelas melaporkan hasil kegiatan percobaan
dan temuan-temuan yang diperoleh dalam percobaan dan diskusi. Selanjutnya, siswa diberikan
penegasan terhadap temuan-temuan yang sesuai dengan harapan atau sasaran pembelajaran. Siswa
diarahkan agar konsep salah yang muncul dari siswa menjadi konsep yang benar berdasarkan praktikum
yang mereka lakukan.Pertemuan kedua pada siklus II melanjutkan pokok bahasan perpindahan panas
dengan menggunakan tahapan PSE yang belum dilakukan yaitu mencari penerapan konsep dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan perpindahan panas. Siswa dituntun untuk mencari
beberapa contoh dari penerapan konsep yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari kemudian
dibuktikan kebenarannya dengan melakukan percobaan. Untuk memudahkan siswa bekerja, telah
disediakan LKS yang berisi langkah-langkah untuk menerapkan konsep dari pokok bahasan yang
dipelajari. Selanjutnya siswa menyimpulkan hasil praktikum yang telah mereka lakukan, yaitu benda-
benda yang dapat menghantarkan panas contohnya: besi, tembaga, dan sendok logam, dan benda-benda
yang tidak dapat menghantarkan panas contohnya: kayu dan plastik. Pada tahap penerapan konsep siswa
memiliki waktu yang cukup dalam melakukan percobaan karena waktu yang digunakan telah

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 79
direncanakan dengan baik sehingga kesimpulan yang disampaikan sesuai dengan yang diharapkan.Pada
akhir pembelajaran siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah mereka kerjakan. Selanjutnya
siswadiberikan tes lisan dengan melakukan tanya jawab untuk mengetahui penguasaan materi yang telah
dipelajari yang berkaitan dengan pokok bahasan perpindahan panas.Pertemuan ketiga siswa diberikan
evaluasi siklus II yang meliputi materi-materi yang telah diajarkan selama pembelajaran siklus II
berlangsung. Evaluasi yang diberikan berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 butir dan soal jawaban
singkat sebanyak 5 butir. Evaluasi yang dilakukan berjalan dengan lancar, karena siswa menjawab soal
dengan tenang. Siswa yang senang mencontek, dan sering mengganggu temannya sudah terlihat tenang
dalam mengerjakan soal, hal ini karena siswa dapat menjawab soal-soal yang diberikan.
Tes dilakukan pada akhir siklus II dengan jumlah butir soal sebanyak 15. Soal dibagi menjadi 2,
yaitu soal pilihan ganda sebanyak 10 butir dengan bobot soal 1 dan soal jawaban singkat sebanyak 5 butir
dengan bobot soal 2, jadi skor maksimal idealnya adalah 20. Adapun hasil analisis siklus II disajikan dalam
Tabel 4.

Tabel 4. Data Hasil Belajar Kognitif Siswa Terhadap Materi Perpindahan Panas pada Siklus II
Perolehan Skor Skor siswa
KS Jumlah SMI
Pilihan ganda Jawaban singkat
001 8 8 16 80 20
002 10 8 18 90 20
003 10 10 20 100 20
004 9 10 19 95 20
005 8 4 12 60 20
006 9 10 19 95 20
007 8 8 16 80 20
008 9 6 15 75 20
009 9 8 17 85 20
010 8 4 12 60 20
011 7 6 13 65 20
012 10 8 18 90 20
013 8 8 16 80 20
014 8 6 14 70 20
015 9 6 15 75 20
016 8 8 16 80 20
017 8 8 16 80 20

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata kognitif siswa pada siklus II
sebesar 80 dengan persentase 80% yang tergolong tinggi karena terletak pada tingkat penguasan materi
secara klasikal diantara 80%-89%, dan ketuntasan belajar sebesar 88,23% yang tergolong tinggi karena
terletak pada tingkat penguasan materi secara klasikal diantara 80%-89%.

Hasil Refleksi Siklus II


Melalui perbaikan proses pembelajaran dan pelaksanaan tindakan siklus I maka pada
pelaksanaan siklus II telah tampak adanya peningkatan proses pembelajaran yang diperlihatkan melalui
peningkatan hasil belajar siswa. Temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II
adalah sebagai berikut. Pertama Secara umum proses pembelajaran siswa telah dapat berjalan sesuai
dengan rancangan pembelajaran yang direncanakan sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat
tercapai. Kondisi pembelajaran pada siklus II ini tampak lebih kondusif, karena siswa sudah dapat
beradaptasi dengan proses pembelajaran dengan menerapkan langkah-langkah pada pendekatan starter
eksperimen. Selain itu, siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan praktikum yang dilakukan.
Kedua Semua anggota kelompok dalam percobaan yang dilakukan sudah aktif dalam setiap
kegiatan yang mereka lakukan untuk menemukan suatu teori yang berkaitan dengan materi yang sedang
dipelajari. Ketiga Dalam kegiatan diskusi siswa sudah aktif mendiskusikan hasil percobaan yang mereka
dapatkan dengan anggota kelompoknya. Selain itu dalam membuat kesimpulan jawaban siswa sudah
mengarah pada kesimpulan materi yang diharapkan. Keempat Peneliti dalam hal ini berperan sebagai
guru memberikan arahan pada siswa apabila ada hal yang belum mereka pahami mengenai suatu materi
yang sedang dipelajari.Kelima Dalam pengelolaan waktu, peneliti sudah mengalami peningkatan agar
waktu yang tersedia cukup sesuai dengan rencana yang dipersiapkan, serta siswa juga mampu
menggunakan waktu dengan baik pada saat penerapan konsep dan melakukan diskusi kelompok.

80 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
Walaupun secara umum proses pembelajaran dengan penerapan pendekatan starter eksperimen
sudah berjalan dengan baik namun, masih terjadi sedikit kendala-kendala seperti, siswa masih senang
bermain yang mengakibatkan suasana kelas menjadi sedikit ribut, percekcokan antar anggota kelompok
yang tidak sependapat masih sering terjadi, dan ada beberapa siswa yang kurang mampu dalam proses
pembelajaran, sebelum menjawab mereka masih menunggu jawaban dari teman yang lebih mampu. Oleh
karena kekurangan waktu dalam proses pembelajaran, maka peneliti belum mengatasi kendala tersebut
dan penelitian ini dihentikan. Diharapkan kepada pembaca yang berminat mengadakan penelitian
dengan masalah dan pendekatan yang sama agar memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi dalam
penelitian ini. Sehingga, dapat memperdalam, memperluas dan menyempurnakan rancangan penelitian
sampai dengan pelaksanaan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Selain itu, siswa juga diawasi
dalam melakukan kegiatan praktikum dalam kelompok agar siswa tidak bermain dan dapat secepatnya
memberikan bimbingan bila ada dalam kelompok tersebut mengalami kesulitan dalam melakukan
kegiatan praktikum. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah dengan tetap memberikan motivasi pada
siswa, yaitu memberikan nilai plus bagi siswa atau kelompok yang aktif dalam kegiatan pembelajaran
akan mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan dengan serius dan tidak lagi menunggu jawaban
dari temannya yang dianggap mampu. Serta dalam kegiatan pembelajaran hendaknya mengaitkan teori
yang dipelajari dengan kejadian sehari-hari yang mungkin mereka jumpai di sekitar lingkungan tempat
tinggal mereka.
Perkembangan hasil penelitian antara siklus I dan siklus II dapat dilihat kembali pada hasil
belajar siswa selama siklus I dan siklus II yang meliputi hasil belajar siswa ranah kognitif. Hasil belajar
siswa pada ranah kognitif diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada saat sebelum dan sesudah
diberikan tindakan. Berikut disajikan perbandingan skor rata-rata kognitif siswa dari rata-rata skor awal
yang diperoleh siswa sebelum diberikan tindakan dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa setelah
diberikan tindakan I dan II pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Skor Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Siswa


Siklus
No Keterangan Skor Awal
I II
Rata-rata nilai siswa 57,35 66,76 80
1
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Ketuntasan belajar 29,41% 70,59% 88,23%
2
Kategori Sangat rendah Sedang Tinggi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di kelas IV pada semester genap di SD No. 2
Banjar Tegal Kecamatan Buleleng selama dua siklus menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa
dengan penerapan PSE. Data hasil belajar siswa sebelum tindakan menunjukkan terdapat 5 orang siswa
yang mengalami ketuntasan belajar dalam mengikuti pelajaran. Setelah dilaksanakan tindakan I dengan
menerapkan PSE terjadi peningkatan, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya siswa yang mengalami
ketuntasan dalam mengikuti pelajaran dari 5 orang siswa sebelum diberikan tindakan meningkat menjadi
12 orang siswa setelah diberikan tindakan pada siklus I dan meningkat menjadi 15 orang siswa pada
siklus II. Ketuntasan klaksikalnya adalah 29,41% sebelum diberi tindakan yang tergolong sangat rendah
karena terletak pada tingkat penguasan materi secara klasikal diantara 0%-54% meningkat menjadi
70,59% pada siklus I yang tergolong sedang karena terletak pada tingkat penguasan materi secara
klasikal diantara 65%-79%.
Sedangkan penelitian dikatakan berhasil jika ketuntasan belajar siswa secara klaksikal minimal
75%. Kriteria ketuntasan belajar siswa yang belum tercapai disebabkan oleh beberapa kendala dan
permasalahan yang terjadi selama tindakan siklus I seperti yang telah dijelaskan pada hasil refleksi siklus
I. Kendala dan permasalahan yang muncul dalam proses pelaksanaan siklus I disebabkan oleh beberapa
hal yaitu: 1) siswa belum terbiasa belajar dengan mengikuti tahapan-tahapan pada PSE, hal ini disebabkan
oleh kebiasaan siswa yang hanya sebagai pendengar dan pencatat selama proses pembelajaran, 2) siswa
masih malu-malu untuk mengemukakan pendapatnya mengenai hal-hal yang belum mereka pahami
terkait materi yang diajarkan, 3) siswa mengalami kesulitan dalam mengajukan hipotesis dari
permasalahan yang diberikan, 4) siswa masih belum terampil dalam menggunakan alat-alat percobaan,
sehingga waktu yang diperlukan untuk melakukan percobaan cukup lama, 5) masih banyak siswa yang
terlihat bingung pada saat melakukan kegiatan penerapan konsep, hal ini karena terlalu banyak tugas
dalam LKS yang harus mereka kerjakan sedangkan waktu untuk mengerjakannya terbatas, 7) siswa
mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasil kerja kelompoknya, 8) selain siswa, peneliti juga masih
mengalami kesulitan dalam mengelola waktu pembelajaran agar sesuai dengan waktu yang telah

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 81
direncanakan, dan 9) Dalam pelaksanaan tes, masih banyak siswa yang terlihat mencontek dan
berdiskusi dengan temannya.
Untuk mengatasi kendala-kendala dan permasalahan tersebut dilakukan perbaikan tindakan
seperti yang dipaparkan pada hasil refleksi siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II merupakan
perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I. Perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1)
Menekankan kembali siswa mengenai proses pembelajaran yang diterapkan sebelum melaksanakan
tindakan siklus II. 2) Mengarahkan siswa dalam melakukan kegiatan praktikum yaitu dengan mendekati
tiap-tiap kelompok secara berulang-ulang serta lebih memperhatikan mereka dalam melakukan
praktikum dan proses pencatatan data. 3) Menyampaikan kembali pada siswa pengertian hipotesis secara
berulang-ulang. 4) Membagikan LKS 2 hari sebelum pembelajaran materi tersebut berlangsung dan
menugaskan siswa untuk membaca terlebih dahulu materi di rumah untuk kegiatan pembelajaran
selanjutnya. 5) Melakukan bimbingan dengan meningkatkan kunjungan pada masing-masing kelompok
agar mudah bertanya tentang hal yang belum dimengerti. 6) Menjelaskan kembali kepada siswa bahwa
sikap mereka dalam mengikuti proses pembelajaran berlangsung juga akan dinilai. 7) Mengarahkan dan
membimbing siswa agar dapat menyimpulkan hasil kerja kelompoknya dengan baik. 8) Peneliti dapat
mengelola waktu lebih efektif dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran yang
masih kurang dalam mengalokasikan waktu pembelajaran. 9) Untuk mengatasi kebiasaan mencontek
siswa, pengawasan pada saat pemberian tes perlu ditingkatkan lagi.
Berdasarkan perbaikan tindakan tersebut, maka pada siklus II diperoleh adanya peningkatan
terhadap siswa yang mengalami ketuntasan dalam mengikuti pembelajaran yaitu dari 70,59% pada siklus
I meningkat menjadi 88,23% pada siklus II yang tergolong tinggi karena terletak pada tingkat penguasan
materi secara klasikal diantara 80%-89%. Dengan demikian, pada siklus II ketuntasan belajar siswa
secara klasikal hasil belajar IPA siswa mengenai pokok bahasansumber energi panas dan perpindahan
panas sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
Peningkatan juga terjadi pada nilai rata-rata siswa yaitu 57,35 dengan rata-rata persen 57,35%
sebelum diberi tindakan yang tergolong rendah meningkat menjadi 66,76 dengan rata-rata persen
66,76% pada siklus I yang tergolong sedang, dan meningkat menjadi 80 dengan rata-rata persen 80%
pada siklus II yang tergolong tinggi. Besarnya peningkatan rata-rata setelah diberikan tindakan I adalah
9,41, sedangkan besarnya peningkatan rata-rata dari siklus I ke siklus II adalah 13,24.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil karena pada siklus II telah
tercapai ketuntasan belajar secara klaksikal pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif yaitu nilai
ketuntasan belajar minimum yang diterapkan di SD No 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng adalah 75%
meningkat menjadi 88,24% pada ranah kognitif. Selain ketuntasan belajar peningkatan juga terjadi pada
rata-rata hasil belajar siswa yang diterapkan di SD No. 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng minimum 61
meningkat menjadi 80 pada ranah kognitif, oleh karena itu penelitian ini dihentikan. Hal ini menandakan
bahwa dengan penerapan PSE dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV semester genap di SD No.2
Banjar Tegal Kecamatan Buleleng.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan sejumlah hasil penelitian yang sudah dilakukan, antara
lain: Memes (2002) menyebutkan bahwa pembelajaran IPA siswa kelas IV dengan PSE yang berwawasan
sains-teknologi dapat meningkatkan prestasi hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran baik
secara individu dan kelompok, menunjukkan terjadi interaksi yang bersifat kondusif. Penelitian yang
dilakukan Subagio (2006) juga menunjukkan bahwa PSE telah mampu mengubah proses belajar yang
didominasi oleh guru menjadi siswa yang lebih aktif dalam proses pembelajaran. Subamia (2010) juga
menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran PSE dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan
hasil belajar sains siswa SD kelas IV.
Penerapan PSE adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kondisi pada siswa
untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri sehingga menemukan konsep yang harus mereka pelajari
melalui proses tahapan-tahapan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara berkelompok. PSE
memiliki beberapa kelebihan yaitu 1) Dapat menarik minat siswa untuk mempelajari IPA. 2)
Membiasakan siswa berpikir dan bertindak ilmiah. 3) Memperlihatkan adanya keterkaitan IPA dengan
lingkungan. 4) Menjadikan IPA sebagai pelajaran yang disenangi dan dinantikan siswa. 5) Meningkatkan
keaktifan dan kreativitas siswa untuk berbuat dan memecahkan sendiri sebuah permasalahan. 6) Dapat
melaksanakan metode ilmiah dengan baik. 7) Membuat siswa percaya pada kebenaran kesimpulan
percobaan sendiri dari pada menurut cerita orang. 8) Hasil belajar dikuasai siswa dengan baik dan tahan
lama dalam ingatan. 9) Menghilangkan verbalisme.
Pembelajaran dengan menerapkan PSE memiliki tahapan-tahapan yang mengikuti tahapan
metode ilmiah, sehingga siswa lebih banyak terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini berimplikasi pada
tingkat pemahaman siswa, pengetahuan yang diperoleh dikonstruksi dari psoses IPA yang dilakukan
secara langsung. Pembelajaran IPA dikaitkan langsung dengan pengalaman siswa sehari-hari, yakni

82 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
dengan memunculkan fenomena lingkungan alam maupun sosial sebagai penyulut “starter” untuk
memulai pembelajaran. Hal tersebut dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna karena siswa
menemukan hubungan antara pengetahuan yang dipelajari di sekolah dengan yang dihadapi dalam
keseharian. Dengan demikian, penerapan PSE dapat menguatkan ingatan siswa terhadap materi yang
dipelajarinya dan memperjelas materi yang disajikan guru.

Simpulan Dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut. PenerapanPSE dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitifmata
pelajaran IPA siswa kelas IV semester genap tahun pelajaran 2010/2011 di Sekolah Dasar No. 2 Banjar
Tegal Kecamatan Buleleng. Hal ini dapat terlihat dari nilai rata-rata siswa yaitu 57,35 dengan rata-rata
persen 57,35% sebelum diberi tindakan yang tergolong rendah meningkat menjadi 66,76 dengan rata-
rata persen 66,76% pada siklus I yang tergolong sedang, dan meningkat menjadi 80 dengan rata-rata
persen 80% pada siklus II yang tergolong tinggi. Ketuntasan klaksikalnya adalah 29,41% sebelum diberi
tindakan meningkat menjadi 70,59% pada siklus I, dan meningkat menjadi 88,23% pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dalam penelitian tindakan kelas ini, dapat
diajukan saran-saran sebagai berikut. Pertama Secara teoritis hasil dari penelitian ini akan menambah
pengembangan teori pendidikan khususnya tentang PSE dalam pembelajaran IPA pada tingkat SD untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Diharapkan bagi lembaga pendidikan agar meningkatkan pemahaman
tentang realita dunia pendidikan yang dekat dengan lingkungan anak-anak agar proses pembelajaran
dapat berjalan secara optimal dan menyenangkan. Kedua Penerapan PSE dalam pembelajaran IPA ini
hanya terbatas pada pokok bahasan sumber energi panas dan perpindahan panas, diharapkan peneliti
selanjutnya mencoba menerapkan pada pokok bahasan lain. Ketiga Berdasarkan temuan di lapangan
selama tindakan, diharapkan kepada siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna
sehingga hasil belajar IPA meningkat. Dengan langkah-langkah PSE yang sesuai dengan metode ilmiah
diharapkan siswa dapat terbiasa berpikir kritis dan kreatif dalam rangka memperoleh pengetahuan.
Keempat Berdasarkan temuan di lapangan selama tindakan, diharapkan kepada guru sekolah
dasar untuk mencoba menerapkan PSE dalam pembelajaran IPA, karena dengan PSE siswa akan lebih
termotivasi untuk belajar dan pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih bermakna karena siswa
sendiri yang menemukan sehingga materi yang dipelajari akan lama diingat siswa. Selain itu, dapat
menumbuhkan sifat kreativitas siswa untuk berpikir serta menyelesaikan permasalahannya secara
bersama-sama dalam interaksi kelompok. Keima Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator dan teman
belajar selama proses pembelajaran, sehingga siswa merasa nyaman dan tidak merasa takut untuk
mengajukan pertanyaan apabila siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran. Keenam Kepala
Sekolah disarankan untuk lebih memperhatikan guru-guru dalam melakukan tindakan pembelajaran,
sehingga kepala sekolah dapat menentukan sarana dan prasarana yang perlu disediakan dalam
pembelajaran. Ketujuh Bagi peneliti lain yang ingin menerapkan PSE dalam pembelajaran IPA diharapkan
mencermati kendala-kendala yang ditemukan peneliti, sehingga dapat dihasilkan kegiatan pembelajaran
yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal

Daftar Pustaka

Agung, A.A. Gede. (2005). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Singaraja: STKIP.


Aldho. (2008). Hakikat Sains. Tersedia pada aldhoportofolio. blogspot.com/2008/12/hakikat-sains.html
(diakses tanggal 24 Oktober 2010).
Arbi, Zanti Sultan dan Syahniar Syahrun. (1993). Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Depdikbud.
Arikunto, Suharsimi dkk. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Asy’ari, Muslichach. (2006). Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
BNSP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta.
Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Depdiknas.

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 83
Dibia, Ketut, dkk. (2007). Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Singaraja: Depdiknas
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Education For Our Country. (2010). Starter Experiment Approach/ Pendekatan Starter Eksperimen (PSE).
Tersedia pada www.papantulisku.com/01/25/starter-experiment-approach-pendekatan.html
(diakses tanggal 22 Oktober 2010).
Fadjar, Malik. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Hamalik, Oemar. (2007). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Hartoto. (2010). Pengertian Pendidikan. Tersedia pada Hartoto@ http://fatamorghana.wordpress.com
(diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Juhji. (2008). Hakikat Sains. Tersedia pada juhji-science-sd.blogspot. com/08/15/hakikat-sains-mengetahui-
cara-pandang.html (diakses tanggal 24 Oktober 2010).
Lapono, Nabisi, dkk. (2008). Belajar dan Pembelajaran SD 2 SKS. Jakarta: Depdiknas.
Mardalis. (2006). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Memes, Wayan. (2002). Pendekatan Starter Eksperimen sebagai Alternatif Model Pembelajaran IPA yang
Berwawasan Sains Teknologi untuk Mensukseskan Pendidikan Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, dan Pengajarannya. Tahun 31 Nomor 1 Januari 2002 (hal.50-61).
Moedjiono dan Dimyati. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dekdikbud.
Nurkancana dan Sunartana. (1990). Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Rivai, Veithzal. (2000). Upaya-upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kepemimpinan Peserta Diklat Spama
Survei di Diklat Departmen Kesehatan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2003 (hal. 130).
Sardiman. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Sidin, Muhammad. 2007. Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Beberapa Faktor Psikologis Survei pada Siswa
Kelas II SMU Negeri di Makasar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi khusus II (hal. 85).
Slamet, Adeng, dkk. (2010). Praktikum IPA 2 SKS. Jakarta: Depdiknas.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suastra, I. W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Buku Ajar. Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri
Singaraja.
Subagio, I Wayan. (2006). Masalah-masalah Penerapan Model Pembelajaran Sains dengan Pendekatan
Starter Eksperimen dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Kumpulan Karya Ilmiah Dosen
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja (hal. 45-53).
Subamia, I Dewa Putu. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Pendekatan Starter Eksperimen (PSE)
terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IV SD. Tesis_(tidak
diterbitkan) Program Studi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha.
Subarinah, S. (2006). Pengembangan Rancangan Mata Kuliah Geometri Menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Konstrukstivisme Pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas
Mataram. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi khusus (hal. 252-269).
Sudana, dkk. (2006). Pendidikan Sains D2 PGSD. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudijono, Anas. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudjana, Nana. (2006). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sumantri, Mulyani dan Johan Permana. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Debdikbud.
Susandi, Deddy Wara. (2010). Artikel Konstruktivisme di Sekolah Kejuruan. Tersedia pada
http://www.smkn2pandeglang.net/index.php/artikel/ pendidikan (diakses tanggal 23 Oktober
2010).

84 Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Wahyudin, Dinn. H, dkk. (2002). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wiriaatmadja, Rochiati. (2008). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Yasa, Doantara. (2008). Pendekatan Starter Eksperimen (PSE). Tersedia padaipotes.wordpress.com
/05/24/pendekatan-starter-eksperimen-pse/ (diakses tanggal 22 Oktober 2010).

I Ketut Dibia, Made Marta Adiasih. (2017).


International Journal of Elementary Education. Vol.1 (1) pp. 72-85 85

Anda mungkin juga menyukai