Uts Inklusi (220210204067)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

IDENTIFIKASI ANAK DENGAN


HAMBATAN PERILAKU, EMOSI DAN
SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata


Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu :
Dra. Nanik Yuliati, M.Pd.

Disusun Oleh :

Refi Aziza Maulidya 220210204067

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan masalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Identifikasi Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan
Sosial” dengan tepat waktu.

Makalah “Identifikasi Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan


Sosial” ini disusun guna memenuhi Ujian Tengah Semester Dra. Nanik
Yuliati, M.Pd. Pada mata kuliah Pendidikan Inklusi di Universitas Jember.
Selain itu, penyusun juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca mengenai Identifikasi Anak Dengan Hambatan
Perilaku, Emosi, dan Sosial.

Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu


Dra. Nanik Yuliati, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penyusun. Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 09 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Definisi Hambatan Perilaku ....................................................................... 3
2.2 Karakteristik Anak dengan Hambatan Perilaku (tunalaras) ................. 4
2.3 Konsep Anak Autisme................................................................................. 6
2.4 Konsep Anak Dengan ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder) ... 9
BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 14
3.2 Saran ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak dengan gangguan emosi dan hambatan perilaku memiliki karakteristik
yang kompleks dan sering kali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak
sebaya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman sepermainan, perilaku
melawan dan ada kalanya perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan
perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku dapat ditemukan
di berbagai komunitas anak -anak, seperti play group, sekolah dasar, dan
lingkungan bermain.

Guru di sekolah dasar perlu memahami dan menguasai teknik identifikasi


anak dengan gangguan emosi dan perilaku, serta prosedur pelaksanaan identifikasi.
Identifikasi ini berguna untuk membedakan anak dengan gangguan emosi dan
perilaku dengan anak nakal bermasalah tingkah laku biasa, karena karakteristik
anak dengan gangguan emosi dan perilaku sering ditemui di komunitas anak.

Anak dengan hambatan emosi dan perilaku memiliki hubungan sosial yang
kurang baik dengan orang lain, baik dikarenakan memiliki hambatan dalam aspek
emosi dan perilaku. Sebenarnya anak dengan gangguan tingkah laku secara sepintas
ini mengalami hambatan dalam masa perkembangannya. Setiap mencapai tahapan
perkembangan baru anak memiliki krisis psikologis yang bisa menyebabkan
keterampilan sosialnya tidak tertuju pada tahap yang positif, namun apabila egonya
mampu menghadapi krisis ini maka perkembangannya akan mengalami
kematangan dan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka makalah ini dibuat dengan tujuan
mengetahui macam-macam serta penyebab dari masalah dalam hambatan perilaku
meliputi anak dengan hambatan tunalaras, anak dengan hambatan autisme, dan
ADHD (Attention Deficit Diperaktif Desorder).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hambatan perilaku?
2. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan perilaku?
3. Bagaimana konsep anak dengan autisme?
4. Bagaimana konsep anak dengan ADHD?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari hambatan perilaku
2. Untuk mengetahui konsep anak dengan hambatan perilaku
3. Untuk mengetahui konsep anak dengan autisme
4. Untuk mengetahui konsep anak dengan ADHD.

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hambatan Perilaku


Istilah tersebut berasal dari kata “tuna” berarti kurang dan “laras” yang
berarti sesuai. Menurut Soemantri anak tuna laras berarti anak yang bertingkah
kurang atau tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat tempat ia tinggal, misalnya
melakukan tindakan mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain, oleh karena
itu anak tuna laras juga sering disebut dengan anak tuna sosial. Anak dengan
gangguan emosi, dan perilaku sosial juga merupakan individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial dan lebih mengarah pada
lima komponen yaitu tidak mampu belajar bukan disebabkan faktor intelektual,
sensori atau kesehatan, tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan
teman-teman maupun guru-gurunya, bertingkah laku atau berperasaan yang tidak
sesuai pada tempat atau lingkungannya, secara umum mereka selalu tidak dalam
keadaan tidak gembira atau depresi, dan ketakutan yang berkaitan dengan orang
maupun permasalahan di sekolahan.

Individu dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial disebabkan oleh


faktor internal maupun eksternal juga disebabkan oleh faktor psikologis yaitu
gangguan perilaku yang disebabkan terganggunya faktor psikologi yang biasanya
ditunjukkan dengan perilaku yang menyimpang dan mudah terpengaruh, sifat yang
tidak normal, dan lain-lain, tetapi adanya penyebab dari berbagai faktor dari anak
tersebut. Dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1997 menyebutkan, yang
disebut tuna laras adalah :

1. Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah laku
sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan, sekolah, maupun masyarakat.
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku
di masyarakat.
3. Anak yang melakukan kejahatan.

3
Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral
disorder lebih terarah pada definisi Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa
anak dikatakan memiliki hambatan emosional atau kelainan perilaku apabila
menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini :

i) Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena adanya faktor


intelektual, pengindraan atau kesehatan.
ii) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan
teman dan guru.
iii) Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal.
iv) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus
v) Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-
masalah sekolah (Delphie, 2006)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang


diidentifikasikan mengalami gangguan atau penyimpangan perilaku adalah
individu yang tidak mampu mendefinisikan dengan tepat kesehatan mental dan
perilaku yang normal, tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri, dan
mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi (Hallahan & Kauffman,
1991).

2.2 Karakteristik Anak dengan Hambatan Perilaku (tunalaras)


Berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial atau
emosional dan fisik atau kesehatan anak tuna laras.

1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku mi mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang
buruk. Akibatnya, dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut :
(a) Hasil belajar di bawah rata-rata
(b) Sering berurusan dengan guru BK
(c) Tidak naik kelas
(d) Sering membolos

4
(e) Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah maupun di
masyarakat.
2. Karakteristik Sosial / Emosional
Karakteristik sosial / emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut
:
1. Karakteristik Sosial
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, perilaku itu tidak
diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya, bersifat
mengganggu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial.
b). Karakteristik Emosional
Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, ditandai dengan rasa
gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan, tekanan batin, rasa cemas, dan
sifat perasa atau sensitif.

Karakteristik Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial menurut


Rusli Ibrahim (2005) meliputi :

• Intelegensia dan kecerdasan akademis


Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial memiliki
tingkat kecerdasan (IQ) saat setelah diuji menghasilkan nilai yang
normal 90, dan sekurangnya anak telah memiliki nilai kecerdasan di
atas nilai anak-anak normal yang meliputi beberapa kemungkinan
besar dapat memiliki nilai IQ yang akan mengalami keterbelakangan
mental. Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial sering
biasanya akan tidak mencapai kegiatan taraf seperti yang diharapkan
seperti usia mental pada umumnya, dan juga akan ditemui
permasalahan pada anak yang prestasi akademiknya selalu
meningkat.
• Pemahaman kegiatan motorik pada anak
Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial akan
memiliki kekurangan yang sangat kompleks seperti merasa
enggan dalam beraktivitas, serta ketidakmampuan dalam

5
melakukan dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan
serta motorik akan sangat menunjang kegiatan pertumbuhan
serta perkembangan sosial individu seperti kemampuan akan
berpikir dan kesadaran persepsi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
karakteristik anak dengan gangguan emosi, perilaku, dan sosial dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyimpangan emosi dan penyimpangan
perilaku yang dibedakan lagi dari tingkat rendah, sedang, dan beratnya
penyimpangan yang dialami.

2.3 Konsep Anak Autisme


Autisme berasal dari kata auto berarti sendiri. Penyandang autisme
seperti hidup di dunianya sendiri. Autis adalah gangguan perkembangan
yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan
berat. Adapun penyebab autisme di antaranya :

(a) Kelainan pada lobus parietalis otaknya, sehingga cuek terhadap


lingkungan.
(b) Kelainan pada otak kecil dimana sel purkinye yang sangat
sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamin
(c) Gangguan daerah sistem limbik akibatnya gangguan fungsi
kontrol terhadap agresi dan emosi dalam Hippocompus ini
bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat
(d) Faktor genetika (kelainan kromosom)
(e) Pemicu lain yaitu saat kehamilan trimester I mengalami
keracunan obat, virus rubella, logam berat, pengawet, pewarna,
jamu, pendarahan hebat, muntah-muntah hebat, proses kelahiran
terlalu lama, dan tumbuhnya jamur yang berlebihan di usus anak
akibat pemakaian antibiotika yang berlebihan sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan kasein dan gluten.

6
Menurut Acocella (1996) dalam Lubis MU (2009), ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam autisme ada empat gejala yang selalu muncul, yaitu :

• Isolasi sosial

Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial ke
dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloness . Hal
ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, akan
bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada.

• Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar mengalami retardasimental (IQ<70),
tetapi anak autis sedikit lebih baik dalam hal yang berkaitan
dengan kemampuan sensori motorik. Retardasimental yang
dialami pada anak autis disebabkan oleh masalah kognitifnya,
bukan dari pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.

• Kekurangan dalam bahasa


Anak yang mengalami autis lebih dari setengahnya tidak dapat
berbicara, hanya mengoceh, merengek, menjerit atau
menunjukkan ecolalia, seperti menirukan apa yang dikatakan
oleh orang lain. Beberapa dari mereka tidak daat berkomunikasi
dua arah (resiprok) sehingga tidak dapat terlibat dalam
pembicaraan orang normal pada umumnya.

• Tingkah laku stereotif


Anak autis sering bertingkah laku aneh, misalnya melakukan
gerakan yang berulang-ulang secara terus-menerus tanpa tujuan
yang jelas. Hal ini disebabkan karena kerusakan fisik atau
adanya gangguan neurologis. Kebiasaan yang dilakukan anak
autis seperti menarik-narik rambut dan menggigit jari, meskipun
sering menangis karena kesakitan akibat perbuatannya sendiri.

7
Cohen & Bolton (1994) berpendapat dalam Hadrian J (2008), autisme dapat
diklasifikasikan berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini diberikan melalui Childhood
Autism Rating Scale (CARS), skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk
berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi,
penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon
visual, menilai kemampuan anak dalam perilaku takut atau gelisah ketika
melakukan komunikasi dannon berbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual dan
penampilan menyeluruh. Adapun pengklasifikasiannya sebagai berikut :

1) Autis ringan, pada kondisi ini anak autis menunjukkan adanya kontak mata
meskipun tidak berlangsung lama. Anak autis dapat memberikan respon ketika
dipanggil namanya dengan menunjukkan ekspresi muka dan berkomunikasi
secara dua arah. Tindakan yang dilakukan oleh penderita autis ringan ini masih
bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah, karena perilakunya dilakukan
masih sesekali saja.
2) Autis sedang, pada kondisi sedang ini anak autisme menunjukkan sedikit
kontak mata, namun tidak memberikan respon ketika dipanggil. Tindakan yang
dilakukam oleh penderita autisme sedang ini cenderung agak sulit untuk
dikendalikan, karena tindakannya tergolong agresif atau hiperaktif.
3) Autis berat, pada kategori ini anak autisme melakukan tindakan-tindakan yang
susah untuk dikendalikan. Misalnya memukulkan kepalanya ke tembok secara
terus-menerus tanpa henti, mereka akan berhenti apabila merasa kelelahan dan
kemudian tertidur.

8
2.4 Konsep Anak Dengan ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder)
ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder) dapat diartikan
sebagai gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Pengertian ADHD
adalah kondisi anak yang memperlihatkan gejala kurang konsentrasi,
hiperaktif dan impulsif yang menyebabkan ketidakseimbangan pada
sebagian aktivitas yang dilakukannya. Sedangkan menurut pendapat
Barkley (2006 dalam Rusmawati & Dewi, 2011:75) ADHD adalah
hambatan untuk mengatur dan mempertahankan perilaku sesuai peraturan
dan akibat dari perilaku itu sendiri. Dampak dari gangguan tersebut yaitu
munculnya maslah untuk menghambat, mengawali, ataupun
mempertahankan respon pada suatu kondisi.
Taraf kecerdasan anak ADHD pada umumnya bervariasi dari di
bawah rata-rata maupun lebih tinggi. Anak dengan ADHD cenderung
memiliki skor rendah pada subtes WISC dari peringkat terendah, dari hal
tersebut menggambarkan berbagai keterbatasan yang dialami pada anak
ADHD di antaranya mengalami masalah perilaku, sosial, kognitif,
akademik, emosional, serta mengalami hambatan dalam
mengaktualisasikan potensi kecerdasannya (Ferdinand, 2007:14).
Menurut Nevid J.F. dkk, 2003:160, anak ADHD mengalami
kegelisahan yang dapat menghambat kemampuan mereka di sekolah.
Misalnya mereka terlihat tidak dapat duduk dengan tenang, muncul rasa
gelisah, bergerak-gerak di kursi, mengganggu kegiatan temannya, mudah
marah, dan melakukan perilaku yang membahayakan bagi dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa ADHD merupakan gangguan pemusatan perhatian,
hiperaktif, dan impulsifitas yang dapat dideteksi sejak usia dini. Adapun
beberapa hal yang menjadi faktor penyebab ADHD, di antaranya :
1) Faktor genetik (keturunan)
Menurut Paternotte & Buitelaar, 2010:17 Faktor keturunan ini
membawa peran sekitar 80% yang artinya bahwa sekitar 80% dari
perbedaan anak-anak yang memiliki gejala ADHD di kehidupan
masyarakat ditentukan oleh faktor genetik. Orang tua yang menyandang

9
ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan risiko mendapatkan
keturunan ADHD, namun belum diketahui secara jelas gen mana yang
menyebabkan ADHD.
2). Faktor fungsi otak
Secara biologis ada dua mekanisme di dalam otak yaitu
pengaktifan sel-sel saraf (eksitasi) dan penghambat sel-sel saraf
(inhibisi). Reaksi pada sel-sel saraf eksitasi terhadap adanya rangsangan
dari luar melalui panca indra, sedangkan reaksi inhibisi akan mengatur
sel-sel saraf bila terlalu banyak terjadi eksitasi. Secara umum sistem
inhibisi akan mulai berkembang secara kuat pada usia 2 sampai 4 tahun,
namun pada anak ADHD tampaknya sistem perkembangannya terjadi
lebih lambat dan dengan kapasitas yang lebih kecil.
3). Faktor lingkungan
Paternotte & Buitelaar, 2010:18 berpendapat bahwa ADHD juga
bergantung ada kondisi gen dan efek negatif lingkungan, bila hal ini
terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan
tersebut penuh risiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
psikologis atau relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan
penanganan yang telah diberikan, lingkungan fisik (makanan, obat-
obatan), dan lingkungan biologis (cedera otak, radang otak, dan terjadi
komplikasi saat melahirkan).
Dari beberapa faktor tersebut ADHD tidak hanya disebabkan
oleh salah satu faktor saja, tetapi multi faktor satu dengan faktor yang
lain saling berhubungan.

10
Menurut DSM IV (dalam Baihaqi & Sugiarman, 2006:8)
beberapa kriteria ADHD sebagai berikut :
(a) Kurang perhatian
Pada kriteria ini, penderita ADHD akan mengalami enam
atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung
kurang lebih 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif
atau tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Adapun
enam gejala tersebut, di antaranya :
(i) Seringkali gagal jika memperhatikan secara seksama
terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan
dalam melakukan pekerjaan sekolah atau lainnya
(ii) Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas atau kegiatan lainnya
(iii) Tidak mendengarkan ketika diajak bericara secara
langsung
(iv) Gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah atau tugas
di tempat kerja
(v) Sering bingung atau terganggu oleh rangsangan dari luar
(vi) Sering kehilangan barang penting untuk menyelesaikan
tugas.
(b) Hiperaktif Impulsifitas
Ada enam atau lebih gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas
berikutnya yang bertahan selama 6 bulan sampai dengan
tingkat maladaptif danbtidak dengan tingkat perkembangan.
Gejala tersebut antara lain :
1. Hiperaktivitas
i. Sering merasa gelisah dengan tangan atau kaki
mereka
ii. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas
atau dalam kondisi lainnya
iii. Sering berlari-lari atau naik-naik secara
berlebihan dalam situasi (hal ini tidak tepat jika

11
pada masa remaja terbatas pada perasaan gelisah
yang subjektif)
iv. Sering berbicara berlebihan
v. Mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat
dalam kegiatan senggang secara tenang.
vi. Sering bergerak seolah-olah dikendalikan oleh
motor.
2. Impulsifitas
i. Mereka sering memberikan jawaban sebelum
pertanyaan selesai
ii. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran
iii. Sering melakukan interupsi atau mengganggu
orang lain, seperti memotong pembicaraan
atau permainan.
(c) Beberapa gejala hiperaktivitas, impulsifitas atau kurang
perhatian menyebabkan gangguan muncul sebelum anak
berusia 7 tahun
(d) Adanya gangguan dua atau lebih pada situasi
(e) Adanya gangguan secara klinis atau signifikan di dalam
fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
(f) Gejala-gejala tersebut tidak terjadi selama berlakunya PDD,
skizofrenia atau gangguan psikotik lain, dan tidak dijelaskan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
Adapun perlakuan yang diberikan terhadap ADHD
Perlakuan Pokok Fokus Perlakuan
1. Terapi medis 1. Mengendalikan sintum-sintum
2. Perlakuan manajemen orang tua ADHD
3. Intervensi pendidikan 2. Mengendalikan perilaku anak
yang merusak di rumah,
mengurangi konflik anak dengan
orang tua, dan meningkatkan
prososial.

12
3. Mengendalikan perilaku yang
merusak di kelas, dan meningkatkan
kemampuan akademik.
Perlakuan Intensif Fokus Perlakuan
Program-program bulanan Melakukan penyesuaian di rumah
dan keberhasilan di sekolah dengan
perlakuan tambahan dalam program
inetnsif.
Perlakuan Tambahan Fokus Perlakuan
1. Konseling keluarga 1. Mengurangi stres di keluarga dan
2. Kelompok pendukung individu yang berkaitan dengan
3. Konseling individu ADHD, termasuk kekacauan hati
dan permasalahan suami istri.
2. mengubungkan anak dewasa
dengan orang tua anak ADHD
lainnya. Untuk berbagi informasi
dan pengalaman menambah
dukungan moral.
3. Memberi dukungan dimana anak
dapat membahas permasalahan dan
curahan hatinya secara pribadi.

13
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan emosi dan perilaku pada anak terjadi ketika anak mengalami
kesulitan dalam diri, dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usianya ataupun masyarakat pada
umumnya.

3.2 Saran
Sebagai penulis, saya merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif (membangun) dari
pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai
kesempurnaan bagi dari segi penulisan maupun isinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Pratomo, Agus M,Pd . (2018). Anak Dengan Hambatan Perilaku Emosi dan Sosial.
Sidoarjo, Nizamia Learning Center.

Mahabbati, Aini. (2006). Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) Vol. 2 No. 2.

Yuwono, Imam. 2021. Pendidikan Inklusi. Edisi Pertama. Yogyakarta: CV. Budi
Utomo.

15

Anda mungkin juga menyukai