Akibat Hukum Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Yang Berbeda Agama
Akibat Hukum Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Yang Berbeda Agama
Akibat Hukum Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris Yang Berbeda Agama
SKRIPSI
Oleh:
POPY ROZA
NPM. 1506200102
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN TERHADAP AHLI
WARIS YANG BERBEDA AGAMA
(Analisis Putusan Nomor. 2554/Pdt.G/2011/PA.JS)
Popy Roza
pengasih lagi penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Skripsi merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa
Hukum Pembagian Harta Warisan Terhadap Ahli Waris yang Berbeda Agama
(AnalisisPutusanNomor. 2554/Pdt.G/2011/PA.JS)”.
sebesar-besarnya kepada:
ucapkan Terima Kasih kepada Ayahanda Razali dan Ibunda Sumarni yang
M.A.P atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
4. Demikian juga halnya kepada Wakil Dekan I Bapak Faisal, S.H., M.Hum dan
Utara.
Gusmarani, S.H., M.H sebagai tempat curahan hati bagi penulis selama ini
dan memberikan solusi serta selalu menemani Penulis dalam keadaan susah
ataupun senang.
8. Begitu juga ucapan kepada orang terkasih Aswad Akbar Siregar yang mana
telah menjadi sebagai tempat curahan hati bagi penulis selama ini dan
9. Tiada gedung yang paling indah kecuali persahabatan, untuk itu dalam
Dina Arfa Harahap, Fahrunisa Dhago Lubis, Yuyun Melati Sukma, M. Fachri
Alamsyah, Fadilah Sari Iswanto yang dari awal terus mendukung penulis dan
teman-teman B1 dan A1 Perdata yang tak mungkin disebutkan satu persatu,
kalian.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutan satu-satu, tiada maksud
mengecilkan arti pentingnya bantuan dan peran mereka, dan untuk itu
Akhirnya tiada gading yang tak retak, retaknya gading karena alami, tiada
orang yang tak bersalah, kecuali Illahirabbi. Mohon maaf atas segala kesalahan
selama ini, begitupun disadari skripsi ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
semua, tiada lain yang diucapkan selain kata semoga kiranya mendapat balasan dari
Allah SWT dan mudah-mudahan semuanya selalu dalam lindungan Allah SWT,
POPY ROZA
NPM. 1506200102
DAFTAR ISI
Asbtrak ............................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
D. Keaslian Penelitian.......................................................................... 11
E. Metode Penelitian............................................................................ 13
A. Harta Warisan..................................................................................... 16
1. Harta Warisan Menurut Hukum Islam ..................................... 17
Agama ............................................................................................. 43
A. Kesimpulan ................................................................................... 73
B. Saran .............................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk sosial (homo socius) tidak dapat hidup dan
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan dan peran orang lain, baik untuk
tidak terjadi benturan kepentingan dan tercipta keteraturan dan ketertiban dalam
masyarakat.
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua
Terutama, dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab
maupun dalam arti lingkungan. Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan
kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia
dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya. Demikian juga dengan
kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga,
jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis,
yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli
Hukum Waris.
kepada dua masalah pokok, yaitu seorang yang meninggal dunia yang
yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut. Apabila terjadi suatu
sistem hukum waris belum dapat disimpulkan secara jelas hukum waris mana
yang digunakan, karena ada macam-macam sistem hukum waris. Hal ini
disebabkan pluralisme suku bangsa dan warga negara Indonesia. Dalam praktik
terdapat tiga sistem hukum yang mengatur tentang hukum waris. Hal ini sesuai
dengan penggolongan warga negara Indonesia yang ditentukan oleh Pasal 163
Indische Staats Regeling (I.S). ketiga sistem tersebut yaitu Hukum Waris Perdata
title 18. Selain itu BW juga berlaku bagi WNI asli yang menundukkan diri pada
BW. Sedangkan hukum waris islam berlaku bagi orang Indonesia (baik asli
1
Oktavia Milayani. Kedudukan Hukum Ahli Waris Yang Dengan Cara Mengganti Atau
Ahli Waris “BIJ PLAATSVERVULLING” MENURUT BURGERLIJK WETBOEK. Al‟Adl,
Volume IX Nomor 3, Desember 2017. https://media.neliti.com/media/publications/225062
kedudukan-hukum-ahli-waris-yang-mewaris-c32ffb87.pdf. Diakses pada tanggal 17 Februari 2019.
maupun keturunan) yang beraga Islam berdasarkan S.1854 No. 129 yang
22, yang telah ditambah, diubah dan sebagaimana terakhir dengan Pasal 29 UUD
Inpres No. 1 Tahun 1991. Sedangkan hukum waris adat diperuntukan bagi warga
negara Indonesia asli, yaitu suku-suku bangsa yang hidup di wilayah Indonesia.
Sifat dan sistem hukum waris adat Indonesia cukup beragam karena dipengaruhi
mengenai ahli waris dalam hukum waris adat, hukum waris perdata, dan hukum
waris Islam memiliki konsep yang berbeda. Ahli waris menurut hukum waris
perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin layaknya dalam beberapa hukum
waris adat. Seseorang menjadi ahli waris menurut hukum waris perdata
disebabkan oleh perkawinan dan hubungan darah, baik secara sah maupun tidak
(Pasal 832 ayat 1 Burgerlijk Wetboek). Orang yang memiliki hubungan darah
kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi
2
Titik Triwulan Tutik. 2018. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Cetakan
ke-5 Jakarta: Kencana. Halaman 252-254.
3
Oktavia Milayani.Loc., Cit.
para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam
berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris barat sebagaimana diatur
dalam BW maupun menurut hukum waris adat. Menurut hukum islam yaitu,
sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan
bersih. Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah
sejumlah harta benda serta segala hak, setelah dikurangi dengan pembayaran
pewaris adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hukum waris
pada hakikatnya, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Artinya, yang
diwariskan pada prinsipnya adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
2. Hubungan kerja yang bersifat sangat pribadi tidak beralih keapda ahli
4
Effendi Perangin. Hukum Waris. Cetakan ke-14 Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Halaman 3.
5
Eman Suparman. 2018. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam. Adat. dan BW.
Cetakan Kelima (Revisi). Bandung: PT. Refika Aditama.Februari. Halaman 13-14.
3. Keanggotaan dalam perseroan tidak beralih kepada ahli warisnya
Adapun hak dan kewajiban dalam hukum keluarga pada prinsipnya, tidak
beralih kepada para ahli warisnya. Misalnya hak suami sebagai kepala rumah
tangga, hak wali terhadap anak yang diperwalikan, hak pengampu tidak beralih
kepada ahli waris (tidak diwariskan). Terhadap hal ini terdapat dua
pengecualinnya, yaitu:
Dengan demikian dapat dismpulkan, bahwa yang dapat beralih kepada ahli
waris hanyalah hak dan kewajiban pewaris dibidang harta kekayaan. Dengan
meninggalnya seseorang, maka seketika itu juga beralih hak dan kewajibannya
Demikian pula dalam hukum adat, pembagian harta warisan tidak selalu
warisan dapat beralih kepada ahli waris tidak selalu harus dalam keadaan bersih
6
P.N.H. Simanjuntak. 2018. Hukum Perdata Indonesia. Cetakan ke-4 Jakarta:
Prenadamedia Group. Halaman 212-213.
menerima harta warisan yang didalamnya tercakup kewajiban membayar hutang-
hutang pewaris.7
yang berbeda diluar bidang yang bersifat netral sulit untuk diperbaharui dengan
hukum. Hal itu disebabkan upaya kearah membuat hukum waris yang sesuai
mengingat beragamnya corak budaya, agama, sosial, dan adat istiadat serta sistem
antara pewaris dan ahli waris yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk
mewarisi.
7
Eman Suparman.Loc.,Cit. Halaman 14.
8
Neng Yani Nurhayani. 2015. Hukum Perdata. Bandung: CV. Pustaka Setia. Halaman
269.
Salah satu yang menjadi permasalahan perihal kewarisan ialah terkait
dengan hak non muslim terhadap hak waris. Dalam fiqh disebutkan bahwa salah
satu penyebab terputusnya hak waris seseorang ialah ketika orang tersebut dalam
kondisi non muslim (kafir) dan atau dalam kondisi murtad. Perbedaan agama
antara muwwaris dan ahli waris ialah salah satu syarat terputusnya hak waris
seseorang. Seperti yang telah ditegaskan dalam hadist Rasulullah SAW yang
artinya: “Tidaklah berhak seorang Muslim mewaris orang kafir, dan tidak pula
kafir mewarisi muslim” (HR Bukhari dan Muslim). 9 Dalam Pasal 171 huruf (c)
pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa: “Ahli waris adalah
orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris”. Ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam
namun Pasal 171 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam tersebut menyatakan bahwa
pewaris dan ahli waris harus dalam keadaanberagam Islam maka diantar
keduanya, apabila salah satunya tidak beragama Islam maka diantar keduanya
mewarisi orang muslim lantaran lebih rendah statusnya dari pada orang Islam.
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa diantar hal yang menguatkan pendapat orang
muslim mewarisi ahli immi dan tidak sebaliknya, adalah bahwa yang
9
Ilyas. “Kedudukan Ahli Waris NonMuslim Terhadap Harta Warisan Pewaris Islam
Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Kompilasi Hukum Islam”. dalam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol.
17 No. 1 April 2015.
10
Ibid.
sipertimbangkan dalam warisan itu adalah berdasarkan pertolongan, sedang
dari harta warisan Pewaris melalui wasiat wajibah sebanyak 1/9 bagian.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk membahas hal tersebut dalam
skripsi ini dengan judul “Akibat Hukum Pembagian Warisan Terhadap Ahli
1. Rumusan Masalah
berbeda agama?
2. Faedah Penelitian
praktis. Faedah dari segi teoritisnya adalah faedah dari sumbangan baik kepada
Ilmu Pengetahuan pada umumnya maupun kepada ilmu hukum pada khususmya.
11
Ima Maryatun Kibtiyah. 2013. “Tinjauan Hukum Islam Mengenai Kewarisan Beda
Agama Menurut Yusuf Al-Qaradawi” Skripsi Program Sarjan Strata Satu, Progaram Sarjana
Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Dari segi praktisnya penelitian tersebut berfaedah bagi kepentingan negara,
a. Secara Teoritis
2554/Pdt.G/2011/PA.JS).
b. Secara Praktis
dalam prinsip ilmu Hukum Perdata dan Hukum Islam sebagai bahan
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengkaji cara pengaturan tentang warisan kepada ahli
12
Ida Hanifah, dkk. 2018. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa.Medan: Pustaka
Prima. Halaman 16.
C. Defenisi Operasional
Sering dikatakan orang bahwa menyusun suatu definisi sangat sukar dan
harus dikerjakan dengan teliti sekali. Oleh karena definisi merupakan suatu
penelitian yang relative lengkap, mengenai suatu istilah, dan biasanya definisi ini
bertitik tolak pada referensi. Dengan demikian, maka suatu definisi harus
mempunyai suatu ruang lingkupyang tegas, sehingga tidak boleh ada kekurangan-
ini adalah definisi sinntetis atau definisi deskriptif, yang tujuannya hanya
1. Akibat Hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum
yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat
13
Akibat hukum: agama, Bangsa, dan Negara https://ahmad-
rifaiuin.blogspot.com/2013/04/akibat-hukum.html/. Diakses Pada Rabu 24 April 2013.
14
Athoillah. 2018. Fikih Waris Metode Pembagian Waris Praktis. Cetakan I
Bandung:Yrama Widya. Halaman 1.
15
Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf a.
3. Orang beda agama adalah dalam pandangan islam, yang membedakan
istilah non-Muslim mengacu kepada apa yang disebut dengan kafir, hal ini
D. Keaslian Penelitian
menemukan penilitian yang sama dengan tema dan pokok pembahasan yang
16
Rohmatul Izad, “Relasi Muslim dan Non Muslim dalam Al-Quran”,
https://alif.id/read/rohmatul-izad/relasi-muslim-dan-non-muslim-dalam-al-quran-b210416p/.
Diakses tanggal 05 Juli 2018, Hari Kamis.
Waris Yang Berbeda Agama (Analisis Putusan Nomor
2554/Pdt.G/2011/PA.JS)”.
sebelumnya, ada dua judul yang hampir mendekati sama dengan penelitian dalam
atau nash al-Qur‟an dan hadis Nabi SAW dan pendekatan yuridis yakni
dengan tetap berpegang pada landasan pemikiran sesuai dengan tujuan hukum
diatas tersebut berbeda dengan peneltian yang dilakukan oleh penulis saat ini.
Dalam kajian topik bahasan yang penulis angkat dalam bentuk skripsi ini
mengarah kepada aspek kajian terkait Akibat Hukum Pembagian Warisan
2554/Pdt.G/2011/PA.JS).
E. Metode Penelitian
studi terharap prosedur dan tekhnik penelitian. Penelitian pada hakikatnya adalah
(law in books), dan penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan pada
2. Sifat Penelitian
memberikan makna atau penjelasan yang sesuai dengan teori tentang Akibat
Hukum Pembagian Harta Warisan Kepada Ahli Waris Yang Berbeda Agamaa.
3. Sumber Data
Sumber data yang dapat digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari:
a. Data yang bersumber dari Hukum Islam yaitu Al-Qur‟an Surah an-Nisa ayat
hukum.
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
cara searching melalui media internet guna menghimpun data sekunder yang
5. Analisis Data
ini, maka dimanfaatkan data yang terkumpul. Kemudian data tersebut ditelaah dan
dijadikan sebagai acuan pokok dalam pemecahan masalah yang akan diuraikan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Harta Warisan
berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris barat sebagaimana diatur
dalam BW maupun hukum waris adat. Warisan atau harta peninggalan menurut
hukum islam yaitu, sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal
dunia dalam keadaan bersih. Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para
ahli waris adalah sejumlah harta benda segala hak, setelah dikurangi dengan
dalam BW meliputi seluruh hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Jadi harta peninggalan yang akan
diwarisi oleh para ahli waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa
membayar hutang pada hakikatnya beralih juga kepada ahli waris. Demikian pula
dalam hukum adat, pembagian harta warisan tidak selalu ditangguhkan sampai
semua hutang si peninggal warisan dibayar. Artinya, harta warisan dapat beralih
kepada ahli waris tidak selalu harus dalam keadaan bersih setelah dikurangi
17
Eman Suparman. Op.,Cit. Halaman 13-14.
hutang-hutang pewaris, melainkan dapat saja ahli waris menerima harta warisan
Menurut Kompilasi Hukum Islam harta warisan pada Pasal 171 huruf (e)
berupa ”Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
kerabat”dan harta peninggalan menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 171
huruf (d) berupa “ Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris
baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya”.19
Dalam terminologi fikih, harta peninggalan disebut dengan tirkah. Agar harta
berikut ini:
hutang, atau berupa hak atas harta, seperti hak usaha, misalnya dia
dengan pagar dan sejenisnya. Atau, hak khiyar dalam jual-beli, hak
menerima ganti rugi, atau qishas dan jinayah (pidana)- manakala dia
18
Ibid., Halaman 14.
19
Kompilasi Hukum Islam
20
Ahmad Rofiq. 2015.Hukum Perdata Islam Di Indonesia Edisi Revisi. Cetakan kedua.
Jakarta:Rajawali Pers. Halaman 307.
dibunuh oleh seseorang, kemudian pembunuhnya meninggal dunia
sebelum dia menuntut balas atas kematian itu (melalui qishash), sehingga
hak qishash-nya berubah menjadi ganti rugi berupa uang yang diambil
(denda) bagi pembunuhan secara tidak sengaja atau sengaja atas dirinya,
misalnya para wali justru mengambil diyat dari pembunuhan sebagi ganti
dengan seluruh harta peninggalan lainnya yang diwarisi oleh semua pihak
yang masuk dalam perangkap yang dipasangnya ketika dia masih hidup,
atau hutang yang kemudian dibebaskan oleh pemilik piutang sesudah dia
Bahwa yang dimaksud dengan harta warisan atau harta peninggalan ialah
21
Muhammad Jawad Mughniyah. 2011. Fiqih Lima Mazhab : Ja‟fari, Hanafi, Maliki,
Syafi‟I, Hambali. Cetakan kedua tujuh. Jakarta: Lentera. Halaman 569-570.
22
Idris Ramulyo.2000.Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan
Kewarisan Menurut KUHPerdata (BW). Cetakan Kedua. Jakarta:Sinar Grafika. Halaman 102-103.
a. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di
b. Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar pada saat
berupa:
1) Harta bawaan suami-isteri atau isteri atau suami saja yang diperoleh/
sebagainya;
d. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh mereka suami-
isteri misalnya harta pusaka dari klan atau suku (tribe) atau kerabat
Harta warisan dalam sistem hukum waris Eropa atau sistem hukum
perdata yang bersumber pada BW meliputi seluruh harta benda beserta hak dan
kewajiban pewaris dalam lapangan hokum harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang.23
Menurut KUH Perdata, dari manapun harta itu asalnya tetap merupakan
satu kesatuan yang secara keseluruhan beralih dari tangan si meninggal kepada
para ahli warisnya. Dengan demikian, dalam KUH Perdata tidak dikenal adanya
lembaga barang asal (harta bawaan), yaitu barang-barang yang dibawa oleh suami
terjadilah persatuan yang bulat antara kekayaan suami dan kekayaan isteri, dengan
tidak memandang dari siapa asalnya harta tersebut. Harta benda yang diperoleh
selama perkawinan baik yang diperoleh si suami maupun isteri, baik secra sendiri-
harta yang diperoleh dari warisan masing-masing, maupun yang diperoleh dari
hibah baik kepada suami ataupun kepada isteri atau kepada mereka berdua,
semuanya menjadi harta warisan. Apabila terjadi perceraian atau salah satu
meninggal dunia, maka harta perkawinan terlebih dahulu dibagi dua sama rata,
23
Maman Suparman. 2018. Hukum Waris Perdata. Cetakan Ketiga . Jakarta; Sinar
Grafika. Halaman 20.
24
Ibid., halaman 20.
25
Ibid.,halaman 20.
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam KUH Perdata masih dapat diadakan
dengan persatuan harta kekayaan. Menurut KUH Perdata yang dimaksud harta
warisan, bukan saja berupa harta benda, tetapi juga hak dan kewajiban yang dapat
Sistem hukum waris di dalam BW tidak mengenal adanya harta asal dan
harta perkawinan atau harta gono gini, sebab harta warisan dalam BW dari
siapapun juga harta itu berasal tetapmerupakan “harta peninggalan” yang hulat
dan utuh. Harta itu secara keseluruhan akan beralih dari tangan si peninggal harta
warisan kepada para ahli warisnya. Hal ini diatur dalam Pasal 849 BW sebagai
berikut: ”Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari barang-
terhadapnya”.27
B. Ahli Waris
kepada keturunan yang ditentukan yaitu laki-laki yang kuat berperang saja ,
sedangkan kepada anak perempuan dan anak laki-laki yang belum dewasa tidak di
berikan. Ketika seorang Anshor yang bernama Aus bin Tsabit meninggal dan
meninggalkan dua putri dan satu anak laki-laki yang masih kecil, datanglah dua
orang anak pamannya yaitu, Khalid dan „Arfatha yang menjadai „ashabah. Mereka
mengambil semua harta peninggalannya, maka datanglah istri Aus bin Tsabit
26
Ibid., halaman 20.
27
Ibid., halaman 21.
kepada Rasulullah SAW, untuk menerangkan kejadian itu Rasulullah SAW
bersabda: “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakana”, maka turunlah surat
an-Nisa‟ ayat 7 :
Beberapa pengertian ahli waris menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima pusaka ( peninggalan orang
yang telah meninggal). Ahli waris yaitu sekalian orang yang menjadi
pewaris.
Ahli waris adalah orang-orang tertentu yang secara limitative diatur dalam
28
Mukhlis Lubisdan Mahmun Zulkifli. 2014. Ilmu Pembagian Waris. Cetakan pertama.
Bandung; Citapustaka Media. Halaman 7.
mengatakan bahwa ahli-ahli waris tersebut tampil sebagai ahli waris
karena :
a. Ahli waris yang tampil dalam kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde)
disebut ahli waris tidak langsung, baik penggantian dalam garis lurus
Ahli waris dalam islam dibagi ke dalam beberapa golongan, antara lain
garis ke bawah yaitu anak,cucu, dan seterusnya; garis ke atas, yaitu ibu dan bapak,
kakek dan nenek, dan seterusnya; garis ke samping , yaitu suami atau isteri yang
hidup terlama, saudara , dan seterusnya, hingga pihak di luar nasab seperti tolan
dalam Pasal 171 huruf (c) : “Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal
beragama Islam dan tidak terhalang karena hokum untuk menjadi ahli waris”.31
29
Maman Supraman.Op.Cit.,halaman 19.
30
Sayuti Thalib. 2018. Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia (Edisi Revisi). Cetakan
Kedua. Jakarta; Sinar Grafika. Halaman 58.
31
Kompilasi Hukum Islam.
Ada tiga jenis ahli waris yang akan mendapatkan warisan sesuai dengan
a. Anak laki-laki;
c. Ayah;
n. Suami;
32
Athoillah. Op.,Cit. Halaman 77-78.
2. Tertib Ahli Waris Perempuan
a. Anak perempuan;
c. Ibu;
i. Istri;
Ahli waris Khuntsa adalah orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki
sekaligus alat kelamin perempuan dalam waktu yang sama, atau sama sekali tidak
memiliki salah satunya di antaranya, atau orang yang tidak dikenal apakah dia
dilihat dari kemiripannya. Namun, ia menjadi muskil jika ada orang yang hanya
memiliki lubang air seni tetapi tidak mirip dengan salah satu pun di antara dua
kelamin. Orang yang semacam ini benar-benar muskil, tidak diketahui dengan
33
Ibid., Halaman 97.
jelas selama yang bersangkutan masih bayi. Akan tetapi, apabila telah balig, baru
Sebab –sebab dapat menjadi ahli waris ada tiga yaitu: 1) keturunan atau
nasab, ahli waris berdasarkan keturunan dapat kita jumpai dalam al-Qura surat an-
Nisa‟ ayat 7. Berdasarkan keturunan antara lain: bapak, ibu, anak,, datuk, nenek,
hubungan nikah perkawinan adalah suam atau isteri. Meskipun belum pernah
berkumpul atau telah bercerai tetapi dalam masa iddah talak raja‟i (talak rujuk).
Dalil tentang ini akan dijelaskan pada bagian lain nanti dalam al-Qur‟an surat an-
Nisa‟ ayat 11 dan 12. 3) hubungan wala‟ adalah hubungan antara bekas budak dan
orang yang memerdekakannya, apabila bekas budak itu tidak mempunyai ahli
Baik ahli waris dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan dapat
terhalang menjadi ahli waris dengan salah satu sebab.37 Di antara ahli waris ada
34
Ibid., Halaman 115.
35
Ibid., Halaman 77.
36
Mukhlis dan Mahmun Zulkifli. Op Cit., Halaman 9-10.
37
Ibid., Halaman 11.
yang tidak patut dan tidak berhak mendapat bagian waris dari pewarisnya karena
a. Perbedaan Agama
Orang Islam tidak mendapat pusaka dari orang yang tidak beragama Islam
orang islam mewarisi orang kafir dan tidaklah orang kafir mewarisi orang
bersabda: “Tidaklah waris-mewarisi antara dua ahli agama” (HR. Ahmad dan
b. Membunuh
Orang yang menjadi budak tidak berhak mendapat pusaka dari orang yang
38
Eman Suparman. Op Cit., halaman 23.
39
Mukhlis dan Mahmun Zulkifli, Op.cit., Halaman 11-12
3. Ahli Waris Dalam Hukum Perdata
berhak menerima harta peninggalan dari pewaris. Waris lazim disebut ahli waris.
Ahli waris terdiri dari ats waris asli, waris karib, waris sah. Waris asli adalah ahli
waris sesungguhnya, yaitu anak, istri/suami dari pewaris. Waris karib adalah ahli
waris yang dekat hubungan kekerabatannya dengan pewaris. Sedangkan waris sah
adalah ahli waris yang diakui dan/atau diatur menurut hukum undang-undang,
hukum agama , atau hukum adat, meliputi juga ahli waris asli, ahli waris karib,
ahli waris wasiat, ahli waris pengganti, dan ahli waris negara.40Menurut Pasal 832
ayat (1) KUHPerdata, ada 4 (empat) golongan ahli waris ab intestato, yaitu:
a. Golongan I(pertama): anak sah, suami isteri yang hidup paling lama, termasuk
istri kedua atau suami kedua dan seterusnya. (Pasal 852 jo Pasal 852a
KUHPerdata).
c. Golonga III (ketiga): sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas baik
dalam garis ayah, maupun ibu. Secara singkat dapat dikatakan, kakek-nenek
dari pihak ayah dan kakek-nenek dari pihak ibu (Pasal 853 KUHPerdata).
(Pasal 861 jo Pasal 858 KUHPerdata). Mereka ini adalah saudara sepupu dari
40
Abdulkadir Muhammad.2014. Hukum Perdata Indonesia. Cetakan ke-V. Bandar
Lampung: PT Citra Aditya Bakti. Halaman 211.
Keempat golongan ini dapat mewaris karena kedudukan sendiri (uit eigen
yang lebih dekat menutup peluang keluarga yang lebih jauh (keuali dapat terjadi
Jika keempat ahli waris ab intestato ini tidak ada, maka harta warisan jatuh
ke tangan negara bukan sebagai ahli waris, tetapi sebagai pemilik harta warisan
Adapun ahli waris menurut surat wasiat atau testament, jumlahnya tidak
tentu sebabahli waris macam ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat.
Suatu surat wasiat seringkali berisi penunjukkan seseorang atau bebrapa orang
ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan.42
Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk seluruh umat Islam
di mana saja di dunia ini. Meskipun demikian, corak suatu negara Islam dan
hukum kewarisan di daerah itu. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak
41
Djaja S. Meliala. 2018. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.cetakan ke-1. Bandung: Nuansa Aulia. Halaman 9-10.
42
Eman Suparman, Op Cit., halaman 29-30.
tersebut. Namun, pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari
Kata warasa asal kata kewarisan banyak yang digunakan dalam Alquran.
Karena memang dalam Alquran dan kemudian dirinci dalam Sunnah Rasulullah
memberi (lihat QS.al-Zumar:74), dan ketiga, mewarisi (QS. Maryam: 6). Secara
mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap
yang berhak.44
Bangunan hukum kewarisan Islam memiliki dasar yang sangat kuat, yaitu
ayat-ayat Al-Qur‟an yang selai kedudukannya qath‟iy al-wurud, juga qath‟it al-al-
dalalah, meskipun pada dataran tanfidz aplikasi, sering ketentuan baku Al-
hukum waris islam ada tiga yaitu: Al-Quran, Sunnah Rasul; dan Ijtihad, yaitu
terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam al-quran dan sunnah Rasul.46
Jadi,harta peninggalan baru terbuka jika si pewaris telah meninggal dunia saat ahli
waris masih hidup ketika harta warisan terbuka. Dalam hal ini, ada ketentuan
43
Sayuti Thalib., Op Cit., halaman 1.
44
Mahmud Yunus Dulay dan Nadlrah Naimi. 2011. Fiqih Muamalah. Cetakan pertama.
Medan; Ratu Jaya. Halaman 121.
45
Ahmad Rofiq, Op Cit.,halaman 295.
46
Mukhlis Lubisdan Mahmun Zulkifli, Op.Cit., Halaman 4.
khusus dalam Pasal 2 KUHPer, yaitu anak yang ada dalam kandungan seorang
Jelasnya, seorang anak yang lahir saat ayahnya telah meninggal, berhak
mendapat warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 836, “Dengan mengingat akan
ketentuandalam Pasal 2 Kitab ini, suapaya dapat bertindak sebagai waris, seorang
harus telah ada pada saat warisannya jatuh meluang”. Setelah seorang dinyatakan
meninggal dunia, maka munculah beberapa kewajiban bagi para ahli waris
pemakaman;
warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun diluar kawin dan
suami istri yang hidup terlama.Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris
dalam Pasal 899. Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk
ahli waris.
1. Hak Saisine
Hak tersebut diatur dalam Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata yang
memperoleh hak atas segala barang, segala hak dan segala piutang yang
meninggal dunia.
Kata saisine berasal dari bahasa Perancis “Le mort saisit le vit “ yang
berati bahwa yang mati dianggap memberikan miliknya kepada yang masih hidup.
Maksudnya adalah bahwa ahli waris segera pada saat meninggalnya pewaris
Hak ini diberikan oleh undang-undang kepada para ahli waris terhadap
mereka, baik atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari
harta peninggalan, seperti juga terhadap mereka yang secar licik telah
menghentikan penguasaannya. Dalam KUH Perdata, hak ini diatur dalam Pasal
Hak ini diatur dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Hak ini merupakan hak
yangterpenting dan merupakan ciri khas dari Hukum Waris. Pasal 1066
keadaan tidak terbagi. Pemisahan ini setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada
Hak untuk menolak warisan diatur dalam Pasal 1045 jo Pasal 1051 KUH
47
Iga Alfianita. 2017. ”Tinjauan Yuridis Pembagian Harta Warisan Pasangan Suami Istri
Yang beda Agama (Perspektif Hukum Islam dan KUHPerdata)”Skripsi. UIN Awaludin Makasar.
BAB III
Berbeda Agama
yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik
sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua
menurut peraturan tertera, dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah,
maupun si yang hidup terlama di antara suami istri, tidak ada, maka segala
harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik Negara, yang mana
berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadaar harga harta peninggalan
mencukupi untuk itu.48 Sedangkan menurut KHI: Ahli waris ialah orang
yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang hukum untuk menjadi ahli waris (Pasal 171 huruf (c) KHI). 49
berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun
luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama (Pasal 832 KUHPerdata).
Hubungan darah tersebut bisa sah atau luar kawin melalui garis ibu atau bapak.
Hubungan darh sah jika ditimbulkan segala akibat suatu perkawinan yang sah.
kemungkinan untuk mewaris. Keluarga yang lebih dekat dengan pewaris yang
48
Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
49
Pasal 171 huruf (c) KHI
50
P.N.H. Simanjuntak., Op Cit. Halaman 218.
akan tampil untuk mewaris. Dengan demikian, menutup kemungkinan mewaris
keluarga yang lebih jauh. Untuk menentukan jauh dekatnya hubungan darah
keturunannya.
keturunannya.
3. Golongan III, yakni terdiri dari kakek dan nenek beserta seterusnya ke
atas.
beserta keturunannya.
Menurut Pasal 832 ayat (2) KUHPerdata, Negara sebag penerima warisan
jika tidak ada lagi ahli waris (keluarga sedarah maupun suami atau istri yang
hidup terlama). Kedudukan Negara sebagai penerima warisan berbeda dengan ahli
pewaris, akan tetapi harus melalui putusan hakim (Pasal 833 ayat 3
KUHPerdata). 51
51
Ibid., Halaman 219
1. Bagian-bagian waris menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam ahli waris yang dinyatakan yang mendapat harta
laki, ibu, bapak, ada anak, duda, janda, saudara laki-laki dalam kalabah,
b. Ashabah
Ahli waris ashabah ini harus menunggu sisa pembagaian dari ahli waris
menghabisi seluruh, kalu ahli waris yang ditentukan bagiannya sudah mengambil
apa yang menjadi haknya. Secara umum ashabah ini terbagi kepada 2 (dua), yaitu:
menjadi ashabah bin nafsi ini adalah seluruh ahli waris yang laki-laki
52
Eman Suparman., Op.cit. Halaman 19-22.
53
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak.2017. Hukum Waris Islam (Lengkap &
Praktis).Cetakan kelima.Jakarta:Sinar Grafika.Halaman 99-100.
b. Ashabah Bil Ghoiri (perempuan)
telah dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa ayat 11 dan 176. Ashabah bil
Ada empat perempuan yang tergolong menjadi ashabah bil ghair yaitu
sebagai berikut:
seibu sebapak;
sebapak.54
54
Athoillah, Op Cit., Halaman 95.
1) Saudara perempuan sekandung; dan
sebagi berikut:
a) Suami menerima 1/2 bila tidak ada anak atau cucu, 1/4 bila anak atau
cucu.
b) Isteri menerima bagian 1/4 bila tidak ada anak atau cucu, 1/8 bila ada
c. Dzul Arham
pewaris melalui pihak wanita saja. Dzul arham akan mewaris kalau sudah tidak
yaitu isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari
pewaris. Menurut KUH Perdata, ahli waris menurut Undang-undang atau ahli
Adapun ahli waris menurut wasiat atau testamen, jumlahnya tidak tentu sebab ahli
waris macam ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Ahli waris
menurut surat wasiat atau ahli waris testamenter akan memperoleh segala hak dan
segala kewajiban dari pewaris. Jadi mungkin kalau dalam hal ini orang tersebut
55
Eman Suparman, Op Cit., Halaman 19.
56
Ahmad Rofiq, Op Cit., Halaman 328.
57
Eman Suparman, Op Cit., Halaman 19.
tidak mempunyai hubungan darah/ikatan keluarga apapun dengan si pewaris
berikut:
di mana bagian mereka sama besar, dan mewarisi kepala demi kepala
2) Suami atau isteri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama.
Suami atau istri yang hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli
waris pada tahun 1935 sedangkan sebelumnya suami atau isteri tidak
saling mewaris. Dalam hal ini pembagian suami atau isteri dari
maksimal ¼ bagian dari harta warisan atau tidak boleh melebihi bagian
3) Anak luar kawin yang diakui sah yang mendapat bagian warisan tidak
Ahli waris golongan kedua, yaitu keluarga dalam garis lurus ke atas,
keturunannya, bila tidak ada suami atau istri dan keturunannya, maka
Ahli waris golongan III, yaitu keluarga sedarah dalam garis lurus
Menurut Pasal 850 dan Pasal 853 ayat (1) KUH Perdata harta
peninggalan harus dibagi atau dibelah menjadi dua bagian yang sama
besarnya, satu bagian untuk semua keluarga sedarah dalam garis si bapak
lurus ke atas satu bagiam lainnya untuk semua keluarga sedarah yang
sama dalam garis ibu. Ahli waris yang terdekat derajatnya dalam garis
mengesampingkan semua ahli waris lainnya (Pasal 853 ayat (2) KUH
Perdata.
d. Ahli Waris Golongan IV (Keempat)
menyamping yang dibatasi sampai dengan derajat keenam, baik dari pihak
ayah maupun dari pihak ibu. Pasal 858 KUH Perdata, menentukan:
Ahli waris golongan keempat baru akan tampil apabila tidak ada
sepakat bahwa disebabkan beda agama dapat menghalangi hak waris (mawani‟ al-
irts). Tetapi, kemudian mereka terjadi perbedaan pendapat dalam masalah, kapan
orang kafir tidak boleh mewaris harta warisan (al-mauruts) orang muslim, apakah
orang muslim boleh mewarisi harta waris orang kafir apabila ditemukan adanya
sebab-sebab yang membolehkan untuk mewarisi, dan apakah selain agama Islam
seperti Yahudi dan Nasrani yang masih dalam satu rumpun agama Allah dapat
atas telah consensus, dalam hal ini Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i, dan para
pengikutnya bahwa tidak boleh orang kafir mewarisi tirkah orang muslim, atau
58
Maman Suparman, Op.Cit.,halaman 26-40.
59
Maimun Maimun. “Pembagian Hak Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama Melalui
Wasiat Wajibah Dalam Perspektif Hukum Kewarisan”. Dalan Jurnal ASAS Vol. 9 No. 1 Januari
2017
sebaliknya, apakah disebabkan karena hubungan memerdekakan budak (alwala‟),
meninggalkan seorang isteri non muslim (al-kitabiyah), atau kerabat non muslim
berpendapat bahwa orang kafir dapat mewarisi tirkah orang muslim, dan juga
sebaliknya disebabkan al-wala‟, mereka yang beda agama tapi masih dalam satu
rumpun agama Allah, isteri non muslim, dan kerabat non muslim yang masuk
Islam sebelum tirkah dibagikan. Sementara Mu‟az bin Jabal, Mu‟awiyah bin Abi
Hanafiyyah, Muhammad bin „Ali bin al-Husain, bin „Ali bin Abi Thalin, dan
Ishaq bin Ruwaihah berpendapat bahwa orang muslim dapat mewaris dari orang
berpendapat bahwa orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang murtad, karena
tidak ada kewarisan antara orang muslim dengan orang kafir (la yarits al-muslim
al-kafir). Dengan murtad, seseorang telah ke luar dari Islam dan dia menjadi kafir.
Dia juga secara otomatis telah memutuskan silah syari‟ah kepada ahli warisnya.
Jumhur dengan tegas menyatakan bahwa harta warisan mereka tidak bisa diwarisi
60
Ibid.
61
Ibid.
oleh siapapun, termasuk ahli warisnya yang sama-sama murtad. Harta warisannya
menjadi harta fai‟ yang harus diserhkan ke baitul maal untuk kepentingan
orang murtad menjadi hak milik ahli warisnya yang beragama Islam dalam
termasuk dalam klasifikasi ini adalah suami atau istri dari si mayit.
termasuk dalam klasifikasi ini seperti ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit,
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari si mayit
disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayit dari perbudakan, dalam hal ini
62
Ibid.
d. Karena sesama islam
Seseorang muslim yang meninggal dunia, dan ia tdak meninggalkan ahli waris
sama sekai (punah), maka harta warisannya diserahkan kepada Biatul Mal, dan
Al-qarabah atau pertalian darah di sini mengalami pembaharuan yaitu, smua ahli
waris yang ada pertalian darah, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak diberi
hak untuk menerima bagian menurut dekat jauhnya kekerabatannya. Bahkan bayi
yang masih berada di dalam kandungan pun mempunyai hak yang sama dengan
yang sudah dewasa. Namun dalam hal ini, berlaku ketentuan ahli waris yang lebih
dekat dapat menutupi (menghijab) ahli waris yang jauh, sesuai ketentuan Al-
Qur‟an dan al-Sunnah. Karena itu dapat dinyatakan, bahwa sistem kekerabatan
yang dipakai dalam hukum islam adalah sistem hukum bilateral atau parental.
Artinya, penentuan hubungan kerabat dihubungkan kepada garis ibu dan garis
Perkawinan yang sah seorang laki-laki dan seorang perempuan, baik menurut
63
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Op.,cit. Halaman 55-56.
nikah yang dikelurakan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Sebagian anggota
antara ketentuan hukum agama dan hukum positif. Ini menimbulkan implikasi,
mereka merasa perkawinannya sah, apabila ketentuan hukum agama, syarat dan
rukunnya terpenuhi. Soal pencatatan dan akta nikah hanyalah soal administrasi
saja.
itu laki-laki disebut mu‟tiq dan jika perempuan disebut mu‟tiqah. Bagiannya 1/6
dari harta warisan pewaris. Dalam kompilasi sebab ketiga ini tidak dicantumkan,
kompilasi hukum islam terdiri dari dua hal yaitu hubungan darah dan karena
Dalam Pasal 830 KUH Perdata (BW) disebutkan bahwa pewarisan hanya
terjadi karena kematian, ini berarti hanya kematian sajalah yang menjadi
ialah saat jantung berhenti berdenyut atau saat nafasnya berhenti berhembus.
64
Ahmad Rofiq. Op.,cit. Halaman 315-318.
Kemudian secara spesifik mengenai sebab-sebab para ahli waris berhak menerima
warisan adalah:
a. Hidup pada saat warisan terbuka seorang ahli waris menerima warisan adalah
karena ia masih hidup pada saat warisan terbuka sebagaimana dalam Pasal
KUHPerdata BW.
b. Bukan o
c. rang yang dinyatakan tidak patut (onwaardig). Orang yang menjadi ahli waris
d. Tidak menolak warisan. Orang yang tidak menolak (verwerpen) adalah orang
yang masih hidup dan tidak diwakili dengan cara menggantian sebagaiamana
Baik ahli waris dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan dapat
a. Perbedaan Agama
Orang Islam tidak mendapat pusaka dari orang yang tidak beragama Islam dan
mewarisi orang kafir dan tidaklah orang kafir mewarisi orang Islam” (HR.Bukhari
dan Muslim).
b. Membunuh
65
Anonim, “yuridis empiris”, http://datarental.blogspot.com/2009/06/hukum-kewarisan-
kuh-pedata-bw-dan.html. Diakses pada tanggal 17 Februari 2019.
Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak mendapat pusaka dari
Orang yang menjadi budak tidak berhak mendapat pusaka dari orang yang
yaitu seorsng hamba yang dimiliki, yang tidak berkuasa atas sesuatu (QS. An-
Nahl:75).66
Islam, Adat dan BW, menyebutkan ahli waris yang tidak patut dan tidak berhak
a. Ahli waris yang membunuh pewaris, tidak berhak mendapat warisan dari
b. Orang yang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang
c. Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarga yang beragama
islam.67
Waris Islam (lengap dan praktis), menyebutkan ahli waris yang tidak mendapat
a. Pembunuhan
66
Mukhlis Lubis dan Mahmun Zulkifli, Op Cit., Halaman 11-12.
67
Eman Suparman. Op.,cit. Halaman 23.
68
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Op.,cit. Halaman 56-58.
Perbuatan pembunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris terhadap si
pewaris menjadi penghalang baginya (ahli waris yang membunuh tersebut) untuk
pembunuhan tersebut tidak dipandang sebagai tindak pidana dan oleh karena itu
dan kehormatan.
tidak disengaja.
yang dianut antara pewaris dengan ahli waris, artinya seseorang muslim tidaklah
mewaris dari yang bukan muslim begitu pula sebaliknya seseorang yang bukan
demikian jugalah halnya dengan perbedaan agama, sebab wilayah hukum islam
(khususnya hukum waris) tidak mempunyai daya berlaku bagi orang-orang non
muslim.
Menurut Ahmad Rofiq dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia Edisi
Revisi, menyebutkan ahli waris yang tidak mendapat warisan adalah sebagai
berikut:69
a. Pembunuhan
“Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
1) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewaris;
2) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan
hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”
b. Berbeda Agama
menegaskan bahwa ahli waris beragama islam saat meninggalnya pewaris (Pasal
171 huruf c). Untuk mengidentifikasi seorang ahli waris beragam islam, Pasal 172
menyatakan: “ ahli waris dibandang beragama islam apabila diketahui dari kartu
identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang
baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau
umum huruf b, yaituorang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan
69
Ahmad Rofiq. Op.,cit. Halaman 318-321.
waris dan harta peninggalan (Pasal 171). Yang dimaksud berbeda agama di sini
adalah antara orang islam dan non muslim. Perbedan agama yang bukan islam,
atau sama-sama non islam. Misalnya antara orang kristen dan budha tidak
termasuk dalam pengertian ini. Mereka tetap dapat saling mewarisi, karena berarti
c. Perbudakan
Sesuai menurut Pasal 838 KUH Perdata yang dianggap tidak patut menjadi
yang meninggal.70
Menurut M.U Sembiring dalam Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 838 tidak pantas
untuk mewaris yang karna itu dikecualikan dalam arti tidak berhak mewaris ialah:
terjadi karena kesengajaan (opzet) bukan karna chulpa. Pemberian gratie tidak
pelaksanaan pidana.
c. Orang yang dengan kekerasan telah mencegah pewaris untuk membuat atau
mencabut surat wasiatnya. Biasanya ini terjadi suatu pewaris dalam keadaan
wasiat.
70
M. Idris Ramulyo.2000.Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan
Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).Cetakan kedua. Jakarta:Sinar
Grafika. halaman 112.
71
M.U Sembiring.1989. Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Kitab Menurut
Undang-Undang Hukum Perdata. Sumut:Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.Halaman 33-34
Menurut Maman Suparman dalam Hukum Waris Perdata menyebutkan
bahwa ahli waris yang tidak patut mewaris (onwaardig) menurut KUH Perdata
diatur dalam Pasal 838, 839, dan 840. Pasal 840 untuk ahli waris tanpa testament
dan Pasal 912 untuk ahli waris dengan testament. Adapun Pasal 838 KUH Perdata
menyatakan bahwa orang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris karena
yang meninggal.
Adapun persamaan dan perbedaan ahli waris tanpa testament dan ahli
waris testament dapat dilihat dari segi persamaannya yang dianggap tidak layak
sebagi ahli waris dan perbedaan yang dianggap tidak pantas sebagai ahli waris.
72
Maman Suparman. Op.Cit. Halaman 65.
b. Jika ia secara paksa mencegah kemauan si peninggal warisan untuk membuat,
peninggal warisan.
warisan;
warisan terhadap ahli waris yang berbeda agama, yang diketahui bahwa:
tahun, agama islam, pekerjaan ibu rumah tangga tempat kediaman di kp.
Pulo RT. 003, RW 08, rangkapan jaya, pancoran mas, depok, Jawa Barat,
73
Ibid., Halaman 66.
2. Penggugat II yang bernama Hj. Muji Lestari Dwiwati binti Soetojo, umur
umur 45 tahun, agama islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat kedaiman
41 tahun, agama islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat kediaman jl.
kristen, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat kediaman jl. Manggis 1 no. 38
RT. 02, RW 04, dr. Sahardjo, Manggai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan untuk
1. Bahwa pada tanggal 08 Mei 2007 telah meninggal dunia ibu dari orang tua
pekerjaan ibu rumah tangga yang beralmat di jl. Manggis 1 no. 3 RT 011,
RW 04, dr. Sahardjo, Manggarai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan
yang bernama H. Soetodjo alm. Berdasrkan akta nikah no. 43/1958 yang
orang anak yang masing-masing terdiri dari penggugat I-IV dan tergugat.
Bahwa saat pewaris masih hidup hingga pewaris meninggal dunia, anak
pewaris yang bernama Sri Rahyuni Pujiastuti telah pindah agama dari
5. Bahwa oleh karena anak pewaris yang bernama (tergugat) yang telah
maka sesuai ketentuan yang berlaku anak tersebut menjadi terhalang untuk
menjadi ahli waris dari pewaris dan oleh karena itu para penggugat mohon
sebagai para ahli waris dari pewaris yang sah menurut hukum;
6. Bahwa pada saat pewaris meninggal dunia, kedua orang tua pewaris telah
peninggalan berupa:
berdasrkan sertifikat hak milik nomor 648 yang dikelurakan oleh BPN
kabupaten Bogor;
dan menetapkan para ahli waris yang sah menurut hukum dan berhak atas
harta waris pewaris adalah Penggigat I-IV. Para penggugat juga mohon
agar para ahli waris yang sah dari pewaris ditetapkan bagian haknya
memohon agar ketua pengadilan agama Jakarta Selatan Cq. Majelis Hakim yang
PRIMAIR
3. Menetapkan para hali waris pewaris almarhumah yang sah dan berhak
Islam;
Apabila Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini berpendapat
TENTANG HUKUMNYA
Agung RI Nomor 1 Tahun 2008, Majelis Hakim telah memerintahkan kedua belah
pihak yang berperkara untuk mengikuti proses mediasi dengan mediator Drs.
Penggugat dalam duduk perkara; Menimbang, bahwa dalam perkara waris yang
harus dibuktikan adalah siapa pewaris, siapa ahli waris, harta warisan dan setelah
Tergugat telah mengajukan jawaban yang pada pokoknya menyatakan benar Hj.
Asnah binti H. Abdullah telah meninggal dunia pada tanggal 8 Mei 2007, dan
para Penggugat dan Tergugat adalah anak kandung Hj. Asnah binti H. Abdullah
dan H. Soetojo bin Partomiharjo, dan benar pula harta yang disebutkan para
Penggugat seperti dalam gugatan angka 8, adalah harta peninggalan Hj. Asnah
binti H. Abdullah;
yang bulat dan murni, oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 174 HIR jo.
Pasal 1925 KUHPerdata, sepanjang yang diakui oleh Tergugat tersebut dalil gugat
telah mengajukan bukti surat P.1, sampai dengan P.16, dan dua orang saksi, yaitu;
Ahmad Sidi Sumitro bin Wignyo Kesowo dan Dwi Nurlina Ochtini binti
YoyoMasro;
Menimbang, bahwa bukti P.1 s/d P.3 adalah surat biasa bukan akta, oleh
karena itu tidak mempunyai kekuatan pembuktian apapun dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa bukti P.4 s/d P.16 merupakan foto kopi akta otentik
yang telah dicocokan dengan aslinya, oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal
tersebut telah memenuhi syarat formil dan materil sebagai saksi, maka keterangan
dikuatkan oleh keterangan dua orang saksi, telah terbukti bahwa Hj. Asnah binti
H. Abdullah telah meninggal dunia pada 8 Mei 2007, dan oleh karena itu pula
terbuka untuk menetapkan ahli waris, harta warisan dan bagian masing-masing
ahli waris;
Abdullah dan H. Soetojo adalah suami isteri yang sah dan berdasarkan bukti P.7,
s/d P.10 yang dikuatkan oleh keterangan dua orang saksi para Penggugat, telah
terbukti bahwa Para Penggugat dan Tergugat adalah anak kandung dari Pewaris
oleh keterangan dua orang saksi para Penggugat, telah terbukti pula bahwa para
Penggugat beragama Islam, oleh karena itu pula para Penggugat dapat ditetapkan
oleh Tergugat, telah terbukti pula bahwa Tergugat sejak sebelum meninggalnya
agama antara pewaris dengan ahli waris, maka Majelis Hakim sependapat dengan
meninggalnya tetap beragama Islam, maka hukum yang dipakai dalam pembagian
kafira al-muslim”. Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh al-Sunnah jilid III,
menetapkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris;
yang kemudian diambil alih sebagai pendapat majelis bahwa ahli waris yang tidak
Tergugat tetap menjalin hubungan baik dengan Pewaris sebagai ibu kandungnya,
maka sangat bertentangan dengan rasa keadilan, apabila Tergugat sama sekali
tidak mendapatkan bagian dari harta warisan tersebut. Oleh karena itu Pengadilan
berpendapat bahwa Tergugat dapat diberikan bagian dari harta warisan tersebut
melalui wasiat wajibah yang bagiannya tidak boleh melebihi bagian ahli waris
yang sah;
Menimbang, bahwa bagian Tergugat sebanyak 1/9 bagian dari seluruh
harta warisan Pewaris, sudah patut dan memenuhi rasa keadilan, yang harus
ditetapkan mendapat bagian dari harta warisan melalui wasiat wajibah sebanyak
1/9 bagian yang harus dikeluarkan sebelum harta warisan tersebut dibagikan
Penggugat angka 8 telah diakui oleh Tergugat bahwa harta-harta tersebut adalah
benar harta peninggalan Hj. Asnah binti H. Abdullah, oleh karena itu berdasarkan
gugatan para Penggugat angka 8. 1) s/d 6) adalah harta peninggalan (tirkah) dari
1. Sebidang tanah seluas 162 M2 (seratus enam puluh dua meter persegi)
2. Sebidang tanah seluas 242 M2 (dua ratus empat puluh dua meter persegi)
3. Sebidang tanah seluas 353 M2 (tiga ratus lima puluh tiga meter persegi)
AsSyafi‟iyah;
4. Sebidang Tanah seluas 529 M2 (lima ratus dua puluh Sembilan meter
Kabupaten Bogor;
5. Sebidang Tanah seluas 461 M2 (empat ratus enam puluh satu meter
berikut:
6. Sebidang Tanah seluas 348 M2 (tiga ratus empat puluh delapan meter
Bogor, Jawa Barat berdasarkan Salinan Akta Jual Beli No. 929/2000
Menimbang, bahwa oleh karena telah terbukti adanya Pewaris, ahli waris
dan harta warisan, maka dapat ditetapkan bagian masing-masing ahli waris
sebagai berikut:
bagian;
2/9 bagian;
Indonesia Nomor 86 K/AG/1994 tanggal 27 Juli 1995 yang kemudian diambil alih
sebagai pendapat majelis bahwa ahli waris anak perempuan dapat menjadi hajib
(penghalang bagi ahli waris lain), maka majelis akan menetapkan ahli waris dari
Pewaris adalah Para Penggugat dan berhak atas keseluruhan harta warisan
atas, gugatan para Penggugat dapat dikabulkan sebagian dan ditolak untuk selain
dan selebihnya;
perkara;
MENGADILI
4.1. Sebidang tanah seluas 162 M2 (seratus enam puluh dua meter
sebagai berikut:
4.2 Sebidang tanah seluas 242 M2 (dua ratus empat puluh dua meter persegi)
4.3 Sebidang tanah seluas 353 M2 (tiga ratus lima puluh tiga meter persegi)
4.4 Sebidang Tanah seluas 461 M2 (empat ratus enam puluh satu meter
berikut:
berikut:
diktum angka 5 dan 6 di atas, dan apabila tidak dapat dibagi secara
kami, Drs. Yasardin, S.H., M.H. sebagai Ketua Majelis, Dra. Hj. Athiroh
Muchtar, S.H., M.H. dan Drs. H. Rosyid Ya‟kub, M.H. masing-masing sebagai
Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga diucapkanoleh Majelis
Tergugat.
wasiat wajibah tidak dilihat dari suatu segi agama seseorang yang diberikan, tetapi
dilihat dari kedekatan pewaris dengan penerima wasiat wajibah tersebut. Dimana
dalam perkara ini, Tergugat merupakan orang dekat si pewaris yang dianalogikan
sama dengan kedudukan dengan anak angkat atau orang tua angkat yang dalam
Kompilasi Hukum Islam berhak mendapat wasiat wajibah. Tetapi, jika dilihat
dalam perkara di atas pembagian warisan terhadap ahli waris yang berbeda agama
adalah Tergugat kurang tepat yang mendapatkan wasiat wajibah. Karena dalam
kitab fikih islam , penghalang atau penggugur menjadi ahli waris adalah salah
satunya berbeda agama dengan dasar hukum dalam hadist Rasulullah SAW yang
menyatakan bahwa : “Muslim tidak boleh mewarisi harta orang kafir dan begitu
juga sebaliknya kafir tidak boleh mewarisi atau mempusakai orang muslim”(H.R
Bukhari dan Muslim). Dan juga ditegaskan pula dengan firman Allah pada surah
Al-Baqarah:180
Pada KHI yang sebelumnya diuraikan dalam Pasal 171 huruf (c)
menyatakan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Dalam hal ini
sangat jelas bahwasanya ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris itu
terhalang/gugur baginya untuk menjadi ahli waris dari pewaris. Kecuali ketika
kemudian diambil alih sebagai pendapat majelis bahwa ahli waris yang tidak
beragama Islam tidak dapat menjadi ahli waris. Tetapi dikarenakan dalam amar
putusan tersebut, hakim memberikan bagian ahli waris yang berbeda agama
tetap menjalin hubungan baik dengan Pewaris sebagai ibu kandungnya, maka
sangat bertentangan dengan rasa keadilan, apabila Tergugat sama sekali tidak
Selatan, karena telah melanggar apa yang telah ditetapkan dalam Hukum Islam,
karena dalam sepengetahuan, yang telah ditetapkan Hukum Islam, adalah yang telah
diterapkan di dalam Al Quran dan Hadist. Maka dari itu kekuatannya menjadi
mengikat lebih besar dari pada Hukum Perdata di karenakan di tinjau dari agama si
dapat dilihat keputusan hakim yang bertentangan dengan yang telah tertulis dalam Al-
Quran yang menjadi pedoman bagi umat islam. Padahal dalam dasar hukum yang
ada, jika Pewaris beragama Islam maka yang menjadi ahli warisnya pula beragama
islam dan harta dibagi menurut ketentuan Hukum Islam dan jika ahli warisnya
beragama non muslim maka gugur/terhalangnya bagi ia mewarisi harta dari pewaris
tersebut. Dan jika pewarisnya beragama non muslim dan ahli warisnya beragama
muslim, maka haram bagi dirinya untuk mempusakai harta non muslim tersebut.
menjadi pokok masalah tersebut. jika di dudukkan suatu masalah seperti di atas
pembagian warisan terhadap ahli waris beda agama, dimana dengan duduk
menurut peneliti, yang pertama kali dilihat aturan dari Kompilasi Hukum Islam
dimana si pewaris beragama Islam, kemudian dilihat dari KUHPerdata. Dan juga
dalam melaksanakan suatu wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh
semua ahli waris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 195 ayat 3 dalam Kompilasi
Hukum Islam.
dengan beralasan bahwa ahli waris dalam masa pewaris masih hidup berkelakuan
baik serta hakim memberikan kepada ahli waris yang beragama non muslim dengan
memerika wasiat wajibah. Sebagaimana kita ketahui bahwa wasiat awajibah dibuat
pada saat pewaris masih hidup dengan kata lain pewaris membuat wasiat wajibah
bukan karena paksaan oleh siapapun. Wasiat wajibah seperti yang kita ketahui dalam
Hukum Islam bahwa konsep wasiat wajibah diberikan kepada anak angkat dan orang
tua angkat. Oleh sebab itu pemberian warisan kepada ahli waris non muslim tidak
mengenal adanya konsep wasiat wajibah, dalam hal ini ahli waris yang berbeda
agama tidak dapat mewarisi harta dari si pewaris yang beragama Islam.
BAB IV
A. Kesimpulan
1. Pengaturan tentang pembagian ahli waris yang beda Agama adalah dalam
Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim: orang Islam tidak mendapat pusaka
dari orang yang tidak beragama Islam dan demikian juga sebaliknya sabda
Rasulullah SAW: “tidaklah orang Islam mewarisi orang kafir dan tidaklah
beserta keturunannya.
2. Akibat terhadap pembagian warisan ahli waris beda Agama adalah tidak
hukuman penjara 5 tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat, mereka
bagi pewaris yang beda agama tidak berhak atau terhalang mendapatkan
kehidupan ahli waris dengan pewaris adalah baik. Tidak setuju dengan
diketahui bahwa wasiat wajibah diberikan kepada ahli waris yang tidak
sedarah dengan si Pewaris seperti anak angkat dan orang tua angkat.
B. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
hukum, atau kepastian hukum. Agar menghindari itu, peraturan waris beda
agama tidak hanya memuat aturan umum saja, tetapi memuat penjelasan-
penjelasan yang sangat jelas dan teliti agar tidak ada lagi terjadi kesalahan
penafsiran dengan ketentuan yang ada dalam aturan yang ada, dan
dapat melihat bahwa dalam perkara kewarisan tersebut hukum mana yang
A. Buku
Ahmad Rofiq. 2015. Hukum Perdata Islam Di Indonesia Edisi Revisi. Cetakan
kedua. Jakarta: Rajawali Pers.
Effendi Perangin. 2016. Hukum Waris. Cetakan ke-14 Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Eman Suparman. 2018. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam. Adat.
dan BW.Februari Cetakan Kelima (Revisi). Bandung: PT. Refika
Aditama.
Mahmud Yunus Dulay dan Nadlrah Naimi. 2011. Fiqih Muamalah. Cetakan
pertama.Medan: Ratu Jaya.
Maman Suparman. 2018. Hukum Waris Perdata. Cetakan Ketiga . Jakarta; Sinar
Grafika.
M.U Sembiring. 1989. Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Kitab
Menurut Undang-Undang Hukum Perdata. Sumut: Program Pendidikan
Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Neng Yani Nurhayani. 2015. Hukum Perdata. Bandung: CV. Pustaka Setia.
P.N.H. Simanjuntak. 2018. Hukum Perdata Indonesia. Cetakan ke-4 Jakarta:
Prenadamedia Group.
Titik Triwulan Tutik. 2018. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional.
Cetakan ke-5 Jakarta: Kencana.
Iga Alfianita. 2017. Tinjauan Yuridis Pembagian Harta Warisan Pasangan Suami
Istri Yang beda Agama (Perspektif Hukum Islam dan KUHPPerdata)
(Skripsi) Program Sarjana Ilmu Hukum UIN Awaludin, Makasar
Ima Maryatun Kibtiyah. 2013. Tinjauan Hukum Islam Mengenai Kewarisan Beda
Agama Menurut Yusuf Al-Qaradawi (Skripsi) Program Sarjan Strata Satu,
Program Sarjana Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, Yogyakarta.
Maimun Maimun. ”Pembagian Hak Warisan Terhadap Ahli Waris Beda Agama
Melalui Wasiat Wajibah Dalam Perspektif Hukum Kewarisan”.Dalam
jurnal ASAS Vol.9 No.1 Januari 2017.
Oktavia Milayani. Kedudukan Hukum Ahli Waris Yang Dengan Cara Mengganti
Atau Ahli Waris “BIJ PLAATSVERVULLING” MENURUT BURGERLIJK
WETBOEK. Al‟Adl, Volume IX Nomor 3, Desember 2017.
C. Peraturan Perundang-Undangan