Scribd Hospital Tourism

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Azmilla N. A.

20221030034

Hospital or Medical Tourism

Pendahuluan

Persaingan global dalam industri kesehatan membuktikan bahwa industri ini telah

menarik perhatian banyak negara. Salah satu efek terpenting dari globalisasi kesehatan adalah

munculnya bentuk pariwisata yang dikenal sebagai health tourism. Di antara sub-kelompok

health tourism, medical tourism dapat dianggap sebagai produk yang memiliki pertumbuhan

pesat (Herrick, 2007; Heydari et al., 2019). Medical tourism adalah fenomena yang telah

menimbulkan rasa ingin tahu karena tidak hanya potensi ekonominya yang sangat besar, tetapi

juga menyebabkan pergeseran wajah pelayanan kesehatan (Manaf et al., 2015). The Medical

Tourism Association mengartikan medical tourism sebagai kondisi di mana orang-orang yang

tinggal di satu negara melakukan perjalanan ke negara lain untuk menerima perawatan medis,

gigi dan bedah sementara pada saat yang sama menerima perawatan yang sama atau lebih besar

daripada yang mereka miliki di negara mereka sendiri, dan bepergian untuk perawatan medis

karena keterjangkauan, akses yang lebih baik ke perawatan atau tingkat kualitas perawatan

yang lebih tinggi. Meskipun perkiraan tentang jumlah tahunan orang yang bepergian ke luar

negeri untuk membeli layanan medis (medical tourist) sulit diidentifikasi, telah terjadi

peningkatan wisata medis dalam dekade terakhir (Connell, 2013). Meningkatnya biaya

pelayanan kesehatan dan perluasan kelas menengah di banyak negara berpenghasilan rendah

dan menengah telah menyebabkan peningkatan wisata ini (Hopkins et al., 2010; Noree,

Hanefeld and Smith, 2016).

Sebagai sebuah industri, medical tourism melibatkan pengobatan penyakit dan fasilitasi

kesehatan, dengan suatu perjalanan (Mason et al., 2020). Kombinasi dari istilah "medical" dan
"tourism", target utamanya adalah pasien yang mengunjungi daerah atau negara lain untuk

pelayanan medis. Oleh karena itu, industri wisata medis diarahkan pada upaya signifikan untuk

memenuhi keinginan masyarakat akan kesehatan yang lebih baik dengan pelayanan medis yang

berkualitas (Lajevardi, 2016; Hwang, Lee and Kang, 2018). The Tourism Research and

Marketing (2006) menyebutkan beberapa tipe dari medical tourism seperti pengobatan

penyakit, cosmetic surgery, dan fertility-related treatments.

Menurut Erhbeck dalam Hwang, et al. (2018) faktor yang dapat mempromosikan medical

tourism melalui survei terhadap 49.980 pasien antara lain: teknologi paling canggih (40%),

perawatan berkualitas lebih baik untuk prosedur yang diperlukan secara medis (32%), akses

lebih cepat ke prosedur yang diperlukan secara medis (15%), perawatan berbiaya rendah untuk

prosedur yang diperlukan secara medis (9%), dan perawatan berbiaya rendah untuk prosedur

diskresioner (4%). Hanya sedikit medical tourists candidate yang menyadari produk atau

layanan apa yang tersedia melalui medical tourism. Beberapa mungkin memiliki

kesalahpahaman dan ketakutan akan berbagai situasi, termasuk kecemasan tentang

kemungkinan bahaya perjalanan, perbedaan budaya, dan hambatan bahasa. Selain itu, sangat

sulit bagi mereka untuk mencari penyedia layanan kesehatan dengan informasi akurat di

berbagai negara secara individual untuk pengobatan penyakit dan untuk menemukan informasi

kesehatan yang relevan (Hwang, Lee and Kang, 2018).

Iklan medical tourism cenderung terlalu fokus pada hasil perawatan daripada

peningkatan kualitas dan keamanan. Ketika pelanggan mendasarkan keputusan mereka pada

iklan yang berlebihan, cenderung ada kesenjangan antara hasil yang diharapkan dan hasil

aktual. Meningkatnya minat media pada wisata medis telah membuatnya populer di platform

global, dan informasi tentang tujuan medical tourism telah tersedia melalui berbagai saluran,

termasuk surat kabar, majalah, radio, dan program televisi (Horowitz, Rosensweig and Jones,
2007). Upaya pemasaran online melalui web juga membantu mempublikasikan medical

tourism (Crooks et al., 2011).

Indonesian Medical Tourism

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat

menarik medical tourists dari luar negeri, serta berusaha menarik pelanggan dari dalam negeri

untuk tidak mencari medical tourism ke luar negeri. Selain memiliki banyak rumah sakit

bertaraf internasional dan kualitas teknologi alat kesehatan yang tidak kalah dengan

mancanegara, juga didukung dengan adanya banyak destinasi wisata yang menarik, antara lain

halal tourism, green tourism, wisata kuliner, wisata budaya, wisata bahari, dan masih banyak

lagi. Indonesia telah lama merencanakan upaya untuk menyediakan layanan kesehatan berbasis

medical tourism (Ratnasari et al., 2022).

Rencana pengembangan medical tourism di Indonesia baru saja menjadi perhatian pada

tahun 2009, di mana Kementrian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata menyepakati

pengembangan medical tourism (Purnamawati, Darma Putra and Suryawan Wiranatha, 2019),

dan juga telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 02 Tahun 2015. Upaya yang dilakukan

pemerintah telah dilakukan sejak 2012. Upaya dan implementasi Indonesia dalam

mengembangkan layanan medical tourism adalah (Ratnasari et al., 2022):

1. Penguatan infrastruktur hukum melalui UUD 1945 Tahun 2009 tentang pariwisata dan

UUD 1945 Tahun 2009 tentang kesehatan.

2. Membuka akses pariwisata dari wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan di

beberapa kawasan destinasi wisata. Upaya ini dilakukan dengan menjalin kerja sama

antara Kemenparekraf dengan pemerintah daerah dan juga dengan pihak swasta terkait.

Selain itu, pemerintah juga memperluas rute penerbangan ke daerah-daerah yang

menjadi destinasi wisata.


3. Bekerjasama dengan berbagai health tourism organization. Kerja sama ini dilakukan

untuk mewujudkan pengembangan tujuan kesehatan, untuk tujuan pencegahan,

pengobatan dan pemeliharaan. Bentuk kerja sama ini melahirkan dua lokus

pengembangan, yaitu pengembangan di bidang wellness tourism (fitness tourism) dan

medical tourism.

4. Menyusun kebijakan dan rencana strategis atau rencana pengembangan medical

tourism dengan menciptakan pelayanan kesehatan yang terstandarisasi internasional.

5. Membangun lokus di daerah tertentu yang memiliki destinasi wisata potensial dengan

mengembangkan citra branding pariwisata yang handal di setiap daerah dan

menonjolkan karakteristiknya. Dengan fokus ini pemerintah mendorong pelaku usaha

untuk berinvestasi di masyarakat di infrastruktur pariwisata seperti penyediaan hotel,

travel agent, dan bisnis klinik kesehatan seperti spa, pijat refleksi dan lainnya.

Tiga destinasi medical tourism utama di Indonesia adalah (Ratnasari et al., 2022):

1. Nusa Tenggara Barat dengan wisata bahari, wisata petualangan dan wisata halal;

2. Bali menampilkan wisata budaya tradisional, wisata bahari dan event tourism; dan

3. Yogyakarta menyoroti wisata budaya dan kuliner, wisata petualangan dan event

tourism.

Bali, sebagai contoh, telah terkenal dengan tujuan wisata alam dan budayanya. Bali juga

berpotensi menjadi destinasi medical tourism. Empat penyedia layanan kesehatan yang telah

beroperasi sejak 2013 menunjukkan peningkatan 10-25% dari jumlah pasien internasional yang

datang ke Bali setiap tahun. Sementara pasien domestik menunjukkan peningkatan 7-10% per

tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati, et al. (2019) tentang medical tourism di

Bali menunjukan bahwa 84% responden juga mengatakan bahwa Bali berpotensi menjadi

tujuan medical tourism, karena tersedia pelayanan medis, dokter dan paramedis yang

kompeten, harga prosedur yang lebih rendah dari negara asal, tempat yang sempurna untuk
penyembuhan, dekat dengan rumah (untuk orang Australia, Selandia Baru dan Timor), layanan

yang ramah, dan yang terpenting, memiliki layanan unggulan yang tidak tersedia di negara

mereka. Mereka memilih Bali karena harganya lebih murah (60%), jarak dan keakraban (52%),

kompetensi dokter dan paramedis (masing-masing 44%).

Penelitian oleh oleh Purnamawati, et al. (2019) ini juga menghasilkan tiga strategi besar

dan 32 strategi alternatif berdasarkan hasil SWOT dalam FGD untuk perkembangan medical

tourism di Bali. Tiga strategi besar tersebut adalah Market Penteration Strategy, Market

Development Strategy, Product Development Strategy, Tiga strategi alternatif prioritas di

market adalah: (1) Peningkatan peran pemerintah dalam pengembangan medical tourism,

khususnya dalam promosi dan branding; (2) Mempromosikan dan mem-branding Bali sebagai

destinasi medical tourism dengan kampanye berseri; dan (3) Berafiliasi dengan rumah sakit

luar negeri untuk mendapatkan kepercayaa. Tiga alternatif strategi prioritas berdasarkan

product development adalah: (1) Mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan insentif

pajak bagi peralatan medis, implan dan obat-obatan; (2) Meningkatkan keterampilan dokter

dan paramedis untuk mendapatkan kepercayaan pasien; dan (3) Mengembangkan layanan

unggulan yang tidak ditawarkan oleh pesaing lain.

Perkembangan wisata medis khususnya di Bali dan Indonesia pada umumnya, bukan

tanpa hambatan. Terlepas dari potensi sebagai destinasi wisata dan ketersediaan penyedia

layanan medis (rumah sakit dan klinik), serta dokter dan paramedis yang mumpuni, ada banyak

tantangan untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien internasional. Ada manfaat dan risiko,

serta strategi yang perlu diatur untuk bersaing dengan tujuan medical tourism yang sudah

mapan di Asia. Fakta bahwa biaya pengobatan tujuan medical tourism di Indonesia jauh lebih

rendah dibandingkan dengan negara asalnya, dan kesempatan untuk menggabungkannya

dengan liburan, adalah poin dan manfaat utama bagi pasien medical tourism. Ini juga

mendorong pasien internasional yang mencari perawatan di luar negara mereka. Tergantung
pada lokasi dan prosedur, medical tourism dapat menelan biaya 50, 30 atau bahkan 10% dari

apa yang mereka bayarkan di U.S atau negara-negara barat lainnya. Perbedaan semacam ini

telah membuat wisatawan lebih tertarik pada medical tourism, membuatnya tumbuh ke skala

global (Purnamawati, Darma Putra and Suryawan Wiranatha, 2019).

Daftar Pustaka

Connell, J. (2013) ‘Contemporary medical tourism: Conceptualisation, culture and

commodification’, Tourism Management, 34, pp. 1–13. Available at:

https://doi.org/10.1016/j.tourman.2012.05.009.

Crooks, V.A. et al. (2011) ‘Promoting medical tourism to India: messages, images, and the

marketing of international patient travel’, Social science & medicine, 72(5), pp. 726–732.

Available at: https://doi.org/10.1016/J.SOCSCIMED.2010.12.022.

Herrick, D.M. (2007) Medical Tourism: Global Competition in Health Care, National Center

for Policy Analysis.

Heydari, M. et al. (2019) ‘Factors Affecting the Satisfaction of Medical Tourists: A Systematic

Review’, Health Scope, 8(3), pp. 6–8. Available at:

https://doi.org/10.5812/jhealthscope.80359.

Hopkins, L. et al. (2010) ‘Medical tourism today: What is the state of existing knowledge’,

Journal of Public Health Policy, 31(2), pp. 185–198. Available at:

https://doi.org/10.1057/jphp.2010.10.

Horowitz, M.D., Rosensweig, J.A. and Jones, C.A. (2007) ‘Medical Tourism: Globalization of

the Healthcare Marketplace’, Medscape General Medicine, 9(4), p. 33. Available at:

/pmc/articles/PMC2234298/ (Accessed: 22 March 2023).

Hwang, S., Lee, D. and Kang, C.-Y. (2018) ‘Medical tourism: focusing on patients’ prior,

current, and post experience’, International Journal of Quality Innovation, 4(1), pp. 0–22.
Available at: https://doi.org/10.1186/s40887-018-0024-2.

Lajevardi, M. (2016) ‘A Comprehensive Perspective on Medical Tourism Context and Create

a Conceptual Framework’, Journal of Tourism & Hospitality, 5(5). Available at:

https://doi.org/10.4172/2167-0269.1000236.

Manaf, N.H.A. et al. (2015) ‘Medical tourism service quality: finally some empirical findings’,

Total Quality Management and Business Excellence, 26(9–10), pp. 1017–1028. Available

at: https://doi.org/10.1080/14783363.2015.1068597.

Mason, A. et al. (2020) ‘Medical Tourism Patient Mortality’, (December 2021), pp. 206–225.

Available at: https://doi.org/10.4018/978-1-7998-3576-9.ch011.

Medical Tourism Association. Medical Tourism Association | A Global Platform for the

Healthcare Ecosystem. Available at: https://www.medicaltourismassociation.com/

(Accessed: 22 March 2023).

Noree, T., Hanefeld, J. and Smith, R. (2016) ‘Medical tourism in Thailand: a cross-sectional

study’, Bulletin of the World Health Organization, 94(1), pp. 30–36. Available at:

https://doi.org/10.2471/BLT.14.152165.

Purnamawati, O., Darma Putra, N. and Suryawan Wiranatha, A. (2019) ‘Medical Tourism in

Bali: A Critical Assessment on the Potential and Strategy for its Development’, Journal of

Travel, Tourism and Recreation, 1(2), p. 39.

Ratnasari, R.T. et al. (2022) ‘Sustainable medical tourism: Investigating health-care travel in

Indonesia and Malaysia’, International Journal of Healthcare Management, 15(3), pp.

220–229. Available at: https://doi.org/10.1080/20479700.2020.1870365.

Tourism Research and Marketing (2006) Medical tourism: a global analysis. Arnhem.

Anda mungkin juga menyukai