Alat Ukur Beban Kerja

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Beban Kerja
a. Pengertian Beban Kerja

Beban kerja didefinisikan sebagai suatu beban dari luar tubuh

seseorang akibat aktivitas kerja yang dilakukan (Tarwaka dalam Sandi

Kurniawan, Yopa Eka Prawatya, Ratih Rahmahwati, 2018). Akibat dari

beban kerja yang terlalu berat ataupun kemampuan fisik yang terlalu lemah

dapat mengakibatkan seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit

akibat kerja. Beban kerja harus diperhatikan oleh suatu perusahaan karena

beban kerja salah satu yang dapat meningkatkan produktivitas kerja

karyawan. Selain salah satu unsur yang harus diperhatikan bagi seorang

tenaga kerja untuk mendapatkan keserasian dan produktivitas kerja yang

tinggi selain unsur beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas

kerja. (Sudiharto dalam Claudha Alba Pradhana, Dr. Hery Suliantoro ST.

MT 2018).

Beban kerja sebagai suatu konsep yang timbul akibat adanya

keterbatasan kapasitas dalam memroses informasi. Saat menghadapi suatu

tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut pada suatu

tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu tersebut

menghambat/menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat yang

diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan


yang diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki (Gopher & Doncin

dalam Claudha Alba Pradhana, Dr. Hery Suliantoro ST. MT, 2018).

b. Pengukuran Beban Kerja

(1) Pengukuran Beban Kerja

Ilyas dalam Suarni Norawati, Yusup, Ani Yunita, Huseinada (2021)

tiga cara yang dapat digunakan untuk mengukur beban kerja yaitu:

(a) Work Sampling

Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat

beban kerja yang dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang

ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling kita dapat

mengamati sebagai berikut:

a. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.

b. Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada

waktu jam kerja.

c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif

atau tidak produktif.

d. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule

jam kerja.

(b) Study Time and Motion

Teknik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat

kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada

time and motion study, kita juga dapat mengamati sebagai berikut:

a. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.


b. Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada

waktu jam kerja.

c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif

atau tidak produktif.

d. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule

jam kerja.

(c) Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling,

dimana orang-orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan

waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik

ini sangat tergantung pada kerjasama dan kejujuran dari personel

yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat dicatat

jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.

c. Faktor-faktor Beban Kerja

Faktor beban kerja menurut Manuaba dalam Rocky Abang, Ni Putu

Nursiani, dan Ronald P. C Fanggidae (2018) antara lain faktor eksternal dan

internal.

(1) Faktor eksternal:

a. Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti sikap

kerja dan alur kerja. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental

seperti kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan pekerjaan yang

mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap

pekerjaan, jauhnya jarak ke tempat kerja dll.


b. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, model struktur

organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja

psikologis.

(2) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut

strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun

subyektif. Faktor internal meliputi:

a. Somatis (jenis kelamin, umur, kondisi kesehatan).

b. Kondisi psikis (motivasi, persepsi, keinginan dan kepuasan)

Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa beban kerja berupa

beban kerja fisik dan beban kerja psikologis beban kerja fisik dapat

berupa beratnya pekerjaan yang dilakukan.

d. Indikator Beban Kerja

Dalam penelitian ini indikator beban kerja yang digunakan

mengadopsi dari indikator beban kerja yang dikemukakan oleh Putra dalam

Damianus A.Y. Wewengkang, Chirstoffel Kojo, Yantje Uhing (2021) yang

meliputi antara lain:

1. Target Yang Harus Dicapai

Target adalah sasaran (batas ketentuan dan sebagainya) yang telah

ditetapkan untuk dicapai (KBBI).


2. Kondisi Pekerjaan

Kondisi Kerja adalah “Working condition can be defined as series

of conditions of the working environment in which become the working

place of the employee who works there”. Definisi ini kurang lebih dapat

diartikan kondisi kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan

lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari

para karyawan yang bekerja di dalam lingkungan tersebut (Stewart and

Stewart dalam Syaripah Mulyah S.W, Adya Hermawati, Fajar Saranani,

2020).

3. Standar Pekerjaan

Standar kerja adalah perilaku atau hasil minimum yang diharapkan

dapat dicapai oleh seluruh karyawan kantor (Muryati dalam Faiz Sultan

U, Saryadi & Wahyu Hidayat, 2014).

2. Kelelahan Kerja
a. Pengertian Kelelahan Kerja

Pengertian kelelahan kerja telah banyak dikemukakan oleh para ahli.

Secara garis besar kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang timbul

karena aktivitas individu hingga individu tersebut tidak mampu lagi

mengerjakannya. Dengan kata lain, Kelelahan merupakan akibat dari

kebanyakan tugas pekerjaan yang sama pada pekerjaan yang berulang, tanda

pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu

yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas (Nurmianto dalam

Indri Ardiyanti, 2019). Beberapa teori oleh para ahli mengenai definisi

kelelahan kerja, yaitu:


1. Kelelahan kerja dapat didefinisikan pula sebagai suatu keadaan dimana

individu mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi,

karena stress yang dialami dalam jangka waktu yang cukup tinggi

(Kartono, 2017).

2. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah

pemulihan. (Suma’mur P dalam Ratumas Hartha Delima, 2018).

3. Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,

tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan

kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. (Tarwaka dalam Ratumas Hartha

Delima, 2018).

b. Pengukuran Kelelahan Kerja

Pengukuran kelelahan hingga saat ini belum ada cara untuk

mengukur tingkat kelelahan secara langsung dan akurat. Pengukuran yang

dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya menjadi indikator yang

menunjukkan terjadinya kelelahan kerja. (Tarwaka, 2014) metode

pengukuran kelelahan dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kualitas dan kuantitas kerja

Dalam metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu

jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit

waktu. Jumlah proses kerja yang dimaksudkan adalah waktu yang

digunakan dalam setiap item. Dengan demikian banyak faktor yang

harus dipertimbangkan seperti; target produksi, faktor sosial, dan

perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output berupa

kerusakan produk maupun penolakan produk atau frekuensi kecelakaan


dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tapi faktor tersebut

bukanlah faktor penyebab atau (causal factor). Kuantitas kerja dapat

dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi

per satuan waktu. Kemudian untuk kualitas kerja diperoleh dari menilai

jumlah kesalahan, jumlah produk yang ditolak, serta jumlah kerusakan

material (Tarwaka, 2014).

b. Uji psikomotor (psychomotor test)

Metode ini menggunakan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi

motorik. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan pengukuran

waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu

rangsangan sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan

kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting

suara, sentuhan kulit, atau goyangan badan. Terjadinya perpanjangan

waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal

saraf dan otot.

Di Indonesia sendiri telah berkembang alat ukur waktu reaksi


dengan menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli,
yaitu reaction timer. Dalam penelitian ini meggunakan alat reaction
timer agar hasil pengukuran tingkat kelelahan terhadap responden
bernilai kuantitatif (Wulandari, 2012).

Tabel 2.1
Nilai Tingkat Kelelahan Dengan Waktu Pengukuran 2 Menit
No Tingkat Kelelahan Nilai Tingkat Kelelahan
1 Prima 97-120
2 Normal 73-96
3 Sedang 49-72
4 Lelah 25-48
5 Sangat Lelah 0-24
Sumber: Permatasari D Ratih (2017)
Prosedur Pengukuran:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengukuran.

2. Menentukan jenis sensor yang akan digunakan dalam pengukuran

(cahaya)

3. Melakukan pengukuran waktu reaksi masing-masing probandus

dengan menggunakan reaction timer

4. Responden duduk memperhatikan sensor cahaya

5. Operator siap untuk menekan saklar rangsang cahaya demikian juga

responden siap melihat lampu pada alat.

6. Untuk menghilangkan angka di display, operator menekan tombol nol

atau reset.

7. Mencatat hasil pengukuran sesuai dengan yang tertera pada display

alat reaction timer.

c. Faktor-faktor Kelelahan Kerja

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan yaitu:

1. Usia

Usia seseorang merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi

tingkat kelelahan. Semakin tua usia pegawai maka tingkat

kelelahan yang dirasakan akan semakin meningkat dibandingkan

pegawai dengan usia yang lebih muda dengan beban kerja yang

sama.

2. Beban dan lamanya pekerjaan (baik fisik maupun mental)

Aktivitas yang sifatnya berat dapat menjadikan seseorang lebih sering

istirahat dan mengakibatkan waktu kerja yang dimiliki menjadi lebih

pendek. Pada akhirnya, kelelahan akan timbul apabila aktivitas


diperpanjang atau diperbanyak melebihi kemampuannya. Semakin

tinggi intensitas suatu aktivitas maka waktu yang dibutuhkan

semakin pendek, frekuensi istirahat pun menjadi semakin banyak. (PK

dalam Muhammad Herowandi, 2021).

d. Indikator Kelelahan Kerja

Suma’mur dalam Ratumas Hartha Delima (2018) memaparkan bahwa

tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi

kesadaran otak dan perubahan-perubahan pada organ-organ di luar

kesadaran serta proses pemulihan. Adapun indikator kelelahan kerja adalah

sebagai berikut;

1. Perhatian yang menurun yakni kelelahan dapat diketahui dari menurunya

perhatian yang diakibatkan perasaan berat di kepala, menjadi lelah

seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran,

manjadi mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku dan canggung

dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.

2. Persepsi melambat dan menghambat seperti merasa susah berpikir, lelah

berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai

perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan,

cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun

dalam pekerjaan.

3. Kemampuan berprestasi menurun yaitu pekerja yang mengalami

kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada pekerja yang

masih penuh semangat.

4. Kegiatan mental dan fisik menjadi kurang efisien yakni kelelahan adalah

aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam


bekerja. Kelelahan tinggi intensitas suatu aktivitas maka waktu yang

dibutuhkan semakin pendek, frekuensi istirahat pun menjadi semakin

banyak. (PK dalam Muhammad Herowandi, 2021).

3. Shift Kerja
a. Pengertian Shift Kerja

Penggunaan sumber daya secara optimal dalam rangka meningkatkan

produksi yang dituntut oleh dunia industri maupun perusahaan yang ada di

dunia, memberikan konsekuensi terhadap perpanjangan jam kerja pekerja.

Meningkatnya jumlah kebutuhan sumber daya yang berdampak pada

pekerja dengan memperkerjakan pekerja melampaui waktu yang telah

ditetapkan atau memberlakukan sistem shift kerja. Shift kerja biasa

dilakukan oleh orang yang bekerja diluar jam kerja normal selama kurun

waktu tertentu. Shift kerja adalah sekumpulan pekerja yang bekerja

berdasarkan jadwal tertentu serta selama masa tertentu (Marsusanti dalam

Bunga Putri Arini, 2021)

International Labor Organization (ILO) tahun 1990 shift kerja adalah

suatu metode bekerja pembagian waktu kerja yang dilakukan secara

bergantian dalam waktu 24 jam. Seperti yang sudah ditetapkan oleh Surat

Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Kep.102/MEN/VI/2004 bahwa waktu kerja normal selama 6 hari kerja

adalah 7 jam / hari dengan waktu kerja pada hari ke 5 dan ke 6 adalah 5

jam/hari. Waktu kerja yang di hitung secara keseluruhan normal untuk 5

hari kerja adalah 8 jam/hari dengan jumlah total keseluruhan jam kerja

adalah 40 jam/minggu. Jika jam kerja lebih dari 40 jam/minggu maka akan

dihitung sebagai waktu kerja lembur. Busro (2018) menjelaskan bahwa jam
kerja sering dijadikan penentu besaran upah yang dibayarkan oleh

perusahaan misalnya per hari, per jam, per minggu, atau per bulan. Namun

terdapat aturan tentang batasan waktu kerja maksimal, dan pemberian waktu

istirahat, serta kompensasi pelampauan dari ketentuan tersebut.

Harrington dalam Poniah Juliawati (2020) bahwa sistem shift

biasanya berlangsung 6-12 jam kerja dengan kelompok shift, baik itu sistem

dua, tiga atau empat shift dalam periode 24 jam. Beberapa orang bekerja

shift dengan rotasi sementara, sementara yang lain dijadwalkan secara

teratur yaitu shift pagi, sore dan malam. Berdasarkan artikel yang

dikeluarkan oleh Occupational Health Clinics for Ontario Workers Inc,

Toronto tentang Shift Work: Health effects & solution (2018),

mengemukakan bahwa pekerjaan yang dijadwalkan diluar jam “normal”

(yaitu jam 08.00-16.00) disebut dengan shift kerja. Jam Kerja Shift

memungkinkan untuk jenis pelayanan secara terus-menerus dan produksi 24

jam per hari untuk memaksimalkan efisiensi dan produktivitas. Beberapa

definisi menurut para ahli diatas, maka yang dimaksud sistem shift kerja

adalah sebuah sistem kerja yang dibagi menjadi 3 waktu kerja yaitu kerja

pagi, sore dan malam guna memaksimalkan efisiensi dan produktifitas

perusahaan selama 24 jam. Shift Kerja dapat diukur menggunakan tingkat

fleksibilitas karyawan terhadap kepuasan atas pengaturan shift kerja serta

persepsi tentang kesehatan diri. Ismar, Amri, Sostrosumihardjo dalam Ho

Hwi Chie dan Rida Zuraida (2013).


b. Faktor-faktor Shift Kerja

Lientje Setyawati Maurits dan Imam Djati Widodo (2008) Beberapa

faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan shift kerja antara lain:

1. Penggantian shift kerja sebaiknya dengan pola rotasi maju dengan waktu

rotasi kurang dari 2 minggu dan dengan waktu libur rata-rata 2

hari/minggu

2. Lama shift kerja sebaiknya tidak lebih dari 8 jam, jika lebih dari jam

tersebut beban kerja sebaiknya dikurangi.

3. Pada pekerja dengan shift malam dianjurkan ada waktu tidur siang

sebelumnya dan bila melaksanakan pekerjaan dengan pertimbangan

khusus sebaiknya dilaksanakan sebelum jam 4 pagi agar kesalahan dapat

dikurangi.

4. Aspek demografis seperti jenis kelamin dan umur perlu diperhatikan

dalam penyusunan shift kerja.

c. Indikator Shift Kerja

Kroll dalam Robbi Primawan Kadaryat (2020) shift kerja terdiri dari

dua indikator, antara lain:

1. Pembagian waktu shift yaitu perputaran jam kerja yang dilakukan

perusahaan secara cepat maupun lambat dengan jangka waktu dua hari

hingga satu bulan.

2. Pergantian shift kerja yaitu pergantian jam kerja yang diinginkan

karyawan dengan mengubah jadwal kerja yang sudah ditentukan

perusahaan.
4. Tingkat Kewaspadaan

a. Pengertian Tingkat Kewaspadaan

Kewaspadaan adalah suatu keadaan untuk mengetahui dan menanggapi

kejadian yang tidak terduga , kewaspadaan merupakan sikap seseorang yang

siap disegala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang mungkin

terjadi. Kewaspadaan merupakan sikap mental seseorang yang selalu siap

segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang mungkin timbul

setiap saat (Pratama, Husin, & Tahyuddin, 2018)

Dorian, dkk dalam Wiwik Budiawan, Heru Prastawa, Aldisa

Kusumaningsari, Diana Novita Sari (2016) mengemukakan bahwa vigilance

atau tingkat kewaspadaan merupakan derajat kesiapan seseorang dalam

memberikan tanggapan terhadap suatu hal.

b. Pengukuran Tingkat Kewaspadaan

Karyawan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya selalu penuh perhitungan

dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya

maupun pekerjaannya.

Tingkat kewaspadaan diukur dengan menggunakan dua indikator, yaitu:

1. Kewaspadaan dan kehati-hatian dalam bekerja

Karyawan yang dalam pelaksanaan pekerjaanya selalu penuh perhitungan

dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya

maupun pekerjaanya (Teuku Bagas Alfaridzi dan Devilia Sari, 2021).

2. Menjaga dan merawat peralatan kerja

Perawatan adalah suatu aktifitas yang dilakukan pada suatu industri untuk

mempertahankan atau menambah daya dukung mesin selama proses

produksi berlangsung (Kurniawan dalam Setiawan Fajar, 2016).


c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kewaspadaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kewaspadaan yaitu:

1) Stimulus Semakin banyak stimulus yang datang maka akan semakin tinggi

tingkat kewaspadaan seseorang.

2) Lingkungan Lingkungan yang kurang nyaman seperti kebisingan yang

sering terjadi di sekitar dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan.

3) Kecerdasan Semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang, maka tinggi

juga tingkat kewaspadaannya.

4) Usia Seseorang dengan usia lebih tua memiliki tingkat kewaspadaan lebih

rendah terhadap bahaya yang mungkin muncul dibandingkan dengan yang

berusia muda (Stroch, 2016)


B. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka peneliti

mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan

dengan penelitian yang akan dijalankan. Berikut adalah beberapa hasil penelitian

terdahulu yang disajikan pada tabel-tabel berikut:

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu

Tahun
No Judul Penelitian Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian
1 Pengaruh Monoton, 2016  Wiwik Budiawan  Keadaan monoton
Kualitas Tidur,  Heru Prastawa memiliki pengaruh secara
Psikofisiologi,  Aldisa individual terhadap tingkat
Distraksi, Dan Kusumaningsari kewaspadaan sebelum jam
Kelelahan Kerja  Diana Novita Sari dinas.
Terhadap Tingkat  Kualitas tidur berpengaruh
Kewaspadaan secara individual terhadap
tingkat kewaspadaan
sebelum jam dinas.
 Keadaan psikofisiologi
berpengaruh secara
individu terhadap tingkat
kewaspadaan sebelum jam
dinas.
 Distraksi berpengaruh
secara individu terhadap
tingkat kewaspadaan
sebelum jam dinas.
 Kelelahan kerja
berpengaruh secara
individu terhadap tingkat
kewaspadaan sebelum jam
dinas.
2 Pengaruh Beban 2016  Ario Rahadhi  Dari hasil pengujian
Kerja Mental,  Sriyanto regresi linear yang telah
Kelelahan Kerja, dilakukan, dapat
Dan Tingkat Kantuk disimpulkan bahwa ketiga
Terhadap Penurunan variabel independen yaitu
Tingkat beban kerja mental,
Kewaspadaan kelelahan kerja dan tingkat
Perawat (Studi kantuk berpengaruh positif
Kasus Di Instalasi secara simultan terhadap
Gawat Darurat penurunan variabel
Rumah Sakit Umum dependen yaitu tingkat
Puri Asih, Salatiga) kewaspadaan, baik pada
shift I, shift II maupun shift
III.
 Dari hasil pengujian uji
statistik t, variabel
independen beban kerja
mental dan kelehan kerja
terbukti berpengaruh
positif secara individual
terhadap penurunan
tingkat kewaspadaan pada
setiap shift kerja.
Sedangkan variabel
independen tingkat kantuk
terbukti tidak berpengaruh
positif secara individual
terhadap penurunan
tingkat kewaspadaan pada
setiap shift kerja.
 Variabel independen yang
memiliki pengaruh paling
dominan terhadap
penurunan tingkat
kewaspadaan dari setiap
shift kerja adalah variabel
kelelahan kerja. Kelelahan
kerja memberikan
kontribusi pengaruh paling
besar dari penurunan
tingkat kewaspadaan
karena memiliki nilai
standardized coefficient
(Beta) yang paling besar
diantara variabel
independen lainnya yaitu
0,815 untuk shift I; 0,442
untuk shift II; dan 0,641
untuk shift III.
 Rekomendasi untuk
mengurangi resiko
terjadinya penurunan
tingkat kewaspadaan
perawat IGD RSU Puri
Asih Salatiga pada setiap
shift-nya adalah dengan
menambah jumlah perawat
hingga mencapai
kebutuhan ideal agar
beban kerja mental yang
dirasakan para perawat
dapat menjadi lebih
seimbang, melakukan
perbaikan sistem jadwal
kerja agar setiap perawat
terhindar dari rasa lelah
akibat kurang adanya
waktu istirahat setelah
bekerja hingga saat bekerja
lagi dan menimbulkan
kesadaran dari para
perawat menngenai
kesehatan diri sendiri,
menyediakan fasilitas
beristirahat yang memadai
untuk memulihkan
keadaan dan
menanggulangi rasa
kantuk serta saran akan
mengkonsumsi nutrisi
yang baik dan olah raga
ringan untuk meingkatkan
kesehatan termasuk
pengurangan tingkat
stress, kualitas tidur yang
lebih baik.
3 Evaluasi Pengaruh 2018  Sandi Kurniawan  Hasil uji hipotesis, beban
Beban Kerja Fisik  Yopa Eka kerja fisik tidak
Terhadap Tingkat Prawatya berpengaruh terhadap
Kewaspadaan Pada  Ratih Rahmahwati tingkat kewaspadaan pada
Petugas Pegangkut sopir.
Sampah Di Kota  Sedangkan pada petugas di
Pontianak TPS, beban kerja fisik
berpengaruh terhadap
tingkat kewaspadaan.
4 Pengaruh Shift Kerja 2019  Dony Arianto  Berdasarkan hasil analisis
Terhadap Kinerja  Asri Dwi Puspita menggunakan Structural
Melalui Variabel Equation Modeling (SEM)
Kelelahan Dan maka diketahui bahwa
Beban Kerja Sebagai variabel Shift kerja
Variabel Intervening berpengaruh positif dan
Di PT M.I signifikan terhadap beban
dan kelelahan kerja yang
berdampak terhadap
penurunan kinerja
karyawan.

5 Pengaruh Shift Kerja 2021  Arien Ramanta  Variabel shift kerja


Dan Stres Kerja Wila memiliki pengaruh
Terhadap Kinerja  Renny Husniati terhadap kinerja pegawai,
Pegawai Divisi  Alnisa Min terdapat pengaruh positif
Linehaul & Shuttle Fadlillah secara parsial antara
Warehouse Lazada shiftkerja terhadap kinerja
Cimanggis pegawai Divisi Linehaul &
Shuttle WarehouseLazada
Cimanggis.
 Variabel stres kerja juga
memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja pegawai,
terdapat pengaruh secara
parsial antara stres kerja
terhadap kinerja pegawai
Divisi Linehaul & Shuttle
WarehouseLazada
Cimanggis.
 Pada uji simultan,
diketahui shiftkerja dan
stres kerja secara
bersama-sama memiliki
pengaruh secara simultan
terhadap kinerja pegawai
Divisi Linehaul & Shuttle
WarehouseLazada
Cimanggis.
C. Kerangka Pemikiran

Pada kerangka pemikiran ini, peneliti akan menjelaskan mengenai hubungan

atau keterkaitan antar variabel yang akan diteliti.

1. Pengaruh Beban Kerja dengan Tingkat Kewaspadaan

Beban Kerja adalah salah satu faktor yang dapat mepengaruhi tingkat

kewaspadaan karyawan. Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus

diselesaikan oleh seorang karyawan dalam kurun waktu tertentu. Beban kerja

sendiri memiliki dua jenis yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental.

Berdasarkan dari jenis beban kerja tersebut faktor-faktor yang

mempengaruhinya pun berbeda sesuai dengan beban dan tanggung jawab dari

masing-masing posisi bagian dalam pekerjaan. Dengan adanya beban kerja yang

tinggi maka akan berpotensi menurunnya tingkat kewaspadaan karyawan

operasional.

Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yaitu hasil penelitian Ario

Rahadhi dan Sriyanto (2016) terhadap 9 orang perawat yang bertugas di Instalasi

Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Puri Asih, Salatiga yang menyatakan

bahwa variabel beban kerja mental dan kelehan kerja terbukti berpengaruh

positif secara individual terhadap penurunan tingkat kewaspadaan pada setiap

shift kerja.

2. Pengaruh Kelelahan Kerja dengan Tingkat Kewaspadaan

Kelelahan merupakan kondisi dimana tubuh mengalami kehabisan energi

karena perpanjangan kerja yang dilakukan (Nurmianto, 2004). Kelelahan sering

muncul pada jenis pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang atau

monoton. Kelelahan ini adalah bagian dari faktor manusia yang merupakan salah

satu penyebab dasar terjadinya perilaku kerja yang tidak aman. Berdasarkan teori
tentang kecelakaan kerja bahwa kecelakaan kerja terjadi akibat adanya perilaku

kerja tidak aman dan kondisi kerja yang tidak aman. Salah satu penyebab dasar

(basic causes) 2 hal tersebut adalah faktor manusia yaitu stress fisik/fisiologis

seperti kelelahan fisik pada pekerja perusahaan ini ( Hadipoetro, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Budiawan,

Heru Prastawa, Aldisa Kusumaningsari, Diana Novita Sari (2016) terhadap 25

masinis PT. KAI yang menyatakan bahwa variabel Kelelahan kerja berpengaruh

secara individu terhadap tingkat kewaspadaan sebelum jam dinas.

3. Pengaruh Shift Kerja dengan Tingkat Kewaspadaan

Shift kerja adalah pembagian waktu kerja berdasarkan waktu tertentu

Muchinsky (1997). Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang

memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk

mengoperasikan pekerjaan. Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara

bergantian, yakni karyawan pada periode tertentu bergantian dengan karyawan

pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama (Reggio,1990).

Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu

individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari.

Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah

nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari

dan istirahat pada siang hari. Telah ditemukan dari beberapa kasus karyawan

yang bekerja pada shift malam memiliki potensi tingkat kelelahan yang berlebih

dibandingkan dengan karyawan yang bekerja pada shift pagi atau siang hari.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ario Rahadhi dan

Sriyanto (2016) terhadap 9 orang perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat di Rumah Sakit Umum Puri Asih, Salatiga yang menyatakan bahwa
telah terjadi penurunan variabel dependen yaitu tingkat kewaspadaan, baik pada

shift I, shift II maupun shift III.

Berdasarkan hasil pemamparan diatas maka terbentuk kerangka pemikiran

sebagai berikut.

Beban Kerja (X1)


H1

H2
Kelelahan Kerja Tingkat
(X2) Kewaspadaan (Y)

H3
Shift Kerja (X3)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Hipotesis-hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Beban Kerja berpengaruh positif terhadap Tingkat Kewaspadaan.

H2: Kelelahan Kerja berpengaruh positif terhadap Tingkat Kewaspadaan.

H3: Shift Kerja berpengaruh positif terhadap Tingkat Kewaspadaan.

Anda mungkin juga menyukai