Uts Inklusi (220210204067)
Uts Inklusi (220210204067)
Uts Inklusi (220210204067)
Dosen Pengampu :
Dra. Nanik Yuliati, M.Pd.
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan masalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Identifikasi Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan
Sosial” dengan tepat waktu.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I. PENDAHULUAN
Anak dengan hambatan emosi dan perilaku memiliki hubungan sosial yang
kurang baik dengan orang lain, baik dikarenakan memiliki hambatan dalam aspek
emosi dan perilaku. Sebenarnya anak dengan gangguan tingkah laku secara sepintas
ini mengalami hambatan dalam masa perkembangannya. Setiap mencapai tahapan
perkembangan baru anak memiliki krisis psikologis yang bisa menyebabkan
keterampilan sosialnya tidak tertuju pada tahap yang positif, namun apabila egonya
mampu menghadapi krisis ini maka perkembangannya akan mengalami
kematangan dan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka makalah ini dibuat dengan tujuan
mengetahui macam-macam serta penyebab dari masalah dalam hambatan perilaku
meliputi anak dengan hambatan tunalaras, anak dengan hambatan autisme, dan
ADHD (Attention Deficit Diperaktif Desorder).
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hambatan perilaku?
2. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan perilaku?
3. Bagaimana konsep anak dengan autisme?
4. Bagaimana konsep anak dengan ADHD?
2
BAB II. PEMBAHASAN
1. Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah laku
sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan, sekolah, maupun masyarakat.
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku
di masyarakat.
3. Anak yang melakukan kejahatan.
3
Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral
disorder lebih terarah pada definisi Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa
anak dikatakan memiliki hambatan emosional atau kelainan perilaku apabila
menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini :
1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku mi mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang
buruk. Akibatnya, dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut :
(a) Hasil belajar di bawah rata-rata
(b) Sering berurusan dengan guru BK
(c) Tidak naik kelas
(d) Sering membolos
4
(e) Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah maupun di
masyarakat.
2. Karakteristik Sosial / Emosional
Karakteristik sosial / emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut
:
1. Karakteristik Sosial
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, perilaku itu tidak
diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya, bersifat
mengganggu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial.
b). Karakteristik Emosional
Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, ditandai dengan rasa
gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan, tekanan batin, rasa cemas, dan
sifat perasa atau sensitif.
5
melakukan dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan
serta motorik akan sangat menunjang kegiatan pertumbuhan
serta perkembangan sosial individu seperti kemampuan akan
berpikir dan kesadaran persepsi.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
karakteristik anak dengan gangguan emosi, perilaku, dan sosial dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyimpangan emosi dan penyimpangan
perilaku yang dibedakan lagi dari tingkat rendah, sedang, dan beratnya
penyimpangan yang dialami.
6
Menurut Acocella (1996) dalam Lubis MU (2009), ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam autisme ada empat gejala yang selalu muncul, yaitu :
• Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial ke
dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloness . Hal
ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, akan
bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada.
• Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar mengalami retardasimental (IQ<70),
tetapi anak autis sedikit lebih baik dalam hal yang berkaitan
dengan kemampuan sensori motorik. Retardasimental yang
dialami pada anak autis disebabkan oleh masalah kognitifnya,
bukan dari pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.
7
Cohen & Bolton (1994) berpendapat dalam Hadrian J (2008), autisme dapat
diklasifikasikan berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini diberikan melalui Childhood
Autism Rating Scale (CARS), skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk
berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi,
penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon
visual, menilai kemampuan anak dalam perilaku takut atau gelisah ketika
melakukan komunikasi dannon berbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual dan
penampilan menyeluruh. Adapun pengklasifikasiannya sebagai berikut :
1) Autis ringan, pada kondisi ini anak autis menunjukkan adanya kontak mata
meskipun tidak berlangsung lama. Anak autis dapat memberikan respon ketika
dipanggil namanya dengan menunjukkan ekspresi muka dan berkomunikasi
secara dua arah. Tindakan yang dilakukan oleh penderita autis ringan ini masih
bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah, karena perilakunya dilakukan
masih sesekali saja.
2) Autis sedang, pada kondisi sedang ini anak autisme menunjukkan sedikit
kontak mata, namun tidak memberikan respon ketika dipanggil. Tindakan yang
dilakukam oleh penderita autisme sedang ini cenderung agak sulit untuk
dikendalikan, karena tindakannya tergolong agresif atau hiperaktif.
3) Autis berat, pada kategori ini anak autisme melakukan tindakan-tindakan yang
susah untuk dikendalikan. Misalnya memukulkan kepalanya ke tembok secara
terus-menerus tanpa henti, mereka akan berhenti apabila merasa kelelahan dan
kemudian tertidur.
8
2.4 Konsep Anak Dengan ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder)
ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder) dapat diartikan
sebagai gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Pengertian ADHD
adalah kondisi anak yang memperlihatkan gejala kurang konsentrasi,
hiperaktif dan impulsif yang menyebabkan ketidakseimbangan pada
sebagian aktivitas yang dilakukannya. Sedangkan menurut pendapat
Barkley (2006 dalam Rusmawati & Dewi, 2011:75) ADHD adalah
hambatan untuk mengatur dan mempertahankan perilaku sesuai peraturan
dan akibat dari perilaku itu sendiri. Dampak dari gangguan tersebut yaitu
munculnya maslah untuk menghambat, mengawali, ataupun
mempertahankan respon pada suatu kondisi.
Taraf kecerdasan anak ADHD pada umumnya bervariasi dari di
bawah rata-rata maupun lebih tinggi. Anak dengan ADHD cenderung
memiliki skor rendah pada subtes WISC dari peringkat terendah, dari hal
tersebut menggambarkan berbagai keterbatasan yang dialami pada anak
ADHD di antaranya mengalami masalah perilaku, sosial, kognitif,
akademik, emosional, serta mengalami hambatan dalam
mengaktualisasikan potensi kecerdasannya (Ferdinand, 2007:14).
Menurut Nevid J.F. dkk, 2003:160, anak ADHD mengalami
kegelisahan yang dapat menghambat kemampuan mereka di sekolah.
Misalnya mereka terlihat tidak dapat duduk dengan tenang, muncul rasa
gelisah, bergerak-gerak di kursi, mengganggu kegiatan temannya, mudah
marah, dan melakukan perilaku yang membahayakan bagi dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa ADHD merupakan gangguan pemusatan perhatian,
hiperaktif, dan impulsifitas yang dapat dideteksi sejak usia dini. Adapun
beberapa hal yang menjadi faktor penyebab ADHD, di antaranya :
1) Faktor genetik (keturunan)
Menurut Paternotte & Buitelaar, 2010:17 Faktor keturunan ini
membawa peran sekitar 80% yang artinya bahwa sekitar 80% dari
perbedaan anak-anak yang memiliki gejala ADHD di kehidupan
masyarakat ditentukan oleh faktor genetik. Orang tua yang menyandang
9
ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan risiko mendapatkan
keturunan ADHD, namun belum diketahui secara jelas gen mana yang
menyebabkan ADHD.
2). Faktor fungsi otak
Secara biologis ada dua mekanisme di dalam otak yaitu
pengaktifan sel-sel saraf (eksitasi) dan penghambat sel-sel saraf
(inhibisi). Reaksi pada sel-sel saraf eksitasi terhadap adanya rangsangan
dari luar melalui panca indra, sedangkan reaksi inhibisi akan mengatur
sel-sel saraf bila terlalu banyak terjadi eksitasi. Secara umum sistem
inhibisi akan mulai berkembang secara kuat pada usia 2 sampai 4 tahun,
namun pada anak ADHD tampaknya sistem perkembangannya terjadi
lebih lambat dan dengan kapasitas yang lebih kecil.
3). Faktor lingkungan
Paternotte & Buitelaar, 2010:18 berpendapat bahwa ADHD juga
bergantung ada kondisi gen dan efek negatif lingkungan, bila hal ini
terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan
tersebut penuh risiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
psikologis atau relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan
penanganan yang telah diberikan, lingkungan fisik (makanan, obat-
obatan), dan lingkungan biologis (cedera otak, radang otak, dan terjadi
komplikasi saat melahirkan).
Dari beberapa faktor tersebut ADHD tidak hanya disebabkan
oleh salah satu faktor saja, tetapi multi faktor satu dengan faktor yang
lain saling berhubungan.
10
Menurut DSM IV (dalam Baihaqi & Sugiarman, 2006:8)
beberapa kriteria ADHD sebagai berikut :
(a) Kurang perhatian
Pada kriteria ini, penderita ADHD akan mengalami enam
atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung
kurang lebih 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif
atau tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Adapun
enam gejala tersebut, di antaranya :
(i) Seringkali gagal jika memperhatikan secara seksama
terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan
dalam melakukan pekerjaan sekolah atau lainnya
(ii) Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas atau kegiatan lainnya
(iii) Tidak mendengarkan ketika diajak bericara secara
langsung
(iv) Gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah atau tugas
di tempat kerja
(v) Sering bingung atau terganggu oleh rangsangan dari luar
(vi) Sering kehilangan barang penting untuk menyelesaikan
tugas.
(b) Hiperaktif Impulsifitas
Ada enam atau lebih gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas
berikutnya yang bertahan selama 6 bulan sampai dengan
tingkat maladaptif danbtidak dengan tingkat perkembangan.
Gejala tersebut antara lain :
1. Hiperaktivitas
i. Sering merasa gelisah dengan tangan atau kaki
mereka
ii. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas
atau dalam kondisi lainnya
iii. Sering berlari-lari atau naik-naik secara
berlebihan dalam situasi (hal ini tidak tepat jika
11
pada masa remaja terbatas pada perasaan gelisah
yang subjektif)
iv. Sering berbicara berlebihan
v. Mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat
dalam kegiatan senggang secara tenang.
vi. Sering bergerak seolah-olah dikendalikan oleh
motor.
2. Impulsifitas
i. Mereka sering memberikan jawaban sebelum
pertanyaan selesai
ii. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran
iii. Sering melakukan interupsi atau mengganggu
orang lain, seperti memotong pembicaraan
atau permainan.
(c) Beberapa gejala hiperaktivitas, impulsifitas atau kurang
perhatian menyebabkan gangguan muncul sebelum anak
berusia 7 tahun
(d) Adanya gangguan dua atau lebih pada situasi
(e) Adanya gangguan secara klinis atau signifikan di dalam
fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
(f) Gejala-gejala tersebut tidak terjadi selama berlakunya PDD,
skizofrenia atau gangguan psikotik lain, dan tidak dijelaskan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
Adapun perlakuan yang diberikan terhadap ADHD
Perlakuan Pokok Fokus Perlakuan
1. Terapi medis 1. Mengendalikan sintum-sintum
2. Perlakuan manajemen orang tua ADHD
3. Intervensi pendidikan 2. Mengendalikan perilaku anak
yang merusak di rumah,
mengurangi konflik anak dengan
orang tua, dan meningkatkan
prososial.
12
3. Mengendalikan perilaku yang
merusak di kelas, dan meningkatkan
kemampuan akademik.
Perlakuan Intensif Fokus Perlakuan
Program-program bulanan Melakukan penyesuaian di rumah
dan keberhasilan di sekolah dengan
perlakuan tambahan dalam program
inetnsif.
Perlakuan Tambahan Fokus Perlakuan
1. Konseling keluarga 1. Mengurangi stres di keluarga dan
2. Kelompok pendukung individu yang berkaitan dengan
3. Konseling individu ADHD, termasuk kekacauan hati
dan permasalahan suami istri.
2. mengubungkan anak dewasa
dengan orang tua anak ADHD
lainnya. Untuk berbagi informasi
dan pengalaman menambah
dukungan moral.
3. Memberi dukungan dimana anak
dapat membahas permasalahan dan
curahan hatinya secara pribadi.
13
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan emosi dan perilaku pada anak terjadi ketika anak mengalami
kesulitan dalam diri, dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usianya ataupun masyarakat pada
umumnya.
3.2 Saran
Sebagai penulis, saya merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif (membangun) dari
pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai
kesempurnaan bagi dari segi penulisan maupun isinya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Pratomo, Agus M,Pd . (2018). Anak Dengan Hambatan Perilaku Emosi dan Sosial.
Sidoarjo, Nizamia Learning Center.
Mahabbati, Aini. (2006). Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) Vol. 2 No. 2.
Yuwono, Imam. 2021. Pendidikan Inklusi. Edisi Pertama. Yogyakarta: CV. Budi
Utomo.
15